Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

8. Kadisiah1 (4/4)

"Malam yang geram"

Udara pagi telah melepaskan malam yang banjir darah itu. Peristiwa ini oleh para sejarawan disebut Lailatul Harir ("Malam yang geram"). Belum ada dari kedua pihak yang dapat menentukan kemenangan. Sudahkah pasukan itu merasa letih setelah menghabiskan waktu selama dua puluh empat jam dalam perterripuran yang paling sengit mereka rasakan, dan sekarang sudah tiba saatnya mereka beristirahat dan tidur? Tidak! Qa'qa' bahkan menemui pasukannya dan mengatakan: "Kernenangan dalam pertempuran sebentar lagi ini di tangan pihak yang mendahului. Sabarlah sebentar. Mari kita lakukan penyerangan lagi. Kernenangan di tangan orang yang sabar dan tabah."

Para perwira itu bersama pasukannya berkurnpul di sekitarnya. Setelah itu mereka menggempur Rustum dan menyusup masuk sampai kepada mereka yang berada di belakangnya. Setelah kabilah-kabilah itu melihat kesigapan kaum Muhajirin dan Ansar, salah seorang pemimpin mereka menunjuk kepada pasukan Muslimin itu seraya berkata: Dalam soal agama Allah janganlah mereka lebih bersungguh-sungguh daripada kalian. Kemudian mereka menunjuk kepada pasukan Persia dengan mengatakan: Juga mereka, jangan sampai lebih bertfhi menghadapi maut daripada kalian. Kabilah-kabilah itu juga kemudian menyerbu musuh yang berada di hadapan mereka. Mereka bertempur terus matimatian sampai ada orang menyerukan azan salat lohor. Ketika itu barisan pasukan Persia sudah mulai kacau-balau. Fairuzan dan Hormuzan yang di sayap kanan dan kiri sudah mundur. Maka kini terbuka peluang ke baris tengah. Tetapi tiba-tiba datang angin barat bertiup kencang. Barang-barang Rustum yang ringan-ringan beterbangan dari peterananya ke dalam Sungai Atiq. Qa'qa' dan pasukannya bergerak terus sampai mencapai peterananya. Tetapi Rustum sudah meninggalkan takhtanya itu dengan beberapa ekor bagal yang didatangkan untuk membawa hartanya. Ia berdiri-di sampingnya berlindu'ng dengan barangbarang bawaannya itu. Anak buah Qa'qa' terus menerobos ke tepi sungai tanpa mcngetahui adanya harta yang dibawa bagal-bagal itu atau Rustum yang sedang berlindung di bawahnya. Ketika Hilal bin Alqamah menghantam salah satu bagal itu dan memutuskan tali-tali pengikat barang-barang muatannya — tempat Rustum sedang berlindung di bawahnya — salah satu barang muatan itu jatuh menimpanya sehingga tulang belakangnya patah, tetapi Hilal sendiri tidak menyadari. Rustum merangkak-rangkak lalu menghempaskan diri ke sungai. Begitu melihat, Hilal segera mengenalnya. Ia pun terjun ke sungai mengejar di belakangnya. Orang itu diseretnya ke luar, dihantamnya mukanya dengan pedang dan di tempat itulah Rustum menemui ajalnya. Selanjutnya Hilal naik ke atas peterananya sambil berteriak: Rustum sudah kubunuh! He ke mari! Ke mari! Anggota-anggota pasukan datang mengerumuninya dengan bertakbir.

Mengetahui apa yang telah menimpa panglima besarnya itu, pihak Persia terkejut sekali; mereka kebingungan. Kekuatan mereka sekarang jadi rapuh. Saat itu juga tampil Jalinus menyerukan pasukannya agar menyeberang sungai di bendungan besar itu seperti yang pernah dilakukan oleh Fairuzan dan Hormuzan. Tetapi bendungan sungai itu roboh dan menimpa mereka yang sedang di sungai dengan arus yang begitu bergolak deras. Dengan robohnya bendungan itu ada 30.000 orang dari pasukan Persia yang saling terjalin dengan rantai tenggelam. Dirar bin al-Khattab segera mengambil bendera Persia yang besar — Daravasykabian — yang harganya ketika itu satu juta dua ratus ribu.13 Begitu juga pasukan Yazdigird telah pula mengalami kekalahan telak, dan sisa-sisa anak buahnya berbalik mundur ke belakang, berlarian tanpa menoleh lagi.

Sungguhpun begitu, atas perintah Sa'd, Qa'qa' dan Syurahbil berangkat mengikuti terus jejak mereka. Kemudian disusul pula oleh Zuhrah at-Tamimi disertai anak buahnya. Zuhrah yang sudah tahu Jalinus sedang mengumpulkan anggota-anggota pasukannya yang sudah tercerai berai, dibunuhnya. Anggota-anggota pasukan Persia yang berikutnya ada yang dibunuh, dan ada pula yang ditawan oleh pasukan Muslimin tanpa mengadakan perlawanan. Malah ada beberapa sumber yang berpendapat bahwa pasukan Muslimin memerintahkan pasukan Persia yang sudah kalah itu saling berbunuh-bunuhan, dan itu mereka lakukan. Soalnya, semangat dan moral mereka sudah hancur, untuk mengadakan perlawanan sudah tak bernafsu lagi. Mereka melihat maut menjemput teman-teman yang gigih bertahan, dan melihat juga komandan-komandan mereka melarikan diri, lalu mereka menyerah. Anggota pasukan Muslimin yang masih muda menggiring puluhan orang dari mereka, berjalan menekur di depannya, tak ubahnya seperti sekawanan ternak, tanpa kemauan, tanpa harapan, kecuali ingin hidup dengan menyandang aib dan hina. Tetapi yang berhasil melarikan diri, mereka terpencar-pencar, masing-masing merasa bahwa dengan lari itu besar harapan masih akan dapat bertahan hidup.

Kemenangan yang sangat menentukan

Itulah kemenangan meyakinkan yang telah diperoleh pasukan Muslimin, sebagai mahkota yang patut dibanggakan. Tatkala mendengar berita itu, perempuan dan anak-anak mereka berdatangan ingin ikut serta ke medan perang. Umm Kasir, istri Hammam bin al-Haris anNakha'i, menceritakan: "Kami ikut menyaksikan Pertempuran Kadisiah bersama suami-suami kami. Setelah tugas mereka selesai kami menyingsing. lengan baju kami, kami bekerja keras, kami mengambil tongkat-tongkat besar lalu kami ke tempat korban-korban itu. Yang dari pasukan Muslimin kami beri minum dan kami angkat, yang dari pihak musyrik kami habisi sekalian. Anak-anak yang mengikuti kami serahi pekerjaan dan kami bimbing mereka." Dengan demikian semua kaum Muslimin, laki-laki, perempuan dan anak-anak, ikut serta dalam perjuangan yang sungguh berat ini. Perjuangan ini sangat menentukan, membuat mereka yang beriman sungguh terangkat martabatnya. Hal ini besar sekali pengaruhnya terhadap berdirinya sebuah kedaulatan Islam, sama seperti pengaruh Perang Badr terhadap berdirinya Islam.

Pasukan Muslimin akan membayar dengan harga berapa pun untuk meneruskan kemenangan yang sangat mendukung itu. Kita sudah melihat tindakan mereka yang sungguh berjaya itu dan kita sudah melihat perjuangan pahlawan-pahlawannya yang sudah bertempur mati-matian, seperti yang dilakukan oleh Qa'qa' bin Amr, semua itu adalah contoh yang paling menonjol. Kita melihat bagaimana mereka mengorbankan darah dan nyawa demi mencapai kemenangan, maka Allah membalasnya dengan dua macam karunia yang indah sekali. Selama tiga puluh hari yang berakhir dengan kemenangan itu, terbunuh dari mereka 6000 orang, dan selama dua hari pertempuran Armas dan Agwas 2500 orang. Jumlah korban sebanyak itu di luar yang dapat dibayangkan pihak Arab masa itu. Tetapi itu tidak seberapa dibandingkan dengan yang terbunuh di pihak Persia dalam prahara yang hiruk pikuk itu — yakni mereka yang hanyut dan tenggelam di sungai dan yang mati tersungkur saat melarikan diri.

Besarnya rampasan Kadisiah

Sekarang Qa'qa' dan Zuhrah serta komandan pasukan yang lain sudah kembali. Mereka mengerumuni Sa'd, dan melihat keadaan panglima itu — berkat kemenangan — sudah berangsur sembuh dari penyakit yang dideritanya. Segala harta dan rampasan perang kini dikumpulkan. Ternyata semua itu berada di luar khayalan orang Arab. Sa'd memanggil Hilal bin Alqamah dan menanyakan tentang Rustum; lalu katanya: Lucutilah dia sekehendakmu. Semua yang ada pada korban itu sudah diambilnya, tak ada yang tertinggal. Jumlah semuanya mencapai tujuh puluh ribu. Sayang, kalau tidak karena topinya14 jatuh ke sungai, bagian Hilal tentu akan berlipat ganda. Kemudian Zuhrah bin al-Hawiah datang membawa rampasan perang milik Jalinus. Sa'd memperkirakan terlalu besar untuk diberikan seluruhnya kepadanya. Mengenai ini ia menulis surat kepada Umar, yang dibalas oleh Umar dengan mengatakan: "Lakukanlah terhadap Zuhrah seperti yang sudah dialaminya, dan sisa rampasan perang yang masih ada biarkan di tangan Anda. Berikan rampasannya dan tambahkan lima ratus buat teman-temannya."

Rampasan perang itu oleh Sa'd dibagi-bagikan kepada anggotaanggota pasukannya. Yang dari pasukan berkuda (kavaleri) enam ribu dan yang berjalan kaki (infanteri) dua ribu. Kemudian ditambahkan untuk penduduk negeri masing-masing lima ratus. Sungguhpun begitu, selain seperlima yang oleh Sa'd sudah dipisahkan untuk dikirim ke Medinah, ra"mpasan perang itu masih banyak sisanya. Apa yang sudah dilakukan Sa'd itu dilaporkannya kepada Umar, dengan menanyakan apa yang harus dilakukannya dengan sisa yang masih ada. Umar membalas: "Yang seperlima kembalikan kepada pasukan Muslimin, dan berikan kepada yang menyusul Anda yang tidak mengalami pertempuran."15 Semua perintah Umar oleh Sa'd dilaksanakan. Tinggal lagi yang masih ada di tangannya, terpaksa ditanyakan kepada Umar apa yang harus ia lakukan. Umar memerintahkan agar dibagi-bagikan kepada orang-orang yang hafal Qur'an. Ketika ia akan membagikan kepada mereka tiba-tiba datang Amr bin Ma'di Karib dan Bisyir bin Rabi'ah al-Khas'ami. Kedua orang ini sudah berjuang mati-matian dalam pertempuran itu. Mereka harus mendapat balasan dua kali lipat. Karena pertempuran itu maka mereka ingin mendapat nasib seperti penghafal Qur'an. Sa'd bertanya kepada Amr bin Ma'di Karib: Firman Allah mana yang masih Anda hafal? Amr menjawab: Saya masuk Islam di Yaman, kemudian ikut berperang sehingga terlalu sibuk saya untuk menghafal Qur'an. Sa'd menolak memberikan bagian harta penghafal Qur'an kepadanya. Ketika ia menanyakan kepada Bisyir tentang Qur'an yang dihafalnya, ia menjawab: Bismillahir-rahmanir-rahim! Mereka yang hadir di tempat itu tertawa semua. Dan Bisyir pun tidak mendapat bagian.

Dengan jawaban Sa'd itu sudah puaskah kedua kesatria itu lalu mereka diam? Tidak! Malah Amr berkata (dalam bentuk syair):

Kalau kami gugur, tak ada orang yang akan menangisi kami
Malah Kuraisy berkata: Bukankah itu sudah suratan?
Dalam bertempur kami dipersamakan
Dalam pembagian dinar persamaan tak ada.
Sedang Bisyir bin Rabi'ah berkata (juga dalam bentuk syair):
Kuderumkan untaku di gerbang Kadisiah
Dan Sa'd bin Waqqas pemimpinku.
Sa'd seorang pemimpin, segalanya yang baik
Ia tak kenal yang buruk
Tetapi Jarir pemimpin terbaik di Irak
Ingatlah-hentakan pedangku, semoga Allah membimbingmu
Di pintu Qudais, medan perang yang sungguh sulit
Petang itu mereka berharap sekiranya ada dari mereka
Yang dipinjami sepasang sayap burung
Ia akan terbang jauh.16

Sa'd menulis surat kepada Umar mengenai cerita Amr dan Bisyir dan apa yang dikatakannya kepada mereka serta jawaban mereka kepadanya, dengan melampirkan sajak-sajaknya itu. Dalam balasannya Umar mengatakan, agar mereka diberi bagian atas perjuangan mereka itu. Kemudian, agar tidak kecewa, Sa'd memberi kepada kedua mereka masing-masing dua ribu dirham. Orang semua tahu, dia memang dikenal sebagai pejuang yang tangguh, dan mencintai harta melebihi yang lain.

Seperti kita ketahui pertempuran itu berakhir dengan kemenangan yang sangat meyakinkan, sementara perhatian orang di segenap penjuru di Semenanjung, dengan mata dan hati mereka, diarahkan ke sana. Mereka gelisah sekali, ingin mengetahui perkembangannya. Kalangan sejarawan mengatakan: "Orang-orang Arab, dari Uzaib sampai ke Aden Abyan, dari Abella sampai Baitulmukadas (Yerusalem) menanti-nantikan terjadinya Pertempuran Kadisiah. Mereka melihat bahwa di sanalah kekuatan dan kehancuran kerajaan Persia. Setiap daerah mengutus orang untuk memetik berita-berita. Yang paling ingin tahu mengenai kesudahan segala peristiwa itu tentu Umar bin Khattab sendiri. Setiap pagi ia keluar ke pinggiran kota Medinah menanya-nanyakan kepada kaum musafir mengenai keadaan Kadisiah. Tengah hari baru ia pulang kepada keluarganya. Suatu hari ia melihat seorang penunggang unta yang sesudah ditanya diketahuinya orang itu datang dari sana. Ditanyanya orang itu: Coba ceritakan. Orang itu menjawab: Kaum musyrik sudah hancur. Umar terus menanyakan sambil berlari-lari kecil mengikuti musafir yang bercerita dengan tetap di atas untanya, tanpa mengetahui siapa orang yang mengikutinya itu. Musafir ini bernama Sa'd bin Umailah al-Fazari, utusan Sa'd bin Abi Waqqas kepada Amirulmukminin. Ketika itu ia membawa surat Sa'd buat Umar mengenai kemenangan pasukannya serta beberapa korban pasukan Muslimin yang sudah diketahui nama-namanya.

Sesudah kedua orang itu memasuki kota, dan orang-orang memberi salam kepada Umar sebagai Amirulmukminin, musafir itu berkata: Mengapa tadi tidak memberi tahu bahwa Anda Amirulmukminin! Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada Anda. Umar menjawab dengan bersahaja: Tidak apa Saudaraku! Umar menerima surat Sa'd itu lalu dibacakannya di depan orang ramai.

Sementara Umar sedang membacakan surat Sa'd kepada penduduk Medinah mengenai kemenangan itu, di Mada'in Yazdigird sedang dirundung kesedihan karena berita-berita tersebut. Ia hanya termenung mengulang kata-kata Rustum serta isyarat yang dulu pernah disebutsebut. Begitu besar kesedihannya, sehingga tak dapat ia berpikir lagi apa yang harus diperbuatnya... Ya, apa yang akan dapat dilakukannya? Bahkan Persia seluruhnya, apa yang akan dilakukan?! Pasukan Muslimin sudah berada di lembah Irak, di bagian atas sampai ke bawah. Orang semua sudah kembali patuh, dengan meminta maaf atas kesetiaan mereka kepada pihak Persia karena waktu itu mereka di bawah kekuasaannya. Untuk mengambil hati dan menanamkan rasa aman, Sa'd memaafkan mereka. Bahkan kabilah-kabilah Arab yang tersebar di sekitar Furat dan Tigris telah pula menyambutnya ketika disebutkan bahwa saudara-saudara mereka yang sudah lebih dulu masuk Islam, mereka orang-orang yang lebih pandai dan lebih bijak. Kemudian di depan Sa'd mereka pun menyatakan keimanannya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.

Sekarang apa yang akan dapat dilakukan Yazdigird menghadapi semua itu, berita-berita yang sampai kepadanya malah menambah kerisauan hatinya, memperbesar rasa putus asanya — kalau tidak karena semangat mudanya yang bagaikan fatamorgana penuh harapan masih berkedip di depannya, namun ternyata ia tertipu oleh kenyataan. Tertipu karena masih mengharapkan takhta yang sudah hilang di masa kecilnya. Sesudah ia naik takhta, takhta itu pun goyah, sendi-sendinya berlepasan! Tetapi ya, alangkah jauhnya fatamorgana akan dapat mewujudkan suatu harapan, atau akan dapat menolak kehendak takdir!

***

Pengaruh Kadisiah atas berdirinya Kedaulatan Islam

Inilah peristiwa Kadisiah yang telah membukakan jalan ke Majelis Takhta Kisra di ibu kota kerajaannya, dan melicinkan jalan untuk bergantinya kedaulatan yang sekaligus merupakan pukulan terakhir atas kekuasaannya. Kisahnya secara terinci yang disampaikan oleh kebanyakan sejarawan sama seperti Perang Badr yang secara terinci pula diceritakan oleh buku-buku biografi (sirah), dengan menambahkan beberapa peristiwa mukjizat yang sukar dipercaya selain karena pengaruh perang ini yang sangat positif dalam sejarah dunia. Seperti sejawaransejawaran Muslim yang menguraikan kisah itu dengan panjang lebar, kalangan orientalis dan Persia juga menguraikannya dengan panjang lebar. Tentu hal ini tidak mengherankan, mengingat Pertempuran Kadisiah itu dampaknya begitu besar dalam sejarah umat manusia, dari perang Timurlenk dan perang Napoleon, bahkan dari semua peperangan yang pernah terjadi sampai masa kita sekarang ini. Dalam mengarahkan peradaban, pengaruhnya memang dalam sekali.

Khusus mengenai Pertempuran Kadisiah, tentu sudah menjadi kewajiban sejarawan untuk meneliti segala yang di balik itu dan dapat menemukan isinya. Khalid bin Walid sudah membebaskan kawasan Irak, sudah menjelajahinya dari selatan ke utara, menaklukkan desadesa dan kota-kotanya dan sudah menguasai segalanya. Dalam perang dengan Persia ia sudah mencatat suatu mukjizat yang abadi dalam sejarah. Adakah kemenangannya itu karena Persia sedang dalam kesibukan menghadapi kekacauan di dalam istana serta persaingan antara para putra mahkota memperebutkan takhta, dengan akibat mereka saling berbunuhan, kadang dengan pembunuhan terang-terangan, kadang pembunuhan gelap, sehingga dalam waktu empat tahun saja sudah sembilan raja yang naik takhta? Kalaupun itu juga yang menyebabkan Khalid mengalahkan mereka, bagaimana pahlawan-pahlawan Kadisiah itu juga dapat mengalahkan mereka, padahal sesudah perselisihan itu Persia sudah bersatu kembali, para pemimpin dan rakyatnya sudah sepakat untuk menggalang satu kesatuan dalam lingkungan Yazdigird, membantu dan memberikan dukungan kepadanya? Ya, bagaimana penyakit itu masih juga melekat padahal penyebabnya sudah dikikis habis? Bagaimana pasukan Muslimin dengan jumlah yang begitu kecil dapat mengalahkan Persia dengan jumlah yang luar biasa besarnya, dan di negeri sendiri mereka mempunyai perlengkapan, dengan kebudayaan yang sudah tinggi. Sebaliknya pasukan Muslimin, bagi mereka termasuk orang-orang asing, yang kebanyakan orang-orang badui yang masih hidup bersahaja, tidak mempunyai perlengkapan perang seperti yang mereka miliki, tidak mengetahui segala taktik dan cara-caranya seperti pengetahuan mereka!

Rahasia yang ada di balik itu, bahwa persatuan pihak Persia itu tidak mengubah apa yang ada dalam jiwa mereka. Yang ada hanyalah gejala lahir yang berlangsung karena dorongan sementara, sesudah itu berbagai masalah yang berkecamuk dalam lubuk hati tejtap tak berubah. Kaum bangsawan dan pembesar-pembesarnya masih tetap berpikir hanya tentang diri dan ambisinya masing-masing, sebelum memikirkan bangsa dan tanah airnya. Sekiranya mereka yang menang menghadapi pasukan Muslimin dan berhasil mengusir dari daerah itu, keadaannya niscaya akan kembali seperti semula. Istana akan kembali goyah, akan lebih mengutamakan ambisi pribadi daripada yang lain. Kita sudah melihat bagaimana Rustum yang begitu santai, tak mau maju ke depan memimpin sendiri pasukannya, kalau tidak karena terpaksa, khawatir masyarakat marah kalau sampai Yazdigird yang tampil. Kita sudah melihat bagaimana ia dan perwira-perwiranya yang lain berlambatlambat dalam perjalanan hingga untuk mencapai Kadisiah dari Mada'in sampai memakan waktu empat bulan!

Sebenarnya apa yang dilihat Rustum dalam penujuman itu hanyalah pencerminan yang ada dalam lubuk hatinya sendiri. Karena egoismenya sudah begitu besar, pantang rasanya kalau sampai dia kalah atau terbunuh. Lalu terlihat dalam penujuman itu nasib tanah airnya masih berhubungan erat dengan kekalahan dan kematiannya. Kalau dia memahami Persia dan melupakan dirinya dan melihat hidup dan matinya sama demi tanah air, niscaya ia tak akan mencari-cari dalih dan berlambat-lambat. Ia akan melihat dalam penujuman apa yang dilihatnya. Jiwanya akan berada di atas rasa takut dan rasa prihatin, dari dalam dirinya akan" memancar kekuatan dan akan mengalir kepada para perwira dan prajurit-prajuritnya, sehingga mereka akan mau bergelimang dalam maut tanpa peduli lagi. Tetapi para perwira dan prajurit-prajurit itu seperti Rustum juga, sangat terikat pada pribadinya dan prihatin memikirkan nasib sendiri masing-masing. Baginya, jiwa tiap pribadi itu lebih berharga daripada Persia dan segala isinya. Kalaupun mereka berangkat juga menuju medan pertempuran hanyalah karena pembesarpembesar mereka sudah didorong oleh ambisi dan nafsu, dan prajuritprajurit itu sudah terbawa oleh adanya keharusan tunduk dan rasa hina, yang memang sudah lama berakar, dari generasi ke generasi. Bukankah sudah kita lihat bahwa persatuan yang terjadi karena dorongan sementara itu tidak akan mampu mengikis segala anasir yang tersimpan dalam hati, yang sudah begitu mengakar sehingga setiap orang yang dalam kekuasaan hidupnya hanya untuk kepentingan pribadi, dan setiap kelompok hanya memikirkan kepentingan kelompoknya?

Rahasia Kadisiah dan pelajaran yang dapat ditarik

Pengaruh anasir demikian itu telah menghilangkan konsep cita-cita luhur dalam hati orang-orang Persia, yang akan membuat bangsa itu hidup dan berjuang demi cita-citanya. Apabila manusia tidak seia sekata untuk cita-cita luhur yang sudah tergambar dalam suatu misi yang dengan sungguh-sungguh ingin diwujudkan, maka tak ada yang akan menjadi pendorong perjuangannya itu selain egoisme dan nafsunya yang ingin bertahan hidup. Demikian inilah yang terjadi dengan para pembesar dan pangeran-pangeran di Persia, seperti halnya dengan Yazdigird sendiri. Hal ini menyebabkan kecintaannya kepada kepentingan sendiri lebih besar daripada kecintaannya kepada kehormatan bangsanya. Demikian juga egoisme para pembesar dan pangeran-pangeran itu, karena kecintaan kepada ambisinya yang begitu besar, maka hatinya telah tertutup dari segala yang lain. Semangat ini telah menjalar kepada semua orang Persia. Ini pula yang menyebabkan penduduknya tunduk dan senang hidup dalam kehinaan. Mereka telah tertipu dengan keadaan itu tatkala pihak Rumawi mengalahkan mereka, lalu Syam dan Mesir pun lepas dari tangan mereka. Mereka lupa bahwa Rumawi dulu juga seperti Persia, runtuh dan terpecah belah. Setelah oleh Rumawi mereka dipukul mundur ke tempat semula, mereka mengira bahwa perang akan ada pasang surutnya, kalah dan menang silih berganti. Mereka lupa bahwa kekuatan yang bersih dari segala noda tak akan dapat dipukul mundur. Kalaupun pada suatu waktu terjadi demikian tentu karena ada cacat di dalamnya. Pihak Persia tidak begitu peduli atas serangan pasukan Muslimin yang pertama. Dikiranya bahwa tak lama mereka akan mundur sendiri melihat kekuatan dan kehebatan nama Persia. Setelah mereka melihat kemenangan yang diperoleh lawannya, baru mata mereka terbuka, tetapi terbuka untuk melihat kekalahan dan hilangnya kerajaan mereka.

Masih akan ada gunanyakah angkatan bersenjata yang kekuatan moralnya sudah hancur demikian rupa jika kelak berhadapan dengan angkatan bersenjata yang berkekuatan sempurna? Kekuatan ini ialah berjuang demi cita-cita yang luhur, yang sudah dijadikan keyakinannya, dan melihat mati untuk itu merupakan mati syahid yang dipersembahkan kepada Tuhannya, dan karenanya pula pintu-pintu surga akan selalu terbuka untuk dimasuki sebagai tempat bahagia, dengan mendapat rida Allah untuk selamanya! Kaum Muslimin sudah seia sekata dengan citacitanya itu, dan untuk itulah ia menyerahkan hidupnya kepada Allah. Untuk mewujudkannya, ia lebih memilih mati daripada hidup. Dengan demikian ia mendapat kekuatan yang sudah tersedia dalam dirinya untuk mengembalikan umat manusia ke jalan yang lurus, dan untuk menyampaikan suatu risalah, suatu ajaran yang harus diperdengarkan kepada dunia untuk melestarikan kehidupan dunia itu.

Kekuatan semacam itu tidak akan dapat dibendung oleh kekuasaan betapapun besarnya, dan tak ada kekuatan apa pun yang akan dapat merintangi penyampaian risalah demikian itu.

Karena itulah, maka pasukan gajah Persia itu lari dan barisan mereka porak poranda dalam ketakutan ketika menghadapi pasukan Muslimin. Maka jalan untuk menyampaikan risalah pun terbuka. Ternyata orang begitu patuh menyambut risalah itu. Mereka melihat kebenaran begitu kuat tergambar pada setiap kata, pada setiap kalimat dalam ajaran itu. Kemudian mereka melihat di dalamnya tak ada tempat untuk segala yang batil, yang palsu, dan bagaimanapun kebatilan harus binasa.

Inilah rahasianya mengapa pasukan Muslimin menang menghadapi pasukan Persia dalam Pertempuran Kadisiah. Pelajaran yang dapat kita simpulkan dan yang terbaik, di antaranya yang dapat kita baca dalam firman Allah ini:

"Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa sebelum bangsa itu mengubah keadaan diri sendiri." (Qur'an, 13: 11).

Keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengubah jiwa kaum Muslimin, mereka dibimbing ke jalan yang benar, yang sebagai landasannya sudah berdiri sebuah peradaban yang tinggi. Maka dengan Islam mereka menjadi kuat dan mereka pun memperkuatnya. Sebaliknya Persia dan Rumawi, kecintaan mereka kepada kenikmatan hidup duniawi masih lebih kuat daripada prinsip-prinsip yang luhur, yang telah memberi arti dan nilai tersendiri bagi kehidupan umat manusia, dan membuat kita benar-benar menghayatinya. Sedang mereka telah diperbudak oleh kenikmatan hidup, yang dalam kenyataannya memang tak memberikan apa-apa kepada mereka.

Muslimin telah mengubah keadaan diri sendiri tatkala mereka beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka berpegang pada cita-cita luhur yang dilukiskan oleh Allah dalam ajaran-Nya kepada Nabi-Nya. Berkat adanya perpaduan itu kaum Muslimin telah menjadi satu umat, setiap orang dari mereka dalam umat ini sudah seperti anggota badan dalam tubuh, bukan kekuatan yang berdiri sendiri, melainkan kekuatan tubuh seluruhnya. Setiap laki-laki dan setiap perempuan sebagai anggota umat, mempunyai kekuatan yang diangkat dari cita-cita luhur itu, kemudian mendorongnya kuat-kuat untuk memasuki perjuangan mahaberat demi cita-citanya itu. Dengan itu ia dibawa ke suatu titik yang sudah tak mengenal lemah, mundur atau kalah. Malah ia lebih memilih mati sebagai pribadi terhormat daripada hidup dalam kehinaan. Kita sudah melihat betapa lemahnya Tulaihah bin Khuwailid ketika berhadapan dengan Khalid bin Walid dalam Perang Riddah, tetapi bagaimana kemudian ia menjadi begitu kuat berhadapan dengan pasukan Persia di Kadisiah! Kita juga sudah melihat bagaimana Amr bin Ma'di Karib dan Asy'as bin Qais tak berdaya dalam pemberontakan mereka ketika menghadapi pasukan Muslimin, tetapi setelah itu bagaimana pula mereka mati-matian bertempur di Kadisiah yang kemudian dikenang orang demikian rupa! Soalnya, ketika Tulaihah mendakwakan diri nabi begitu kuat, penuh semangat tetapi keimanannya lemah, maka semangat yang tinggi dengan keimanan yang lemah itu ternyata tak ada artinya. Begitu juga Amr bin Ma'di Karib, Asy'as bin Qais dan yang lain yang pernah membangkang dan memerangi kekuasaan Muslimin. Tetapi setelah mereka kembali kepada Islam dan menjadi bagian dari umat yang bangga karena keimanannya, maka dengan keimanannya, kekuatan itu bertambah. Bagaimana peranannya dalam Pertempuran Kadisiah sudah kita lihat, dan sesudah Kadisiah pun kepahlawanan dan kejayaannya diabadikan dalam sejarah.

Dalam tubuh ini kedudukan Amirulmukminin sama dengan kepala, mengatur berbagai masalah demi kebaikan semua. Ia meninggalkan kesenangan dengan hidup menderita demi kesejahteraan semua. Dalam hal ini Umar telah mengambil teladan dari Rasulullah, kemudian dari Abu Bakr. Dia sendiri adalah teladan yang sangat ideal dalam hal keadilannya, keteguhan hatinya dan setiap pribadi sebagai anggota umat, lebih diutamakan daripada dirinya. Dia lebih mengutamakan kepentingan umat daripada kepentingan perorangan. Dia berpendapat, seperlima rampasan perang Kadisiah itu lebih baik dikembalikan kepada para prajurit, maka itu pun dikembalikannya, dan memerintahkan Sa'd agar melimpahkan pemberian secukupnya kepada penduduk negeri serta mengambil hati penduduk Irak yang sudah meminta maaf atas pembangkangannya terhadap pasukan Muslimin dulu. Semua itu dilaksanakan oleh Sa'd sebagaimana mestinya. Tak ada penduduk Medinah yang marah karenanya, padahal mereka sendiri masih dalam kekurangan, sebab mereka melihat semua tindakan Amirulmukminin itu demi kebaikan Islam. Mereka melihatnya, dalam soal-soal besar dan penting, ia mengajak mereka bermusyawarah. Apa yang baik untuk Islam baik untuk mereka. Sikap altruisme, tidak mementingkan diri sendiri, termasuk salah satu perintah Allah. Oleh karena itu mereka mendukung apa yang dilakukan Umar. Allah akan memberikan balasan kepada mereka berlipat ganda.

Inilah beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa Kadisiah. Dengan karunia Allah juga hikmah dan pelajaran inilah yang telah mendukung berdirinya kedaulatan dan kejayaan Islam. Seterusnya akan kita ikuti pembinaan Kedaulatan ini dan orang-orang yang telah mengangkat panji kejayaan ini. Kita akan pergi bersama mereka, sebab tak lama lagi mereka akan meneruskan perjalanan ke Mada'in dan akan membebaskan kota itu. Sa'd pun tak lama lagi akan juga duduk di takhta Kisra sesudah penghuninya melarikan diri, pergi untuk tidak kembali lagi.17

Catatan Kaki:

  1. Al-Qadisiyah, sebuah kota di sebelah barat Nejef dan tidak jauh dari Kufah di Irak. Dalam terjemahan selanjutnya disebut juga dengr.n ejaan Kadisiah. — Pnj.
  2. Sa'd bin Malik bin Wuhaib bin Abi Waqqas. — Pnj.
  3. Harfiah: "Orang-orang bersenjatamu tetap berjaga di tempat-tempat yang dikhawatirkan mendapat serangan musuh." (N), atau "garnisun garis depan atau markas tempat kekuatan militer seperti pos pengawal dewasa ini," (Al-Faruq al-Qa'id h. 170). — Pnj.
  4. Beberapa istilah dan strategi militer masa itu tentu tidak sama dengan yang berlaku sekarang. Beberapa istilah dalam terjemahan ini hanya sekadar isyarat. Buku yang lebih khusus mengenai peranan Umar dari segi militer dapat dibaca al-Faruq al-Qa'id, oleh Mayjen Mahmud Syait Khattab, Kairo, 1389 H./1970 M. — Pnj.
  5. At-Tabari dan para sejarawan lain menyebutkan bahwa Asim bin Amr pergi dengan salah satu pasukan berkuda cepat ini ke Baisan. Dalam menyelamatkan diri penduduk setempat berlindung ke hutan-hutan alang-alang. Ia menawan seseorang yang dimintainya menunjukkan tempat sapi dan kambing. Orang itu bersumpah bahwa ia tidak tahu apa-apa mengenai hal tersebut, padahal dia gembala. Dari dalam alang-alang itu tiba-tiba seekor sapi bersuara: Bohong, kami ada di sini! Asim masuk ke dalam hutan alangalang itu dan semua sapi yang ada dibawanya. Ditambahkan, bahwa Hajjaj yang pada zamannya mengetahui cerita tersebut, mendustakannya. Sesudah mereka yang menyaksikannya membenarkan dengan bersumpah, Hajjaj pun percaya. Sudah tentu cerita demikian ini tak masuk akal. Yang dapat diterima, gembala itu berdusta dan bahwa sapisapi tersebut sesudah itu melenguh, maka pasukan Muslimin menyerbu hutan alangalang dan hewan itu mereka bawa. Bagi mereka, lenguhan sapi-sapi itu tak dapat ditafsirkan lain daripada bahwa hewan tersebut hendak mengalakan: Bohong, kami di sini. Ke marilah dan bawalah kami.
  6. Bahasa Arab menggunakan kata dihqan, duhqan, jamak dahaqin, — atau dihkan dalam ejaan bahasa Inggris — dari kata bahasa Persia. Menurut kamus-kamus bahasa Arab, "kepala desa, kepala distrik, tuan tanah atau pedagang." — Pnj.
  7. Uraian terinci mengenai ini terdapat dalam bab ketujuh buku Abu Bakr as-Siddiq.
  8. Ukuran panjang, satu farsakh sekitar 6 kilometer. —Pnj.
  9. Ma'add bin Adnan, nama suatu cabang kabilah. — Pnj.
  10. Banu Asad, nama kabilah mereka, dan asad berarti "singa." — Pnj.
  11. Ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa yang melepaskan belenggu Abu Mihjan dan meminjamkan Balqa' adalah Zabra', istri tua Sa'd. Balazuri memperkuat sumber ini, dan Ibn Kasir lidak menyebut-nyebut nama Salma. Tetapi Tabari dan beberapa sejarawan lagi yang sepaham, yang disebut dalam hal ini Salma, dengan menambahkan bahwa ia bertanya kepada Abu Mihjan mengapa ia dipenjarakan oleh Sa'd. Dia menjawab: Saya dipenjarakan bukan karena makan makanan haram dan minuman haram. Tetapi di zaman jahiliah saya memang peminum berat. Saya penyair; syair-syairku mengalir begitu saja dari mulut saya dan keluar dari bibir; kadang pujian saya tak disukai orang. Saya dipenjarakan karena saya berkata:

    Kalau aku mati, kuburkan aku di samping kebun anggur
    Tulang belulangku akan menjadi pupuk di akarnya.
    Jangan kuburkan aku di Sahara gersang
    Aku khawatir matiku tak sampai menikmatinya.

    Salma mengajak Sa'd berdamai sesudah Agwas. Setelah itu Abu Mihjan dibebaskan dengan mengatakan: Pergilah, saya tidak akan menghukum Anda lagi atas kata-kata yang tidak Anda perbuat. Tidak apa, (kata Mihjan). Saya tidak akan lagi mengucapkan kata-kata yang buruk.
  12. Agasa artinya memberi pertolongan atau menolong. Kata dasarnya gws. Tetapi dalam kamus-kamus bahasa Arab tidak ada kata agwas, yang ada kata dasar gaws (gws) yang berarti "pertolongan." — Pnj.
  13. Tidak disebutkan jenis mata uangnya, seperti yang banyak kita jumpai di bagian-bagian lain dalam buku ini. — Pnj.
  14. Qalansuwah, tutup kepala yang tinggi semacam mahkota yang biasa dipakai oleh raja-raja, para pendeta atau kepala suku; tiara. Nilainya diukur menurut pemakainya. — Pnj.
  15. At-Tabari dan beberapa sejarawan lain menyebutkan, bahwa angkatan bersenjata yang datang dari Syam bersama Hasyim bin Utbah semua tidak keburu ikut dalam pertempuran Kadisiah. Ketika mereka sebagian sampad pasukan Muslimin sudah mendapat kemenangan dan pasukan Persia sudah melarikan diri. Mereka itulah yang "dimaksud Umar dalam suratnya kepada Sa'd.
  16. Sumber tersebut menurut Tabari dan yang sejalan dengan dia, dan sebagian besar sejarawan. Tetapi syair Amr oleh Balazuri tidak disebutkan. Yang disebutkan syair Bisyir dengan mengutip apa yang dikatakan oleh pahlawan-pahlawan Kadisiah sebagai pujian atas perjuangan mereka. Oleh karenanya ia membawa bait kedua sebagai berikut:
    Sa'd adalah pemimpin, buruk tanpa yang baik
    Harumnya jauh seperti Abu Zanad yang pendek.
  17. Tak ada kesatuan pendapat di kalangan sejarawan, kapan peristiwa Kadisiah itu terjadi. Ibn Khaldun berkata: "Terjadinya peristiwa Kadisiah itu dalam tahun empat belas, ada juga yang mengatakan tahun lima belas atau enam belas. Tetapi Abul-Fida' menyebutkan tahun lima belas. Saya lebih cenderung pada pendapat ini, sebab peristiwa ini terjadi sesudah Yarmuk serta pembebasan Damsyik dan pertempuran Fihl. Kejadian itu sesudah Umar memberikan bala bantuan dengan Musanna dan Abu Ubaid dalam pertempuran di Namariq, di jembatan dan di Buwaib. Sesudah angkatan bersenjata di bawah pimpinan Sa'd bin Abi Waqqas itu oleh Umar dikumpulkan, ia berangkat perlahan-lahan mengikuti kabilah-kabilah bersama istri-istri dan anak-anak mereka. Sa'd tinggal di Uzaib selama beberapa bulan sebelum keberangkatannya ke Kadisiah, dan tinggal di Kadisiah sekurang-kurangnya dua bulan sebelum terjadi pertempuran.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team