|
||
|
|
Segala ancaman pemberontakan yang kini tersebar di negeri-negeri Arab bukan tidak diketahui oleh Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Bagaimana tidak akan mereka ketahui, bahaya besar yang pernah mereka alami di Saqifah Bani Sa'idah itu seharusnya sudah menjadi pelajaran buat mereka. Adakah segenap perhatian Khalifah Rasulullah itu akan dicurahkan ke soal itu saja, dan meninggalkan politik Rasulullah dalam hal ini? Ataukah akan meneruskan garis Rasulullah dalam mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Rumawi itu, dengan menyerahkan segala kerusuhan di dalam negeri pada perkembangan?
Perintah pertama yang dikeluarkan selesai pelantikan sebagai Khalifah ialah: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah."
Usamah ialah pemimpin pasukan yang diperintahkan oleh Nabi persiapannya dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar untuk menghadapi Rumawi, setelah terjadi bentrokan antara keduanya di Mu'tah dan Tabuk, sebab Nabi alaihissalam selalu khawatir pihak Rumawi akan menyerbu Muslimin sebagai akibat pertentangan antara agama yang baru ini dengan mereka yang beragama Nasrani. Lebih-lebih lagi karena mereka telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Medinah, Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati. Barangkali dengan kejadian di Mu'tah dan Tabuk itu perhatiannya hendak melindungi perbatasan Arab-Rumawi lebih ditingkatkan. Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Kemudian Khalid bin al-Walid menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali ke Medinah meskipun tidak membawa kemenangan. Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran. Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Rumawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab itu dari serangan pasukan Rumawi, yang ketika itu merupakan adikuasa.
Usamah bin Zaid ketika itu masih muda sekali, belum lagi mencapai usia dua puluh tahun. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah. Pemuda ini belum terbiasa dengan beban tanggung jawab yang begitu berat. Muhammad memerintahkan Usamah agar menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, dan menyerang musuh Tuhan dan musuhnya itu pada pagi hari dengan serangan yang gencar serta menghujani mereka dengan api. Hal ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum beritanya sampai lebih dulu kepada musuh. Bila berhasil ia harus segera kembali dengan hasil kemenangannya itu.
Sejak hari pertama penunjukan anak muda seperti Usamah memimpin pasukan dengan kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka itu termasuk ke dalamnya, sudah banyak orang yang menggerutu. Memang benar sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya." Begitu besar kecintaan Nabi kepadanya sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam tahun kedelapan Hijri dan diajaknya ia masuk ke dalam Ka'bah. Memang benar, sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Medinah karena usianya yang masih terlalu muda. Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama. Peristiwa itu lain dan memegang pimpinan militer dengan mengikutkan Abu Bakr, Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya ke dalamnya, lain lagi.
Keluhan mereka itu sampai juga kepada Nabi ketika ia dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat. Nabi meminta istri-istrinya menyiramkan air kepadanya tujuh kirbat untuk menurunkan demam panasnya. Kemudian ia pergi ke mesjid, dan setelah membaca hamdalah dan mendoakan para korban Uhud, katanya:
"Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."
Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah saw. makin berat saya dan yang lain turun ke Medinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya."
Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu, Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali lagi ke Medinah. Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan Ali memandikannya, berikut baju yang dipakainya:
Setelah ada perintah dari Abu Bakr pengiriman Usamah diteruskan selesai pelantikan, kaum Muslimin masih juga menggerutu. Mereka berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang tidak menyenangkan itu. Sebagian melihat adanya perbedaan pendapat yang dulu antara Muhajirin dengan Ansar dalam soal Khalifah, serta berita-berita yang masuk ke Medinah tentang warga Arab di pedalaman, orang-orang Yahudi dan Nasrani dan hasutan mereka setelah Nabi wafat agar menyerang kaum Muslimin dan agamanya.
Mereka berkata, ditujukan kepada Abu Bakr: "Mereka itu pemukapemuka Muslimin dan kaulihat orang-orang Arab pedalaman itu sudah memberontak kepadamu, tidak patut kau memilah-milah jamaah Muslimin." Tetapi Abu Bakr menjawab: "Demi nyawa Abu Bakr, sekiranya serigala akan menerkamku, niscaya akan kuteruskan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Nabi saw. Sekalipun di kota ini sudah tak ada orang lagi, pasti kulaksanakan juga."
Disebutkan juga bahwa setelah Usamah melihat keadaan yang demikian, ia meminta kepada Umar bin Khattab agar memintakan izin kepada Abu Bakr untuk membawa pasukannya itu kembali, supaya dapat membantu Abu Bakr dalam menghadapi kaum musyrik jangan sampai menyergap kaum Muslimin. Orang-orang Ansar berkata kepada Umar: "Kalau harus juga kita meneruskan perjalanan, sampaikan permintaan kami supaya yang memimpin kita ini orang yang lebih tua usianya dari Usamah." Umar menyampaikan pesan Usamah itu kepada Abu Bakr. Tetapi mendengar itu Abu Bakr marah. "Sekiranya yang akan menyergapku itu anjing dan serigala," katanya "aku tidak akan mundur dari keputusan yang sudah diambil oleh Rasulullah saw." Mengenai pesan kaum Ansar yang meminta agar Usamah digantikan oleh orang yang lebih tua usianya, Abu Bakr melompat dari duduknya dan memegang janggut Umar seraya berkata marah: "Celaka kau Umar! Rasulullah saw. yang menempatkan dia aku yang akan mencabutnya?!" Ketika kemudian Umar kembali dan mereka menanyakan hasil pembicaraannya, Umar berkata: "Teruskan! Karena usul kalian itulah Khalifah Rasulullah marah kepadaku."
Peristiwa dengan beberapa sumbernya yang berbeda-beda ini memberikan gambaran kepada kita tentang politik Abu Bakr mula-mula ia memangku jabatan sebagai Khalifah. Politik itu dapat disimpulkan dari kata-katanya tatkala Fatimah putri Rasulullah meminta warisan ayahnya. "Demi Allah, apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan." Dan dia sudah membuat suatu pengumuman ketika ia berkata kepada orang banyak: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah. Jangan seorang pun dari anggota pasukan Usamah yang tinggal di Medinah; harus pergi bergabung ke markasnya di Jurf." Dia berdiri di tengah-tengah mereka berpidato setelah mengirimkan kembali sebagian orang yang menentang itu:
"Saudara-saudara, aku seperti kamu sekalian. Aku tidak tahu, adakah kamu akan menugaskan aku melakukan sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah. Allah telah memilih Muhammad untuk semesta alam dan dibebaskan dari segala cacat. Tetapi aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru. Kalau aku benar, ikutilah aku, dan kalau aku sesat luruskanlah. Rasulullah wafat tiada seorang pun merasa dirugikan dan teraniaya. Padaku juga ada setan yang akan menjerumuskan aku. Kalau yang demikian terjadi, jauhkanlah aku..." Kemudian ia menyuruh orang melakukan segala perbuatan yang baik sebelum ajal datang menjemput, dan supaya mengambil pelajaran dari bapak-bapak dan saudara-saudara, dan janganlah iri hati terhadap yang hidup kecuali seperti terhadap yang sudah mati.
"Aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru; apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan.' Inilah politik Khalifah Pertama itu. Kebijakan yang patut dicontoh dari Abu Bakr melebihi dari siapa pun. Seperti sudah kita lihat, ia mendampingi Rasulullah sejak pertama kali kerasulannya hingga Allah memanggilnya ke sisi-Nya. Keimanannya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya tak pernah goyah. Karena hubungannya secara mental dan rohani dengan Rasulullah, dia mengetahui melebihi apa yang diketahui orang lain, dan hanya Rasulullah yang mengatakan tentang sahabatnya ini dua hari sebelum kematiannya: "Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Sekiranya ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persaudaraan dan persahabatan dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita."
Kita sudah melihat persahabatan dan persaudaraannya serta imannya semasa hidup Nabi, yang semuanya itu tak dapat ditandingi baik oleh Umar, Ali atau siapa pun dari kalangan Muslimin yang paling dekat hubungannya dan pertalian kerabatnya dengan Rasulullah saw. Sudah tentu ia mengikuti Nabi karena keikhlasan hati yang keluar dari keimanan dan kesadarannya. iman yang membuat begitu tenang bahwa apa yang diikutinya dari Rasulullah sudah tidak salah. Kesadarannya itu membuat dia menempuh jalan yang menurut hematnya pasti dulu telah ditempuh oleh Rasulullah.
Setelah Umar kembali ke Jurf, semua orang sudah tahu mengenai pesan Abu Bakr yang dibawanya. Mau tak mau mereka harus tunduk kepada Khalifah. Setelah itu Abu Bakr pun pergi mengunjungi markas pasukan itu. Ketika memberangkatkan dan melepas pasukan itu ia berjalan kaki, sementara Usamah di atas kendaraan, untuk menanamkan kesan kepada mereka tentang kepemimpinan Usamah yang harus diterima dan ditaati. Tetapi agaknya Usamah merasa malu melihat orang tua yang penuh wibawa dan sahabat Rasulullah serta penggantinya memerintah Muslimin itu berjalan kaki di sebelahnya sedang hewan tunggangannya dituntun oleh Abdur-Rahman bin Auf dari belakang.
"Oh Khalifah Rasulullah," kata Usamah. "Tuan harus naik, kalau tidak saya akan turun."
"Demi Allah, jangan turun!" Abu Bakr berkata. "Dan demi Allah aku tidak akan naik. Aku hanya menjejakkan kaki di debu sejenak demi perjuangan di jalan Allah!"
Setelah tiba saatnya akan melepas pasukan itu ia berkata kepada Usamah:
"Kalau kau berpendapat Umar perlu diperbantukan kepadaku silakan."
Usamah mengizinkan Umar meninggalkan pasukan itu dan kembali (ke Medinah) bersama Abu Bakr.
Kiranya apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang masih menggerutu itu setelah menyaksikan peristiwa ini, padahal baru kemarin mereka membaiat Abu Bakr untuk mengurus kaum Muslimin besar kecil. Mereka yang tadinya tunduk terpaksa, setelah tindakan Abu Bakr yang sungguh bijaksana itu tak ada jalan lain harns menerima juga; kalau tidak mereka akan menjadi buah mulut orang dan dituduh mementingkan diri sendiri. Kekhawatiran kita pada penilaian orang terhadap diri kita serta hukumannya yang dijatuhkan kepada kita sering mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan kita, sama dengan berkuasanya kepuasan pribadi kita, meskipun sebab dan motifnya berbeda.
Please direct any suggestion to Media Team