|
24. Ijtihad Umar (4/4)
Umar berusaha melawan kelemahan dalam
jiwanya dan jiwa umat
Tentu sudah kita lihat juga, bahwa dalam ijtihadnya itu
Umar terbilang orang paling keras dan tegas di samping apa
yang sudah ketahui sikapnya yang begitu lemah lembut
terhadap kaum duafa. Juga ketegasan sikapnya itu terhadap
kaum "mualaf," dan terhadap mereka yang menjatuhkan talak
tiga dengan satu ucapan, para peminum khamar, mereka yang
banyak membawa-bawa sumber hadis dan terhadap pasukan
Muslimin atas rampasan perang yang mereka peroleh di Irak
dan Syam. Keadilannya yang begitu ketat sudah menjadi
bawaannya dalam memutuskan perkara, dan dalam mempersamakan
lawan berperkara di depan hukum sekalipun status mereka jauh
berbeda di mata orang. Tongkat kecil yang dibawa-bawanya
merupakan salah satu lambang ketegasannya itu, yang tak
pernah ditinggalkannya meskipun dalam soal-soal yang tak ada
hubungannya dengan tugas tanggung jawabnya.
Suatu malam ketika ia mengadakan inspeksi ia mendengar
suara perempuan bersenandung:
- Tak ada jalankah mendapatkan khamar yang dapat
kuminum,
- Ataukah jalan untuk bertemu dengan Nasr bin
Hajjaj?
Paginya ia bertanya-tanya siapa Nasr itu dan menyuruh
orang mencarinya. Setelah orang itu dibawa ternyata ia
memang berwajah tampan dan rambutnya indah sekali. Sesudah
ia memotong rambutnya seperti yang dimintanya dan dahinya
terlihat tampak ia makin tampan. Ia diminta mengenakan
serban, dan itu pun dilakukannya, tetapi bertambah tampan
juga. Tidak! kata Umar, demi Allah, jangan ini terjadi di
kota tempat aku berada! Umar memerintahkan orang itu ke
tempat yang lebih baik buat dia dan ia dimintanya pergi ke
Basrah. Nasr memang tidak berdosa sampai ia diasingkan dari
kota itu. Tetapi maksud Umar, di kota Rasul ini jangan ada
perempuan-perempuan yang tergoda karenanya.
Saat mengadakan inspeksi suatu malam Umar mendengar
perempuan-perempuan berkata: Siapa di antara penduduk
Medinah yang paling tampan? Salah seorang dari mereka
berkata: Abu Zi'b. Setelah orang itu didatangkan dan
dilihatnya laki-laki itu memang paling tampan, kata Umar
kepadanya: Rupanya Anda ini menjadi serigala13
perempuan-perempuan itu, katanya dua atau tiga kali.
Kemudian katanya: Demi Allah, jangan ini terjadi di kota
tempat aku berada! Abu Zi'b berkata: Kalau saya harus pergi
juga tempatkan saya di tempat sepupu saya - maksudnya Nasr
bin Hajjaj. Umar memerintahkan orang itu ke tempat yang
lebih baik buat dia dan ia diminta pergi ke Basrah.
Sebenarnya Umar bertindak begitu keras dan tegas karena
ia ingin mengikis segala kelemahan yang ada dalam jiwa
orang-orang Arab, yang memberi peluang berkuasanya hawa
nafsu. Kekuatan itulah yang menjadi jiwa dan hakikat Islam.
Bila orang dapat menguasai kekuatan itu untuk melawan segala
nafsu dan bisikan jahat dalam dirinya, itulah yang akan
merabut segala kelemahan dari jiwa suatu umat, dan yang
mampu menghadapi setiap serangan yang datang hendak menggoda
keyakinannya. Jiwa inilah yang mengharuskan umat Islam
bersikap lemah lembut terhadap kaum yang lemah dan
meninggalkan sikap lemah lembut demikian merupakan dosa
besar. Yang dimaksud dengan sikap lemah lembut ialah
berusaha mengatasi segala kelemahan mereka supaya jangan
terjerumus ke dalam kemiskinan, kebodohan atau penyakit yang
akan membuat mereka bertambah lemah, dan yang akan
mengantarkan orang kepada rasa hina dan tunduk selain kepada
Allah. Kalau kelemahan ini sudah dapat diatasi mereka akan
menjadi manusia yang sehat, punya harga diri dan akan
merupakan suatu kekuatan bagi anggota masyarakat itu.
Umar adalah orang yang paling mampu menyadari adanya
kekuatan Islam ini, dan yang paling baik pengetahuannya atas
segala faktor kehidupan yang akan membawa kelemahan jiwa
itu. Oleh karenanya, ia besar sekali hasratnya hendak
melawan faktor-faktor itu. Sebenarnya jiwa manusia itu
selalu gelisah ingin mengejar martabat yang lebih tinggi dan
dalam pada itu bersiap-siap merosot turun di tengah-tengah
berbagai faktor yang keseringannya berada di luar
kemampuannya. Kemerosotan ini paling mudah, dan lebih banyak
menarik. Kebalikannya, untuk mencapai martabat yang lebih
tinggi, memerlukan suatu perjuangan batin yang berat supaya
ia tidak terjerat ke dalam perangkap yang banyak dipasang
oleh liku-liku kehidupan yang memang sudah menjadi bawaannya
dan menjadi salah satu syarat untuk kelangsungan hidupnya,
yang kemudian dihiasi pula dengan segala yang akan
menggiurkan nafsu dan keinginannya. Manusia memang mudah
tergoda untuk menghiasi perangkap itu dan akan membuatnya
makin menarik.
Dalam perangkap yang sudah dihiasi ini orang sering
melihat segala kemewahan dan kemapanan hidup. Dalam hal ini
mereka berbeda dengan hewan. Manusia dan hewan sama-sama
memerlukan makan dan minum untuk mempertahankan hidupnya
serta untuk melestarikan keturunan. Hewan memerlukan makan
dan minum seperlunya sekadar dapat bertahan hidup, dan
hubungan jantan dan betinanya tak lebih dari sekadar
mendapatkan keturunan. Tetapi manusia melihat dalam makan,
minum dan cinta itu suatu kesenangan yang sangat menggiurkan
dan cepat-cepat memburunya, kemudian ia memperoleh hasil
atas jerih payahnya itu. Untuk kesenangan ini ia mencari
segala cara dan sarana yang tak pernah ada pada naluri
makhluk lain.
Ia cenderung keras dan bersih dalam
ijtihadnya
Manusia makin tertarik pada kesenangan ini dan ingin
menangguknya setiap kelompoknya makin jauh terperangkap ke
dalam kemerosotan. Tetapi kelompok yang muda-muda, ia ingin
bersih dari segala noda godaan itu. Berbersih diri demikian
ini akan dijadikan sarana untuk mencapai kekuatan dan
martabat yang lebih tinggi. Berbersih diri demikian inilah
yang dianjurkan oleh Islam. Dalam hal ini Rasulullah adalah
teladan yang terbaik bagi kaum Muslimin, yang kemudian
dipraktekkan pula oleh Abu Bakr dan Umar untuk menanamkannya
lebih kuat ke dalam hati umat agar iman itu benar-benar
tumbuh dalam lubuk sanubari mereka. Oleh karenanya, didorong
oleh kekuatan rohani dalam berbersih diri itu kekuatan iman
mereka kepada Allah berlipat ganda, yang membuat mereka
kemudian dapat menerobos perbatasan Persia dan Rumawi, dan
menyapu bersih kekuasaan mereka, kedaulatan mereka pun
terkikis habis sehingga tak dapat bangkit lagi.
Berbersih diri ini merupakan tujuan Umar dalam
ijtihadnya. Kita telah melihat, ia menerapkan hal itu ke
dalam dirinya sendiri begitu ketat. Demikian juga kaum
Muslimin secara keseluruhan, telah memperoleh kemajuan yang
tidak sedikit berkat ketegasan Umar. Ia telah memperlihatkan
sikap yang tegas dalam membuat perhitungan dengan para
pejabatnya serta bertindak keras terhadap mereka yang hidup
semau sendiri, bertingkah laku tak senonoh. Tetapi berbagai
peristiwa dalam hidup ini memang sering menyertai tujuan
para pemimpin pembaruan. Usaha mereka dalam mewujudkan
tujuan itu sering dikacau oleh berbagai macam gangguan.
Kadang hal itu memaksa mereka untuk melampaui yang dituju
dalam ijtihad mereka itu. Soalnya karena adanya hidup mulia
dan hidup nista yang bergantian dalam watak manusia.
Faktor-faktor kedua sifat yang saling berdampingan begitu
dekat dalam jiwa pribadi dan jiwa masyarakat itu saling
bersaing dan tarik-menarik. Orang sering tertipu karenanya,
mengira unsur-unsur kelemahan yang dianutnya itulah
kekuatan, dan unsur-unsur kenistaan yang diambilnya itulah
kemuliaan. Bahkan semua unsur dan motivasi itu saling
terjalin demikian rupa sehingga pendapat dan ijtihad itu
menjadi sesat dan kacau. Kita sudah melihat Abu Bakr
memerintahkan untuk menyamaratakan pembagian hasil rampasan
perang di kalangan Muslimin. Tetapi sesudah Umar
menggantikannya dan rampasan perang Persia dan Rumawi begitu
melimpah ia membentuk sebuah badan dan pemberian itu tidak
lagi disamakan. Kemudian setelah melihat pengaruh
tindakannya itu, ia meninjaunya kembali. Dia yakin apa yang
sudah dilakukan Abu Bakr lebih baik, dan dia bermaksud
hendak kembali ke cara itu, tetapi sebelum ia melangkah ke
sana ajal sudah mendahuluinya.
Ijtihad yang telah membentuk kekuatan
Muslimin
Tetapi Umar tidak salah. Melimpahnya harta kekayaan dari
Persia dan dari Rumawi ke Semenanjung itu akan menutupi hati
kebanyakan orang dari keinginan Umar agar mereka berbersih
diri. Tak banyak orang yang mampu menyaring unsur-unsur
kemuliaan dalam dirinya itu dari segala noda yang akan
mencemarinya, tidak banyak mereka yang dapat terangkat dari
kebersihan hati itu ke tingkat yang terlindung dari
perbuatan salah dan dosa. Perbuatan salah dan dosa ini sudah
menjadi watak manusia, dengan adanya nafsu yang akan
mendorongnya ke sana, yaitu naluri yang ada pada diri kita
untuk mempertahankan hidup dan spesies. Berbersih diri itu
menggambarkan kepada kita batas-batas antara dosa dengan
pahala, antara yang baik dengan yang jahat, dan mengajak
kita kepada segala yang berguna buat kita, dan tidak sampai
melampauinya ke batas yang membahayakan. Dosa dan pahala,
yang baik dan yang jahat, yang berguna dan yang berbahaya,
acapkali tercampur baur satu sama lain, seperti emas dan
logam mulia lainnya dengan batu-batu karang dan logam
rendah. Jika kita hendak menyaring logam mulia menjadi
murni, kita harus melebur campuran ini demikian rupa, yang
justru kadang merusak intinya yang baik jika jumlahnya lebih
kecil dibandingkan dengan pencampurnya. Kadang proses
peleburan itu sendiri yang menjadi penyebab kerusakan kalau
tidak ditangani dengan bijak dan berhati-hati.
Sudah tentu Umar sangat bijak dan sangat berhati-hati
dalam ijtihad dan seruannya agar orang berbersih diri.
Pangkal segala kebijakannya itu karena ia sangat mematuhi
jiwa Islam seperti yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya
dengan sungguh-sungguh, dan dia mengenal betul jiwa itu.
Oleh karenanya ijtihadnya itu telah mengangkat kaum Muslimin
ke tingkat yang dapat mendatangkan mukjizat dalam membangun
Kedaulatan Islam.
Dari sejarah yang dapat kita lihat tentang Napoleon,
hukum perdata yang dibuat pada masanya dan dia sendiri ikut
dalam pembuatan itu, buat dia lebih membanggakan daripada
pertempuran-pertempuran besar yang pernah dimenangkannya dan
membuka pintu Eropa sampai mengantarkannya ke Moskow.
Dapatkah kita mengatakan demikian juga tentang Umar?
Dapatkah kita katakan bahwa dia lebih membanggakan
ijtihadnya itu daripada kemenangan-kemenangan yang
diperolehnya pada masanya? Sebelum menjawab pertanyaan ini
kita harus dapat membedakan antara imperium yang melandasi
Napoleon dengan imperium yang melandasi Umar. Yang pertama
sudah lenyap sementara Napoleon masih hidup, sedang yang
kedua tetap menjadi warisan umat Islam berabad-abad,
generasi demi generasi dan keluarga demi keluarga.
Sungguhpun begitu, sekiranya Umar adalah orang yang akan
dibanggakan, maka kebanggaan itu kebanyakan terletak pada
ijtihadnya. Ijtihad inilah yang telah membangun kedaulatan
Islam, dan itulah pula yang dapat bertahan sepanjang
sejarah.
Tetapi ijtihad dan kedaulatan ini telah membuat Umar
benar-benar terperas dan letih. Kalaupun dengan kedua beban
itu ia telah dapat menegakkan baja yang kukuh, keduanya itu
telah mengantarkannya kepada doanya kepada Tuhan agar ia
diterima di sisi-Nya. Kedua peninggalannya ini telah
menyelamatkan bangsa-bangsa yang sudah dibebaskan oleh
Muslimin. Kemudian terbunuhnya pun termasuk salah satu dari
kedua peninggalannya itu.
Inilah kesimpulan yang mungkin berpengaruh begitu hebat
dalam hati kita. Tetapi memang itulah kenyataannya, dan
kenyataan ini akan kita lihat tampak jelas dalam bab
berikut, sebagai bagian terakhir buku ini.
Catatan Kaki:
- Al-Ahkam oleh al-Amidi, jilid IV h. 42-43. Tetapi
beberapa ahli hadis dan ahli fikih sepakat bahwa
ketentuan dari Nabi yang di luar Qur'an merupakan suatu
hasil ijtihad, dan mereka berpendapat bahwa ada di antara
sunah Nabi itu yang berupa wahyu, bukan ijtihad.
- Khawalif. jamak khalifah orang-orang yang
mencari-cari alasan untuk tidak ikut ke medan perang
Perang Tabuk. Bd. Qur'an, 9: 81. - Pnj.
- Sejarah Hidup Muhammad, Bab 11. - Pnj.
- Salab jamak aslab "rampasan perang dari lawan yang
dibunuh berupa pedang, pakaian, hewan dan sebagainya
menjadi bagian yang membunuhnya." (N). - Pnj.
- Nas, teks, yakni ayat dalam Qur'an atau kata-kata
dalam hadis Nabi yang dipakai sebagai dalil dalam
memecahkan suatu masalah. - Pnj.
- 7/118-119.
- Dalam hukum waris (fara'id), orang yang meninggal
tidak meninggalkan keturunan atau ayah-bunda ke atas;
yang akan menjadi ahli waris istri/suami, saudara dan
seterusnya. - Pnj.
- Sebagian orang ada yang mcngecam karena hadis ini
dihubungkan kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam
sehingga Imam Syafi'i berkata: Samasekali tak ada sumber
mana pun yang menguatkan hadis ini. Dan sebagian lagi
mengatakan bahwa itu karangan orang-orang zindik saja.
Tetapi Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya memperkuat sebuah
hadis yang maknanya persis sama kendati kata-katanya
berbeda, yakni bahwa Abu Hurairah berkata: Rasulullah
Sallallahu alaihi wa sallam berkata: Apa yang baik
kukatakan atau tidak kukatakan yang dikatakan orang dari
aku, maka akulah yang mengatakannya, dan apa yang jahat
maka aku tidak mengatakan yang jahat. Orang yang mengecam
hadis: Apa yang dikatakan orang tentang diriku,
cocokkanlah dengan Qur'an, dan seterusnya, setelah
melihat perlawanannya apa yang disampaikan oleh Miqdam
bin Ma'di Yakrib al-Kindi dari Rasulullah Sallallahu
alaihi wa sallam berkata: "Sungguh aku sudah diberi
Qur'an ini bersama penjelasannya (sebanyak itu), niscaya
orang cepatcepat bertelekan di alas mimbarnya
bicara tentang kata-kataku lalu mengatakan, bahwa pada
kita sudah ada Kitabullah, segala yang halal kita jumpai
di dalamnya, kita halalkan, dan yang kita jumpai di
dalamnya haram kita haramkan. Sungguh, apa yang
diharamkan oleh Rasulullah, sama seperti yang diharamkan
oleh Allah." Saya tidak melihat ada pertentangan antara
hadis ini dengan pendapat yang mengatakan bahwa yang
dihubungkan kepada Rasulullah itu tidak mungkin akan
bertentangan dengan isi Qur'an. Wajar sekali jika hadis
Rasulullah dengan apa yang diwahyukan kepada Rasul-Nya
itu tidak akan bertentangan. Juga sangat wajar bahwa
segala yang baik yang dihubungkan kepada Rasulullah, maka
itu dikatakan oleh Rasulullah. karena apa yang
dikatakannya hanya yang baik, dan dia tidak mengatakan
yang jahat.
- Dalam beberapa sumber disebutkan dia berkata: Bawakan
aku kertas, akan saya tuliskan sebuah kitab yang tidak
akan membuat kalian sesat sesudahku. Atau berkata:
Bawakan dawat dan lembaran, saya akan menuliskan sebuah
kitab yang samasekali tidak akan membuat kalian sesat
sesudah itu.
- Syah Waliyullah ad-Dahlawi, Ahmad bin Abdur-Rahman
al-Faruqi (1699-1762 M./1110-1176 H.) ulama India
terkenal.-Pnj.
- Yang dimaksud dengan merasa sejuk, sehingga hati dan
pikiran benar-benar merasa senang dan puas.
- 'Uluj bentuk jamak 'ilj, 'orang-orang 'ajam (Persia
atau asing) kafir.' (N, L). Dalam kamus-kamus umum,
'orang jalanan yang kasar; orang kafir.' - Pnj.
- "Abu Zi'b", nama orang, harfiah berarti "pak
serigala." -. Pnj.
|