Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

8. Kadisiah1 (2/4)

Yazdigird bertukar pikiran dengan Panglima Besarnya, Rustum

Sebenarnya mereka tidak lengah. Yazdigird sudah mengirim surat kepada Rustum bin Farrakhzad mengatakan: "Anda seorang kesatria masa sekarang. Saya ingin mengirim Anda untuk memerangi orang-orang Arab itu." Rustum membalas: "Biarlah hamba di Mada'in. Mudahmudahan kerajaan mendukung hamba kalau tidak di medan perang, dan cukuplah dengan Tuhan. Muslihat kita sudah mengenai sasaran. Pandangan yang tepat dalam perang lebih berguna daripada kemenangan. Perlahan-lahan lebih baik daripada tergesa-gesa, memerangi pasukan demi pasukan akan terasa lebih berat buat musuh kita. Orang-orang Arab itu masih akan mengancam kita Persia sebelum dihancurkan lewat tangan hamba ini." Melihat balasan Rustum itu Yazdigird berunding dengan para pembesarnya. Ia kebingungan setelah mendengar segala tindakan orang-orang Arab itu dan apa yang mereka lakukan terhadap putri marzaban serta serangan mereka ke Irak. Diulanginya lagi katakatanya kepada Rustum tadi. Tetapi Rustum juga mengulangi kata-katanya: "Terpaksa hamba mengenyampingkan pendapat itu dengan membanggakan diri hamba. Kalaupun harus begitu hamba tidak akan membicarakannya lagi. Saya berdoa untuk Baginda dan kerajaan Baginda. Biarlah hamba tinggal di markas hamba dan mengirim Jalinus. Kalau dia mampu, itulah yang kita harapkan, kalau tidak kita kirim yang lain. Kalau sudah tak ada jalan lain kita harus sabar menghadapi mereka. Kita sudah membuat mereka dalam posisi yang lemah dan kepayahan sedang kita masih kuat, masih utuh. Harapan hamba masih pada pasukan berkuda selama hamba belum terkalahkan."

Setelah serangan-serangan Arab makin gencar terhadap daerah Sawad di hilir sampai ke hulu, dan kaum marzaban dan pejabat-pejabat6 Persia melaporkan kepada Yazdigird, bahwa kalau mereka tidak ditolong terpaksa mereka akan tunduk di bawah perintah pasukan Muslimin, hilanglah segala keraguannya dan ia segera memerintahkan Rustum berangkat ke Sabat. Tetapi perjalanan ini diketahui oleh Sa'd. Ia pun menulis surat kepada Umar dengan balasan seperti yang sudah kita sebutkan di atas, dan dimintanya ia mengirim utusan kepada penguasa Persia untuk mengajak mereka dan membahas masalah itu.

Delegasi Muslimin kepada Yazdigird

Adakah dengan suratnya itu Umar bermaksud supaya Sa'd mengirim utusan kepada Rustum atau kepada Yazdigird? Dan ke mana sebenarnya utusan-utusan itu pergi? Beberapa sumber masih berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa para utusan itu berbicara dengan Rustum. Setelah misi itu gagal terjadilah peristiwa Kadisiah. Yang sebagian lagi berpendapat bahwa utusan-utusan itu pergi sebagai delegasi kepada Yazdigird di Mada'in lalu mengalami kegagalan, maka terjadi peristiwa Kadisiah. Sumber ketiga mengatakan, bahwa para utusan itu terlebih dulu menemui Rustum, sesudah tak berhasil, baru mereka pergi sebagai delegasi menemui Yazdigird, tetapi untuk meyakinkannya ini juga'tidak lebih berhasil. Maka kembalilah mereka dari Mada'in untuk bergabung dengan saudara-saudaranya pasukan Muslimin dalam menyerang Kadisiah.

Kemungkinan delegasi pasukan Muslimin itu pergi kepada Yazdigird di Mada'in sebelum Rustum bertemu dengan siapa pun di Kadisiah. Waktu itu Rustum masih di Sabat, tak jauh dari Mada'in, seperti yang sudah kita lihat. Ia belum pergi ke Kadisiah untuk menghadapi Sa'd dan pasukannya di tepi seberang Sungai Furat. Rustum memang memperlambat kepergiannya sesuai dengan politik yang sudah disebutkannya kepada Yazdigird. Oleh karena itu, tatkala ia sampai di Sabat dengan perjalanan pasukannya itu ia merasa sudah cukup untuk menanamkan rasa aman dalam hati penduduk Sawad, begitu juga mengirimkan pasukannya untuk penduduk Hirah dan kota-kota lain yang tersebar di hilir sampai ke hulu Sawad dengan mengecam mereka karena kepercayaan mereka yang masih goyah akan kekuatan kerajaannya dan karena ketakutan mereka kepada Arab. Ia menjanjikan mereka akan menceraiberaikan orang-orang Arab itu dan mencampakkan mereka ke Sahara Semenanjung, dan jangan sekali-kali mereka bermimpi hendak kembali ke Irak lagi.

Kebalikannya Sa'd bin Abi Waqqas, ia harus melaksanakan perintah Umar. Oleh karena itu ia mengirim delegasi yang terdiri dari orang-orang cerdik pandai, bijaksana dan berani kepada Yazdigird. Di antara mereka an-Nu'man bin Muqarrin, Furat bin Hayyan, al-Asy'as bin Qais, Amr bin Ma'di Karib, al-Mugirah bin Syu'bah, al-Mu'anna bin Harisah dan yang lain semacamnya. Mereka mendapat perintah agar mengajaknya kepada Islam. Kalau ia menolak maka akan terjadi perang. Bilamana delegasi itu sudah sampai di Mada'in, penduduk kota itu tak habis heran melihat mereka kurus-kurus, diperhatikannya sosok mereka, dari pakaian yang terjuntai di bahu, cambuk di tangan dan sandal di kaki, sampai kepada kuda yang begitu lemah menapak tanah dengan kakinya. Mereka bertanya-tanya antara sesama mereka: Bagaimana mereka berani memerangi kita, berambisi mengalahkan kita dan menyerbu ibu kota kita?!

Delegasi itu meminta izin hendak menghadap Yazdigird. Setelah ia memanggil para menteri dan bermusyawarah dengan mereka, delegasi itu diizinkan masuk. Dengan sikap sombong dan angkuh ia berkata kepada mereka: "Apa yang mendorong kalian datang ke negeri ini? Adakah kalian nekat mendatangi kami karena kami sedang sibuk dengan urusan kami sendiri?" Nu'man bin Muqarrin menjawab dengan menyebutkan bahwa Allah telah mengutus seorang rasul dari kalangan Arab dengan membawa wahyu dari Allah, dan diajaknya ia masuk Islam. "Kalau Tuan-tuan menolak harus membayar jizyah, dan kalau masih juga menolak maka akan terjadi perang." Dan ditutup dengan mengatakan: "Kalau Tuan-tuan menerima agama kami, kami tinggalkan bagi Tuan-tuan Kitabullah yang akan dapat Tuan-tuan jadikan pegangan dan menjalankan hukum atas dasar itu. Kami tidak akan mencampuri urusan Tuan-tuan. Tuan-tuan sendiri yang mengurus negeri Tuan-tuan ini. Kalau Tuan-tuan membayar jizyah kewajiban kami melindungi segala kepentingan Tuan-tuan."

Berat sekali dirasakan oleh Yazdigird mendengar kata-kata semacam itu. Tetapi dia memilih cara yang lebih arif dan bijaksana disertai ketabahan hati: "Kami tidak melihat ada suatu bangsa di dunia ini yang lebih malang, lebih kecil jumlahnya dan paling sering bertengkar seperti kalian ini," katanya kemudian. "Kami telah mengangkat kalian sebagai wakil kami di daerah-daerah pinggiran untuk menjaga dan melindungi kalian. Janganlah Persia sampai menyerbu kalian dan janganlah berambisi hendak melawan mereka. Kalaupun jumlah kalian besar, janganlah kalian tertipu oleh jumlah yang besar. Kalau kalian terpaksa harus bekerja keras, kami sudah menentukan bahan makanan untuk kesejahteraan kalian, kami hormati pemimpin-pemimpin kalian, kami beri kalian pakaian dan kami angkat seorang raja atas kalian untuk menyantuni kalian."

Mendengar kata-kata itu delegasi tersebut diam. Tetapi Mugirah berdiri dan berkata: "Paduka Raja, mereka itu pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka Arab. Mereka orang-orang terhormat yang mempunyai rasa malu sebagai orang-orang terhormat. Orang yang menghormati dan menghargai hak mereka hanya orang yang terhormat. Tidak semua yang mereka bawa itu sudah mereka katakan, dan tidak semua jang Tuan katakan mereka jawab. Berikanlah jawaban Tuan kepada saya, supaya mereka menjadi saksi atas segala yang saya sampaikan Tuan. Mengenai keadaan yang begitu buruk di pihak kami, memang seperti yang Tuan katakan, bahkan lebih buruk dari itu..." Kemudian disebutkannya mengenai penderitaan hidup orang-orang Arab, dan Allah telah mengutus seorang rasul kepada mereka seperti dikatakan Nu'man bin Muqarrin tadi. Kemudian katanya: "Tuan pilihlah, mana yang lebih Tuan sukai: membayar jizyah, pedang atau menyerahkan diri demi keselamatan Tuan."

Mendengar itu Yazdigird ^sudah tklak sabar lagi. "Kalau bukan karena utusan itu tidak boleh dibunuh, kubunuh kalian. Sudah, selesai!" katanya berang. Kemudian ia minta dibawakan tanah dan berkata: "Bawalah ini kepada pemimpin mereka kemudian seretlah ia sampai keluar dari pintu Mada'in. Kembalilah kalian kepada pemimpin kalian dan beritahukan bahwa saya akan mengirim Rustum kepadanya agar ia menguburnya dan mengubur kalian di parit Kadisiah, setelah itu ia akan mendatangi negeri kalian, ia akan membuat kalian kewalahan, kalian akan lebih hebat mengalami kehancuran daripada yang kalian alami dari Shapur."

Delegasi itu tidak merasa takut karena kemarahan Yazdigird atau akan merasa gentar menghadapi ancamannya. Malah Asim bin Amr berdiri dan mengangkat sendiri tanah itu ke bahunya seraya berkata: "Sayalah pemimpin mereka!" Lalu ia pergi membawa tanah itu keluar dari Iwan (balairung) Kisra. Setelah itu ia menaiki kudanya dan pergi bersama kawan-kawannya menuju Kadisiah. Begitu sampai ia menemui Sa'd di benteng Fudaik dan menceritakan semua kejadian itu dan bagaimana sampai ia membawa tanah Persia itu seraya berkata: "Ini berita bagus. Allah telah memberikan kunci kerajaan mereka kepada kita."

Mengenai segala yang terjadi antara Yazdigird dengan delegasi Sa'd itu, semua sejarawan Arab sependapat. Tak ada perbedaan di antara mereka selain mengenai kata-kata dalam dialog kedua pihak. Beberapa orientalis berpendapat, bahwa cerita-cerita itu baru belakangan ditulis orang — kalaupun tidak mengenai intinya, sekurang-kurangnya detailnya. Mengenai detail ini, hanya sebagian kecil saja yang kita kutip di sini. Orientalis-orientalis tersebut mengatakan demikian dengan alasan, bahwa para sejarawan Muslimin itu tidak membuang kesempatan bahwa setiap ada delegasi Muslimin yang berhubungan dengan pihak Majusi dan Nasrani, dari juru bicara mereka selalu mengalir katakata tentang orang Arab sebelum Islam serta bagaimana permusuhan dan pertentangan di antara mereka; tentang penderitaan mereka, sampai kemudian Allah mengutus seorang rasul kepada mereka, memberi petunjuk dan agama yang benar: Maka mereka pun dipersatukan, dilepaskan dari kelaparan. Allah telah memberikan kepada mereka kemakmuran yang tak pernah dikenal oleh leluhur mereka. Padahal ada di antara kaum Muslimin itu yang sebelum Islam dulu sudah hidup makmur dan berkecukupan, seperti penduduk Yaman dan penduduk di sepanjang pantai Teluk Persia. Kata-kata semacam itu oleh kalangan sejarawan itu dikaitkan kepada Muslimin yang hijrah ke Abisinia di masa Nabi, yaitu ketika diundang oleh Najasyi dan ditanya tentang sebab-sebab alasan mereka meninggalkan agama yang dianut masyarakatnya. Hal demikian juga dikaitkan dengan Muslimin yang pergi ke Irak di masa Abu Bakr, kemudian yang hampir serupa terjadi juga dengan Khalid bin Walid ketika bertemu dengan Georgius, panglima Rumawi dalam Perang Yarmuk. Hal seperti itu sekarang oleh mereka dikaitkan lagi kepada delegasi dalam pertemuannya dengan Yazdigird. Bukankah semua ini menunjukkan bahwa kata-kata semacam itu baru belakangan saja dikarang orang untuk maksud-maksud politik, dan yang dikatakan Muslimin yang mula-mula dulu itu sebagai propaganda Islam di satu segi, dan di segi lain untuk memperkuat kekuasaan amirulmukminin?

Selanjutnya kalangan orientalis itu menambahkan — untuk memperkuat kritik mereka — bahwa para sejarawan Muslimin itu tidak segan-segan membawa cerita-cerita yang lebih menyerupai dongeng. Di antaranya Yazdigird memanggil pembesar-pembesarnya dan memanggil juga Rustum dari Sabat dengan menceritakan kepada mereka pertemuannya dengan delegasi Muslimin itu, dan katanya ia menganggap pemimpin mereka orang pandir, bodoh, karena telah membawa tanah di atas kepalanya. Kalau mau, dapat saja ia menyuruh yang orang lain. Lalu kata Rustum kepadanya: Dia tidak pandir, juga bukan pemimpin mereka. Tetapi dia bermaksud mempertaruhkan diri demi masyarakatnya. Dari apa yang didengarnya itu Rustum kemudian meramal. Dia keluar dari tempat Raja dengan perasaan marah bercampur sedih. Soalnya, karena dia seorang peramal bintang-bintang sudah menunjukkan, bahwa orang1orang yang keluar dari Mada'in membawa tanahnya berarti mereka keluar akan membawa bumi Persia. Untuk menjaga akibat ramalan ini, setelah mereka pergi ia memanggil seseorang dan katanya: "Kalau tanah itu dapat disusul dan dikembalikan kepada kita, kita akan dapat mengatasi masalah. Kalau sampai mereka berhasil membawanya kepada pemimpin mereka, berarti mereka akan menguasai bumi kita." Sesudah ternyata orang itu tak dapat menyusul mereka, Rustum bertambah pesimis dan menganggap pendapat dan perbuatan Raja itu sangat keji.

Tetapi, sungguhpun begitu ia dapat menentang Raja tatkala ia diperintahkan pergi mengadakan serangan kepada pasukan Muslimin. Ketika itu Yazdigird berkata kepadanya: "Berangkatlah; kalau tidak saya sendiri yang akan berangkat." Rustum berangkat dari Sabat, dengan memerintahkan Jalinus di barisan depan memimpin 40.000 prajurit, dan dia sendiri mernimpin 60.000, dengan menempatkan Hormuzan di sayap kanan, dan di sayap kiri Mehran Bahram Razi. Kemudian ia menulis surat kepada saudaranya, Bendawan: "Maka perkuatlah bentengbenteng kalian dan persiapkanlah kekuatan kalian, sehingga seolah-olah pasukan Arab itu sudah memerangi negeri dan keluarga kalian. Saya berpendapat mereka harus dicegah dan dilawan sehingga keberuntungan mereka akan berbalik menjadi kekalahan." Setelah menerangkan apa yang telah dilihatnya dalam ramalan nujum ia menyudahi suratnya dengan mengatakan: "Saya kira mereka akan mengalahkan kita dan menguasai segala milik kita." Kendatipun begitu ia meneruskan perjalanannya seolah-olah takdir sudah memaksanya untuk menghancurkan Persia, termasuk dia sendiri.

Kalangan orientalis itu menganggap sumber tentang penujuman ini sebagai khayalan kosong, dan menganggapnya untuk memperkuat bantahannya tentang cerita para sejarawan Muslimin mengenai apa yang terjadi antara delegasi Sa'd dengan Yazdigird. Saya tidak begitu cenderung dengan pendapat mereka, tetapi juga tidak merasa begitu perlu menuduh mereka.

Bahwa kaum Muslimin dahulu itu mengatakan kepada musuh-musuh mereka mengenai perpecahan dan segala kelemahan yang mereka alami sebelum Islam, dan kemudian mereka menjadi umat yang bersatu dan kuat sesudah bergabung ke dalam panji Islam, dan mereka berbicara tentang diutusnya Rasulullah yang membawa agama dan prinsip-prinsip yang luhur, karena memang itulah yang sebenarnya maka mereka menjadi kuat dan bersatu. Jika memang demikian keadaannya, tidak heran dan kemudian tidak perlu mereka mengarangngarang cerita untuk maksud-maksud politik atau apa pun. Agama ini memang suatu revolusi terhadap kepercayaan-kepercayaan dan sistem yang berlaku di tanah Arab, Persia dan Rumawi waktu itu. Dan memang menjadi suatu revolusi yang universal yang dibawa oleh pengemban risalah itu untuk disampaikan kepada segenap umat manusia serta mengajak mereka kepada prinsip-prinsip yang dibawanya. Sudah menjadi kewajiban mereka pula yang sudah beriman kepada ajarannya dan menjadi pengikutnya untuk meneruskan dan kemudian menyampaikan ajarannya itu. Dalam menyampaikan ajaran Islam, Rasulullah sudah menulis kepada Heraklius, kepada Kisra, kepada raja-raja dan pemimpin-pemimpin yang lain, yang sekaligus mengajak mereka. Tidak heran jika umat Islam kemudian mengikuti jejaknya, dan berbicara mengenai agama mereka di mana pun mereka berada, dan kepada setiap orang yang berhubungan dengan mereka. Itu hal yang wajar sekali waktu itu.

Tokoh-tokoh revolusi Prancis berbicara tentang itu dan menyiarkannya ke mana pun mereka pergi di muka bumi ini. Mereka berbicara tentang penindasan dan kezaliman Prancis sebelum revolusi, serta kekuasaan, kehormatan dan kedudukan yang diperoleh Prancis sesudah itu, karena prinsip-prinsip ideologinya yang luhur. Demikian juga di Rusia, yang masih terus mereka lakukan. Jadi tidak heran jika kaum Muslimin berbicara tentang agama mereka, dengan menyebutkan keadaan yang begitu buruk sebelumnya dan berjayanya kedudukan mereka sesudah itu. Yang mengherankan justru kalau mereka tidak melakukannya! Bagaimana orang beriman akan tidak mengajak orang pada yang diimaninya kalau ia yakin bahwa itu benar, dan yakin pula bahwa orang yang mendiamkan kebenaran adalah setan bisu! Bagaimana seorang mukmin yang melihat dasar-dasar kebahagiaan umat manusia dalam prinsip-prinsip yang dianutnya itu tidak mengajak orang lain untuk itu, kalau memang sudah itu yang menjadi keimanannya. Kalau mereka juga yakin dengan prinsip-prinsip tersebut tugasnya terhadap mereka sudah dijalankannya, dan itulah yang menjadi dasar persaudaraan yang sebenarnya antara dia dengan mereka, dan dasar kebebasan, kebahagiaan dan keislaman mereka.

Tentang pendapat yang mengatakan bahwa penujuman itu lebih menyerupai dongeng, rasanya tidak perlu saya ikut berbicara lebih dalam, karena saya tidak mengerti soal nujum, juga saya tidak tahu sampai sejauh mana ilmu itu dapat mengantarkan kita kepada seluk beluk bumi tempat kita hidup ini, dan peristiwa-peristiwa apa yang terjadi di sana. Tetapi masih banyak orang yang mempercayainya dan menganggap bahwa ilmu nujum itu dapat mengantarkan orang pada hal-hal yang gaib. Bagaimanapun juga, yang sudah pasti orang-orang Persia masa itu merupakan orang yang paling banyak mempercayai perbintangan dan menjadikannya pegangan dalam kehidupan, dari kaum terpandangnya sampai orang-orang awam. Mereka tidak menganggap ilmu itu cerita takhayul. Dalam menentukan pasti tidaknya peristiwaperistiwa itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi seorang sejarawan, bahwa yang akan dijadikan ukurannya bukanlah sampai berapa jauh hal-hal dan segala pendapat itu sesuai atau tidak dengan penilaiannya secara pribadi, tetapi yang menjadi ukuran dalam menentukan keabsahannya adalah kepercayaan dan pandangan masyarakat pada waktu peristiwa-peristiwa itu terjadi. Bahwa orang-orang Persia pada zaman itu mempraktekkan ilmu nujum, besar sekali dugaan bahwa para komandan pasukannya juga sangat besar perhatiannya pada masalah itu. Menurut sumber yang sudah umum diketahui, bahwa Rustum sendiri seorang ahli ilmu nujum, dan bahwa dengan itu ia sudah melihat apa yang akan terjadi terhadap Persia. Ambisi dan kesombongannya itulah yang membuatnya menentang apa yang dilihatnya itu, dan dalam mengurus negeri ia bersekutu dengan Boran. Kepergiannya memimpin pasukan untuk menghadapi Sa'd bin Abi Waqqas dan pasukan Muslimin adalah atas perintah Yazdigird.

Perjalanan Rustum ke Kadisiah

Sementara Rustum berangkat memimpin 120.000 anggota pasukan Persia, Sa'd juga sedang mengerahkan pasukannya ke Najaf, Firad dan kampung-kampung para kabilah yang tersebar di Sawad; dan menggiring binatang, ternak, hasil bumi dan berbagai macam makanan untuk pasukannya.

Rustum sudah sampai di Hirah, yang ketika itu sudah mengadakan perjanjian damai dengan pasukan Muslimin. Ia memanggil pemukapemuka kota itu dan menyalahkan perbuatan mereka. Mereka diancam dan hampir saja menjadi sasaran pembalasan dendamnya. Salah seorang pemuka mereka yang lebih bijak berkata kepadanya: Kalian jangan mengambil keputusan untuk tidak membantu kami, dan menyalahkan kami karena kami tidak membela diri. Rustum sudah melewati Hirah menuju Najaf, dan Jalinus ke Sailahin. Ketika di Najaf itulah ia mengetahui bahwa pasukan berkuda Muslimin menyerang kawasan Furat dan Tigris. Maka ia pun mengirimkan angkatan bersenjatanya untuk memerangi mereka. Pihak penyerang pun sudah pula mengetahui berita tentang angkatan bersenjata ini. Amr bin Ma'di Karib menarik mundur pasukannya, kecuali Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi, ia tidak mau kembali bersama mereka. Ketika melihat penolakan itu salah seorang anggota pasukannya berkata: "Dalam dirimu sendiri sudah ada pengkhianatan. Sesudah Ukkasyah bin Mihsan terbunuh Anda tak akan berhasil." Ia mengacu pada anak buah Tulaihah ketika orang ini dulu mendakwakan dirinya nabi dan memerangi Khalid bin Walid dalam Perang Buzakhah.7 Sungguhpun begitu Tulaihah tetap bersikeras menolak mundur. Ia meneruskan perjuangannya sampai masuk ke dalam markas Rustum dengan sembunyi-sembunyi dan membunuh dua orang anggota pasukan berkudanya dan membawa kedua kuda orang-orang itu. Sesudah itu ia pergi memacu kudanya. Sekelompok perwira anak1 buah Rustum mengejarnya. Ketika sudah mendekati markasnya ia dapat membunuh dua orang di antara mereka dan yang seorang lagi ditawan. Sampai di situ mereka yang mengejarnya kembali. Dengan membawa tawanannya itu ia masuk menemui Sa'd. Ketika oleh Sa'd ditanya mengenai perbuatan Tulaihah ia berkata: "Saya sudah terjun ke dalam peperangan sejak saya masih anak-anak. Saya sudah mendengar cerita tentang para pahlawan, tetapi saya belum mendengar yang seperti ini: orang ini menempuh perjalanan sejauh dua farsakh8 ke sebuah markas yang dihuni oleh 70.000 anggota pasukan. Dia tidak mau keluar sebelum merampas beberapa kuda tentara dan memorakporandakan tendatenda besar. Setelah kami berhasil menyusulnya, orang pertama yang sama dengan seribu kesatria, dibunuhnya; kemudian orang yang kedua, sama dengan yang pertama. Setelah itu saya menyusulnya dan saya menunjuk pengganti saya untuk mengimbangi saya. Saya yang akan menuntut balas atas kematian dua orang itu. Saya sudah melihat maut tetapi sekarang saya menjadi tawanan."

Ramalan nujum menurut Rustum

Rustum meneruskan perjalanannya hingga sampai ke Kadisiah sesudah menghabiskan waktu empat bulan sejak ia meninggalkan Mada'in untuk berperang menghadapi musuh. Tetapi dengan perlahan-lahan dan berlambat-lambat demikian, menurut perkiraannya, pihak Arab akan menjadi lemah kalau mereka tidak mendapat bahan makanan yang cukup, atau mereka akan menjadi bosan sendiri tinggal terlalu lama, dan akan kembali pulang. Juga berlambat-lambat begitu untuk menghindari pertemuannya dengan Sa'd, mengingat ramalan buruk yang sudah diisyaratkan oleh pernujuman mengenai nasib Persia. Seperti yang sudah kita lihat, dia lebih suka tinggal di Mada'in dan akan mengadakan mobilisasi untuk memerangi pihak Arab, pasukan demi pasukan, sampai barisan mereka berantakan dan semangat mereka menjadi surut. Tetapi Yazdigird menolak pendapatnya itu dan memerintahkannya ia sendiri yang harus berangkat. Itulah sebabnya ia berlambat-lambat sampai memakan waktu empat bulan dalam perjalanan yang sebenarnya dapat ditempuh dalam beberapa hari saja.

Rustum sudah sampai di Kadisiah dengan pasukannya yang terdiri dari 120.000 orang, didahului oleh 33.000 gajah, di antaranya gajah putih milik Shapur. Gajah-gajah yang lain sudah jinak dan mengikutinya. Tetapi dia masih berharap — dengan kekuatannya yang begitu besar — sekiranya pasukan Arab itu mau pergi meninggalkan negerinya tanpa pertempuran, sebab dia tahu bahwa kalau dia kalah mereka akan menduduki Mada'in dan seluruh Persia. Dia seorang kesatria yang dielu-elukan orang di mana-mana, seorang panglima perang, pahlawan yang sangat besar kemampuannya, yang di seluruh Persia tak seorang pahlawan pun yang seperti dia. Tetapi dari tanda-tanda penujuman itu dia sudah berprasangka buruk. Ditambah lagi dalam tidurnya ia dikerumuni oleh mimpi-mimpi yang disertai isyarat perbintangan untuk lebih memperkuat kepercayaannya. Di samping itu, pasukan Arab yang sudah memperlihatkan keberaniannya, tak dapat dibendung oleh pasukan dan perlengkapan Persia yang jumlahnya begitu besar, tak dapat dibendung oleh pasukan-pasukan gajah dalam peperangan yang bertubitubi sejak Musanna mulai menyerang Delta sampai ia mencapai kemenangan besar terhadap Persia di Buwaib. Dalam semua pertempuran itu, baik jumlah orang ataupun perlengkapan pasukan Arab jauh di bawah Persia. Namun begitu, mereka lebih unggul dan dapat menundukkan lawan. Sesudah kemenangan itu mereka berhasil mengangkut rampasan perang yang bukan main besarnya. Rupanya sudah menjadi suratan takdir mereka akan mendapat kemenangan. Buat Rustum sudah merupakan kemenangan kalau ia dapat memukul mundur mereka sampai ke Semenanjung tanpa bertempur dengan Asadi (Tulaihah bin Khuwailid) di negerinya dan di kerajaannya.

Rustum sudah mengatur barisan pasukannya berhadap-hadapan dengan pasukan Muslimin dengan menempatkan pasukan gajah di depan. Dengan begitu, dengan memamerkan kekuatan itu sudah akan menimbulkan rasa takut. Ia mengutus orang kepada Sa'd agar mengirim seorang pemikir dari Muslimin untuk menjelaskan kepadanya apa maksud kedatangan mereka. Yang diseberangkan kepadanya Mugirah bin Syu'bah yang kemudian diterima dan didudukkan di atas peterana. Syu'bah berbicara kepadanya tentang Rasulullah serta risalah yang dibawanya, seperti yang pernah disampaikan sahabat-sahabatnya kepada Yazdigird di Mada'in sebelumnya. Selanjutnya ia berkata: "Anak-anak kami sudah merasakan makanan negeri kalian, dan kata mereka sudah tak sabar lagi." Pembicaraan itu berakhir seperti yang juga dikatakan sahabat-sahabatnya dulu: Menerima Islam atau membayar jizyah. Kalau semua itu ditolak, maka perang.

Pertempuran Kadisiah, bagaimana mulanya

Mendengar Mugirah menyebut-nyebut soal jizyah yang harus dibayarkan Persia kepada Arab, timbul kesombongan teman-temannya. Ada yang naik pitam di antara mereka. Tetapi Rustum meminta Mugirah menunggu dulu sambil mempertimbangkan keadaan. Keesokan harinya ia mengirim orang lagi kepada Sa'd agar mengirimkan delegasi yang akan membicarakan masalah perdamaian. Utusan Sa'd itu pun berbicara sama seperti yang dikatakan Mugirah. Rustum menawarkan kepadanya seperti yang ditawarkan Yazdigird kepada sahabat-sahabatnya, bahwa ia akan memberikan bahan makanan untuk kesejahteraan orang-orang Arab, menghormati pemuka-pemuka mereka asal mau pulang ke negeri mereka. Setelah utusan Muslimin itu menolak kecuali Islam, jizyah atau perang, sekali lagi Rustum memintanya menunggu dulu. Setelah itu ia mengutus orang lagi dengan permintaan agar dikirim seorang utusan yang lain lagi. Kaum Muslimin sejak masa Nabi dulu tak pernah mau menunda-nunda tugas-tugas delegasi lebih dari tiga hari; sesudah itu damai atau perang. Setelah pihak Muslimin tetap bertahan dengan pendirian mereka: Islam, jizyah atau perang, sekarang memang sudah tak ada jalan lain kecuali perang.

Coba kita lihat, sampai berapa jauhkah pengaruh ramalan buruk Rustum dan keprihatinannya itu mengenai kesudahan perang nanti sehingga ia mau mencari jalan damai berapa pun harga yang harus dibayarnya? Beberapa sumber ada yang berpendapat demikian, dan beberapa sejarawan menyebutkan bahwa hati Rustum memang sudah cenderung kepada Islam kalau tidak karena stafnya yang menolak. Pendapat ini lebih dapat diterima mengingat apa yang akan kita lihat sebentar lagi mengenai kekuatan dan keberanian pihak Persia dalam dua hari pertama Pertempuran Kadisiah. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa maksud Rustum mengulur-ngulur pasukan Muslimin dengan harapan akan terjadi perselisihan pendapat di kalangan mereka. Kalau mereka berselisih sesudah melihat kekuatan pasukan Persia yang begitu besar menuju ke tempat mereka, mereka akan makin lemah, mereka tidak akan mampu melawan panglima yang terkenal perkasa dan pasukannya itu. Mana pun dari kedua pendapat itu yang benar, sikap Muslimin tetap tak berubah, satu sama lain tak berbeda pendapat: Islam, jizyah atau perang. Ketika itulah Rustum mengirim orang kepada Sa'd dengan mengatakan: Kalian menyeberang ke tempat kami atau kami yang akan menyeberang ke tempat kalian. Sa'd tidak akan menyeberangi sungai itu. Contoh seperti Perang Jembatan masih terbayang dalam pikirannya. Juga ia tidak akan membiarkan Rustum menyeberang dan menyusun barisan untuk memeranginya. Oleh karena itu ia tetap tenang di tempatnya dengan posisinya yang dilindungi sungai di depannya, Parit Shapur di sebelah kanannya dan sahara yang membentang luas di belakangnya.

Sa'd memang tidak akan menyeberangi sungai, dan Rustum pun tidak akan tetap kaku di tempatnya itu. Wibawa kerajaan sudah centang perenang, kekuasaannya di Mada'in sudah makin lemah dalam hati penduduk Irak yang terdiri dari orang-orang Persia dan Arab. Kalau Rustum tak dapat menghajar Kadisiah dengan sekali pukul, kekuasaan itu akan hancur dan wibawanya akan lenyap. Di samping itu, pasukan Yazdigird memang sudah berapi-api ingin menghadapi pasukan Muslimin, ingin menghapus kenistaan dan kehinaan yang dulu tercoreng di kening kawan-kawan mereka. Jadi buat Rustum tak ada jalan lain harus menyeberangi sungai dan menghadapi musuh. Ketika Sa'd menolak menyeberangi Atiq lewat jembatan, ia berkata kepada mereka: Tak ada kemenangan yang sudah kami peroleh yang akan kami kembalikan kepada kalian. Rustum menunda dan menunggu sampai malam gelap. Ia memerintahkan anak buahnya menimbun Sungai Atiq dengan tanah dan batang-batang kayu dan segala yang ada pada mereka yang tak diperlukan dalam perang.

Sekarang pasukan Persia menyeberangi jembatan itu. Kemudian Rustum menempatkan pasukan gajah di tengah-tengah, di sayap kanan dan kiri yang membawa peti-peti dan anggota pasukan, sementara pasukannya sendiri di belakangnya. Untuk dia sendiri dipasang kemah yang dilengkapi dengan peterananya yang mewah dan bersulam emas. Demikianlah kedua angkatan bersenjata itu sudah bersiap-siap akan bertempur. Dari detik ke detik kedua pihak saling menunggu dimulainya perang. Mereka sadar, bahwa mereka sedang menghadapi suatu pertempuran yang paling dahsyat, yang akan menentukan, pasukan Persia yang kalah dan jalan ke Mada'in terbuka bagi pihak Arab, atau pasukan Muslimin yang kalah lalu kembali ke padang pasir di Semenanjung. Hanya Allah Yang tahu, masih akan dapatkah mereka kembali ke Irak sekali lagi?

Menghadapi pertempuran demikian Yazdigird ingin sekali mengikuti perkembangannya dari waktu ke waktu, bahkan dari detik ke detik, sehingga seolah ia berada di tempat itu. Kebalikannya dari Rustum, ia percaya akhirnya akan memenangkan pertempuran. Bukankah ia masih muda, pemuda tidak mengenal putus asa, kegagalan dan kekalahan tidak akan pernah dibayangkan! Bukankah Persia sudah seia sekata dengan dia, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya terhadap siapa pun yang naik takhta? Sudah dapat dipastikan yang menang adalah Persia! Persia akan pasti menang. Makin kuat keinginannya akan mengikuti jalannya pertempuran yang akan dimenangkan Persia itu. Oleh karenanya, ia menempatkan orang-orangnya dari Mada'in ke Kadisiah. Mereka yang terdekat dari medan pertempuran akan menyampaikan beritaberita itu kepada yang lebih dekat dan yang ini akan meneruskan kepada yang berikutnya, dan begitu seterusnya hingga sampai ke Mada'in. Dengan demikian berita demi berita akan. masuk ke telinganya. Ia percaya sekali, bahwa berita terakhir yang akan diterimanya adalah tentang kemenangan pasukannya yang telak.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team