XIV. PEMBEBASAN SYAM (4/4)
Abu Bakr mengirim Khalid ke Irak
Abu Bakr menulis kepada Abu Ubaidah berisi perintah agar
menyerang. Tetapi kemajuan pasukan Muslimin di Syam itu
sangat lamban, dan datangnya bala bantuan itu pun tidak
mengubah kelambanannya, disusul dengan kedatangan Amr bin
al-As. Bahkan Abu Ubaidah menulis laporan kepada Khalifah
mengatakan: "Pasukan Rumawi, penduduk setempat dan
orang-orang yang seagama dengan mereka sudah bergabung untuk
memerangi pasukan Muslimin," dengan meminta pendapatnya.
Ketika itu Abu Bakr sudah merasa kesal juga. Ia berpendapat
dengan Khalid bin Walid ia akan membuat Rumawi melupakan
bisikan setan. Ia menulis surat kepada Khalid di Irak dengan
mengatakan: "Begitu engkau menerima suratku ini,
tinggalkanlah Irak dan wakilkan kepada orang-orang yang
ketika kau datang mereka di sana. Berangkatlah cepat-cepat
dengan teman-temanmu yang punya kemampuan, yang datang ke
Irak dari Yamamah bersamamu dan yang menemanimu dalam
perjalanan. Juga mereka yang datang kepadamu dari Hijaz.
Bila sudah sampai di Syam, temuilah Abu Ubaidah bin
al-Jarrah dan pasukan Muslimin yang lain yang bersama dia.
Kalau engkau sudah bertemu maka pimpinan mereka di tanganmu.
Wassakanu 'alaika."
Khalid marah saat menerima berita itu, dan sebelum
membaca surat Khalifah ia berkata: "Ini perbuatan Umar. Ia
iri hati kepadaku karena Allah memberiku kemenangan untuk
membebaskan Irak." Tetapi setelah membaca surat Khalifah itu
dan melihat bahwa dia diberi kekuasaan atas Abu Ubaidah dan
atas seluruh Syam, ia merasa lega juga dan katanya: "Bahwa
sekarang aku telah diberi kekuasaan, maka sekarang Syam
sebagai pengganti Irak."
Para sejarawan yang melihat peristiwa demikian
berpendapat bahwa Khalid ketika itu berada di Hirah. Ketika
surat Khalifah itu datang ia belum lagi membebaskan Anbar
dan Ain Tamr. Saat sudah bersiap-siap akan berangkat ke
Syam, barulah ia ke sana dan membebaskan kedua kota
tersebut. Dari sana ia meluncur ke Quraqir, dan dari kota
ini kemudian melintasi gurun tandus itu dengan dipandu oleh
Rafi' bin Umairah at-Ta'i hingga mencapai Suwa di Syam.
Dalam pada itu Abu Bakr sudah menulis kepada Abu Ubaidah
me ngatakan: "Amma ba'du. Untuk memerangi pihak Rumawi di
Syam aku sudah mengangkat Khalid bin Walid, maka janganlah
kau melanggar perintahnya dan taatilah dia. Aku
mengangkatnya sebagai atasanmu dengan kesadaran bahwa engkau
memang lebih baik dari dia. Tetapi aku berpendapat dia punya
kecerdasan berperang yang tidak kaumiliki. Semoga Allah
memberi petunjuk kepada kita semua bersama ke jalan yang
benar."
Surat Khalid kepada Abu Ubaidah
Khalid menulis kepada Abu Ubaidah mengatakan:
"Amma ba'du. Dalam saat genting begini aku memohonkan
keamanan dan perlindungan kepada Allah selama di dunia ini,
untuk kita semua. Aku telah menerima surat dari Khalifah
Rasulullah dengan perintah aku harus berangkat ke Syam,
tinggal bersama pasukan mengurus keadaan di sana. Demi
Allah, aku tidak menuntut yang demikian, bukan karena
keinginanku dan tidak pula aku menulis kepadanya untuk hal
itu. Dan engkau - semoga Allah memberi rahmat kepadamu -
tetap seperti keadaanmu sekarang, tak ada orang yang akan
melanggar perintahmu, yang akan menentang pendapatmu dan tak
akan memutuskan suatu perkara tanpa engkau; engkau adalah
salah seorang pemimpin Muslimin, tak seorang pun akan
mengingkari jasamu, dan pendapatmu akan selalu diperlukan.
Semoga Allah menyempurnakan segala nikmat kebaikan-Nya
kepada kita bersama semua. Semoga kita semua dijauhkan dari
segala azab neraka. Wassalamu 'alaika warahmatullah."
Khalid berangkat dari Suwa ke Liwa, dari sana ke Qusam
tempat dia mengadakan perdamaian dengan Banu Masyja'ah.
Selanjutnya ia meluncur ke Guwair dan Zat as-Sanamain sampai
mencapai Gutah dan Damsyik, setelah selama dalam perjalanan
ia menyebarkan rasa takut dan gentar di hati orang, dan
setelah Tadmur tunduk dan mengadakan perdamaian dengan
penduduknya.10
Dari Gutah Khalid menuju Saniyatul Uqab yang menuju ke
arah Damsyik. Dinamai Saniyatul Uqab setelah Khalid
mengadakan serangan, sebab di sana ia mengibarkan al-' Uqab,
bendera Rasulullah. Dan satu mil dari gerbang timur kota
Damsyik ia mengunjungi sebuah biara yang kemudian dikenal
dengan nama "Dair Khalid," yakni "Biara Khalid." Disebutkan
bahwa Abu Ubaidah sempat menyusulnya ke sana. Pengepungan
pertama kota Damsyik dimulai hari itu.
Dari semua sumber itu yang dapat diterima agaknya bahwa
Khalid tidak tinggal di depan kota Damsyik, tetapi sudah
melewatinya sampai ke Qanat Busra tempat detasemen angkatan
bersenjata Muslimin. Mana dari kedua sumber itu yang benar,
yang jelas di kalangan pasukan Muslimin tersiar berita bahwa
Heraklius sudah menyiapkan sebuah pasukan yang amat besar di
Ajnadain untuk menyerang pasukan Muslimin. Pasukan Muslimin
pun berangkat untuk menghadapinya dari Busra, atau
melepaskan pengepungan Damsyik lalu pergi dari sana untuk
memeranginya dari tempat itu.11 Terjadinya
pertempuran pasukan Rumawi dengan pasukan Muslimin di
Ajnadain itu dua puluh empat hari sebelum Abu Bakr
wafat.
Pasukan Muslimin berkumpul semua di
Ajnadain
Memenuhi surat Khalid kepada para komandan pasukan: Yazid
bin Abi Sufyan, Syurahbil bin Hasanah dan Amr bin al-As,
maka pasukan Muslimin berkumpul semua di Ajnadain. Khalid
sekarang mulai memobilisasi pasukan itu: Abu Ubaidah
memimpin infanteri, Mu'az bin Jabal di sayap kanan, Sa 'id
bin Amir bin Hazim al-Jumahi di sayap kiri dan Sa 'id bin
Zaid bin Amr komandan pasukan berkuda. Setelah itu ia
mengerahkan pasukan-pasukan itu sambil berpindah-pindah di
antara semua barisan tanpa menetap di satu tempat.
Pasukan Rumawi mendahului menyerang pasukan Muslimin.
Khalid ketika itu memerintahkan pasukannya supaya menundanya
sampai selesai salat lohor. Tetapi setelah melihat begitu
banyak dari pihak Muslimin yang terbunuh, Sa'id bin Zaid
berseru agar segera mengadakan perlawanan. Ketika itulah
Khalid maju dan memerintahkan pasukan berkudanya menyerbu
bersama dengan dia. Dengan sekaligus semua pasukan Muslimin
bersama-sama menyerbu, sehingga pasukan Rurriawi dan
sekutu-sekutunya itu dapat dihancurkan, dan markasnya dengan
segala isinya dikuasai.
Setelah itu Khalid kembali dengan pasukannya lalu
mengepung kota Damsyik. Dia sendiri kemudian menempati
"Biara Khalid" di samping gerbang timur, dan Abu Ubaidah
menempati gerbang Jabiyah dan Amr bin As gerbang Tuma',
sementara Syurahbil menempati gerbang Faradis dan Yazid
menempati sebuah gerbang kecil yang dikenal dengan nama
Kisan. Pasukan Muslimin terus mengepung kota dan memperketat
pengepungannya. Mereka tak ragu sedikit pun bahwa
gerbang-gerbang itu akan dibuka dan mereka akan menyerahkan
kuncinya kepada pasukan Muslimin.
Pihak Damsyik menulis surat kepada Heraklius meminta bala
bantuan dengan menyebutkan pengepungan pihak Muslimin
terhadap mereka sudah makin ketat. Sementara itu Heraklius
mengirimkan pasukannya tetapi segera disambut oleh Khalid
dan pasukan Muslimin di Marj as-Suffar. Setelah dihancurkan,
Khalid bertolak kembali, dan kota Damsyik pun dikepung
lagi.
Pengepungan kota Damsyik
Pihak Damsyik kini berusaha sedapat mungkin
mempertahankan kotanya. Mereka bertahan di tembok-tembok
sambil menghujani pasukan Muslimin dengan anak panah dari
atas. Mereka sudah sedemikian rupa mempertahankan
gerbang-gerbang itu, namun semuanya tak berhasil menahan
pasukan Muslimin dari pengepungan. Sekali lagi pemuka-pemuka
Damsyik menulis kepada Heraklius mengatakan bahwa bila
mereka tidak ditolong maka tak ada jalan untuk menyelamatkan
diri selain berdamai dengan pihak musuh mereka bersama itu.
Heraklius membalas dengan memberi dorongan dan membangkitkan
semangat mereka seraya menyebutkan bahwa bala bantuan sudah
menyusul di belakang utusan itu. Tetapi begitu lama bala
bantuan tak juga sampai, sehingga tak ada jalan lain mereka
harus menyerah.
Damsyik berdamai dengan pasukan
Muslimin
Pihak Damsyik mengadakan perdamaian dengan pasukan
Muslimin. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Abu Ubaidah
mengadakan perdamaian dengan pihak Damsyik yang di dekat
gerbang Jabiyah. Begitu memasuki kota setelah
penandatanganan ternyata Khalid sudah membuka gerbang timur
dengan paksa. Kedua panglima itu bertemu. Yang seorang
mengatakan bahwa ia mengadakan perdamaian dengan penguasa
kota, dan yang seorang lagi mengatakan ia memasuki kota
dengan kekuatan militer, baru perdamaian diadakan. Sumber
lain menyebutkan bahwa Khalid-lah yang mengadakan perdamaian
dengan pihak Damsyik di dekat gerbang timur, dan Abu Ubaidah
yang masuk dengan paksa dari gerbang Jabiyah. Yang sudah
sama-sama disepakati bahwa persoalan itu selesai dengan
perdamaian oleh kedua pihak.
Juga ada sumber yang menyebutkan bahwa ketika Abu Bakr
wafat dan Umar bin Khattab menggantikannya sebagai Khalifah,
keadaan Damsyik masih dalam pengepungan pasukan Muslimin,
dan bahwa dengan berpulangnya Abu Bakr Umar mengutus orang
kepada Abu Ubaidah mengenai pengangkatannya dan pemecatan
Khalid bin Walid. Abu Ubaidah merahasiakan kepada Khalid
mengenai pemecatannya itu sampai gerbang-gerbang Damsyik
selesai dibuka. Bahkan ada yang mengatakan bahwa pemecatan
itu diberitahukan kepada Khalid namun sikap dan kegiatan
Khalid tidak berubah, dan bahwa Khalid berdamai dengan pihak
Damsyik saat Abu Ubaidah memasukinya dari gerbang Jabiyah
dengan paksa. Ketika dikatakan kepada Abu Ubaidah: Pimpinan
ini bukan di tangan Khalid, bagaimana boleh ia mengadakan
perdamaian, dijawab bahwa pasukan Muslimin yang terbawah
sekalipun boleh membuat perdamaian.
Demikian sumber-sumber Azdi, Balazuri dan Waqidi mengenai
pembebasan Syam yang dapat kita ringkaskan. Kita tak akan
berlama-lama membicarakan perbedaan pendapat itu. Seperti
dapat kita lihat sumber-sumber itu dalam kronologi dan
peristiwanya memang berbeda dengan sumber Tabari. Juga
tentang kepemimpinan militer di tangan Khalid serta
pemecatannya dari jabatan itu berbeda dengan Tabari.
Abu Bakr dan Khalid dalam membebaskan
Irak dan Syam
Tetapi dalam dua masalah pokok mereka tidak berbeda.
Pertama, bahwa Abu Bakr-lah yang memutuskan penyerbuan ke
Syam, seperti keputusannya dulu untuk menyerbu Irak. Dialah
yang membentuk pasukan dan memberangkatkan serta memasok
bala bantuan ke sana, dan kemenangan pasukan Muslimin dalam
menghadapi Rumawi dan Persia pada masanya itu itulah pula
yang menjadi dasar kedaulatan Islam. Kedua, bahwa
Saifullah Khalid bin Walid dialah panglima besar yang
membawa kemenangan dalam membebaskan Syam, juga sebagai
panglima besar yang telah membebaskan Irak. Bahwa Umar telah
memecatnya selaku pimpinan angkatan bersenjata, samasekali
tidak mengurangi kedudukan dan kejeniusannya dalam
berperang. Karena kejeniusan yang sudah diketahui Rasulullah
itulah pula maka ia menamakannya Saifullah, dan Abu
Bakr pun mengakui dengan mengatakan: "Aku tak akan
menyarungkan pedang yang sudah dihunuskan Allah untuk
melawan kaum kafir."
Sulitnya mengecek peristiwa
pembebasan Syam dari segi sejarah
Mengenai perbedaan para sejarawan sehubungan dengan
urutan peristiwa-peristiwa itu pengecekannya memang tidak
mudah. Kita sudah sama-sama melihat sumber Tabari dan yang
sepaham dengan dia bahwa Khalid bin Sa'id ketika
diperintahkan oleh Abu Bakr supaya maju di Syam ia melintasi
batas teritorialnya dan pihak Rumawi serta orang-orang Arab
sekutunya menarik diri tanpa bertempur, dan bahwa Bahan
panglima Rumawi itu mundur bersama pasukannya ke arah
Damsyik, yang kemudian dikejar oleh Khalid sampai mereka
sama-sama berada di Marj Suffar. Ketika itulah Bahan
berbalik lalu mengepungnya dan memotong jalur kembalinya
sehingga satu regu pasukannya terbunuh, termasuk anaknya
sendiri, Sa'id bin Khalid bin Sa'id. Saat itu juga Khalid
lari bersama satuan teman-temannya hingga mencapai
Zul-Marwah di dekat Medinah Sedang pasukan Muslimin yang
lain oleh Ikrimah bin Abi Jahl ditarik mundur sampai ke
perbatasan Syam. Di tempat itulah ia bermarkas sampai
datangnya para panglima dan pasukannya sebagai bala bantuan
dari Abu Bakr. Mereka terus maju ke Yarmuk tanpa menjumpai
pasukan Rumawi. Ketika itu detasemen pasukan Rumawi berada
di seberang tepi Sungai Yarmuk. Selama dua bulan antara
keduanya tak terjadi kontak senjata, yang membuat Khalifah
merasa jemu melihat suasana begitu beku. Pada waktu itulah
Khalid diperbantukan kepada pasukan Muslimin itu. Khalid
tinggal bersama mereka sampai pasukan Heraklius berantakan
dalam kekalahan yang telak. Setelah Khalid memperoleh
kemenangan ini, Mahmiyah bin Zanim datang dari Medinah
sebagai utusan, membawa berita bahwa Abu Bakr telah
berpulang dan bahwa penggantinya sekarang Umar dan dia
memecat Khalid dari kedudukannya sebagai panglima angkatan
bersenjata.
Demikian Tabari dan mereka yang sehaluan dengan dia.
Tetapi berbeda dengan Balazuri dan sebangsanya yang
menyebutkan bahwa perang Yarmuk itu terjadi pada masa Umar,
yang menurut pendapat beberapa orang merupakan peristiwa
terakhir dalam membebaskan Syam. Juga mereka menyebutkan
bahwa Abu Bakr mengangkat Abu Ubaidah sebagai komandan
pasukan Muslimin untuk membebaskan Syam dan dia memberikan
bala bantuan dengan pasukan, termasuk Khalid bin Sa'id di
antaranya.
Dalam pada itu Abu Ubaidah sudah membebaskan Jabiyah
tetapi kemajuannya lamban sekali. Maka ia mendesak dengan
surat kepada Khalifah meminta bala bantuan dengan
menyebutkan mengenai kekuatan pihak Rumawi yang akhirnya Abu
Bakr mengirim Khalid bin Walid dari Irak sebagai panglima
besar atas semua angkatan bersenjata di Syam dan melepaskan
Abu Ubaidah dari jabatan itu. Khalid bin Walid berangkat
sampai dapat bergabung dengan kekuatan pasukan di Qanat
Busra. Dari sana pasukan Muslimin bertemu dengan kekuatan
Rumawi yang besar yang sudah berkumpul di Ajnadain. Mereka
juga dapat dilumpuhkan. Setelah itu pasukan Muslimin
mengepung Damsyik. Sebelum gerbang-gerbang Damsyik dapat
dibuka memakan waktu cukup lama. Ketika gerbang-gerbang itu
kemudian berhasil dibuka datang pula utusan dari Medinah
membawa berita kematian Abu Bakr dan penggantian Umar serta
pemecatan Khalid. Adakah perang Yarmuk itu terjadi pada masa
Abu Bakr seperti yang diceritakan oleh Tabari dan yang
semacamnya, ataukah pada masa Umar seperti sumber Balazuri
dan sebangsanya? Yang memperkuat pendapat Tabari ini
barangkali karena Waqusah yang terletak di Yarmuk dan tempat
terjadinya pertempuran itu berdekatan dengan pedalaman Syam
dan dengan perbatasan Arab serta dengan jalan Wadi Sirhan.
Itulah tempat terdekat dengan detasemen pasukan Muslimin
ketika terjadi pertempuran setelah kedatangannya dari
Medinah menyerang Heraklius dan imperiumnya. Dan yang
memperkuat sumber Balazuri dan yang sependapat dengan dia
itu, apa yang disebut oleh Tabari sendiri bahwa pihak Rumawi
menarik mundur pasukannya sejak perang ke jurusan Damsyik
itu sudah dimulai. Dengan adanya benteng-benteng yang begitu
kuat, di samping kota-kota di sekitarnya yang begitu kukuh,
dan dengan penarikan mundur pasukan mereka itu dimaksudkan
untuk memancing pihak Muslimin ke daerah-daerah yang sudah
mereka perkuat, sehingga dengan demikian pasukan Muslimin
akan terjerumus dan dapat dipukul mundur ke negeri mereka
dengan membawa kekalahan, dan akan membuat mereka jera tidak
lagi datang memerangi Syam.
Sebagaimana keadaan yang sudah kita lihat, akan sulit
sekali kita memastikan, bagaimana urutan yang terjadi dengan
pembebasan Syam itu. Tentang pemecatan Khalid dari pimpinan
militer oleh Umar soalnya tidak sulit. Semua sepakat,
Tabari, Balazuri dan para sejarawan yang lain, bahwa Abu
Bakr mengirim Khalid ke Irak untuk membuat Rumawi lupa akan
bisikan setan, yakni setelah angkatan bersenjata Muslimin
merasa jemu tinggal di sana. Tetapi terdapat masih perbedaan
mengenai kedudukan Khalid terhadap teman-temannya para
panglima yang lain: keberangkatannya itu sebagai komandan
atas semua pasukan, atau terbatas hanya untuk pasukan yang
berangkat ke Irak saja? Jika perbedaan ini sudah terpecahkan
mudah bagi kita untuk memahami mengapa Umar memecat
Khalid.
Tabari dan mereka yang sejalan dengan dia berpendapat
bahwa Khalid pergi ke Syam itu sebagai komandan atas pasukan
yang bertolak dari Irak, dan bahwa dia sebagai komandan
tertinggi atas semua angkatan bersenjata hanya waktu perang
Yarmuk, yaitu ketika diadakan persetujuan dengan
teman-temannya untuk saling bergantian memimpin dengan
teman-temannya itu, dan dia sendiri mendapat giliran hari
pertama. Tetapi Balazuri dan yang sebangsanya menyebutkan
bahwa Abu Bakr mengirimnya sebagai komandan atas semua
angkatan bersenjata Muslimin di Syam, dan alasan yang
memperkuat mereka adanya kedua surat yang dikirimkan oleh
Khalifah kepada Khalid dan kepada Abu Ubaidah yang isinya
sudah mencakup persoalan itu. Kita tidak ragu menerima
sumber Balazuri ini. Tidak biasanya ada pasukan suatu negara
dengan markas yang berdampingan, komando tertingginya atas
semua angkatan bersenjata itu tidak dipegang oleh salah
seorang komandan pasukan itu. Tabari sendiri mencatat bahwa
Abu Bakr memerintahkan kepada para komandan pasukan di Syam
supaya berkumpul dalam satu markas dan menyerang kaum
musyrik itu bersama-sama. Hal ini tak akan terlaksana jika
pimpinannya terpencar-pencar. Perintah demikian sudah
dilakukan oleh Khalifah sebelum ia mengirim Khalid bin Walid
ke Syam.
Jadi sudah tentu komando tertinggi itu dipegang oleh Abu
Ubaidah atau oleh Yazid bin Abi Sufyan atau oleh komandan
yang lain. Yang lebih dapat diterima pimpinan itu memang di
tangan Abu Ubaidah kendati ada yang mengatakan bahwa dia
pernah meminta kepada Abu Bakr agar dibebaskan dari tugas
tersebut. Yang membuat kita tidak sangsi untuk mengambil
keputusan, jelas bahwa Abu Bakr memang mengutus Khalid dari
Irak ke Syam sebagai panglima tertinggi atas semua angkatan
bersenjata Muslimin, sebagaimana diceritakan oleh Balazuri
dan yang semacamnya.
Sekiranya yang menjadi komandan pasukan Muslimin ketika
itu Khalid, begitu menjadi Khalifah tentu Umar bin Khattab
tak akan memecatnya dari kedudukannya sebagai komandan. Yang
jelas dalam buku Tabari dan sejarawan-sejarawan yang lain,
bahwa sekalipun Khalid sudah diturunkan pangkatnya ia tetap
memimpin angkatan bersenjata yang memang sudah dipegangnya.
Yang demikian ini tetap berjalan sampai Umar memecatnya dari
pimpinan di Qinnasrin dan dari tugasnya dari militer. Hal
ini terjadi pada tahun ke-17 Hijri, yakni tahun kelima masa
hkhalifahan Umar. Jadi, yang pertama itu ia dipecat sebagai
komandan tertinggi angkatan bersenjata, sedang pemecatan
sesudah itu, yang sudah berjalan lebih dari empat tahun
kemudian, ia dibebaskan dari semua tugas.
Kedudukan Khalid setelah
pemecatannya
Tanpa merasa ragu rasanya ini yang dapat meyakinkan kita.
Hanya itu yang menjelaskan kebijakan Umar begitu ia memangku
jabatan Khalifah. Andaikata Khalid komandan pasukan yang
hanya dari Irak, tentu tak perlu ia dipecat dengan perintah
dari Khalifah, dan pimpinan atas angkatan bersenjata
Muslimin tentu dikembalikan kepada Abu Ubaidah setelah
perang Yarmuk, menurut versi Tabari, atau sesudah pembebasan
Damsyik menurut versi Balazuri.
Pada hari ketika Umar memecat Khalid dari kedudukannya
sebagai komandan tertinggi angkatan bersenjata sehabis
pertempuran terbesar dalam membebaskan Syam itu, bagi Khalid
merupakan hari yang paling gemilang dalam hidupnya.
Kegemilangannya itu bukanlah karena ia telah dapat
mengalahkan musuh - kemenangan demikian itu merupakan salah
satu dari sekian puluh kemenangannya - tetapi kegemilangan
yang paling besar justru karena ketika itu ia telah dapat
mengalahkan nafsunya. Pemecatan itu sedikit pun tidak
membuat semangatnya demi Allah dan demi agama Allah jadi
kendor, dan tidak pula mengurangi keberaniannya atau
semangatnya terhadap kewajibannya. Ia telah menerima baik
pengangkatan Abu Ubaidah itu dan ia tunduk setia kepadanya,
ia tetap memimpin brigadenya dengan terus menerobos ke dalam
medan pertempuran satu demi satu tanpa ada perubahan sedikit
pun, dan kemenangan selalu berada di pihaknya. Pihak
Muslimin dan Rumawi sama-sama bicara tentang langkah-langkah
jenderal ini, dan seolah dialah komandan pertama dan
kemenangan itu seolah telah menjelma menjadi sosok manusia.
Betapa tidak akan demikian, dia adalah Saifullah yang
tak terkalahkan!
Kisah tentang Georgius dan
keislamannya
Sementara kini kita akan menyudahi perbincangan tentang
Khalid pada masa Abu Bakr ini kita akan membawa sebuah kisah
yang dicatat oleh Tabari dan Ibn Asir. Akan kita ceritakan
ini seperti apa adanya lepas dari soal kelemahannya tanpa
kita lihat akibatnya dan kita tak akan meminta pembaca harus
mempercayainya. Disebutkan bahwa ketika terjadi perang
Yarmuk pagi hari itu Georgius panglima Rumawi ini tampil,
hingga bila kedua pasukan itu sudah saling berhadapan, ia
berseru: Aku menginginkan Khalid maju. Khalid maju sehingga
kedua leher hewan kendaraan masing-masing saling berpapasan
karena keduanya sudah merasa aman. Ketika itu Georgius
berkata:
"Khalid, percayalah kepadaku dan janganlah kau membohongi
aku, sebab orang yang merdeka tak akan berbohong, dan
janganlah menipuku, sebab orang yang mulia tak akan menipu.
Apakah Allah telah menurunkan kepada Nabimu itu pedang dari
langit lalu diberikan kepadamu dan bila sudah kauhunus untuk
menghadapi lawan pasti mereka kalah?"
Khalid membantah.
"Mengapa kau dinamai Pedang Allah?"
Khalid lalu menjawab dengan mengatakan kepadanya tentang
Allah telah mengutus Rasul-Nya, dan Ia membimbingnya dengan
keimanan kepadaNya serta untuk melindungi agama-Nya.
Karenanya Rasulullah berkata kepadanya: "Engkau adalah salah
satu dari pedang Allah yang dihunuskan Allah untuk
menghadapi kaum musyrik." Kemudian Nabi mendoakan agar ia
mendapat kemenangan. Itu sebabnya ia dinamai Pedang Allah
(Saifullah).
Setelah itu terjadi dialog antara kedua orang itu sekitar
kerasulan Muhammad, yang berakhir dengan masuknya Georgius
menjadi pemeluk agama Islam lalu salat dua rakaat. Sejak itu
ia berperang di barisan Khalid, dan gugur bersama-sama
beberapa orang anggota pasukan Muslimin dalam medan
pertempuran itu.
Saya bawakan cerita ini lepas dari segala kelemahannya,
sebab ini melukiskan pengaruh kejeniusan Khalid dalam hati
orang sehingga Tabari dan Ibn Asir, begitu juga beberapa
sejarawan lain menganggap tak ada salahnya mempercayai
segala yang berhubungan dengan panglima berbakat ini,
pahlawan yang merupakan mukjizat dalam perang itu.
Sebenarnya dia memang pantas kita kagumi dalam
batas-batas kekaguman kita kepada salah seorang pahlawan
dunia yang pernah kita kenal dalam sejarah dunia, kendati
tidak seharusnya kita mengagumi selain yang sudah
benar-benar diuji oleh kritik sejarah dan dapat diterima
oleh akal sehat.
Selamat tinggal, Khalid! Selamat tinggal Panglima
penakluk Irak dan Suria, peletak dasar kedaulatan Islam!
Selamat tinggal, Saifullah. Barangkali suatu hari
nanti takdir akan mempertemukan kita pada masa Umar
Al-Faruq!
Catatan kaki:
- Mungkin ini nama Rumawi atau Persia dieja menurut
ejaan bahasa Arab. Saya belum menemukan ejaan aslinya.
Dalam sejarah lama nama-nama pelaku sejarah dieja menurut
penulis sejarahnya, dalam bahasa-bahasa Yunani, Rumawi
atau Arab (A).
- Perniagaan, at-tijarah, berjual-beli amal
dengan pahala. Lihat artinya dan tafsir-tafsir Qur'an
2.16 dan 61.10 (A).
- Dalam kepustakaan berbahasa Arab lama nama ini
ditulis "Jarijah." Dalam beberapa kepustakaan berbahasa
Inggris ditulis "George" atau "Georgius" (A).
- Dalam sebuah sumber disebutkan: "Jika Allah memberi
kemenangan di Syam kepada pasukan Muslimin, maka
kembalilah engkau ke tempat pekerjaanmu di Irak."
- Lihat halaman 229 buku ini.
- Tumbuhan belukar jenis Lycium, daunnya
kecil-kecil dengan buah bulat kemerah-merahan, rasanya
agak asam, banyak macamnya, terdapat umumnya di tanah
Arab dan di Eropa, (LAM), (A).
- Kata kurdus saya terjemahkan dengan "batalion"
menurut istilah militer sekarang, mengingat jumlahnya
tiap kurdus mungkin dapat disamakan dengan satu
batalion (A).
- Burnus, pakaian panjang bersambung ke kepala,
semacam baju hujan atau tutup kepala yang memanjang ke
bawah, burnoos. Lihat halaman 206 (A).
- Menurut sumber al-Balazuri bahwa Abu Ubaidah
mengajukan permintaan kepada Abu Bakr agar dibebaskan
ketika ia hendak mengangkatnya untuk memimpin brigade ke
Syam, dan bahwa Umar bm Khattab-lah yang kemudian
mengangkatnya untuk seluruh Syam sesudah Umar menjadi
Khalifah.
- Al-Balazuri melaporkan bahwa dia berangkat dari
Tadmur ke Hawarin kemudian ke Marj Rahit, dari sana ke
Gutah di kawasan Damsyik.
- Menurut sumber al-Azdi bahwa Khalid hanya lewat saja
di Damsyik tetapi tidak berhenti kecuali sekadar
melakukan serangan terhadap Gutah dan yang lain, dia dan
Abu Ubaidah. Dalam pada itu tiba-tiba mereka mendapat
berita bahwa penguasa Hims datang dengan sebuah pasukan
Rumawi yang besar dengan maksud hendak mencegat pasukan
Syurahbil di Busra. Khalid dan Abu Ubaidah kemudian
mengetahui pasukan Rumawi yang besar itu sudah berada di
Ajnadain sedang penduduk dan pasukan Arab negeri itu
sudah cepat-cepat bergabung dengan mereka. Kedua jenderal
ini keluar dari Damsyik dengan tujuan hendak menghadapi
pihak Rumawi ini. Ketika itu Abu Ubaidah memimpin pasukan
infanteri. Sementara sedang dalam perjalanan itu
tiba-tiba pihak Damsyik menyusul hendak menyerangnya.
Khalid berbalik kembali menghadapi mereka ini tetapi
mereka lari, kembali pulang dan bertahan di kota. Khalid
dan Abu Ubaidah serta pasukannya kemudian meneruskan
perjalanan ke Ajnadain.
|