|
PRAKATA (2/3)
Pengaruh kemenangan Perang Riddah
Kalau tidak karena kemenangan Abu Bakr dalam Perang
Riddah, penyerbuan ke Irak dan ke Syam tentu tidak akan
dimulai, dan pasukan Muslimin pun tak akan berangkat dengan
kemenangan memasuki kedua imperium besar itu, Rumawi dan
Persia, untuk kemudian digantikan oleh kedaulatan Islam - di
atas puing itu juga! Kebudayaan Islam telah menggantikan
kedua pola kebudayaan itu. Lagi, kalau tidak karena Perang
Riddah, dengan gugurnya sahabat-sahabat sebagai syahid yang
memastikan kemenangan itu, niscaya tidak akan cepat-cepat
Umar menyarankan kepada Abu Bakr agar Qur'an segera
dikumpulkan. Karena pengumpulan inilah pula yang menyebabkan
adanya penyatuan bacaan menurut dialek Mudar pada masa
Usman. Dengan demikian, Qur'an adalah dasar yang kukuh dalam
menegakkan kebenaran, merupakan tonggak yang tak tergoyahkan
bagi kebudayaan Islam. Selanjutnya, kalau tidak karena
kemenangan yang diberikan Allah kepada kaum Muslimin dalam
Perang Riddah itu, jangan-jangan Abu Bakr belum dapat
menyusun suatu sistem pemerintahan di Medinah, yang di atas
sendi itu pula kemudian Umar menggunakan asas musyawarah.
Polanya keadilan dan kasih sayang, intinya kebajikan dan
ketakwaan.
Inilah peristiwa-peristiwa agung yang telah dapat
diselesaikan dalam waktu singkat, tak sampai dua puluh tujuh
bulan. Barangkali karena waktu yang sesingkat itu pula yang
menyebabkan sebagian orang sampai merentang jarak begitu
panjang hingga pada masa Umar, dengan anggapan bahwa jika
hanya dalam beberapa bulan saja tidak akan cukup waktu orang
melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang sampai mengubah
jalannya sejarah dunia itu.
Kalau saja mereka ingat, bahwa beberapa revolusi yang
telah membawa umat manusia dari suatu keadaan kepada keadaan
yang lain selesai dalam waktu seperti itu, dan bahwa hukum
alam sedikit demi sedikit tunduk pada prinsip-prinsip
revolusi untuk meningkatkan umat manusia mencapai
kesempurnaannya, tidaklah akan cepat-cepat mereka beralih
dari masa revolusi rohani seperti yang dicetuskan oleh
Rasulullah ke seluruh dunia itu, ke kedaulatan Islam yang
sudah tersebar ke segenap penjuru dunia dan sudah juga
menganut revolusi itu. Mereka tidak akan lama-lama berhenti
hanya sampai di situ, ketika orang-orang Arab itu mencoba
hendak mengadakan perlawanan sebagai reaksi atas ajaran yang
dibawa oleh Muhammad. Hal ini sudah menjadi bawaan manusia
di mana dan kapan pun tatkala mereka hendak melawan setiap
prinsip baru. Mereka mencoba memadamkannya, tetapi Allah
akan tetap menyempurnakan cahayanya walaupun orang-orang
kafir tidak menyukainya.
Hubungan kebesarannya sebagai Khalifah
dengan kebesarannya sebagai Sahabat
Bagaimana Abu Bakr dapat menghadapi segala kesulitan itu
pada permulaan ia memegang pimpinan dan dia tetap bertahan,
kemudian dapat mengatasinya? Sesudah itu pula mulai ia
merintis jalan menyebarkan agama dan membuat sebuah
kedaulatan sementara kesulitan-kesulitan itu masih ada?
Sudah tentu sifat pribadinya besar sekali pengaruhnya.
Tetapi sifat-sifat itu saja tidak akan sampai ke tingkat
yang sudah dicapainya itu kalau tidak karena persahabatannya
dengan Rasulullah selama dua puluh tahun penuh itu. Oleh
karena itu para ahli sejarah sepakat bahwa kebesaran Abu
Bakr selama masa menjadi Khalifah itu erat sekali
hubungannya dengan persahabatannya dengan Rasulullah. Selama
dalam persahabatan itu ia telah menghirup jiwa agama yang
dibawa oleh Muhammad, ia sepenuhnya mengerti maksud dan
tujuannya, mengerti secara naluri, tidak dikacaukan oleh
adanya kesalahan atau keraguan. Apa yang telah dihirupkan
dan dipahaminya dengan nalurinya itu ialah bahwa iman adalah
suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun
selama seorang mukmin dapat menjauhkan diri dari
maksud-maksud tertentu selain untuk mencari kebenaran demi
kebenaran semata. Banyak memang orang yang dapat memahami
kebenaran rohani demikian ini pada setiap zaman, tetapi
mereka menangkapnya dengan akal, sedang Abu Bakr menangkap
semua itu dengan kalbunya, dengan matanya ia melihat
bulat-bulat hidup dalam diri Rasulullah saw. dan dalam
perbuatannya
Teladan yang telah
mengilhaminya
Iman yang sungguh-sungguh demi kebenaran itulah yang
membuatnya menentang sahabat-sahabatnya dalam soal
menghadapi golongan murtad waktu itu, dan bersikeras hendak
memerangi mereka meskipun harus pergi seorang diri. Betapa
ia tak akan melakukan itu padahal ia sudah menyaksikan
sendiri Nabi berdiri seorang diri mengajak orang-orang di
Mekah ke jalan Allah, tapi mereka ramai-ramai menentangnya.
Lalu ia di bujuk dengan harta, dengan kerajaan dan kedudukan
tinggi. Kemudian ia pun diperangi dengan maksud hendak
membendungnya dari kebenaran yang dibawanya itu. Tidak,
malah ia menjawab: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku,
dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh
tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah akan membuktikan
kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya,
tidak akan kutinggalkan !"
Kenapa ia tidak juga berbuat demikian padahal ia sudah
menyaksikan Nabi akibat Perang Uhud, dan setelah kemenangan
pihak Kuraisy atas pasukan Muslimin? Nabi kembali
bersama-sama kaum Muslimin yang masih ada, yang pernah
mengalami Perang Uhud, dan sambil menunggu kedatangan
Kuraisy ia bermarkas di Hamra'ul Asad dan tinggal di sana
tiga hari, memasang api unggun sepanjang malam, sehingga
semangat Kuraisy menjadi goyah dan mereka kembali ke Mekah.
Dengan demikian kaum Muslimin telah dapat mengembalikan
kedudukannya sesudah mengalami kegoncangan di Uhud.
Kenapa ia tidak berbuat serupa itu juga padahal ia pernah
menyaksikan sendiri pagi itu Nabi di Hunain, dengan jumlah
sahabat yang sedikit ia memanggil-manggil anggota-anggota
pasukan Muslimin yang berlarian: "Hai orang-orang! Kamu mau
ke mana!? Mau ke mana?!" Dan orang yang beribu-ribu itu
sedang diliputi ketakutan. Setelah mereka mengetahui posisi
Nabi dan mendengar pula panggilan Abbas: "Saudara-saudara
dari Ansar, yang telah memberikan tempat dan pertolongan!
Saudara-saudara dari Muhajirin yang telah membaiat di bawah
pohon, Muhammad masih hidup, mari ke mari !" Dari segenap
penjuru terdengar jawaban yang menyerukan: "Ya, kami siap,
kami siap!" Kini mereka semua kembali, dan bertempur lagi
secara heroik sekali.
Alangkah indahnya teladan itu, teladan yang telah
mengilhami orang, bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak
akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin
itu dapat menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain
untuk mencari kebenaran demi kebenaran semata! Siapakah
orang yang memiliki iman seperti pada Abu Bakr itu, yang
mengambil teladan dari Rasulullah, sehingga ia menjadi salah
satu unsur kehidupan yang sangat menentukan!? Inilah
kekuatan rohani, yang dalam hidup ini tak ada yang dapat
menguasainya, tiada kenal lemah atau ragu, dan tak ada yang
akan dapat mengalahkannya.
Kekuatan rohani pada iman
Kekuatan rohani yang diperoleh Abu Bakr pada diri
Rasulullah itu dan yang telah membuat kaum Muslimin dapat
mengalahkan orang-orang Arab murtad, telah memberikan
semangat kepada segenap kaum Muslimin yang mengangkat mereka
kepada keimanan, bahwa mereka tak akan mendapat kemenangan
tanpa pertolongan Allah. Mereka mendambakan mati syahid,
gugur demi kebenaran. Bagi mereka mati syahid itu suatu
kemenangan yang tak ada taranya. Kita akan membaca dalam
buku ini bukti-bukti demikian itu, yang dalam sejarah
sedikit sekali bandingannya. Kaum Muslimin pada masa
Rasulullah yakin sekali, bahwa mereka akan mendapat
kemenangan, sebab Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya
akan memberi bala bantuan dengan para malaikat. Tuhan telah
mewahyukan kepadanya untuk membuktikan janji-Nya.
Tetapi pada masa Abu Bakr, dengan berpulangnya Rasulullah
ke sisi Allah, wahyu sudah tak ada lagi. Hanya tinggal iman
saja lagi, hanya tinggal berteladan saja lagi kepada
Rasulullah dan kepada penggantinya dalam meningkatkan iman
ke taraf yang lebih tinggi selama hidup di dunia ini. Mati
syahid demi membela iman telah menjadi sumber dan rahasia
kekuatan, rahasia kemenangan. Itulah rahasia keluhuran budi
kita dalam arti kemanusiaan dengan segala martabatnya untuk
mencapai kesempumaan hidup insani yang terdapat dalam diri
kita.
Kenyataan rohani inilah yang telah memberi kekuatan batin
kepada Abu Bakr dengan berteladan kepada Rasulullah. Ini
diterjemahkan kepada kita dalam perbuatan Muslimin pada masa
kepemimpinannya sebagai Khalifah serta bimbingannya yang
begitu jelas sehingga dapat kita raba seolah semua itu benda
nyata yang dapat ditangkap dengan indera. Kenyataan rohani
ini dapat kita rasakan dalam Perang Riddah dan kemudian pada
waktu memasuki Irak dan Syam. Kalau bukan karena keimanan
ini, dengan jumlah kaum Muslimin yang masih kecil pada masa
Khalifah yang pertama itu, niscaya mereka tak akan mampu
menyelesaikan segala pekerjaan dan tugas raksasa itu dengan
begitu baik, yang selanjutnya telah membukakan jalan ke
sebuah kedaulatan Islam yang besar.
Suatu kenyataan sosial setelah
kenyataan rohani
Abu Bakr memperoleh kekuatan batinnya itu dengan
berteladan kepada Rasulullah. Di samping kenyataan rohani
ini, kenyataan sosial juga besar pengaruhnya dalam kehidupan
setiap umat atau bangsa, dan setiap umat merasa bangga
terhadap dirinya, dengan percaya kepada kekuatan sendiri.
Mereka merasa, bahwa mereka mempunyai kewajiban menyimpan
suatu risalah, suatu pesan kepada dunia, dan dunia pun wajib
menyambut risalahnya itu. Seperti halnya dengan umat ini,
tak ada suatu kekuasaan dan kekuatan betapapun besarnya yang
boleh merintangi jalannya.
Kedua kenyataan ini, rohani dan sosial, saling mengisi.
Pada setiap zaman dan umat ada suatu dasar untuk mengambil
hati bangsa-bangsa lain yang dengan penuh semangat menyambut
kedua kenyataan itu dan demi berhasilnya risalah yang
mengajak bangsa-bangsa itu.
Lebih-lebih yang demikian ini apabila dasar risalahnya
bertujuan memberantas kezaliman, memelihara keadilan yang
didasarkan pada persamaan antara sesama manusia. Berapa
sering sudah sebuah kedaulatan berdiri atas dasar itu juga
dalam berbagai kurun sejarah dan berapa sering pula imperium
demikian itu mengalami kehancuran karena ia sudah menyimpang
dari jalur yang sebenarnya. Oleh karena itu penyimpangan
demikian Ini oleh pihak lawan dijadikan senjata untuk
mengadakan perlawanan.
Ia sadar dan yakin, Islam agama
persamaan
Persamaan adalah pola Islam dan oleh karenanya ia
merupakan inti kedaulatannya. Kenyataan ini sekarang kita
pahami dengan pikiran kita seperti yang banyak dipahami
orang dulu juga. Kemudian mereka tidak dapat mempertahankan
kedaulatan itu seperti juga kita sekarang, karena hal-hal
tertentu atau karena di luar kehendak kita. Tetapi Abu Bakr,
dengan nalurinya ia sudah dapat memahami dan benar-benar
yakin ia akan hal itu. Maka didorongnya umat Islam agar
melaksanakan, dan mereka pun dapat membuktikan dan tetap
berlangsung selama beberapa abad dan generasi.
Dengan nalurinya Abu Bakr memahami benar bahwa pada
intinya yang paling dalam Islam adalah agama persamaan antar
sesama umat manusia. Dakwah atau seruan itu tidak hanya
ditujukan kepada golongan tertentu saja, tetapi kepada umat
manusia seluruhnya. Pada masa hidupnya Rasulullah telah
mengangkat bekas-bekas budak ke suatu kedudukan yang tinggi.
Begitu juga orang-orang yang bukan Arab untuk memerintah di
kalangan Arab. Salman orang Persia adalah sahabat dekatnya,
Zaid bin Harisah, bekas budak yang pernah dibeli oleh
Khadijah lalu diberikan kepada Nabi yang kemudian oleh Nabi
dimerdekakan dan dijadikan anak angkat. Dia jugalah yang di
angkat menjadi panglima dalam Perang Mu'tah, dan sebelum itu
pun banyak pekerjaan lain yang berada di bawah pimpinannya.
Sesudah itu, sebelum Rasulullah menderita sakit yang
terakhir, Usamah anak Zaid itu diserahi pimpinan pasukan,
yang anggota-anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka Muhajirin
dan Ansar, di antaranya Abu Bakr dan Umar. Rasulullah saw.
telah mengangkat Bazan orang Persia itu memegang pimpinan di
Yaman.
Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan orang karena
kearabannya atau karena posisinya dalam kabilah. Yang
membedakan orang hanyalah amal perbuatannya. Sahabat-sahabat
Rasulullah yang diajaknya bermusyawarah dan pendapatnya
dihargai di kalangan Muslimin adalah pemuda-pemuda, yang
karena keimanannya yang sungguh serta pengorbanannya di
jalan Allah, mereka berada di barisan pertama. Sikap
Rasulullah ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Qur'an,
bahwa tak ada perbedaan pada manusia itu selain takwanya,
dan balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal
perbuatannya. Perbedaan derajat yang satu dengan yang lain,
hanya oleh perbuatan dan ketakwaan itu juga.
Sudah tentu, cara yang dilakukan oleh Rasulullah itu
banyak sekali mengurangi kecongkakan orang-orang Arab karena
fanatisma rasialnya, kalaupun mereka hendak
membangga-banggakannya juga, apalagi karena Allah telah
memilih Nabi-Nya dari kalangan mereka sendiri, yang akan
mereka jadikan alasan akan tingginya kedudukan mereka. Juga
Abu Bakr, sudah tentu yang dijadikan pegangannya ialah
persamaan dalam Islam antara sesama manusia dan bangsa itu.
Inilah yang telah menjadi kekuatannya, sehingga pasukan
Persia dan pasukan Rumawi bertekuk lutut.
Pada dasarnya Islam kedaulatan
sejagat
Abu Bakr dengan nalurinya sudah menyadari benar bahwa
dasar Islam adalah kedaulatan sejagat. Seruannya tidak
terbatas hanya pada golongan Arab, tetapi ajakan kepada
kebenaran itu ditujukan kepada seluruh umat manusia. Karena
memang sudah demikian keadaannya, Nabi telah mengirimkan
para utusannya kepada raja-raja dan penguasa, mengajak
mereka sama-sama menerima agama Allah. Sudah menjadi
kewajiban setiap orang yang beriman kepada agama ini untuk
berdakwah, menyampaikan ajaranNya sebagai petunjuk dan
rahmat. Dalam diri Rasulullah sudah ada teladan yang baik
bagi setiap Muslim. Rasulullah telah menyerukan dakwahnya
kepada segenap umat manusia yang terdiri dari berbagai warna
kulit. Para penggantinya hendaknya juga menyebarkan seruan
itu ke segenap belahan bumi ini.
Biarlah mereka berjuang demi kebebasan berdakwah. Jangan
memaksa siapa pun dan jangan juga mau dirintangi dalam
menyampaikan kebenaran yang sudah mereka peroleh itu.
Hendaklah seluruh jagat ini menjadi arena dakwah kepada
kebenaran, apa pun risiko yang akan menimpa diri mereka demi
perjuangan di jalan Allah itu. Bila sampai mereka mati
syahid, Allah jugalah yang akan memberi balasan.
Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dakwah
Rasulullah, yang telah dipahami benar oleh Abu Bakr dengan
nalurinya, berkat persahabatannya selama itu serta
pelajaran-pelajaran yang diterimanya dari Rasulullah. Itulah
yang menyebabkan Abu Bakr begitu menerima tugas, segala
kesulitan itu buat dia tidak berarti lagi dan ia tetap
berusaha mengatasinya, dan itu juga yang membuat kedaulatan
Islam cepat berkembang ke segenap penjuru dunia dan kemudian
banyak bangsa yang bernaung di bawah panji Islam.
Generasi demi generasi kebudayaan bangsa-bangsa itu terus
menyebar di dunia. Kemudian menjadi tua, seperti biasanya
semua bangsa dan imperium itu harus berangsur tua. Kemudian
jatuh tertidur, nyenyak, lama sekali tidurnya, yang
selanjutnya disambung oleh kematian seorang demi
seorang.
Apa penyebab jatuhnya
kedaulatan Islam?
Adakah yang menyebabkan ketuaan dan kemudian tidur
nyenyak yang panjang itu karena prinsip dasar tadi yang
terbukti rapuh, ataukah karena bangsa-bangsa yang sudah
lepas dari kedaulatan Islam karena sudah menolak
prinsip-prinsip itu, lalu menganut yang sebaliknya lalu
menjadi lumpuh dan akhirnya lenyap karena perbuatannya
sendiri? Begitulah sejarah semua kedaulatan Islam itu, sejak
berdirinya, kebesarannya dan kemudian keruntuhannya. Itulah
sejarah yang patut dicatat dengan metoda serta studi yang
benar-benar ilmiah dan dapat di percaya, lepas dari segala
sikap fanatisma. Peristiwa demi peristiwa itu dianalisis dan
dicari sebab-sebabnya yang dapat diterima akal serta sesuai
dengan kecenderungan roham yang ingin mencapai kesempurnaan.
Namun begitu suatu hal yang sudah menjadi kodrat manusia
ialah kita masih terkungkung oleh nafsu kita pada kehidupan
dunia. Dengan demikian kita makin jauh dari tujuan hendak
mencapai kesempurnaan itu.
Rasanya tak perlu lagi saya menyebutkan bahwa kelumpuhan
dan tidur nyenyak ini disebabkan oleh bangsa-bangsa yang
lepas dari kedaulatan Islam itu sudah meninggalkan
prinsip-prinsip dasar yang sebenarnya sudah menjadi pegangan
kedaulatan Islam, prinsip-prinsip Islam yang dasarnya masih
murni. Seorang peneliti sejarah kedaulatan Islam yang adil
dan obyektif akan dapat meraba dan melihatnya dengan jelas
rentetan perkembangannya sejak mula timbulnya perselisihan
di kalangan umat Islam penduduk jazirah itu, sampai
terjadinya perpecahan antara yang Arab dengan yang
bukan-Arab, yang kemudian menjelma menjadi jurang yang
menganga lebar-lebar menjurus pada kehancuran.
Saya tertarik menulis sejarah Abu
Bakr
Baik secara terinci atau dengan ringkas sudah tentu
pengantar ini tidak akan memadai untuk menguraikan semua
persoalan itu. Kiranya cukup dengan isyarat ini saja. Saya
hanya akan membatasi pada masa yang pendek ini tapi sungguh
agung - yakni masa Abu Bakr as-Siddiq. Saya akan mencatat
apa yang saya rasa sangat menggairahkan selama saya menulis
biografi ini. Besar sekali harapan saya, apa yang akan saya
tulis tentang orang ini sudah akan memenuhi hasrat hati akan
kebenaran, serta mencapai apa yang saya inginkan dalam
melukiskan bentuk yang hendak saya coba secermat mungkin:
sebuah kehidupan yang mengantarkan masa lampau tampak jelas
dalam wajah masa sekarang. Saya akan mengatakan apa yang
saya inginkan, sebab saya selalu merasa bahwa wajah ini
masih mengandung kekurangan yang tidak sedikit, yang karena
beberapa sebab, saya sendiri pun belum sampai ke sana.
Rasanya saya akan bertambah gembira jika buku ini dapat
menerjemahkan ke dalam hati pembaca wajah yang jelas
mengenai masa (periode) Abu Bakr, teman kesayangan
(al-khalil) dan teman dekat Rasulullah. Keinginan saya ini
mungkin terasa agak berlebihan. Masa Abu Bakr - seperti saya
sebutkan di atas - merupakan gambaran tersendiri dalam
bentuknya yang lengkap. Orang dapat melihatnya dari
sela-sela buku sejarah tentang dirinya yang pernah
dilukiskan orang begitu gemilang, sempurna dan integral.
Tetapi untuk sampai ke batas wajah yang integral itu
diperlukan suatu upaya yang terus-menerus dari generasi ke
generasi. Juga perlu penelitian dari pelbagai seginya. Belum
ada lagi suatu upaya mengenai Abu Bakr dan masanya yang agak
integral. Suatu studi baru masih tetap diperlukan dengan
pembahasan yang lebih mendalam, memperbandingkan zaman masa
Abu Bakr itu dengan masa kehidupan bangsa-bangsa yang
punya pengaruh pada zaman itu.
Saya yakin usaha semacam ini dalam waktu dekat akan
dilanjutkan orang dan akan ada kerja sama dalam
mengungkapkan wajah masa itu dengan lebih terinci, jelas dan
selengkap mungkin.
Untuk masa Abu Bakr upaya demikian sangat diperlukan
melebihi masa-masa yang lain. Sumber-sumber lama dalam
bahasa Arab yang bicara tentang Abu Bakr dan masanya masih
sering kacau, sehingga rangkaian peristiwa demi peristiwa
yang diceritakan itu sukar diikuti. Di sisi lain, tidak
sedikit pula catatan-catatan peristiwa itu yang lebih dekat
pada dongeng daripada sejarah. Dalam memperbandingkan
sumber-sumber itu diharapkan orang akan dapat memperoleh
bahan-bahan yang dapat membantunya dalam meneliti
peristiwa-peristiwa itu, tetapi sumber-sumber yang datang
berturut-turut untuk beberapa peristiwa itu sering membuat
orang jadi bingung. Mau tak mau ia harus menelitinya kembali
dengan membuat catatan bahwa pekerjaan itu masih patut
diragukan.
|