Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

IV. PENGIRIMAN PASUKAN USAMAH (2/2)

Pesan Abu Bakr kepada pasukan Usamah

Bila sudah tiba saatnya Abu Bakr melepas pasukan, ia berdiri di depan mereka menyampaikan pidatonya:

"Saudara-saudara, ikutilah sepuluh pesan saya ini dan harus Saudara-saudara perhatikan: Jangan berkhianat, jangan korupsi, jangan mengecoh dan jangan menganiaya. Janganlah membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau perempuan. Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan. Kamu akan melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu. Kamu akan singgah pada suatu golongan yang akan menghidangkan pelbagai macam makanan, maka jika di antaranya ada yang kamu makan, sebutlah nama Allah. Juga kamu akan menjumpai beberapa golongan manusia, di bagian atas kepala mereka berlubang1 dan membiarkan sekelilingnya seperti pita, sapulah itu sekali dengan pedangmu. Terjunlah kamu dengan nama Allah, semoga Allah memberi perlindungan kepada kamu dari kematian dan penyakit.2"

Kepada Usamah yang sudah mulai bergerak dengan pasukannya ia berkata:

"Kerjakan apa yang diperintahkan Nabi saw. kepadamu. Mulailah dari daerah Quda'ah, kemudian masuk ke Abil. Jangan kaukurangi sedikit pun perintah Rasulullah. Jangan ada yang kautinggalkan apa yang sudah dipesankan kepadamu."

Perjalanan pasukan menuju Balqa'

Sementara pasukan Usamah berangkat, Abu Bakr dan Umar kembali ke Medinah. Dengan dipimpin oleh seorang komandan muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni. Sesudah dua puluh hari perjalanan ia sampai ke Balqa' dan di tempat itulah Mu'tah, di tempat itu pula Zaid bin Harisah dan kedua sahabatnya Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah gugur sebagai syahid. Di sini Usamah dan pasukannya bermarkas dan memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan pasukan berkudanya ke daerah-daerah kabilah di Quda'ah. Musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya habis disapunya tanpa belas kasihan lagi. Semboyan Muslimin dalam perang ketika itu: "Mati untuk kemenangan."

Selama dalam perang pasukan Muslimin berhasil membunuh dan menawan serta membakar kota-kota yang mengadakan perlawanan. Rampasan perang yang mereka peroleh pun tidak sedikit. Dengan demikian Usamah sudah dapat menuntut balas atas kematian ayahnya dan kaum Muslimin di Mu'tah, dan sekaligus telah pula melaksanakan perintah Rasulullah untuk menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa' dan Darum di bumi Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya itu di pagi buta, membunuh mereka dan membakar dengan api. Semua itu dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti sebelum pihak musuh menyadari.

Setelah menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan pasukannya ke Medinah membawa kemenangan dengan menunggang kuda yang dulu dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda itu juga.

Pasukan yang sudah sukses itu kembali ke Medinah. Ia tidak lalu tergila-gila dengan kemenangan itu, dengan menelusuri jejak musuhnya atau menyerbu perbatasan Rumawi dan terus menerobos sampai ke sarang-sarang mereka. Ia kembali sementara usia mudanya bertambah agung dengan kemenangannya itu. Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sekarang merasa bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar biasa di medan perang. Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw: "Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."

Pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Rumawi, tidak menyinggung Rumawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk orang-orang Yahudi atau yang lain yang pernah berkomplot terhadap kaum Muslimin.

Wajar saja bila Rumawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan semua bangsa. Tetapi hal itu tidak mengubah perselisihan yang ada antara pihak Arab dengan Rumawi sebagai pihak yang berkuasa sampai tahun-tahun terakhir masa hidup Nabi. Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah pergi membawa surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius sedang dalam puncak kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri itu, atau tiga tahun sebelum Nabi wafat? Dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuatnya kerajaan Rumawi waktu itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah pada tahun ketujuh Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul kekalahan mereka di Khaibar, Fadak dan Taima'? Hati mereka memikul dendam kepada Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Mereka bersekongkol menghasut pihak Rumawi agar menyerbu Muslimin dengan membawa sukses seperti sudah terbukti ketika memerangi Persia yang juga telah berhasil.

Sudah tentu pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya sendiri dari serbuan Rumawi. Dan Usamah setelah mendapat kemenangan menghadapi musuh, ia menarik pasukannya kembali ke Medinah untuk mendampingi Abu Bakr bersama-sama dengan kaum Muslimin yang lain, tanpa bermaksud hendak menyerang Rumawi. Tak seorang pun membayangkan bahwa perang itu akan pecah juga setelah dua tahun kemudian, dimulai oleh Abu Bakr sesuai dengan jalannya peristiwa, dan diselesaikan oleh para penggantinya yang kemudian, dan dengan demikian dapat menghancurkan imperium Rumawi yang selama berabad-abad ditakuti sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak kakinya.

Abu Bakr menyambut Usamah di luar kota Medinah

Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Abu Bakr menyambutnya di luar kota Medinah. Abu Bakr datang menyongsongnya bersama-sama sejumlah Muhajirin dan Ansar terkemuka untuk menyambutnya. Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi dengan penduduk Medinah yang menyusul Abu Bakr dan rombongannya. Mereka bersorak-sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian Usamah dan pasukannya itu. Begitu ia memasuki kota Medinah dengan kemenangan yang membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju mesjid melakukan salat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dan kepada Muslimin.

Pasukan itu pulang kembali ke Medinah setelah empat puluh hari, ada juga yang menyebutkan sesudah tujuh puluh hari sejak keluar dari kota itu.

Ada beberapa Orientalis yang berupaya hendak meremehkan dan memperkecil arti ekspedisi itu, termasuk luapan gembira dan penghargaan kaum Muslimin atas mereka yang telah membawa kemenangan itu. Orientalis V. Vacca, editor "Usamah" dalam Da'iratul Ma'arif al-Islamiyah3 mengatakan "Kemenangan Usamah ini telah membawa kegembiraan dalam hati penduduk Medinah setelah dirisaukan oleh adanya perang "Riddah." Kemenangan itu menjadi begitu penting, tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Bahkan kemudian dianggap sebagai pembuka jalan adanya serangan yang ditujukan ke Syam."

Memang benar peperangan ini tidak besar dibandingkan dengan arti perang zaman sekarang, juga tidak besar dibandingkan dengan beberapa peperangan yang pernah terjadi waktu itu. Usamah memang membatasi serangannya yang mendadak terhadap kabilah-kabilah itu dan merampas mereka tanpa harus menemui pasukan Rumawi. Tetapi yang jelas, peristiwa ini membawa pengaruh besar dalam kehidupan kaum Muslimin, dan dalam kehidupan orang-orang Arab yang berpikir hendak mengadakan pemberontakan, dan dalam kehidupan Rumawi sendiri yang bermaksud melebarkan sayapnya sampai ke perbatasan. Musuh-musuh mereka dan kalangan Arab yang mendengar berita ekspedisi itu berkata: "Kalau mereka tidak punya kekuatan tentu tidak akan mengirimkan pasukan yang akan menimbulkan rasa iri pada kabilah-kabilah yang kuat yang jauh dari mereka."

Pengaruh gerakan Usamah terhadap pihak Arab dan Rumawi

Ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke Balqa'. Ini suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa ekspedisi ini benar-benar diperhitungkan, baik oleh Rumawi maupun oleh orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara - selatan Dumat al-Jandal4 (Dumatul Jandal) - tidak lagi menghasut untuk menyerbu Medinah.

Selain di bagian utara, di seluruh Semenanjung Arab itu keadaannya tidak demikian. Di atas sudah kita lihat, bahwa kabilah-kabilah di tempat-tempat lain semua mau membangkang pada saat-saat terakhir kehidupan Nabi, dan kita lihat pula ada sebagian mereka yang mendakwakan diri nabi. Kalau tidak karena rasa takut yang menguasai kabilah-kabilah dan mereka yang mengaku-ngaku nabi itu karena sikap Rasulullah yang tegas serta keberanian kaum Muslimin di samping iman mereka yang tangguh, niscaya akan banyak daerah yang akan mengadakan pembangkangan. Setelah Muhammad kembali ke sisi Tuhannya, orang-orang Arab itu banyak yang murtad, baik secara bersama-sama atau masing-masing kabilah sendiri-sendiri. Di sana sini kaum munafik bermunculan, orang-orang Yahudi dan Nasrani bersiap-siap. Pihak Muslimin sendiri memang dalam kegelisahan setelah Nabi tiada, sedang jumlah mereka tidak banyak. Sebaliknya pihak musuh tidak sedikit jumlahnya. Menghadapi hal demikian perlu ada suatu politik yang tegas dan bijaksana, yang akan dapat mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula, membela agama Allah sejak dari awal pertumbuhannya.

Dan inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakr tatkala mengerahkan pahlawan-pahlawan Islam itu menghadapi kaum murtad dan para pembangkang terhadap agama Allah dan Rasul-Nya.

Catatan Kaki:

  1. Lihat Fathul 'Arab li Misr bab pertama dan ketiga belas.
  2. Lihat Fajrud-Damir (The Dawn of Concience) oleh Burstadt, diterjemahkan Salim Hasan.
  3. Kata-kata Bernard Shaw ini dikutip dari majalah Nurul Islam Nomor 40, h. 5720 tahun 1352 H.
  4. Atau Daumat dalam beberapa buku sejarah (A).

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team