IV. PENGIRIMAN PASUKAN USAMAH
(2/2)
Pesan Abu Bakr kepada pasukan Usamah
Bila sudah tiba saatnya Abu Bakr melepas pasukan, ia
berdiri di depan mereka menyampaikan pidatonya:
"Saudara-saudara, ikutilah sepuluh pesan saya ini dan
harus Saudara-saudara perhatikan: Jangan berkhianat, jangan
korupsi, jangan mengecoh dan jangan menganiaya. Janganlah
membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau perempuan.
Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan
memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih
kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan. Kamu akan
melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal
dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu. Kamu akan
singgah pada suatu golongan yang akan menghidangkan pelbagai
macam makanan, maka jika di antaranya ada yang kamu makan,
sebutlah nama Allah. Juga kamu akan menjumpai beberapa
golongan manusia, di bagian atas kepala mereka
berlubang1 dan membiarkan sekelilingnya seperti
pita, sapulah itu sekali dengan pedangmu. Terjunlah kamu
dengan nama Allah, semoga Allah memberi perlindungan kepada
kamu dari kematian dan penyakit.2"
Kepada Usamah yang sudah mulai bergerak dengan pasukannya
ia berkata:
"Kerjakan apa yang diperintahkan Nabi saw. kepadamu.
Mulailah dari daerah Quda'ah, kemudian masuk ke Abil. Jangan
kaukurangi sedikit pun perintah Rasulullah. Jangan ada yang
kautinggalkan apa yang sudah dipesankan kepadamu."
Perjalanan pasukan menuju Balqa'
Sementara pasukan Usamah berangkat, Abu Bakr dan Umar
kembali ke Medinah. Dengan dipimpin oleh seorang komandan
muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan
sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni. Sesudah dua
puluh hari perjalanan ia sampai ke Balqa' dan di tempat
itulah Mu'tah, di tempat itu pula Zaid bin Harisah dan kedua
sahabatnya Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah
gugur sebagai syahid. Di sini Usamah dan pasukannya
bermarkas dan memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan
pasukan berkudanya ke daerah-daerah kabilah di Quda'ah.
Musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya
habis disapunya tanpa belas kasihan lagi. Semboyan Muslimin
dalam perang ketika itu: "Mati untuk kemenangan."
Selama dalam perang pasukan Muslimin berhasil membunuh
dan menawan serta membakar kota-kota yang mengadakan
perlawanan. Rampasan perang yang mereka peroleh pun tidak
sedikit. Dengan demikian Usamah sudah dapat menuntut balas
atas kematian ayahnya dan kaum Muslimin di Mu'tah, dan
sekaligus telah pula melaksanakan perintah Rasulullah untuk
menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa' dan Darum di bumi
Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya itu di
pagi buta, membunuh mereka dan membakar dengan api. Semua
itu dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti
sebelum pihak musuh menyadari.
Setelah menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan
pasukannya ke Medinah membawa kemenangan dengan menunggang
kuda yang dulu dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda
itu juga.
Pasukan yang sudah sukses itu kembali ke Medinah. Ia
tidak lalu tergila-gila dengan kemenangan itu, dengan
menelusuri jejak musuhnya atau menyerbu perbatasan Rumawi
dan terus menerobos sampai ke sarang-sarang mereka. Ia
kembali sementara usia mudanya bertambah agung dengan
kemenangannya itu. Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya
menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sekarang merasa
bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya
yang luar biasa di medan perang. Dengan penuh iman mereka
mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw: "Dia
sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga
pantas memegang pimpinan."
Pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah
membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh.
Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh
Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum
Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan
kawasan Arab dengan Rumawi, tidak menyinggung Rumawi sendiri
yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk
orang-orang Yahudi atau yang lain yang pernah berkomplot
terhadap kaum Muslimin.
Wajar saja bila Rumawi dengan kerajaannya yang begitu
luas serta pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya
masih menggoncangkan semua bangsa. Tetapi hal itu tidak
mengubah perselisihan yang ada antara pihak Arab dengan
Rumawi sebagai pihak yang berkuasa sampai tahun-tahun
terakhir masa hidup Nabi. Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah
pergi membawa surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius
sedang dalam puncak kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri
itu, atau tiga tahun sebelum Nabi wafat? Dia sudah
menyaksikan sendiri betapa kuatnya kerajaan Rumawi waktu
itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah pada tahun ketujuh
Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul
kekalahan mereka di Khaibar, Fadak dan Taima'? Hati mereka
memikul dendam kepada Muhammad dan pengikut-pengikutnya.
Mereka bersekongkol menghasut pihak Rumawi agar menyerbu
Muslimin dengan membawa sukses seperti sudah terbukti ketika
memerangi Persia yang juga telah berhasil.
Sudah tentu pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya
sendiri dari serbuan Rumawi. Dan Usamah setelah mendapat
kemenangan menghadapi musuh, ia menarik pasukannya kembali
ke Medinah untuk mendampingi Abu Bakr bersama-sama dengan
kaum Muslimin yang lain, tanpa bermaksud hendak menyerang
Rumawi. Tak seorang pun membayangkan bahwa perang itu akan
pecah juga setelah dua tahun kemudian, dimulai oleh Abu Bakr
sesuai dengan jalannya peristiwa, dan diselesaikan oleh para
penggantinya yang kemudian, dan dengan demikian dapat
menghancurkan imperium Rumawi yang selama berabad-abad
ditakuti sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak
kakinya.
Abu Bakr menyambut Usamah di luar kota
Medinah
Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan
Abu Bakr menyambutnya di luar kota Medinah. Abu Bakr datang
menyongsongnya bersama-sama sejumlah Muhajirin dan Ansar
terkemuka untuk menyambutnya. Semua mereka dalam suasana
gembira, ditambah lagi dengan penduduk Medinah yang menyusul
Abu Bakr dan rombongannya. Mereka bersorak-sorai gembira
sebagai penghargaan atas keberanian Usamah dan pasukannya
itu. Begitu ia memasuki kota Medinah dengan kemenangan yang
membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju mesjid melakukan
salat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya
dan kepada Muslimin.
Pasukan itu pulang kembali ke Medinah setelah empat puluh
hari, ada juga yang menyebutkan sesudah tujuh puluh hari
sejak keluar dari kota itu.
Ada beberapa Orientalis yang berupaya hendak meremehkan
dan memperkecil arti ekspedisi itu, termasuk luapan gembira
dan penghargaan kaum Muslimin atas mereka yang telah membawa
kemenangan itu. Orientalis V. Vacca, editor "Usamah" dalam
Da'iratul Ma'arif al-Islamiyah3 mengatakan
"Kemenangan Usamah ini telah membawa kegembiraan dalam hati
penduduk Medinah setelah dirisaukan oleh adanya perang
"Riddah." Kemenangan itu menjadi begitu penting, tidak
sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Bahkan kemudian
dianggap sebagai pembuka jalan adanya serangan yang
ditujukan ke Syam."
Memang benar peperangan ini tidak besar dibandingkan
dengan arti perang zaman sekarang, juga tidak besar
dibandingkan dengan beberapa peperangan yang pernah terjadi
waktu itu. Usamah memang membatasi serangannya yang mendadak
terhadap kabilah-kabilah itu dan merampas mereka tanpa harus
menemui pasukan Rumawi. Tetapi yang jelas, peristiwa ini
membawa pengaruh besar dalam kehidupan kaum Muslimin, dan
dalam kehidupan orang-orang Arab yang berpikir hendak
mengadakan pemberontakan, dan dalam kehidupan Rumawi sendiri
yang bermaksud melebarkan sayapnya sampai ke perbatasan.
Musuh-musuh mereka dan kalangan Arab yang mendengar berita
ekspedisi itu berkata: "Kalau mereka tidak punya kekuatan
tentu tidak akan mengirimkan pasukan yang akan menimbulkan
rasa iri pada kabilah-kabilah yang kuat yang jauh dari
mereka."
Pengaruh gerakan Usamah terhadap pihak
Arab dan Rumawi
Ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius,
ia terkejut sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang
berkekuatan besar ke Balqa'. Ini suatu bukti yang nyata
bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa ekspedisi ini
benar-benar diperhitungkan, baik oleh Rumawi maupun oleh
orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara -
selatan Dumat al-Jandal4 (Dumatul Jandal) - tidak
lagi menghasut untuk menyerbu Medinah.
Selain di bagian utara, di seluruh Semenanjung Arab itu
keadaannya tidak demikian. Di atas sudah kita lihat, bahwa
kabilah-kabilah di tempat-tempat lain semua mau membangkang
pada saat-saat terakhir kehidupan Nabi, dan kita lihat pula
ada sebagian mereka yang mendakwakan diri nabi. Kalau tidak
karena rasa takut yang menguasai kabilah-kabilah dan mereka
yang mengaku-ngaku nabi itu karena sikap Rasulullah yang
tegas serta keberanian kaum Muslimin di samping iman mereka
yang tangguh, niscaya akan banyak daerah yang akan
mengadakan pembangkangan. Setelah Muhammad kembali ke sisi
Tuhannya, orang-orang Arab itu banyak yang murtad, baik
secara bersama-sama atau masing-masing kabilah
sendiri-sendiri. Di sana sini kaum munafik bermunculan,
orang-orang Yahudi dan Nasrani bersiap-siap. Pihak Muslimin
sendiri memang dalam kegelisahan setelah Nabi tiada, sedang
jumlah mereka tidak banyak. Sebaliknya pihak musuh tidak
sedikit jumlahnya. Menghadapi hal demikian perlu ada suatu
politik yang tegas dan bijaksana, yang akan dapat
mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula, membela
agama Allah sejak dari awal pertumbuhannya.
Dan inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakr tatkala
mengerahkan pahlawan-pahlawan Islam itu menghadapi kaum
murtad dan para pembangkang terhadap agama Allah dan
Rasul-Nya.
Catatan Kaki:
- Lihat Fathul 'Arab li Misr bab pertama dan
ketiga belas.
- Lihat Fajrud-Damir (The Dawn of Concience)
oleh Burstadt, diterjemahkan Salim Hasan.
- Kata-kata Bernard Shaw ini dikutip dari majalah Nurul
Islam Nomor 40, h. 5720 tahun 1352 H.
- Atau Daumat dalam beberapa buku sejarah (A).
|