Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

VI. PERSIAPAN PERANG RIDDAH1 (2/2)

Gerakan damai sebelum Perang Riddah

Adakah Abu Bakr memberangkatkan kesebelas brigade itu ke medan perang begitu persiapannya selesai? Adakah pcmberangkatan itu dilakukan sekaligus? Itulah yang disebutkan oleh beberapa sumber meski kenyataan menunjukkan yang sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga, sebelum pemberangkatan pertama, sudah lebih dulu dipersiapkan suatu gerakan damai dengan sebaik-baiknya. Ke seluruh Semenanjung itu terlebih dulu disiarkan surat pengumuman yang ditujukan kepada siapa saja yang mengetahui isi surat itu, yang awam atau yang khas, yang tetap dalam Islam atau yang murtad. Surat itu dimulai dengan ucapan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah. Kemudian menyebutkan bahwa risalah Muhammad itu benar datang dari Yang Mahakuasa sebagai berita baik dan peringatan. Kemudian menyebutkan bahwa Rasulullah telah wafat setelah selesai menyampaikan apa yang diperintahkan Allah kepada umat manusia, dan Allah sudah menjelaskan itu kepada umat Islam dengan firman-Nya:

"Sungguh, engkau akan mati, dan mereka pun akan mati." (Qur'an, 39. 30).

"Kami tidak menjadikan manusia sebelummu hidup kekal; kalaupun kau mati, adakah mereka akan hidup kekal?" (Qur'an, 21. 34).

"Muhammad hanyalah seorang rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh, kamu akan berbalik belakang (menjadi murtad)? Barang siapa berbalik belakang, samasekali takkan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an, 3. 144).

Surat Abu Bakr kepada kaum murtad

Maksud Abu Bakr menyebutkan ayat-ayat itu untuk menangkis pangkal fitnah dan kekacauan karena mereka mengatakan: Kalau Muhammad benar seorang rasul, tentu ia tidak akan mati. Kemudian setelah mengingatkan supaya orang tetap bertakwa kepada Allah dan bertahan dengan agama-Nya, ia berkata: "Kepada saya diberitahukan adanya orang-orang yang telah meninggalkan agamanya setelah berikrar dalam Islam dan menjalankan segala syariatnya, berbalik tidak lagi mengindahkan Allah subhanahu wa ta'ala dan perintah-Nya, tetapi sebaliknya telah mengikuti kehendak setan... Saya sudah mengeluarkan perintah kepada polan memimpin pasukan bersenjata yang terdiri atas kaum Muhajirin, Ansar dan para pengikut yang baik, kepadamu sekalian, dan saya perintahkan untuk tidak memerangi dan membunuh siapa pun sebelum diajak mematuhi ajaran Allah. Barang siapa memenuhi ajakan itu. mengakui dan meninggalkan kesesatan, lalu kembali mengerjakan pekerjaan yang baik, harus diterima dan dibantu. Tetapi barang siapa tetap membangkang, maka harus diperangi dan jangan ada yang ditinggalkan. Mereka harus dihujani dan dibakar dengan api, dibunuh; perempuan dan anak-anak ditawan, dan siapa pun janganlah diterima kecuali ke dalam Islam. Barang siapa setuju, itulah yang baik untuk dirinya dan barang siapa mengelak Allah tidak akan lemah karenanya. Aku sudah memerintahkan utusanku untuk membacakan surat ini kepada setiap kelompok dari kamu sekalian. Dan ajakan itu ialah dengan azan." Ketika itu bila Muslimin menyerukan azan dan orang menyambut azan itu, mereka dibiarkan, dan kalau tidak menyerukan ditanya apa sebabnya. Kalau menolak cepat-cepat ditindak.

Abu Bakr menyiarkan seruannya itu di segenap penjuru Semenanjung. Dengan itu tujuannya supaya mereka yang masih ragu, mendapat kesempatan berpikir. Ternyata banyak orang yang mengikuti penganjur-penganjur golongan murtad itu karena mereka takut akibatnya bila tetap bertahan dalam Islam. Jika melihat dirinya berada di antara dua kekuatan, mereka lebih cenderung kepada Islam, atau setidak-tidaknya diam tidak membela pemimpin-pemimpin kaum murtad itu. Mereka sudah tidak berdaya, dan tidak sedikit dari mereka yang tidak mengadakan perlawanan. Pengaruh rencana Abu Bakr dengan gerakan damainya itu hasilnya akan kita lihat jelas sekali.

Kesungguhan Abu Bakr dalam gerakan damainya

Dengan gerakan damainya itu Abu Bakr tidak bermaksud hendak mencoba-coba, kalau berhasil syukur, kalau tidak akan dicari cara lain untuk membuat gerakan damai baru lagi. Samasekali tidak! Tiap kata dan tiap bentuk ancaman dalam suratnya itu memang ditulis dengan sungguh-sungguh. Selesai membuat surat itu segera ia menulis pula kepada para komandan brigade mengenai batas waktu untuk memerangi siapa saja yang berbalik dari Islam. Ia tidak akan memaafkan lagi kaum murtad yang pernah mengancam itu, setelah diberi maaf dan diajak kembali kepada Islam. Kalau mereka bersedia menerima ajakan pasukan Muslimin hentikanlah, kalau tidak, teruskan serangan itu sampai mereka bersedia mengakui. Kemudian beritahukanlah hak dan kewajiban mereka: ambil apa yang menjadi kewajiban mereka, dan berikan apa yang menjadi hak mereka, jangan ditangguhkan. Barang siapa memenuhi ajakan itu, maka kebebasannya tak boleh diganggu dan setelah itu segala persoalannya hanya Allah yang tahu. Tetapi barang siapa tetap menolak seruan Allah boleh dibunuh dan diperangi di mana pun mereka berada, dan tak ada kompromi kecuali Islam. Perangi mereka dengan senjata dan api.

Politik Abu Bakr: sebuah analisis tentang keteguhan hatinya

Dengan dua pucuk surat serta brigade-brigade yang dibentuk oleh Abu Bakr itu persiapan memerangi kaum murtad selesai sudah. Semua ini kita lihat sebagai gambaran yang lengkap tentang ketegasan politik yang diterapkan oleh Abu Bakr dalam pemerintahannya. Sebagian orang menganggap semua ini aneh sekali, mengingat Abu Bakr yang terkenal dengan perangainya yang sangat halus, lemah lembut dan biasanya banyak mengalah demi kebaikan bersama.

Tetapi sebenarnya bukan hal yang mengherankan. Dengan imannya yang kuat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Abu Bakr tak pernah mengenal arti ragu. Orang yang berwatak lembut memang tidak menyukai kekerasan dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi bila sudah berhubungan dengan soal yang sudah menjadi keyakinannya, ia tidak lagi mengukur kekerasan dan kekuatan itu dengan kekerasannya dan kekuatannya sendiri. Pada setiap pribadi manusia sifat-sifat itu seolah sudah tersusun dengan ukuran yang hampir berimbang antara kekerasan dengan kelembutan. Kemudian dalam mengukur waktu dan kesempatan, harus dengan kekerasan atau harus dengan kelembutan, terdapat peringkat yang berbeda-beda. Ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh kekerasan, sehingga kita mengira ia tidak akan pernah mengendur. Kebalikannya, ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh sifat lemah lembut, dan kita mengira ia tidak akan pernah menggunakan kekerasan. Tetapi dalam kenyataan, orang yang kita lihat sering dikuasai oleh kekerasan kadang jadi lemah lembut sedemikian rupa, sehingga pada orang lain yang biasa begitu halus dan lembut pun tidak kita jumpai. Orang yang lebih sering begitu halus perasaannya, sampai ia merasa pilu dan menangisi penderitaan orang lain, kadang menjadi orang yang sangat tegar dan keras tak mengenal ampun, sehingga tak akan kita jumpai pada orang yang berwatak keras sekalipun.

Adakah orang yang akan mengira bahwa Abu Bakr akan bersikap demikian tegas menentang sahabat-sahabat besar lainnya, yang Muhajirin dan yang Ansar, ketika hendak mengirim pasukan Usamah? Atau akan bersikap begitu keras menghadapi mereka yang enggan menunaikan zakat tanpa pedulikan pasukannya yang sedang tidak di kota Medinah? Kita nanti akan melihat sikap serupa ini, yang akan membuat kita heran dan kagum karena wataknya yang begitu keras dan tegar, watak yang biasa selalu halus dan lembut hati itu.

Baru saja kita bicara tentang Abu Bakr yang sangat kuat imannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Buat dia, kebenaran itu hanya iman, tak ada kebenaran yang lain, tiada diselubungi kebatilan dari depan atau dari belakangnya. Semuanya benar, telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya yang telah diwahyukan kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Nya itu. Kalau orang masih boleh tawar-menawar satu dengan yang lain dalam masalah dunia, maka tak ada tawar-menawar mengenai kebenaran yang berhubungan dengan Allah Mahaagung, dan siapa pun tak akan mampu mempersoalkan-Nya selain menerima dan tunduk kepada-Nya. Jika ada orang bermaksud hendak melawan kebenaran-Nya tak ada cara lain buat Abu Bakr selain harus memeranginya sampai ia kembali kepada kebenaran itu. Abu Bakr akan tetap memeranginya, walau hanya seorang diri, walau di kota sudah tak ada orang lain lagi. Demikianlah halnya dalam menghadapi mereka yang menolak menunaikan zakat, apalagi yang sampai murtad atau bermaksud hendak beriman kepada seorang rasul selain Muhammad Rasulullah.

Perang Riddah sangat menentukan hidupnya Islam

Selesai mengadakan persiapan untuk menghadapi kaum murtad itu, kini tiba waktunya buat Abu Bakr untuk melancarkan perang yang sangat menentukan dalam sejarah Islam. Memang tak dapat diragukan lagi, memang itu perang yang sangat menentukan. Jika perang itu tidak dimenangkan oleh Muslimin, pasti akan merupakan ancaman kembalinya orang-orang Arab ke dalam kehidupan jahiliah yang pertama. Tetapi Allah subhanahu wa ta'ala menghendaki agama-Nya mengalahkan semua agama, dan Abu Bakr menjadi bukti yang dapat diuji apa yang sudah dikehendaki dan ditentukan itu. Oleh karena itu, orang tidak mengenal dan tidak akan pernah mengenal sejarah Islam dan berbagai perang Riddah seperti yang dihadapi oleh Abu Bakr, dan dapat diatasi dengan kekuatan imannya. Kemudian, itulah awal tersebarnya Islam di Timur dan di Barat.

Catatan kaki:

  1. Kata murtadd dari kata dasar riddah yang tidak hanya berarti "berbalik menjadi kaflr" atau menolak membayar zakat dan melaksanakan salat, tetapi juga mengandung konotasi mengadakan perlawanan (A).
  2. Abu Bakr membagi brigade-brigade itu sehingga jumlah dan pimpinan masing-masing berimbang dengan kekuatan kabilah yang akan dihadapi serta berapa jauh kegigihan kabilah-kabilah itu dalam melakukan kemurtadan. Karenanya ia menempatkan Khalid bin Walid memimpin brigade pertama untuk menggempur Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad. Selesai dari sana ia harus berangkat menghadapi Malik bin Nuwairah, pemimpin Banu Tamim di Butah. Banu Asad dan Banu Tamim ini kabilah-kabilah murtad yang terdekat ke Medinah. Wajar sekali bila Muslimin harus memulai dari mereka untuk memperlihatkan kehancuran mereka di mata kekuatan-kekuatan yang lain. Khalid adalah komandan yang paling pantas untuk memperoleh kemenangan.
    Ikrimah bin Abi Jahl oleh Abu Bakr ditempatkan sebagai komandan brigade kedua untuk menghadapi Musailimah dari Banu Hanifah di Yamamah, dan Syurahbil bin Hasanah pada brigade ketiga dengan perintah untuk membantu Ikrimah dalam menghadapi Musailimah. Setelah tugas itu selesai Syurahbil diperintahkan menyusul Amr bin As sebagai bala bantuan dalam menghadapi Quda'ah. Buat Ikrimah dan Syurahbil tampaknya Yamamah cukup alot, yang kemudian datang Khalid bin Walid yang akhirnya dapat menumpas kaum murtad setelah Musailimah terbunuh dalam pertempuran 'Aqriba'.
    Abu Bakr menempatkan Muhajir bin Abi Umayyah al-Makhzumi memimpin brigade keempat untuk menghadapi pasukan Aswad di Yaman, Amr bin Ma'di Karib az-Zubaidi dan Qais bin Maksyuh al-Muradi. Bila tugas ini sudah diselesaikan, mereka harus berangkat ke Kindah dan Hadramaut untuk menghadapi Asy'as bin Qais serta para pemberontaknya. Brigade kelima ditugaskan ke Tihamah Yaman, dipimpin oleh Suwaid bin Muqarrin al-Awsi.
    Brigade keenam dipimpin oleh Ala' bin al-Hadrami untuk menyerbu Hutam bin Dabi'ah sekutu Banu Qais bin Sa'labah yang murtad di Bahrain. Huzaifah bin Mihsan al-Gilfani dari Himyar memimpin brigade ketujuh untuk memerangi Zut-Taj Laqit bin Malik al-Azdi yang mengaku nabi di Oman. Brigade kedelapan dipimpin oleh Arfajah bin Harsamah menuju Mahrah.
    Sudah wajar sekali bila brigade-brigade itu dikerahkan ke selatan mengingat kekuatan ada di bagian ini serta kegigihannya yang bertahan sebagai kaum murtad. Sedangkan Semenanjung bagian utara cukup dihadapi oleh tiga brigade, salah satunya dipimpin oleh Amr bin As untuk menghadapi Quda'ah, yang kedua s}ipimpin oleh Mi'an bin Hajiz as-Sulami untuk menghadapi Banu Sulaim dan sekutu-sekutunya di Hawazin, dan yang ketiga dipimpin oleh Khalid bin Sa'id bin As untuk membebaskan dataran Syam.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team