|
VI. PERSIAPAN PERANG RIDDAH1
(2/2)
Gerakan damai sebelum Perang Riddah
Adakah Abu Bakr memberangkatkan kesebelas brigade itu ke
medan perang begitu persiapannya selesai? Adakah
pcmberangkatan itu dilakukan sekaligus? Itulah yang
disebutkan oleh beberapa sumber meski kenyataan menunjukkan
yang sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga, sebelum
pemberangkatan pertama, sudah lebih dulu dipersiapkan suatu
gerakan damai dengan sebaik-baiknya. Ke seluruh Semenanjung
itu terlebih dulu disiarkan surat pengumuman yang ditujukan
kepada siapa saja yang mengetahui isi surat itu, yang awam
atau yang khas, yang tetap dalam Islam atau yang murtad.
Surat itu dimulai dengan ucapan hamdalah dan puji-pujian
kepada Allah. Kemudian menyebutkan bahwa risalah Muhammad
itu benar datang dari Yang Mahakuasa sebagai berita baik dan
peringatan. Kemudian menyebutkan bahwa Rasulullah telah
wafat setelah selesai menyampaikan apa yang diperintahkan
Allah kepada umat manusia, dan Allah sudah menjelaskan itu
kepada umat Islam dengan firman-Nya:
"Sungguh, engkau akan mati, dan mereka pun akan
mati." (Qur'an, 39. 30).
"Kami tidak menjadikan manusia sebelummu hidup kekal;
kalaupun kau mati, adakah mereka akan hidup kekal?"
(Qur'an, 21. 34).
"Muhammad hanyalah seorang rasul; sebelumnya pun telah
berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh, kamu
akan berbalik belakang (menjadi murtad)? Barang siapa
berbalik belakang, samasekali takkan merugikan Allah tetapi
Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang
bersyukur." (Qur'an, 3. 144).
Surat Abu Bakr kepada kaum
murtad
Maksud Abu Bakr menyebutkan ayat-ayat itu untuk menangkis
pangkal fitnah dan kekacauan karena mereka mengatakan: Kalau
Muhammad benar seorang rasul, tentu ia tidak akan mati.
Kemudian setelah mengingatkan supaya orang tetap bertakwa
kepada Allah dan bertahan dengan agama-Nya, ia berkata:
"Kepada saya diberitahukan adanya orang-orang yang telah
meninggalkan agamanya setelah berikrar dalam Islam dan
menjalankan segala syariatnya, berbalik tidak lagi
mengindahkan Allah subhanahu wa ta'ala dan perintah-Nya,
tetapi sebaliknya telah mengikuti kehendak setan... Saya
sudah mengeluarkan perintah kepada polan memimpin pasukan
bersenjata yang terdiri atas kaum Muhajirin, Ansar dan para
pengikut yang baik, kepadamu sekalian, dan saya perintahkan
untuk tidak memerangi dan membunuh siapa pun sebelum diajak
mematuhi ajaran Allah. Barang siapa memenuhi ajakan itu.
mengakui dan meninggalkan kesesatan, lalu kembali
mengerjakan pekerjaan yang baik, harus diterima dan dibantu.
Tetapi barang siapa tetap membangkang, maka harus diperangi
dan jangan ada yang ditinggalkan. Mereka harus dihujani dan
dibakar dengan api, dibunuh; perempuan dan anak-anak
ditawan, dan siapa pun janganlah diterima kecuali ke dalam
Islam. Barang siapa setuju, itulah yang baik untuk dirinya
dan barang siapa mengelak Allah tidak akan lemah karenanya.
Aku sudah memerintahkan utusanku untuk membacakan surat ini
kepada setiap kelompok dari kamu sekalian. Dan ajakan itu
ialah dengan azan." Ketika itu bila Muslimin menyerukan azan
dan orang menyambut azan itu, mereka dibiarkan, dan kalau
tidak menyerukan ditanya apa sebabnya. Kalau menolak
cepat-cepat ditindak.
Abu Bakr menyiarkan seruannya itu di segenap penjuru
Semenanjung. Dengan itu tujuannya supaya mereka yang masih
ragu, mendapat kesempatan berpikir. Ternyata banyak orang
yang mengikuti penganjur-penganjur golongan murtad itu
karena mereka takut akibatnya bila tetap bertahan dalam
Islam. Jika melihat dirinya berada di antara dua kekuatan,
mereka lebih cenderung kepada Islam, atau setidak-tidaknya
diam tidak membela pemimpin-pemimpin kaum murtad itu. Mereka
sudah tidak berdaya, dan tidak sedikit dari mereka yang
tidak mengadakan perlawanan. Pengaruh rencana Abu Bakr
dengan gerakan damainya itu hasilnya akan kita lihat jelas
sekali.
Kesungguhan Abu Bakr dalam gerakan
damainya
Dengan gerakan damainya itu Abu Bakr tidak bermaksud
hendak mencoba-coba, kalau berhasil syukur, kalau tidak akan
dicari cara lain untuk membuat gerakan damai baru lagi.
Samasekali tidak! Tiap kata dan tiap bentuk ancaman dalam
suratnya itu memang ditulis dengan sungguh-sungguh. Selesai
membuat surat itu segera ia menulis pula kepada para
komandan brigade mengenai batas waktu untuk memerangi siapa
saja yang berbalik dari Islam. Ia tidak akan memaafkan lagi
kaum murtad yang pernah mengancam itu, setelah diberi maaf
dan diajak kembali kepada Islam. Kalau mereka bersedia
menerima ajakan pasukan Muslimin hentikanlah, kalau tidak,
teruskan serangan itu sampai mereka bersedia mengakui.
Kemudian beritahukanlah hak dan kewajiban mereka: ambil apa
yang menjadi kewajiban mereka, dan berikan apa yang menjadi
hak mereka, jangan ditangguhkan. Barang siapa memenuhi
ajakan itu, maka kebebasannya tak boleh diganggu dan setelah
itu segala persoalannya hanya Allah yang tahu. Tetapi barang
siapa tetap menolak seruan Allah boleh dibunuh dan diperangi
di mana pun mereka berada, dan tak ada kompromi kecuali
Islam. Perangi mereka dengan senjata dan api.
Politik Abu Bakr: sebuah analisis tentang
keteguhan hatinya
Dengan dua pucuk surat serta brigade-brigade yang
dibentuk oleh Abu Bakr itu persiapan memerangi kaum murtad
selesai sudah. Semua ini kita lihat sebagai gambaran yang
lengkap tentang ketegasan politik yang diterapkan oleh Abu
Bakr dalam pemerintahannya. Sebagian orang menganggap semua
ini aneh sekali, mengingat Abu Bakr yang terkenal dengan
perangainya yang sangat halus, lemah lembut dan biasanya
banyak mengalah demi kebaikan bersama.
Tetapi sebenarnya bukan hal yang mengherankan. Dengan
imannya yang kuat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Abu Bakr
tak pernah mengenal arti ragu. Orang yang berwatak lembut
memang tidak menyukai kekerasan dengan sesama manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi bila sudah berhubungan dengan
soal yang sudah menjadi keyakinannya, ia tidak lagi mengukur
kekerasan dan kekuatan itu dengan kekerasannya dan
kekuatannya sendiri. Pada setiap pribadi manusia sifat-sifat
itu seolah sudah tersusun dengan ukuran yang hampir
berimbang antara kekerasan dengan kelembutan. Kemudian dalam
mengukur waktu dan kesempatan, harus dengan kekerasan atau
harus dengan kelembutan, terdapat peringkat yang
berbeda-beda. Ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh
kekerasan, sehingga kita mengira ia tidak akan pernah
mengendur. Kebalikannya, ada yang wataknya lebih sering
dikuasai oleh sifat lemah lembut, dan kita mengira ia tidak
akan pernah menggunakan kekerasan. Tetapi dalam kenyataan,
orang yang kita lihat sering dikuasai oleh kekerasan kadang
jadi lemah lembut sedemikian rupa, sehingga pada orang lain
yang biasa begitu halus dan lembut pun tidak kita jumpai.
Orang yang lebih sering begitu halus perasaannya, sampai ia
merasa pilu dan menangisi penderitaan orang lain, kadang
menjadi orang yang sangat tegar dan keras tak mengenal
ampun, sehingga tak akan kita jumpai pada orang yang
berwatak keras sekalipun.
Adakah orang yang akan mengira bahwa Abu Bakr akan
bersikap demikian tegas menentang sahabat-sahabat besar
lainnya, yang Muhajirin dan yang Ansar, ketika hendak
mengirim pasukan Usamah? Atau akan bersikap begitu keras
menghadapi mereka yang enggan menunaikan zakat tanpa
pedulikan pasukannya yang sedang tidak di kota Medinah? Kita
nanti akan melihat sikap serupa ini, yang akan membuat kita
heran dan kagum karena wataknya yang begitu keras dan tegar,
watak yang biasa selalu halus dan lembut hati itu.
Baru saja kita bicara tentang Abu Bakr yang sangat kuat
imannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Buat dia, kebenaran itu
hanya iman, tak ada kebenaran yang lain, tiada diselubungi
kebatilan dari depan atau dari belakangnya. Semuanya benar,
telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya yang telah
diwahyukan kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Nya itu. Kalau
orang masih boleh tawar-menawar satu dengan yang lain dalam
masalah dunia, maka tak ada tawar-menawar mengenai kebenaran
yang berhubungan dengan Allah Mahaagung, dan siapa pun tak
akan mampu mempersoalkan-Nya selain menerima dan tunduk
kepada-Nya. Jika ada orang bermaksud hendak melawan
kebenaran-Nya tak ada cara lain buat Abu Bakr selain harus
memeranginya sampai ia kembali kepada kebenaran itu. Abu
Bakr akan tetap memeranginya, walau hanya seorang diri,
walau di kota sudah tak ada orang lain lagi. Demikianlah
halnya dalam menghadapi mereka yang menolak menunaikan
zakat, apalagi yang sampai murtad atau bermaksud hendak
beriman kepada seorang rasul selain Muhammad Rasulullah.
Perang Riddah sangat menentukan hidupnya
Islam
Selesai mengadakan persiapan untuk menghadapi kaum murtad
itu, kini tiba waktunya buat Abu Bakr untuk melancarkan
perang yang sangat menentukan dalam sejarah Islam. Memang
tak dapat diragukan lagi, memang itu perang yang sangat
menentukan. Jika perang itu tidak dimenangkan oleh Muslimin,
pasti akan merupakan ancaman kembalinya orang-orang Arab ke
dalam kehidupan jahiliah yang pertama. Tetapi Allah
subhanahu wa ta'ala menghendaki agama-Nya mengalahkan semua
agama, dan Abu Bakr menjadi bukti yang dapat diuji apa yang
sudah dikehendaki dan ditentukan itu. Oleh karena itu, orang
tidak mengenal dan tidak akan pernah mengenal sejarah Islam
dan berbagai perang Riddah seperti yang dihadapi oleh Abu
Bakr, dan dapat diatasi dengan kekuatan imannya. Kemudian,
itulah awal tersebarnya Islam di Timur dan di Barat.
Catatan kaki:
- Kata murtadd dari kata dasar riddah
yang tidak hanya berarti "berbalik menjadi kaflr" atau
menolak membayar zakat dan melaksanakan salat, tetapi
juga mengandung konotasi mengadakan perlawanan (A).
- Abu Bakr membagi brigade-brigade itu sehingga jumlah
dan pimpinan masing-masing berimbang dengan kekuatan
kabilah yang akan dihadapi serta berapa jauh kegigihan
kabilah-kabilah itu dalam melakukan kemurtadan. Karenanya
ia menempatkan Khalid bin Walid memimpin brigade pertama
untuk menggempur Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad.
Selesai dari sana ia harus berangkat menghadapi Malik bin
Nuwairah, pemimpin Banu Tamim di Butah. Banu Asad dan
Banu Tamim ini kabilah-kabilah murtad yang terdekat ke
Medinah. Wajar sekali bila Muslimin harus memulai dari
mereka untuk memperlihatkan kehancuran mereka di mata
kekuatan-kekuatan yang lain. Khalid adalah komandan yang
paling pantas untuk memperoleh kemenangan.
Ikrimah bin Abi Jahl oleh Abu Bakr ditempatkan sebagai
komandan brigade kedua untuk menghadapi Musailimah dari
Banu Hanifah di Yamamah, dan Syurahbil bin Hasanah pada
brigade ketiga dengan perintah untuk membantu Ikrimah
dalam menghadapi Musailimah. Setelah tugas itu selesai
Syurahbil diperintahkan menyusul Amr bin As sebagai bala
bantuan dalam menghadapi Quda'ah. Buat Ikrimah dan
Syurahbil tampaknya Yamamah cukup alot, yang kemudian
datang Khalid bin Walid yang akhirnya dapat menumpas kaum
murtad setelah Musailimah terbunuh dalam pertempuran
'Aqriba'.
Abu Bakr menempatkan Muhajir bin Abi Umayyah al-Makhzumi
memimpin brigade keempat untuk menghadapi pasukan Aswad
di Yaman, Amr bin Ma'di Karib az-Zubaidi dan Qais bin
Maksyuh al-Muradi. Bila tugas ini sudah diselesaikan,
mereka harus berangkat ke Kindah dan Hadramaut untuk
menghadapi Asy'as bin Qais serta para pemberontaknya.
Brigade kelima ditugaskan ke Tihamah Yaman, dipimpin oleh
Suwaid bin Muqarrin al-Awsi.
Brigade keenam dipimpin oleh Ala' bin al-Hadrami untuk
menyerbu Hutam bin Dabi'ah sekutu Banu Qais bin Sa'labah
yang murtad di Bahrain. Huzaifah bin Mihsan al-Gilfani
dari Himyar memimpin brigade ketujuh untuk memerangi
Zut-Taj Laqit bin Malik al-Azdi yang mengaku nabi di
Oman. Brigade kedelapan dipimpin oleh Arfajah bin
Harsamah menuju Mahrah.
Sudah wajar sekali bila brigade-brigade itu dikerahkan ke
selatan mengingat kekuatan ada di bagian ini serta
kegigihannya yang bertahan sebagai kaum murtad. Sedangkan
Semenanjung bagian utara cukup dihadapi oleh tiga
brigade, salah satunya dipimpin oleh Amr bin As untuk
menghadapi Quda'ah, yang kedua s}ipimpin oleh Mi'an bin
Hajiz as-Sulami untuk menghadapi Banu Sulaim dan
sekutu-sekutunya di Hawazin, dan yang ketiga dipimpin
oleh Khalid bin Sa'id bin As untuk membebaskan dataran
Syam.
|