|
8. Kadisiah1 (4/4)
"Malam yang geram"
Udara pagi telah melepaskan malam yang banjir darah itu.
Peristiwa ini oleh para sejarawan disebut Lailatul Harir
("Malam yang geram"). Belum ada dari kedua pihak yang dapat
menentukan kemenangan. Sudahkah pasukan itu merasa letih
setelah menghabiskan waktu selama dua puluh empat jam dalam
perterripuran yang paling sengit mereka rasakan, dan
sekarang sudah tiba saatnya mereka beristirahat dan tidur?
Tidak! Qa'qa' bahkan menemui pasukannya dan mengatakan:
"Kernenangan dalam pertempuran sebentar lagi ini di tangan
pihak yang mendahului. Sabarlah sebentar. Mari kita lakukan
penyerangan lagi. Kernenangan di tangan orang yang sabar dan
tabah."
Para perwira itu bersama pasukannya berkurnpul di
sekitarnya. Setelah itu mereka menggempur Rustum dan
menyusup masuk sampai kepada mereka yang berada di
belakangnya. Setelah kabilah-kabilah itu melihat kesigapan
kaum Muhajirin dan Ansar, salah seorang pemimpin mereka
menunjuk kepada pasukan Muslimin itu seraya berkata: Dalam
soal agama Allah janganlah mereka lebih bersungguh-sungguh
daripada kalian. Kemudian mereka menunjuk kepada pasukan
Persia dengan mengatakan: Juga mereka, jangan sampai lebih
bertfhi menghadapi maut daripada kalian. Kabilah-kabilah itu
juga kemudian menyerbu musuh yang berada di hadapan mereka.
Mereka bertempur terus matimatian sampai ada orang
menyerukan azan salat lohor. Ketika itu barisan pasukan
Persia sudah mulai kacau-balau. Fairuzan dan Hormuzan yang
di sayap kanan dan kiri sudah mundur. Maka kini terbuka
peluang ke baris tengah. Tetapi tiba-tiba datang angin barat
bertiup kencang. Barang-barang Rustum yang ringan-ringan
beterbangan dari peterananya ke dalam Sungai Atiq. Qa'qa'
dan pasukannya bergerak terus sampai mencapai peterananya.
Tetapi Rustum sudah meninggalkan takhtanya itu dengan
beberapa ekor bagal yang didatangkan untuk membawa hartanya.
Ia berdiri-di sampingnya berlindu'ng dengan barangbarang
bawaannya itu. Anak buah Qa'qa' terus menerobos ke tepi
sungai tanpa mcngetahui adanya harta yang dibawa bagal-bagal
itu atau Rustum yang sedang berlindung di bawahnya. Ketika
Hilal bin Alqamah menghantam salah satu bagal itu dan
memutuskan tali-tali pengikat barang-barang muatannya
tempat Rustum sedang berlindung di bawahnya salah
satu barang muatan itu jatuh menimpanya sehingga tulang
belakangnya patah, tetapi Hilal sendiri tidak menyadari.
Rustum merangkak-rangkak lalu menghempaskan diri ke sungai.
Begitu melihat, Hilal segera mengenalnya. Ia pun terjun ke
sungai mengejar di belakangnya. Orang itu diseretnya ke
luar, dihantamnya mukanya dengan pedang dan di tempat itulah
Rustum menemui ajalnya. Selanjutnya Hilal naik ke atas
peterananya sambil berteriak: Rustum sudah kubunuh! He ke
mari! Ke mari! Anggota-anggota pasukan datang mengerumuninya
dengan bertakbir.
Mengetahui apa yang telah menimpa panglima besarnya itu,
pihak Persia terkejut sekali; mereka kebingungan. Kekuatan
mereka sekarang jadi rapuh. Saat itu juga tampil Jalinus
menyerukan pasukannya agar menyeberang sungai di bendungan
besar itu seperti yang pernah dilakukan oleh Fairuzan dan
Hormuzan. Tetapi bendungan sungai itu roboh dan menimpa
mereka yang sedang di sungai dengan arus yang begitu
bergolak deras. Dengan robohnya bendungan itu ada 30.000
orang dari pasukan Persia yang saling terjalin dengan rantai
tenggelam. Dirar bin al-Khattab segera mengambil bendera
Persia yang besar Daravasykabian yang harganya
ketika itu satu juta dua ratus ribu.13 Begitu
juga pasukan Yazdigird telah pula mengalami kekalahan telak,
dan sisa-sisa anak buahnya berbalik mundur ke belakang,
berlarian tanpa menoleh lagi.
Sungguhpun begitu, atas perintah Sa'd, Qa'qa' dan
Syurahbil berangkat mengikuti terus jejak mereka. Kemudian
disusul pula oleh Zuhrah at-Tamimi disertai anak buahnya.
Zuhrah yang sudah tahu Jalinus sedang mengumpulkan
anggota-anggota pasukannya yang sudah tercerai berai,
dibunuhnya. Anggota-anggota pasukan Persia yang berikutnya
ada yang dibunuh, dan ada pula yang ditawan oleh pasukan
Muslimin tanpa mengadakan perlawanan. Malah ada beberapa
sumber yang berpendapat bahwa pasukan Muslimin memerintahkan
pasukan Persia yang sudah kalah itu saling berbunuh-bunuhan,
dan itu mereka lakukan. Soalnya, semangat dan moral mereka
sudah hancur, untuk mengadakan perlawanan sudah tak bernafsu
lagi. Mereka melihat maut menjemput teman-teman yang gigih
bertahan, dan melihat juga komandan-komandan mereka
melarikan diri, lalu mereka menyerah. Anggota pasukan
Muslimin yang masih muda menggiring puluhan orang dari
mereka, berjalan menekur di depannya, tak ubahnya seperti
sekawanan ternak, tanpa kemauan, tanpa harapan, kecuali
ingin hidup dengan menyandang aib dan hina. Tetapi yang
berhasil melarikan diri, mereka terpencar-pencar,
masing-masing merasa bahwa dengan lari itu besar harapan
masih akan dapat bertahan hidup.
Kemenangan yang sangat menentukan
Itulah kemenangan meyakinkan yang telah diperoleh pasukan
Muslimin, sebagai mahkota yang patut dibanggakan. Tatkala
mendengar berita itu, perempuan dan anak-anak mereka
berdatangan ingin ikut serta ke medan perang. Umm Kasir,
istri Hammam bin al-Haris anNakha'i, menceritakan: "Kami
ikut menyaksikan Pertempuran Kadisiah bersama suami-suami
kami. Setelah tugas mereka selesai kami menyingsing. lengan
baju kami, kami bekerja keras, kami mengambil
tongkat-tongkat besar lalu kami ke tempat korban-korban itu.
Yang dari pasukan Muslimin kami beri minum dan kami angkat,
yang dari pihak musyrik kami habisi sekalian. Anak-anak yang
mengikuti kami serahi pekerjaan dan kami bimbing mereka."
Dengan demikian semua kaum Muslimin, laki-laki, perempuan
dan anak-anak, ikut serta dalam perjuangan yang sungguh
berat ini. Perjuangan ini sangat menentukan, membuat mereka
yang beriman sungguh terangkat martabatnya. Hal ini besar
sekali pengaruhnya terhadap berdirinya sebuah kedaulatan
Islam, sama seperti pengaruh Perang Badr terhadap berdirinya
Islam.
Pasukan Muslimin akan membayar dengan harga berapa pun
untuk meneruskan kemenangan yang sangat mendukung itu. Kita
sudah melihat tindakan mereka yang sungguh berjaya itu dan
kita sudah melihat perjuangan pahlawan-pahlawannya yang
sudah bertempur mati-matian, seperti yang dilakukan oleh
Qa'qa' bin Amr, semua itu adalah contoh yang paling
menonjol. Kita melihat bagaimana mereka mengorbankan darah
dan nyawa demi mencapai kemenangan, maka Allah membalasnya
dengan dua macam karunia yang indah sekali. Selama tiga
puluh hari yang berakhir dengan kemenangan itu, terbunuh
dari mereka 6000 orang, dan selama dua hari pertempuran
Armas dan Agwas 2500 orang. Jumlah korban sebanyak itu di
luar yang dapat dibayangkan pihak Arab masa itu. Tetapi itu
tidak seberapa dibandingkan dengan yang terbunuh di pihak
Persia dalam prahara yang hiruk pikuk itu yakni
mereka yang hanyut dan tenggelam di sungai dan yang mati
tersungkur saat melarikan diri.
Besarnya rampasan Kadisiah
Sekarang Qa'qa' dan Zuhrah serta komandan pasukan yang
lain sudah kembali. Mereka mengerumuni Sa'd, dan melihat
keadaan panglima itu berkat kemenangan sudah
berangsur sembuh dari penyakit yang dideritanya. Segala
harta dan rampasan perang kini dikumpulkan. Ternyata semua
itu berada di luar khayalan orang Arab. Sa'd memanggil Hilal
bin Alqamah dan menanyakan tentang Rustum; lalu katanya:
Lucutilah dia sekehendakmu. Semua yang ada pada korban itu
sudah diambilnya, tak ada yang tertinggal. Jumlah semuanya
mencapai tujuh puluh ribu. Sayang, kalau tidak karena
topinya14 jatuh ke sungai, bagian Hilal tentu
akan berlipat ganda. Kemudian Zuhrah bin al-Hawiah datang
membawa rampasan perang milik Jalinus. Sa'd memperkirakan
terlalu besar untuk diberikan seluruhnya kepadanya. Mengenai
ini ia menulis surat kepada Umar, yang dibalas oleh Umar
dengan mengatakan: "Lakukanlah terhadap Zuhrah seperti yang
sudah dialaminya, dan sisa rampasan perang yang masih ada
biarkan di tangan Anda. Berikan rampasannya dan tambahkan
lima ratus buat teman-temannya."
Rampasan perang itu oleh Sa'd dibagi-bagikan kepada
anggotaanggota pasukannya. Yang dari pasukan berkuda
(kavaleri) enam ribu dan yang berjalan kaki (infanteri) dua
ribu. Kemudian ditambahkan untuk penduduk negeri
masing-masing lima ratus. Sungguhpun begitu, selain
seperlima yang oleh Sa'd sudah dipisahkan untuk dikirim ke
Medinah, ra"mpasan perang itu masih banyak sisanya. Apa yang
sudah dilakukan Sa'd itu dilaporkannya kepada Umar, dengan
menanyakan apa yang harus dilakukannya dengan sisa yang
masih ada. Umar membalas: "Yang seperlima kembalikan kepada
pasukan Muslimin, dan berikan kepada yang menyusul Anda yang
tidak mengalami pertempuran."15 Semua perintah
Umar oleh Sa'd dilaksanakan. Tinggal lagi yang masih ada di
tangannya, terpaksa ditanyakan kepada Umar apa yang harus ia
lakukan. Umar memerintahkan agar dibagi-bagikan kepada
orang-orang yang hafal Qur'an. Ketika ia akan membagikan
kepada mereka tiba-tiba datang Amr bin Ma'di Karib dan
Bisyir bin Rabi'ah al-Khas'ami. Kedua orang ini sudah
berjuang mati-matian dalam pertempuran itu. Mereka harus
mendapat balasan dua kali lipat. Karena pertempuran itu maka
mereka ingin mendapat nasib seperti penghafal Qur'an. Sa'd
bertanya kepada Amr bin Ma'di Karib: Firman Allah mana yang
masih Anda hafal? Amr menjawab: Saya masuk Islam di Yaman,
kemudian ikut berperang sehingga terlalu sibuk saya untuk
menghafal Qur'an. Sa'd menolak memberikan bagian harta
penghafal Qur'an kepadanya. Ketika ia menanyakan kepada
Bisyir tentang Qur'an yang dihafalnya, ia menjawab:
Bismillahir-rahmanir-rahim! Mereka yang hadir di tempat itu
tertawa semua. Dan Bisyir pun tidak mendapat bagian.
Dengan jawaban Sa'd itu sudah puaskah kedua kesatria itu
lalu mereka diam? Tidak! Malah Amr berkata (dalam bentuk
syair):
- Kalau kami gugur, tak ada orang yang akan menangisi
kami
- Malah Kuraisy berkata: Bukankah itu sudah
suratan?
- Dalam bertempur kami dipersamakan
- Dalam pembagian dinar persamaan tak ada.
- Sedang Bisyir bin Rabi'ah berkata (juga dalam bentuk
syair):
- Kuderumkan untaku di gerbang Kadisiah
- Dan Sa'd bin Waqqas pemimpinku.
- Sa'd seorang pemimpin, segalanya yang baik
- Ia tak kenal yang buruk
- Tetapi Jarir pemimpin terbaik di Irak
- Ingatlah-hentakan pedangku, semoga Allah
membimbingmu
- Di pintu Qudais, medan perang yang sungguh sulit
- Petang itu mereka berharap sekiranya ada dari
mereka
- Yang dipinjami sepasang sayap burung
- Ia akan terbang jauh.16
Sa'd menulis surat kepada Umar mengenai cerita Amr dan
Bisyir dan apa yang dikatakannya kepada mereka serta jawaban
mereka kepadanya, dengan melampirkan sajak-sajaknya itu.
Dalam balasannya Umar mengatakan, agar mereka diberi bagian
atas perjuangan mereka itu. Kemudian, agar tidak kecewa,
Sa'd memberi kepada kedua mereka masing-masing dua ribu
dirham. Orang semua tahu, dia memang dikenal sebagai pejuang
yang tangguh, dan mencintai harta melebihi yang lain.
Seperti kita ketahui pertempuran itu berakhir dengan
kemenangan yang sangat meyakinkan, sementara perhatian orang
di segenap penjuru di Semenanjung, dengan mata dan hati
mereka, diarahkan ke sana. Mereka gelisah sekali, ingin
mengetahui perkembangannya. Kalangan sejarawan mengatakan:
"Orang-orang Arab, dari Uzaib sampai ke Aden Abyan, dari
Abella sampai Baitulmukadas (Yerusalem) menanti-nantikan
terjadinya Pertempuran Kadisiah. Mereka melihat bahwa di
sanalah kekuatan dan kehancuran kerajaan Persia. Setiap
daerah mengutus orang untuk memetik berita-berita. Yang
paling ingin tahu mengenai kesudahan segala peristiwa itu
tentu Umar bin Khattab sendiri. Setiap pagi ia keluar ke
pinggiran kota Medinah menanya-nanyakan kepada kaum musafir
mengenai keadaan Kadisiah. Tengah hari baru ia pulang kepada
keluarganya. Suatu hari ia melihat seorang penunggang unta
yang sesudah ditanya diketahuinya orang itu datang dari
sana. Ditanyanya orang itu: Coba ceritakan. Orang itu
menjawab: Kaum musyrik sudah hancur. Umar terus menanyakan
sambil berlari-lari kecil mengikuti musafir yang bercerita
dengan tetap di atas untanya, tanpa mengetahui siapa orang
yang mengikutinya itu. Musafir ini bernama Sa'd bin Umailah
al-Fazari, utusan Sa'd bin Abi Waqqas kepada Amirulmukminin.
Ketika itu ia membawa surat Sa'd buat Umar mengenai
kemenangan pasukannya serta beberapa korban pasukan Muslimin
yang sudah diketahui nama-namanya.
Sesudah kedua orang itu memasuki kota, dan orang-orang
memberi salam kepada Umar sebagai Amirulmukminin, musafir
itu berkata: Mengapa tadi tidak memberi tahu bahwa Anda
Amirulmukminin! Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada Anda.
Umar menjawab dengan bersahaja: Tidak apa Saudaraku! Umar
menerima surat Sa'd itu lalu dibacakannya di depan orang
ramai.
Sementara Umar sedang membacakan surat Sa'd kepada
penduduk Medinah mengenai kemenangan itu, di Mada'in
Yazdigird sedang dirundung kesedihan karena berita-berita
tersebut. Ia hanya termenung mengulang kata-kata Rustum
serta isyarat yang dulu pernah disebutsebut. Begitu besar
kesedihannya, sehingga tak dapat ia berpikir lagi apa yang
harus diperbuatnya... Ya, apa yang akan dapat dilakukannya?
Bahkan Persia seluruhnya, apa yang akan dilakukan?! Pasukan
Muslimin sudah berada di lembah Irak, di bagian atas sampai
ke bawah. Orang semua sudah kembali patuh, dengan meminta
maaf atas kesetiaan mereka kepada pihak Persia karena waktu
itu mereka di bawah kekuasaannya. Untuk mengambil hati dan
menanamkan rasa aman, Sa'd memaafkan mereka. Bahkan
kabilah-kabilah Arab yang tersebar di sekitar Furat dan
Tigris telah pula menyambutnya ketika disebutkan bahwa
saudara-saudara mereka yang sudah lebih dulu masuk Islam,
mereka orang-orang yang lebih pandai dan lebih bijak.
Kemudian di depan Sa'd mereka pun menyatakan keimanannya
kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.
Sekarang apa yang akan dapat dilakukan Yazdigird
menghadapi semua itu, berita-berita yang sampai kepadanya
malah menambah kerisauan hatinya, memperbesar rasa putus
asanya kalau tidak karena semangat mudanya yang
bagaikan fatamorgana penuh harapan masih berkedip di
depannya, namun ternyata ia tertipu oleh kenyataan. Tertipu
karena masih mengharapkan takhta yang sudah hilang di masa
kecilnya. Sesudah ia naik takhta, takhta itu pun goyah,
sendi-sendinya berlepasan! Tetapi ya, alangkah jauhnya
fatamorgana akan dapat mewujudkan suatu harapan, atau akan
dapat menolak kehendak takdir!
***
Pengaruh Kadisiah atas berdirinya
Kedaulatan Islam
Inilah peristiwa Kadisiah yang telah membukakan jalan ke
Majelis Takhta Kisra di ibu kota kerajaannya, dan melicinkan
jalan untuk bergantinya kedaulatan yang sekaligus merupakan
pukulan terakhir atas kekuasaannya. Kisahnya secara terinci
yang disampaikan oleh kebanyakan sejarawan sama seperti
Perang Badr yang secara terinci pula diceritakan oleh
buku-buku biografi (sirah), dengan menambahkan beberapa
peristiwa mukjizat yang sukar dipercaya selain karena
pengaruh perang ini yang sangat positif dalam sejarah dunia.
Seperti sejawaransejawaran Muslim yang menguraikan kisah itu
dengan panjang lebar, kalangan orientalis dan Persia juga
menguraikannya dengan panjang lebar. Tentu hal ini tidak
mengherankan, mengingat Pertempuran Kadisiah itu dampaknya
begitu besar dalam sejarah umat manusia, dari perang
Timurlenk dan perang Napoleon, bahkan dari semua peperangan
yang pernah terjadi sampai masa kita sekarang ini. Dalam
mengarahkan peradaban, pengaruhnya memang dalam sekali.
Khusus mengenai Pertempuran Kadisiah, tentu sudah menjadi
kewajiban sejarawan untuk meneliti segala yang di balik itu
dan dapat menemukan isinya. Khalid bin Walid sudah
membebaskan kawasan Irak, sudah menjelajahinya dari selatan
ke utara, menaklukkan desadesa dan kota-kotanya dan sudah
menguasai segalanya. Dalam perang dengan Persia ia sudah
mencatat suatu mukjizat yang abadi dalam sejarah. Adakah
kemenangannya itu karena Persia sedang dalam kesibukan
menghadapi kekacauan di dalam istana serta persaingan antara
para putra mahkota memperebutkan takhta, dengan akibat
mereka saling berbunuhan, kadang dengan pembunuhan
terang-terangan, kadang pembunuhan gelap, sehingga dalam
waktu empat tahun saja sudah sembilan raja yang naik takhta?
Kalaupun itu juga yang menyebabkan Khalid mengalahkan
mereka, bagaimana pahlawan-pahlawan Kadisiah itu juga dapat
mengalahkan mereka, padahal sesudah perselisihan itu Persia
sudah bersatu kembali, para pemimpin dan rakyatnya sudah
sepakat untuk menggalang satu kesatuan dalam lingkungan
Yazdigird, membantu dan memberikan dukungan kepadanya? Ya,
bagaimana penyakit itu masih juga melekat padahal
penyebabnya sudah dikikis habis? Bagaimana pasukan Muslimin
dengan jumlah yang begitu kecil dapat mengalahkan Persia
dengan jumlah yang luar biasa besarnya, dan di negeri
sendiri mereka mempunyai perlengkapan, dengan kebudayaan
yang sudah tinggi. Sebaliknya pasukan Muslimin, bagi mereka
termasuk orang-orang asing, yang kebanyakan orang-orang
badui yang masih hidup bersahaja, tidak mempunyai
perlengkapan perang seperti yang mereka miliki, tidak
mengetahui segala taktik dan cara-caranya seperti
pengetahuan mereka!
Rahasia yang ada di balik itu, bahwa persatuan pihak
Persia itu tidak mengubah apa yang ada dalam jiwa mereka.
Yang ada hanyalah gejala lahir yang berlangsung karena
dorongan sementara, sesudah itu berbagai masalah yang
berkecamuk dalam lubuk hati tejtap tak berubah. Kaum
bangsawan dan pembesar-pembesarnya masih tetap berpikir
hanya tentang diri dan ambisinya masing-masing, sebelum
memikirkan bangsa dan tanah airnya. Sekiranya mereka yang
menang menghadapi pasukan Muslimin dan berhasil mengusir
dari daerah itu, keadaannya niscaya akan kembali seperti
semula. Istana akan kembali goyah, akan lebih mengutamakan
ambisi pribadi daripada yang lain. Kita sudah melihat
bagaimana Rustum yang begitu santai, tak mau maju ke depan
memimpin sendiri pasukannya, kalau tidak karena terpaksa,
khawatir masyarakat marah kalau sampai Yazdigird yang
tampil. Kita sudah melihat bagaimana ia dan
perwira-perwiranya yang lain berlambatlambat dalam
perjalanan hingga untuk mencapai Kadisiah dari Mada'in
sampai memakan waktu empat bulan!
Sebenarnya apa yang dilihat Rustum dalam penujuman itu
hanyalah pencerminan yang ada dalam lubuk hatinya sendiri.
Karena egoismenya sudah begitu besar, pantang rasanya kalau
sampai dia kalah atau terbunuh. Lalu terlihat dalam
penujuman itu nasib tanah airnya masih berhubungan erat
dengan kekalahan dan kematiannya. Kalau dia memahami Persia
dan melupakan dirinya dan melihat hidup dan matinya sama
demi tanah air, niscaya ia tak akan mencari-cari dalih dan
berlambat-lambat. Ia akan melihat dalam penujuman apa yang
dilihatnya. Jiwanya akan berada di atas rasa takut dan rasa
prihatin, dari dalam dirinya akan" memancar kekuatan dan
akan mengalir kepada para perwira dan prajurit-prajuritnya,
sehingga mereka akan mau bergelimang dalam maut tanpa peduli
lagi. Tetapi para perwira dan prajurit-prajurit itu seperti
Rustum juga, sangat terikat pada pribadinya dan prihatin
memikirkan nasib sendiri masing-masing. Baginya, jiwa tiap
pribadi itu lebih berharga daripada Persia dan segala
isinya. Kalaupun mereka berangkat juga menuju medan
pertempuran hanyalah karena pembesarpembesar mereka sudah
didorong oleh ambisi dan nafsu, dan prajuritprajurit itu
sudah terbawa oleh adanya keharusan tunduk dan rasa hina,
yang memang sudah lama berakar, dari generasi ke generasi.
Bukankah sudah kita lihat bahwa persatuan yang terjadi
karena dorongan sementara itu tidak akan mampu mengikis
segala anasir yang tersimpan dalam hati, yang sudah begitu
mengakar sehingga setiap orang yang dalam kekuasaan hidupnya
hanya untuk kepentingan pribadi, dan setiap kelompok hanya
memikirkan kepentingan kelompoknya?
Rahasia Kadisiah dan pelajaran yang
dapat ditarik
Pengaruh anasir demikian itu telah menghilangkan konsep
cita-cita luhur dalam hati orang-orang Persia, yang akan
membuat bangsa itu hidup dan berjuang demi cita-citanya.
Apabila manusia tidak seia sekata untuk cita-cita luhur yang
sudah tergambar dalam suatu misi yang dengan sungguh-sungguh
ingin diwujudkan, maka tak ada yang akan menjadi pendorong
perjuangannya itu selain egoisme dan nafsunya yang ingin
bertahan hidup. Demikian inilah yang terjadi dengan para
pembesar dan pangeran-pangeran di Persia, seperti halnya
dengan Yazdigird sendiri. Hal ini menyebabkan kecintaannya
kepada kepentingan sendiri lebih besar daripada kecintaannya
kepada kehormatan bangsanya. Demikian juga egoisme para
pembesar dan pangeran-pangeran itu, karena kecintaan kepada
ambisinya yang begitu besar, maka hatinya telah tertutup
dari segala yang lain. Semangat ini telah menjalar kepada
semua orang Persia. Ini pula yang menyebabkan penduduknya
tunduk dan senang hidup dalam kehinaan. Mereka telah tertipu
dengan keadaan itu tatkala pihak Rumawi mengalahkan mereka,
lalu Syam dan Mesir pun lepas dari tangan mereka. Mereka
lupa bahwa Rumawi dulu juga seperti Persia, runtuh dan
terpecah belah. Setelah oleh Rumawi mereka dipukul mundur ke
tempat semula, mereka mengira bahwa perang akan ada pasang
surutnya, kalah dan menang silih berganti. Mereka lupa bahwa
kekuatan yang bersih dari segala noda tak akan dapat dipukul
mundur. Kalaupun pada suatu waktu terjadi demikian tentu
karena ada cacat di dalamnya. Pihak Persia tidak begitu
peduli atas serangan pasukan Muslimin yang pertama.
Dikiranya bahwa tak lama mereka akan mundur sendiri melihat
kekuatan dan kehebatan nama Persia. Setelah mereka melihat
kemenangan yang diperoleh lawannya, baru mata mereka
terbuka, tetapi terbuka untuk melihat kekalahan dan
hilangnya kerajaan mereka.
Masih akan ada gunanyakah angkatan bersenjata yang
kekuatan moralnya sudah hancur demikian rupa jika kelak
berhadapan dengan angkatan bersenjata yang berkekuatan
sempurna? Kekuatan ini ialah berjuang demi cita-cita yang
luhur, yang sudah dijadikan keyakinannya, dan melihat mati
untuk itu merupakan mati syahid yang dipersembahkan kepada
Tuhannya, dan karenanya pula pintu-pintu surga akan selalu
terbuka untuk dimasuki sebagai tempat bahagia, dengan
mendapat rida Allah untuk selamanya! Kaum Muslimin sudah
seia sekata dengan citacitanya itu, dan untuk itulah ia
menyerahkan hidupnya kepada Allah. Untuk mewujudkannya, ia
lebih memilih mati daripada hidup. Dengan demikian ia
mendapat kekuatan yang sudah tersedia dalam dirinya untuk
mengembalikan umat manusia ke jalan yang lurus, dan untuk
menyampaikan suatu risalah, suatu ajaran yang harus
diperdengarkan kepada dunia untuk melestarikan kehidupan
dunia itu.
Kekuatan semacam itu tidak akan dapat dibendung oleh
kekuasaan betapapun besarnya, dan tak ada kekuatan apa pun
yang akan dapat merintangi penyampaian risalah demikian
itu.
Karena itulah, maka pasukan gajah Persia itu lari dan
barisan mereka porak poranda dalam ketakutan ketika
menghadapi pasukan Muslimin. Maka jalan untuk menyampaikan
risalah pun terbuka. Ternyata orang begitu patuh menyambut
risalah itu. Mereka melihat kebenaran begitu kuat tergambar
pada setiap kata, pada setiap kalimat dalam ajaran itu.
Kemudian mereka melihat di dalamnya tak ada tempat untuk
segala yang batil, yang palsu, dan bagaimanapun kebatilan
harus binasa.
Inilah rahasianya mengapa pasukan Muslimin menang
menghadapi pasukan Persia dalam Pertempuran Kadisiah.
Pelajaran yang dapat kita simpulkan dan yang terbaik, di
antaranya yang dapat kita baca dalam firman Allah ini:
"Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa
sebelum bangsa itu mengubah keadaan diri sendiri." (Qur'an,
13: 11).
Keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengubah jiwa
kaum Muslimin, mereka dibimbing ke jalan yang benar, yang
sebagai landasannya sudah berdiri sebuah peradaban yang
tinggi. Maka dengan Islam mereka menjadi kuat dan mereka pun
memperkuatnya. Sebaliknya Persia dan Rumawi, kecintaan
mereka kepada kenikmatan hidup duniawi masih lebih kuat
daripada prinsip-prinsip yang luhur, yang telah memberi arti
dan nilai tersendiri bagi kehidupan umat manusia, dan
membuat kita benar-benar menghayatinya. Sedang mereka telah
diperbudak oleh kenikmatan hidup, yang dalam kenyataannya
memang tak memberikan apa-apa kepada mereka.
Muslimin telah mengubah keadaan diri sendiri tatkala
mereka beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka
berpegang pada cita-cita luhur yang dilukiskan oleh Allah
dalam ajaran-Nya kepada Nabi-Nya. Berkat adanya perpaduan
itu kaum Muslimin telah menjadi satu umat, setiap orang dari
mereka dalam umat ini sudah seperti anggota badan dalam
tubuh, bukan kekuatan yang berdiri sendiri, melainkan
kekuatan tubuh seluruhnya. Setiap laki-laki dan setiap
perempuan sebagai anggota umat, mempunyai kekuatan yang
diangkat dari cita-cita luhur itu, kemudian mendorongnya
kuat-kuat untuk memasuki perjuangan mahaberat demi
cita-citanya itu. Dengan itu ia dibawa ke suatu titik yang
sudah tak mengenal lemah, mundur atau kalah. Malah ia lebih
memilih mati sebagai pribadi terhormat daripada hidup dalam
kehinaan. Kita sudah melihat betapa lemahnya Tulaihah bin
Khuwailid ketika berhadapan dengan Khalid bin Walid dalam
Perang Riddah, tetapi bagaimana kemudian ia menjadi begitu
kuat berhadapan dengan pasukan Persia di Kadisiah! Kita juga
sudah melihat bagaimana Amr bin Ma'di Karib dan Asy'as bin
Qais tak berdaya dalam pemberontakan mereka ketika
menghadapi pasukan Muslimin, tetapi setelah itu bagaimana
pula mereka mati-matian bertempur di Kadisiah yang kemudian
dikenang orang demikian rupa! Soalnya, ketika Tulaihah
mendakwakan diri nabi begitu kuat, penuh semangat tetapi
keimanannya lemah, maka semangat yang tinggi dengan keimanan
yang lemah itu ternyata tak ada artinya. Begitu juga Amr bin
Ma'di Karib, Asy'as bin Qais dan yang lain yang pernah
membangkang dan memerangi kekuasaan Muslimin. Tetapi setelah
mereka kembali kepada Islam dan menjadi bagian dari umat
yang bangga karena keimanannya, maka dengan keimanannya,
kekuatan itu bertambah. Bagaimana peranannya dalam
Pertempuran Kadisiah sudah kita lihat, dan sesudah Kadisiah
pun kepahlawanan dan kejayaannya diabadikan dalam
sejarah.
Dalam tubuh ini kedudukan Amirulmukminin sama dengan
kepala, mengatur berbagai masalah demi kebaikan semua. Ia
meninggalkan kesenangan dengan hidup menderita demi
kesejahteraan semua. Dalam hal ini Umar telah mengambil
teladan dari Rasulullah, kemudian dari Abu Bakr. Dia sendiri
adalah teladan yang sangat ideal dalam hal keadilannya,
keteguhan hatinya dan setiap pribadi sebagai anggota umat,
lebih diutamakan daripada dirinya. Dia lebih mengutamakan
kepentingan umat daripada kepentingan perorangan. Dia
berpendapat, seperlima rampasan perang Kadisiah itu lebih
baik dikembalikan kepada para prajurit, maka itu pun
dikembalikannya, dan memerintahkan Sa'd agar melimpahkan
pemberian secukupnya kepada penduduk negeri serta mengambil
hati penduduk Irak yang sudah meminta maaf atas
pembangkangannya terhadap pasukan Muslimin dulu. Semua itu
dilaksanakan oleh Sa'd sebagaimana mestinya. Tak ada
penduduk Medinah yang marah karenanya, padahal mereka
sendiri masih dalam kekurangan, sebab mereka melihat semua
tindakan Amirulmukminin itu demi kebaikan Islam. Mereka
melihatnya, dalam soal-soal besar dan penting, ia mengajak
mereka bermusyawarah. Apa yang baik untuk Islam baik untuk
mereka. Sikap altruisme, tidak mementingkan diri sendiri,
termasuk salah satu perintah Allah. Oleh karena itu mereka
mendukung apa yang dilakukan Umar. Allah akan memberikan
balasan kepada mereka berlipat ganda.
Inilah beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat kita
tarik dari peristiwa Kadisiah. Dengan karunia Allah juga
hikmah dan pelajaran inilah yang telah mendukung berdirinya
kedaulatan dan kejayaan Islam. Seterusnya akan kita ikuti
pembinaan Kedaulatan ini dan orang-orang yang telah
mengangkat panji kejayaan ini. Kita akan pergi bersama
mereka, sebab tak lama lagi mereka akan meneruskan
perjalanan ke Mada'in dan akan membebaskan kota itu. Sa'd
pun tak lama lagi akan juga duduk di takhta Kisra sesudah
penghuninya melarikan diri, pergi untuk tidak kembali
lagi.17
Catatan Kaki:
- Al-Qadisiyah, sebuah kota di sebelah barat Nejef dan
tidak jauh dari Kufah di Irak. Dalam terjemahan
selanjutnya disebut juga dengr.n ejaan Kadisiah.
Pnj.
- Sa'd bin Malik bin Wuhaib bin Abi Waqqas.
Pnj.
- Harfiah: "Orang-orang bersenjatamu tetap berjaga di
tempat-tempat yang dikhawatirkan mendapat serangan
musuh." (N), atau "garnisun garis depan atau markas
tempat kekuatan militer seperti pos pengawal dewasa ini,"
(Al-Faruq al-Qa'id h. 170). Pnj.
- Beberapa istilah dan strategi militer masa itu tentu
tidak sama dengan yang berlaku sekarang. Beberapa istilah
dalam terjemahan ini hanya sekadar isyarat. Buku yang
lebih khusus mengenai peranan Umar dari segi militer
dapat dibaca al-Faruq al-Qa'id, oleh Mayjen Mahmud Syait
Khattab, Kairo, 1389 H./1970 M. Pnj.
- At-Tabari dan para sejarawan lain menyebutkan bahwa
Asim bin Amr pergi dengan salah satu pasukan berkuda
cepat ini ke Baisan. Dalam menyelamatkan diri penduduk
setempat berlindung ke hutan-hutan alang-alang. Ia
menawan seseorang yang dimintainya menunjukkan tempat
sapi dan kambing. Orang itu bersumpah bahwa ia tidak tahu
apa-apa mengenai hal tersebut, padahal dia gembala. Dari
dalam alang-alang itu tiba-tiba seekor sapi bersuara:
Bohong, kami ada di sini! Asim masuk ke dalam hutan
alangalang itu dan semua sapi yang ada dibawanya.
Ditambahkan, bahwa Hajjaj yang pada zamannya mengetahui
cerita tersebut, mendustakannya. Sesudah mereka yang
menyaksikannya membenarkan dengan bersumpah, Hajjaj pun
percaya. Sudah tentu cerita demikian ini tak masuk akal.
Yang dapat diterima, gembala itu berdusta dan bahwa
sapisapi tersebut sesudah itu melenguh, maka pasukan
Muslimin menyerbu hutan alangalang dan hewan itu mereka
bawa. Bagi mereka, lenguhan sapi-sapi itu tak dapat
ditafsirkan lain daripada bahwa hewan tersebut hendak
mengalakan: Bohong, kami di sini. Ke marilah dan bawalah
kami.
- Bahasa Arab menggunakan kata dihqan, duhqan, jamak
dahaqin, atau dihkan dalam ejaan bahasa Inggris
dari kata bahasa Persia. Menurut kamus-kamus
bahasa Arab, "kepala desa, kepala distrik, tuan tanah
atau pedagang." Pnj.
- Uraian terinci mengenai ini terdapat dalam bab
ketujuh buku Abu Bakr as-Siddiq.
- Ukuran panjang, satu farsakh sekitar 6 kilometer.
Pnj.
- Ma'add bin Adnan, nama suatu cabang kabilah.
Pnj.
- Banu Asad, nama kabilah mereka, dan asad berarti
"singa." Pnj.
- Ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa yang
melepaskan belenggu Abu Mihjan dan meminjamkan Balqa'
adalah Zabra', istri tua Sa'd. Balazuri memperkuat sumber
ini, dan Ibn Kasir lidak menyebut-nyebut nama Salma.
Tetapi Tabari dan beberapa sejarawan lagi yang sepaham,
yang disebut dalam hal ini Salma, dengan menambahkan
bahwa ia bertanya kepada Abu Mihjan mengapa ia
dipenjarakan oleh Sa'd. Dia menjawab: Saya dipenjarakan
bukan karena makan makanan haram dan minuman haram.
Tetapi di zaman jahiliah saya memang peminum berat. Saya
penyair; syair-syairku mengalir begitu saja dari mulut
saya dan keluar dari bibir; kadang pujian saya tak
disukai orang. Saya dipenjarakan karena saya berkata:
Kalau aku mati, kuburkan aku di samping kebun anggur
Tulang belulangku akan menjadi pupuk di akarnya.
Jangan kuburkan aku di Sahara gersang
Aku khawatir matiku tak sampai menikmatinya.
Salma mengajak Sa'd berdamai sesudah Agwas. Setelah itu
Abu Mihjan dibebaskan dengan mengatakan: Pergilah, saya
tidak akan menghukum Anda lagi atas kata-kata yang tidak
Anda perbuat. Tidak apa, (kata Mihjan). Saya tidak akan
lagi mengucapkan kata-kata yang buruk.
- Agasa artinya memberi pertolongan atau menolong. Kata
dasarnya gws. Tetapi dalam kamus-kamus bahasa Arab tidak
ada kata agwas, yang ada kata dasar gaws (gws) yang
berarti "pertolongan." Pnj.
- Tidak disebutkan jenis mata uangnya, seperti yang
banyak kita jumpai di bagian-bagian lain dalam buku ini.
Pnj.
- Qalansuwah, tutup kepala yang tinggi semacam
mahkota yang biasa dipakai oleh raja-raja, para pendeta
atau kepala suku; tiara. Nilainya diukur menurut
pemakainya. Pnj.
- At-Tabari dan beberapa sejarawan lain menyebutkan,
bahwa angkatan bersenjata yang datang dari Syam bersama
Hasyim bin Utbah semua tidak keburu ikut dalam
pertempuran Kadisiah. Ketika mereka sebagian sampad
pasukan Muslimin sudah mendapat kemenangan dan pasukan
Persia sudah melarikan diri. Mereka itulah yang "dimaksud
Umar dalam suratnya kepada Sa'd.
- Sumber tersebut menurut Tabari dan yang sejalan
dengan dia, dan sebagian besar sejarawan. Tetapi syair
Amr oleh Balazuri tidak disebutkan. Yang disebutkan syair
Bisyir dengan mengutip apa yang dikatakan oleh
pahlawan-pahlawan Kadisiah sebagai pujian atas perjuangan
mereka. Oleh karenanya ia membawa bait kedua sebagai
berikut:
Sa'd adalah pemimpin, buruk tanpa yang baik
Harumnya jauh seperti Abu Zanad yang pendek.
- Tak ada kesatuan pendapat di kalangan sejarawan,
kapan peristiwa Kadisiah itu terjadi. Ibn Khaldun
berkata: "Terjadinya peristiwa Kadisiah itu dalam tahun
empat belas, ada juga yang mengatakan tahun lima belas
atau enam belas. Tetapi Abul-Fida' menyebutkan tahun lima
belas. Saya lebih cenderung pada pendapat ini, sebab
peristiwa ini terjadi sesudah Yarmuk serta pembebasan
Damsyik dan pertempuran Fihl. Kejadian itu sesudah Umar
memberikan bala bantuan dengan Musanna dan Abu Ubaid
dalam pertempuran di Namariq, di jembatan dan di Buwaib.
Sesudah angkatan bersenjata di bawah pimpinan Sa'd bin
Abi Waqqas itu oleh Umar dikumpulkan, ia berangkat
perlahan-lahan mengikuti kabilah-kabilah bersama
istri-istri dan anak-anak mereka. Sa'd tinggal di Uzaib
selama beberapa bulan sebelum keberangkatannya ke
Kadisiah, dan tinggal di Kadisiah sekurang-kurangnya dua
bulan sebelum terjadi pertempuran.
|