|
||
|
|
Sementara Usamah sedang dalam perjalanan menuju perbatasan Rumawi, berita yang tersiar bahwa Nabi telah wafat mendorong orang-orang Arab di luaran itu untuk memberontak terhadap kekuasaan Medinah. Pemberontakan di Yaman makin berkobar meski Aswad sudah terbunuh. Musailimah dari Banu Hanifah dan Tulaihah dari Banu Asad kemudian mulai pula mendakwakan diri nabi dan mengajak orang supaya mempercayai kenabian mereka. Seruan itu berhasil, sehingga orang semacam Uyainah bin Hisn berkata mengenai Tulaihah: "Nabi dari persekutuan - yakni Asad dan Gatafan - lebih kami sukai daripada Nabi yang dari Kuraisy. Muhammad sudah meninggal, sedang Tulaihah masih hidup."
Baru saja Abu Bakr memangku jabatan Khalifah, para utusan itu datang kepadanya membawa berita-berita ini dan yang berita lebih gawat lagi dari itu. Ia berkata kepada mereka: "Jangan dulu meninggalkan tempat sebelum para utusan pejabat-pejabat itu dan yang lain datang membawa berita yang lebih terinci mengenai gejala pembangkangan itu." Tak lama kemudian memang datang surat-surat dari para kuasa Nabi di berbagai daerah di Semenanjung itu tentang adanya pembangkangan yang sifatnya umum atau sendiri-sendiri. Surat-surat itu juga menyebutkan tentang adanya permusuhan para pembangkang terhadap orang yang ada di tengah-tengah mereka, yang masih bertahan dengan keislamannya. Juga di tempat-tempat sekitar Abu Bakr api mulai berkobar. Hal ini perlu diatasi, yang sejak dibebaskannya Mekah dan masuknya Ta'if ke dalam Islam belum pernah terjadi hal serupa itu.
Kekacauan yang menimpa kawasan Arab itu berkesudahan dengan berbaliknya mereka dari Islam, sementara yang lain tetap dalam Islam tapi tak mau membayar zakat kepada Abu Bakr. Keengganan membayar zakat itu baik karena kikir dan kelihaian mereka seperti kelihaiannya dalam mencari dan menyimpan uang, dan pergi kian ke mari sampai mengorbankan hidupnya demi memperolehnya, atau karena .anggapan bahwa pembayaran itu sebagai upeti yang sudah tak berlaku lagi sesudah Rasulullah tiada, dan boleh dibayarkan kepada siapa saja yang mereka pilih sendiri sebagai pemimpinnya di Medinah. Mereka mogok tak mau membayar zakat dengan menyatakan bahwa dalam hal ini mereka tidak tunduk kepada Abu Bakr.
Demikian yang terjadi dengan kabilah-kabilah yang dekat dengan Medinah, terutama kabilah Abs dan Zubyan. Apa kiranya yang harus dilakukan kaum Muslimin terhadap mereka? Untuk memerangi mereka tidak mudah setelah Abu Bakr melaksanakan perintah mengirimkan Usamah, sebab sudah tak ada lagi pasukan untuk mempertahankan Medinah. Setujukah mereka membiarkan para pembangkang itu tidak menunaikan zakat, yang dengan demikian diharapkan dapat mengambil hati mereka, kalau-kalau mereka dapat membantu menghadapi orang-orang yang sudah melanggar janji dan jadi murtad meninggalkan Islam? Ataukah memerangi mereka, yang dengan demikian berarti pula menambah jumlah musuh, yang tanpa angkatan bersenjata mereka tidak akan mampu berperang?
Abu Bakr mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakr terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah saw., akan kuperangi."
Tanpa mengurangi penghargaannya atas apa yang dikatakan Abu Bakr itu Umar khawatir sekali bahwa jalan kekerasan demikian akibatnya akan sangat berbahaya buat Muslimin. Umar menjawab dengan nada agak keras juga:
"Bagaimana kita akan memerangi orang yang kata Rasul llah saw. 'Aku diperintahkan memerangi orang sampai mereka berkata: Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul-nya. Barang siapa berkata demikian darah dan hartanya terjamin, kecuali dengan alasan, dan masalahnya kembali kepada Allah.'"
Tanpa ragu Abu Bakr langsung menjawab Umar:
"Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan salat dengan zakat. Zakat adalah hak harta. Dikatakan: "kecuali dengan alasan."
Dalam menyimpulkan pembicaraan itu sumber-sumber menyebutkan bahwa Umar kemudian berkata:
"Demi Allah, tiada lain yang harus kukatakan, semoga Allah melapangkan dada Abu Bakr dalam berperang. Aku tahu dia benar."
Peristiwa ini mengingatkan kita pada apa yang pernah terjadi antara Rasulullah dengan delegasi Saqif yang datang dari Ta'if, bahwa mereka menyatakan bersedia masuk Islam dengan permintaan agar dibebaskan dari kewajiban salat. Waktu itu Muhammad menolak permintaan mereka dengan mengatakan:
"Tidak baik agama yang tidak disertai salat."
Barangkali itu juga yang dimaksudkan oleh Abu Bakr" ketika berkata: "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan salat dengan zakat."
Kabilah-kabilah Abs dan Zubyan serta Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah yang bergabung dengan mereka mengirim beberapa orang. Mereka mengambil tempat tidak jauh dari Medinah. Orang-orang itu kemudian terbagi ke dalam dua kelompok: satu kelompok mengambil tempat di Abraq di bilangan Rabazah, dan yang lain di Zul-Qassah, tempat terdekat dari Medinah di jalan menuju ke Najd. Para pemimpin kelompok-kelompok itu kemudian mengutus delegasi ke Medinah. Mereka menuju ke rumah orang-orang terkemuka dan meminta kepercayaan Abu Bakr bahwa mereka akan menjalankan salat tetapi tidak akan memberikan zakat. Jawab Abu Bakr seperti yang sudah kita lihat: "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, akan kuperangi."
Delegasi itu masing-masing kembali kepada yang mengutus mereka sesudah mengetahui rahasia Medinah yang terbuka tanpa pengawalan. Menyadari keadaan yang demikian itu Abu Bakr segera meminta orang berkumpul dan ia berkata: "Kota kita ini dikelilingi oleh orang-orang kafir. Delegasi mereka telah melihat jumlah kita yang kecil. Kita tidak tahu mereka akan menyerbu kita malam hari atau di waktu siang. Mereka yang terdekat dari kita berjarak dua belas mil. Mereka mengharapkan kita mau menerima mereka dan berkompromi dengan mereka. Tetapi permintaan mereka kami tolak dan delegasi mereka kami suruh pulang. Maka bersiap-siaplah dan persiapkanlah."
Setelah itu ia memanggil Ali, Zubair, Talhah dan Abdullah bin Mas'ud supaya bersiap di pintu-pintu masuk Medinah dan yang lain berkumpul di mesjid dalam keadaan siap tempur.
Perkiraan Abu Bakr tidak meleset. Belum selang tiga malam, para pembangkang zakat itu sudah menyerbu Medinah dengan tujuan hendak melemahkan semangat mereka bila menghadapi perang, dan supaya Khalifah mau mengalah mengenai salah satu ketentuan Islam itu. Patroli di pintu-pintu masuk kota itu sudah memperkirakan dari arah mana musuh akan datang. Mereka memberitahukan Ali, Zubair, Talhah dan Abdullah bin Mas'ud serta tokoh-tokoh yang lain. Mereka meneruskan berita itu kepada Abu Bakr dan Abu Bakr memerintahkan untuk tidak meninggalkan tempat. Dengan naik unta ia memberitahukan orang-orang yang berada di mesjid. Kemudian bersama-sama mereka semua ia berangkat untuk menghadapi para pembangkang yang hendak menyusup di malam gelap itu.
Dalam pikiran kabilah-kabilah itu tak terlintas bahwa mereka akan menghadapi perlawanan setelah mereka mengenal situasi Medinah dan penduduknya.
Baru. setelah Abu Bakr dan anak buahnya menyergap mereka, mereka pun terkejut dan lari tunggang langgang. Mereka dikejar sampai ke Zul-Husa. Di tempat itu kabilah-kabilah itu meninggalkan sepasukan bala bantuan sebagai cadangan kalau-kalau pada waktunya kelak diperlukan. Tetapi mereka merasakan kabilah-kabilah itu kini kembali dalam keadaan porak-poranda dan sedang dikejar oleh pihak Muslimin. Mereka mencoba mengadakan perlawanan dan dalam malam gelap itu terjadi pertempuran antara kedua pihak, yang hasilnya tidak diketahui. Kabilah-kabilah yang tinggal di Zul-Husa itu membawa kantong-kantong kulit yang setelah ditiup diikat dengan tali lalu ditendang ke muka unta-unta yang dinaiki pihak Medinah. Unta-unta itu bukan yang sudah terlatih untuk perang. Hewan-hewan itu malah berbalik lari dalam ketakutan bersama penunggangnya kembali ke Medinah.
Pihak Abs dan Zubyan serta sekutunya bersorak kegirangan melihat pihak Muslimin melarikan diri, yang menurut dugaan mereka karena sudah lemah. Peristiwa ini oleh mereka dilaporkan ke Zul-Qassah. Orang-orang dari tempat itu berdatangan dan mereka saling bertukar pikiran untuk tidak membiarkan Medinah sebelum Abu Bakr bersedia memenuhi tuntutan mereka. Abu Bakr dan kaum Muslimin yang lain malam itu tidak tidur. Ia bersiap-siap dan memobilisasi mereka. Menjelang akhir malam ia keluar memimpin mereka dengan mengatur barisan sayap kanan dan kiri serta barisan belakang, dan cepat-cepat berangkat. Begitu terbit fajar tanpa dirasakan dan tanpa diketahui musuh, mereka sudah berada di daerah lawan itu. Bagaimana mereka akan tahu, karena mereka sudah begitu puas dengan kemenangan yang mereka peroleh dan malam itu mereka tidur nyenyak.
Pihak Muslimin sudah menghunus pedang berhadapan dengan musuh, yang kini juga menyerang dalam ketakutan. Tetapi anak buah Abu Bakr tak mengenal ampun menghantam mereka, sementara dalam pagi buta itu mereka jadi kacau balau. Sampai ketika matahari sudah mulai memancarkan sinarnya, mereka masih berlarian tanpa melihat ke belakang lagi. Tetapi Abu Bakr terus mengejar mereka sampai ke Zul-Qassah dan mereka terus berlari. Sampai di situ mereka dibiarkan lari dan Abu Bakr kembali ke markasnya di tempat itu juga. Nu'man bin Muqarrin pimpinan barisan kanan bersama beberapa orang ditempatkan di daerah itu untuk mengusir mereka yang bermaksud menyerang Abu Bakr tetapi mereka sudah dipatahkan.
Di sini orang harus merenung sejenak sebagai tanda kagum terhadap Abu Bakr, dengan imannya yang begitu kuat, dengan ketabahan dan keteguhan hatinya. Sikap itu mengingatkan kita pada sikap Rasulullah alaihissalam. Sungguh agung ekspedisi Abu Bakr yang pertama ini, tak ubahnya seperti agungnya perang Badr. Dalam perang Badr itu jumlah pihak Muslimin yang dipimpin Muhammad tidak lebih dari tiga ratus orang, berhadapan dengan kekuatan musyrik Mekah yang jumlahnya lebih dari seribu orang. Orang-orang Medinah ini terdiri dari tentara dan bukan tentara, dipimpin oleh Abu Bakr dalam jumlah kecil, berhadapan dengan sebuah gabungan besar terdiri dari Abs, Zubyan, Gatafan dan kabilah-kabilah lain. Ketika itu Muhammad berbenteng iman dan iman sahabat-sahabatnya, dan dengan pertolongan Allah kepada mereka dalam menghadapi kaum musyrik. Di sini pun Abu Bakr berbentengkan imannya dan iman para sahabat dan memperoleh kemenangan seperti kemenangan yang diperoleh Rasulullah. Kemenangan ini menanamkan pengaruh besar ke dalam hati kaum Muslimin.
Kekaguman orang kepada Abu Bakr dalam peristiwa ini memang pada tempatnya. Sejak semula ia sudah bertekad untuk tidak meninggalkan apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah. Kalau memang itu pendiriannya yang sudah tak dapat ditawar-tawar lagi, tidak heran jika segala tawar-menawar yang berhubungan dengan ketentuan Allah dalam Qur'an ditolaknya. Setiap ada permintaan agar ia mau mengalah mengenai sesuatu yang oleh Rasulullah sendiri tidak akan dilakukannya, orang akan selalu ingat pada kata-kata abadi yang pernah diucapkan Rasulullah:
"Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan diriku, dengan maksud supaya meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah Yang akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya."
Ini juga yang dilakukan Abu Bakr ketika sahabat-sahabatnya memintanya ia mengubah sikap dalam pengiriman pasukan Usamah. Dan ini juga sikapnya ketika orang-orang Arab minta dikecualikan dalam hal kewajiban zakat. Itulah iman yang sebenarnya yang tak dapat dikalahkan oleh siapa dan oleh apa pun. Buat dia maut itu bukan soal, dibandingkan dengan iman yang berada di atas segalanya.
Iman yang begitu kuat itu, yang tak dapat dikalahkan oleh maut dan oleh gemerlapnya kehidupan dunia, itulah yang menjaga Islam dalam kemurnian dan keutuhannya pada saat yang sangat genting, yang ketika itu harus dilaluinya.
Boleh saja kita bertanya kepada diri sendiri: gerangan apa jadinya keadaan kaum Muslimin sekiranya Abu Bakr ketika itu menerima saran Umar dan sahabat-sahabatnya mengenai tuntutan mereka yang ingin dibebaskan dari kewajiban membayar zakat itu dan mau berkompromi dengan mereka? Rasanya tidak perlu saya menunjukkan bagaimana jawabannya, sebab, seperti saya, pembaca juga tentu sudah tahu. Sampai pada waktu itu, kabilah-kabilah Arab banyak sekali, yang cara hidup mereka tidak jauh dari kehidupan jahiliah dan paganisma. Sekiranya Abu Bakr mau berkompromi mengenai segala ketentuan agama, tentu sudah terjadi tawar-menawar, dan orang-orang semacam Tulaihah dan Musailimah serta pengaku-pengaku nabi yang lain akan mendapat jalan untuk menanamkan kebimbangan terhadap ajaran Muhammad yang datang dari Allah. Kemudian dari kabilah-kabilah yang belum begitu selang lama dari suasana kehidupan jahiliah akan mendapat orang yang mau mempercayai dan mematuhi, bahkan percaya kepada mereka sehingga bersedia mati untuk itu dalam melawan agama yang benar.
Kita dapat menghargai keteguhan hati Abu Bakr, kemudian pengaruh kemenangannya di Zul-Qassah setelah kita mengetahui, bahwa kaum musyrik dari Banu Zubyan dan Abs menyerbu Muslimin dan membunuhi mereka secara kejam. Gejala yang didorong oleh amarah dan perasaan hina serta membalas dendam secara rendah itu menambah agungnya kemenangan Muslimin dan setiap Muslim dalam setiap kabilah itu akan makin teguh dalam beragama.
Itulah yang membuat mereka kemudian berlomba dalam menunaikan zakat kepada Khalifah. Mereka melihat Abu Bakr dapat mengalahkan orang-orang murtad itu dengan kekuatan imannya, sementara pasukannya dan Usamah bertugas di perbatasan dengan Rumawi, dan mereka yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak agama yang benar dan karena imannya yang kuat pada agama itu. Cara balas dendam yang rendah dan murah yang dijadikan sandaran kabilah-kabilah itu tidak akan menghilangkan aib kekalahannya yang sangat memalukan, dan harga balas dendamnya itu harus dibayar mahal.
Bagaimana mereka masih akan ragu padahal Abu Bakr sudah bersumpah akan membunuh siapa pun dari setiap kabilah musyrik yang membunuhi Muslimin, bahkan akan lebih banyak lagi. Tentu ia akan melaksanakannya bila pasukan Usamah sudah kembali dan akan menghukum mereka yang telah melakukan kejahatan.
Kaum Muslimin pada setiap kabilah itu sekarang cepat-cepat menunaikan zakat kepada Khalifah Rasulullah setelah kemenangannya di Zul-Qassah itu. Yang mula-mula datang membayar zakat ialah Safwan dan Zabriqan, pemimpin-pemimpin Banu Tamim, Adi bin Hatim at-Ta'i atas nama kabilahnya Tayyi'. Orang menyambut kedatangan delegasi atas nama golongan masing-masing itu dengan penuh gembira. Orang sering berkata jika bertemu satu sama lain: 'Ini suatu peringatan.' Tetapi Abu Bakr berkata: 'Bukan, ini kabar gembira, sebagai pelindung, bukan kelemahan.' Orang banyak membalas kata-kata Abu Bakr itu dengan mengatakan: "Kau selalu memberikan yang terbaik."
Abu Bakr tidak berlebihan ketika menyebut mereka pelindung dan pembawa berita gembira. Kaum Muslimin di Medinah dan sekitarnya ketika itu memang memerlukan sekali dukungan yang akan menopang mereka setelah melihat bahaya yang akan menghancurkan keberadaan mereka. Disebutkan bahwa Abdullah bin Mas 'ud mengatakan:
"Setelah ditinggalkan Rasulullah saw. keadaan kami hampir binasa kalau tidak karena karunia Allah dengan Abu Bakr kepada kami. Kami sudah sepakat tidak akan memerangi anak-anak unta betina itu. Kami akan beribadah kepada Allah hingga benar-benar yakin. Tetapi Allah telah memberi keteguhan hati kepada Abu Bakr untuk memerangi mereka. Demi Allah, yang mereka kehendaki adalah cara yang sangat keji atau jalan perang dengan kemenangan. Adapun cara yang keji, mereka mengakui bahwa barang siapa mati di antara mereka bagiannya adalah neraka, dan barang siapa di antara kami yang mati masuk surga. Kami dapat menebus korban, dapat mengambil rampasan perang dari mereka. Tetapi apa yang mereka ambil dari kami, kembali lagi kepada kami, sedang perang yang membawa kemenangan ialah dengan terusirnya mereka dari tempat tinggal mereka itu."
Orang di Medinah merasa senang dan aman dengan pertolongan Allah kepada Abu Bakr itu. Kaum Muslimin dari semua kabilah berdatangan kepada Abu Bakr dengan membawa harta zakat, tatkala Usamah kembali dari daerah Rumawi dengan membawa kemenangan dan harta rampasan perang, diikuti oleh pasukannya dari belakang. Abu Bakr dan sahabat-sahabat besar lainnya menyambut mereka di Jurf. Orang ramai pun berdatangan mengikuti Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya itu, sambil menyanyikan lagu-lagu keagungan dan kemenangan. Usamah langsung menuju ke mesjid, menancapkan bendera yang dipercayakan Rasulullah kepadanya, dan salat sebagai pernyataan syukur kepada Allah atas pertolongan dan kemenangan yang telah dikaruniakan kepadanya dan kepada pasukan Muslimin dalam menjunjung kebenaran dan menegakkan agama yang mulia itu.
Apa arti semua ini?! Bukankah itu suatu mukjizat yang dikehendaki Allah untuk menolong agama-Nya? Adakah secara kebetulan saja takdir menolongnya demikian rupa, yang gemanya sampai mendengung ke segenap penjuru Semenanjung? Pada semua kabilah tekad Muslimin makin teguh, dan mereka dapat menegakkan kepala di mata musuh. Orang-orang yang murtad itu sudah tak tahu lagi akan berkata apa.
Dengan kebijaksanaan dan ketelitian perkiraannya Abu Bakr berpendapat tidak akan memberi kelonggaran kepada musuh-musuhnya itu, bahkan akan membuat mereka lebih hina lagi. Kepada Usamah dan anak buahnya ia berkata: Beristirahatlah kalian. Kemudian setelah mewakilkan Usamah untuk Medinah, ia memanggil sahabat-sahabatnya yang dulu untuk bersama-sama pergi ke Zul-Qassah. Tetapi kaum Muslimin menyampaikan permohonan dengan mengatakan: "Khalifah Rasulullah, janganlah mempertaruhkan diri. Kalau Anda mengalami bencana, orang akan kacau. Dan Anda tinggal di sini akan lebih kuat menghadapi musuh. Maka kirim sajalah yang lain. Kalaupun ia mengalami musibah, Anda dapat menunjuk yang lain."
Tetapi Abu Bakr bila menghendaki sesuatu tidak akan pernah mundur. "Tidak," jawabnya kepada mereka. "Aku tidak akan mundur. Aku tidak akan menghibur kalian dengan diriku."
Dia pun berangkat dengan barisan sayap kanan dan kiri serta barisan belakang, seperti sebelum itu, hingga mencapai Rabazah di Abraq yang terletak di belakang Zul-Qassah. Di situ ia menghadapi kabilah-kabilah Abs, Banu Zubyan dan Banu Bakr dan berhasil mereka dikalahkan dan tempat itu dibebaskan dari mereka. Daerah Abraq milik Banu Zubyan. Setelah mereka dikeluarkan, Abu Bakr mengumumkan bahwa daerah itu sudah di bawah kekuasaannya dan kekuasaan sahabat-sahabatnya, dan katanya: "Haram bagi Banu Zubyan memiliki daerah ini yang oleh Allah sudah dianugerahkan kepada kita." Dan daerah-daerah itu kemudian tetap ditempati kaum Muslimin. Abu Bakr menolak permintaan Banu Sa'laba ketika datang ke daerah itu setelah keadaan sudah stabil akan menempati kembali rumah-rumah mereka.
Penumpasan kaum pembangkang yang menolak menunaikan zakat itu selesai sudah. Sekali ini keadaan kota Medinah sudah sangat kukuh setelah diperkuat dengan pasukan Usamah, dan cukup makmur dengan rampasan perang yang diperolehnya di samping zakat kaum Muslimin yang sudah dibayar setelah Khalifah mendapat kemenangan.
Bukankah sudah waktunya sekarang bagi Banu Zubyan, Abs, Gatafan, Banu Bakr dan kabilah-kabilah lain yang berdekatan dengan Medinah untuk kembali sadar dari pembangkangannya, dan tunduk kepada Abu Bakr serta ketentuan Islam dengan perintah Allah dan Khalifah Rasulullah? Pemberontakan yang dipimpin oleh Aswad di Yaman sudah hancur, Muslimin sudah mendapat kemenangan di perbatasan Rumawi. Abu Bakr kini tampil dengan kekuatan imannya yang tak terkalahkan. Sampai pada saat Rasulullah kembali ke rahmatullah kabilah-kabilah itu adalah umat Muslimin yang masih teguh berpegang pada agamanya, dan mereka kini akan kembali ke pangkuan Islam dan menyatakan setia kepada Abu Bakr dan bersama-sama memerangi musuh Allah.
Yang demikian ini tentu menurut pikiran yang sehat dan sesuai dengan kenyataan. Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Ansar, mereka itulah yang telah menundukkan segenap Semenanjung dengan kekuatan iman mereka. Mereka sekarang dalam puncak kekuatannya, yang belum dialami waktu perang Badr atau pada bentrokan-bentrokan pertama masa Rasulullah. Mekah dan Ta'if sudah di pihak Medinah dan penguasa-penguasa di segenap penjuru sudah memberikan pengakuan. Di samping itu pula, warga kabilah-kabilah yang memberontak kepada Abu Bakr itu adalah Muslimin juga. Kalau kabilah-kabilah itu mampu mengacaukan, mereka tidak akan kuasa atas kalangan yang kuat di antara mereka, khawatir akan timbul kegelisahan dan kekacauan di kalangan suku-suku dan kelompok-kelompok terpandang. Maukah mereka kembali kepada kesadaran berpikir dan akal sehat?
Tidak! Malah dengan kejahatannya itu mereka merasa bangga, dan ia tertipu tentang Allah. Benar jugalah bunyi peribahasa: Keras kepala mendatangkan kekafiran. Mereka keluar dari daerahnya sendiri dan bergabung dengan Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad yang mengaku nabi. Nikmat yang diberikan Allah kepada mereka berupa agama Islam mereka tinggalkan. Orang-orang beriman yang berpegang teguh pada agama Allah di tengah-tengah mereka, sudah tidak mampu lagi melawan sikap keras kepala dan kekufuran mereka itu. Ada yang pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan benci dan jemu tanpa dapat berbuat sesuatu.
Penggabungan kabilah-kabilah itu memperkuat kedudukan Tulaihah dan Musailimah juga memperkuat semangat pembangkangan di Yaman. Oleh karena itu, Abu Bakr tetap pada pendiriannya semula untuk memerangi mereka sampai tuntas. Sekiranya kabilah-kabilah itu mau menggunakan akal sehat dan berpikir logis, niscaya kemauan Tulaihah dan yang semacamnya akan runtuh dan seluruh Semenanjung akan berada di bawah naungan Islam dan dalam suasana yang aman.
Orang tak akan mendapatkan alasan lain melihat sikap keras kepala dan ulah mereka berbalik dari Islam selain karena fanatik kesukuan dan mau tetap bertahan dengan status baduinya dan kekuasaannya sendiri, seperti sudah disebutkan di atas, di samping sikap mereka memang sudah sangat berlebihan, sehingga tak ada jalan lain untuk mengendalikannya kecuali dengan kekerasan. Kalau mereka sudah dipukul mundur tatkala hendak menyerang Medinah, atau kemudian dikosongkan dari tempat-tempat mereka itu, sudah menjadi watak orang-orang badui berupaya hendak membalas dendam. Dan untuk melaksanakan balas dendamnya itu mereka bergabung kepada Banu Asad dan kepada Tulaihah. Barangkali dengan bantuan mereka coreng di keningnya yang sangat hina akan terangkat. Tetapi semua itu tak dapat mengembalikan harga diri mereka.
Abu Bakr sendiri samasekali sudah tidak punya sifat kesukuan semacam itu dan jauh dari segala yang ada hubungannya dengan itu. Dengan sepenuh hati dan pikiran serta kemauan yang keras ia hanya ingin melaksanakan langkah yang sudah digariskan oleh Rasulullah. Itulah kebijaksanaan politiknya yang sudah diumumkannya ketika ia dibaiat, dan yang terus dipertahankan hingga akhir hayat menemui Tuhannya.
Please direct any suggestion to Media Team