Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

VI. PERSIAPAN PERANG RIDDAH1 (1/2)

Membagi brigade untuk memerangi kaum murtad - 91; Abu Bakr di Medinah, markas komando tertinggi - 92; Memilih komandan brigade dari kalangan Muhajirin - 93; Abu Bakr tak dapat diragukan - 93; Brigade Khalid bin Walid - 94; Khalid bin Walid panglima genius dan Pedang Allah - 94; Gerakan damai sebelum Perang Riddah - 96; Surat Abu Bakr kepada kaum murtad - 96; Kesungguhan Abu Bakr dalam gerakan damainya - 97; Politik Abu Bakr: sebuah analisis tentang keteguhan hatinya - 98; Perang Riddah sangat menentukan hidupnya Islam - 99.

Kabilah-kabilah Abs, Zubyan, Banu Bakr dan semua yang bersekutu dengan mereka oleh Abu Bakr dihancurkan dan dikeluarkan dari Abraq. Mereka sekarang bergabung kepada 'Fulaihah bin Khuwailid al-Asadi di Buzakhah. Abu Bakr sudah mengumumkan bahwa Allah sudah menganugerahkan negeri-negeri itu dan tidak akan dikembalikan kepada pemiliknya. Abraq ditempati oleh pasukan berkuda Muslimin, dan negeri-negeri Rabazah yang lain dibiarkan untuk tempat gembala dan sebagai sedekah kepada orang-orang beriman. Abu Bakr kembali ke Medinah sambil berpikir-pikir mencari jalan hendak membasmi mereka yang murtad dari Islam itu sampai tuntas. Ia tidak akan membiarkan mereka di segenap Semenanjung itu membangkang kepadanya dan kepada agama Allah. Ia tidak akan berdamai atau berkompromi dengan mereka sebelum mereka kembali kepada Allah dan menjadi Muslim kembali.

Membagi brigade untuk memerangi kaum murtad

Abu Bakr tinggal di Medinah sampai benar-benar ia merasa yakin bahwa pasukan Usamah sudah berkumpul semua, kemudian bersama mereka ia berangkat ke Zul-Qassah. Pasukan itu dibaginya menjadi sebelas brigade dengan masing-masing di bawah pimpinan satu orang. Kemudian ia mengeluarkan perintah kepada mereka masing-masing agar memobilisasi Muslimin yang kuat-kuat dan dipersiapkan untuk berangkat menghadapi kaum murtad.2

Untuk melindungi kota Medinah Abu Bakr memperkuatnya dengan brigade yang lebih kecil. Soalnya ketika itu Medinah sudah aman dari kemungkinan adanya serangan dari luar. Kata yang makmur membuat penduduk hidup lebih tenteram. Bagaimana mungkin kabilah itu akan dapat menyerang Medinah sementara serangan kota itu diarahkan ke segenap penjuru. Berita kemenangan pasukannya sudah terdengar ke mana-mana di samping kekuatan dan keberaniannya, yang selama sangat didambakan oleh para pemberontak.

Abu Bakr di Medinah, markas komando tertinggi

Sejak itu Abu Bakr tidak lagi menginggalkan Medinah. Bukan karena tidak ingin bersama-sama dengan Muslimin dalam segala perjuangan itu, tetapi karena Medinah sudah menjadi markas komando tertinggi seluruh pasukan, dan sumber semua pengiriman perintah untuk bergerak dari tempat ke tempat yang lain. Abu Bakr mengeluarkan perintah kepada semua komandan pasukan agar jangan ada yang pindah dari perang berkelompok yang sudah dimenangkan untuk bergerak ke tempat lain sebelum mendapat izin. Dia yakin sekali bahwa kesatuan komando dalam perang merupakan salah satu taktik yang paling kuat dan tepat, dan jaminan untuk mencapai kemenangan.

Memilih komandan brigade dari kalangan Muhajirin

Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa Abu Bakr telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada kaum Muhajirin, tanpa ada seorang pun dari Ansar. Tetapi ia melakukan itu sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Medinah (Ansar) tetap sebagai kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih mengetahui keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu melebihi siapa pun. Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak diikutsertakan karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka dulu di Saqifah Banu Sa'idah, samasekali tak beralasan. Brigade-brigade itu dibentuk hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin, sehingga kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum murtad juga tidak beralasan. Andaikata penafsiran semacam itu terhadap Ansar dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan terhadap sahabat besar lainnya seperti Ali, Talhah dan Zubair, yang juga tinggal di Medinah, seperti juga Umar bin Khattab, untuk memberikan pendapat dan saran kepada Abu Bakr, sehingga segala perencanaan dan strategi yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah kuat.

Abu Bakr tak dapat diragukan

Apa yang dikhawatirkan Abu Bakr dan membuatnya lebih berhati-hati? Ia menduduki jabatan Khalifah itu bukan atas keinginannya sendiri, tetapi karena kalangan terkemuka di Medinah berpendapat dialah yang paling tepat untuk itu. Sejak pertama ia memegang jabatan itu ia sudah menyatakan perkiraannya mengenai beban yang dihadapinya bahwa penerimaannya itu adalah suatu pengorbanan di jalan Allah. Begitu selesai dibaiat ia berpidato yang antara lain katanya: "Saya diserahi jabatan ini, tetapi saya menerimanya karena terpaksa. Demi Allah, saya sangat mengharapkan sekiranya ada yang lain saja." Pada kesempatan lain ia pernah berpidato, setelah mengucapkan hamdalah: "Manusia yang paling malang di dunia dan di akhirat ialah raja-raja." Melihat orang banyak menengadah dan terkejut ia berkata:

"Kenapa Saudara-saudara, kalian adalah orang-orang yang cepat membuat kecaman, cepat membuat kritik. Ada raja yang bila sudah menjadi raja oleh Allah ditarik apa yang ada di tangannya itu, dan mengingini apa yang ada di tangan orang lain... tak ubahnya seperti fatamorgana, dari luar tampak gembira, batinnya menderita."

Rumah Abu Bakr ketika itu di Sunh, tempat istrinya, Habibah bint Kharijah, sebuah rumah desa di pedalaman yang kecil. Setelah ia dibaiat sebagai Khalifah sedikit pun tidak mengalami perubahan, juga rumahnya yang di Medinah. Bahkan selama enam bulan ia berjalan kaki dari Sunh ke Medinah. Adakalanya ia naik kuda miliknya. Ia seorang pedagang pakaian. Setelah dilihatnya beban negara akan lebih berat untuk dirangkap dengan perdagangan, ia berkata: "Tugas ini tak sesuai dengan urusan dagang! Untuk tugas ini dan mengurus umat seharusnya ditekuni secara khusus, dan untuk keluargaku dapat disediakan yang seperlunya." Urusan dagangnya itu lalu ditinggalkannya dan ia hanya menerima gaji dari perbendaharaan Muslimin (baitulmal) yang sekadar cukup untuk keperluannya dan keperluan keluarganya.

Menjelang saat kematiannya ia berkata: "Kembalikanlah harta Muslimin yang masih ada pada kami. Jangan ada yang tertinggal pada saya. Tanah saya di tempat anu untuk Muslimin, yang saya peroleh dari harta mereka."

Umar bin Khattab yang menguasai tanah itu setelah ia menjadi Khalifah berkata: "Abu Bakr meninggalkan beban buat orang yang sesudahnya."

Begitu berhati-hati dia sebagai manusia! Betapa pula berhati-hatinya ketika ia membentuk sebelas brigade, ketika kedudukannya sudah begitu kuat di kalangan Muslimin. Bahkan di kalangan orang Arab semuanya, dengan segala keteguhan hati, pandangannya yang tepat serta iman yang sungguh-sungguh, di samping kesediaannya suka berkorban. Semua itu adalah sebagian dari sifat-sifat Abu Bakr dalam segala kegiatan hidupnya. Kemudian kekuatan dan kebersihan pribadinya pada saat-saat semacam itu, pada saat kepala sudah mulai beruban setelah usianya di atas enam puluh tahun dan menjabat sebagai pengganti Rasulullah. Karena itu tak ada orang yang masih meragukan segala niat baiknya, tak ada orang yang akan merasa ragu dalam melaksanakan perintahnya.

Brigade Khalid bin Walid

Brigade Khalid bin Walid adalah yang terkuat dari antara sebelas brigade yang dibentuknya. Anggotanya terdiri atas para pejuang pilihan dari Muhajirin dan Ansar. Dan barangkali Khalid sendiri yang memilih mereka. Nanti akan kita lihat bahwa dalam Perang Riddah mereka telah benar-benar berjuang mati-matian. Kemudian dalam menghadapi Irak dan Syam perjuangan mereka juga tiada taranya, tiada celanya.

Khalid bin Walid panglima genius dan Pedang Allah

Tidak heran jika demikian keadaan brigade yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Allah telah memberi karunia berupa bakat kepadanya, seperti yang diberikan kepada Iskandar Agung, Jengis Khan, Julius Caesar, Hanibal dan Napoleon. Ia seorang pahlawan lapangan yang berani dan nekat, penilaiannya cepat dan tepat, tak pernah mundur menghadapi bahaya, pandai mengelak dan menyerang dalam perang. Sudah banyak orang yang menyaksikan kejelian dan kehebatannya di medan perang. Rasulullah pernah memberikan gelar Saifullah - "Pedang Allah" kepadanya tatkala ia mernimpin pasukan di Mu'tah setelah terbunuhnya Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Dalam menghadapi pasukan Rumawi ia pandai mengelak dan menyerang, kemudian ia berbalik dan dapat melepaskan diri dengan selamat. Meskipun tidak membawa kemenangan, tetapi juga tidak dalam kekalahan yang memalukan. Khalid Saifullah selalu berada dalam medan pertempuran sampai akhir hayatnya.

Sebelum menganut Islam Khalid adalah seorang pahlawan Kuraisy yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam Perang Badr, Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik. Ia mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar, cenderung pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan. Kalau tidak karena punya penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan dirinya sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam rnenunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian kembali ke Medinah, di hadapan orang-orang Kuraisy Khalid berkata: "Bagi orang berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan tukang sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman Allah seru sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani akan mengikutinya."

Pernah terjadi diskusi dia dengan Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya. Dalam pertemuan itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid sudah masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: Benarkah demikian? Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam dan bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu katanya: "Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan itu benar, sebelum Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai." Tetapi sebagai orang yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras: "Demi Allah, orang suka atau tidak, sungguh dia benar."

Khalid lalu pergi ke Medinah. Ia segera mendapat tempat di hati Muslimin sebagai seorang panglima perang. Ketika terjadi perang Mu'tah, dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu. Di tangannya Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai dunia saat itu. Tidak heran jika Abu Bakr menempatkannya untuk memimpin brigadenya yang paling tangguh. Tidak pula heran jika juga Khalid yang harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya, seperti yang akan kita uraikan nanti lebih lanjut.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team