Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PRAKATA (3/3)

Kacaunya sumber para ahli sejarah dapat dimaklumi

Saya berpendapat kekacauan sumber-sumber para ahli sejarah dahulu itu yang akibatnya berlanjut sampai pada upaya mereka yang datang kemudian, bahkan sampai masa kita sekarang ini, dapat dimaklumi. Masa itu, ketika Abu Bakr memegang pimpinan umat Islam adalah masa yang benar-benar penuh perjuangan. Mereka yang beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah sedang memikul beban yang amat berat untuk mendukung dakwah agama Allah serta ajaran-ajaran Rasulullah. Mereka semua serentak terjun ke medan perjuangan, berjuang di jalan Allah. Mereka terjun langsung ke kancah peperangan, membunuh atau dibunuh. Buat mereka kehidupan dunia dengan segala kenikmatannya itu tak ada artinya. Tidak apa memilih hidup menderita, tabah menghadapi segala cobaan. Mereka sudah menyerahkan hidup mereka untuk Allah, dan untuk semua itu tanpa mengharapkan balasan selain pahala Yang Mahakuasa. Buat mereka sudah tak ada lagi waktu senggang atau saat-saat santai. Tak ada di antara mereka yang memikirkan apa yang terjadi kemarin karena untuk hari esok memerlukan pekerjaan yang lebih banyak dari kemarin.

Itulah sebabnya tak ada waktu buat mereka mencatat secara teratur segala peristiwa besar yang terjadi masa itu. Baru kemudian berita-berita itu disampaikan orang secara berantai. Sesudah itu mereka tak dapat lagi menyampaikan dan meneruskan berita itu seperti keagungan yang terjadi pada masa Rasulullah. Ya, bagaimana akan dapat mereka lakukan dalam kesibukan mereka yang terus-menerus dalam menyiarkan agama serta menyusun kedaulatan Islam yang makin hari bertambah luas itu.

Oleh karena itu, bagi penulis sejarah masa itu mau tak mau harus menguji dan memperbandingkan sumber-sumber itu sambil mencari kebenaran yang terdapat di dalamnya. Pekerjaan dengan cara seperti yang telah diusahakan mereka dahulu itu bukan main beratnya. Dengan tidak mengurangi penghargaan serta penghormatan kita atas usaha itu, namun mereka belum dapat mengungkapkan kekuatan yang ada pada masa Abu Bakr dan pemerintahannya dalam bentuk yang begitu jelas, memesonakan sekaligus mengagumkan dan luar biasa.

Contoh kacaunya referensi

Kita lihat misalnya buku-buku acuan yang kita pergunakan dalam buku ini. Bab demi bab dapat kita baca untuk mengetahui sampai berapa jauh kecermatan seperti yang kita Sebutkan itu. Beberapa buku acuan itu hanya selintas saja menyinggung masalah-masalah yang begitu penting, yang oleh sumber-sumber lain diuraikan dengan terinci. Sampai-sampai para ahli sejarah semacam Tabari, lbn Kasir dan Balazuri misalnya, samasekali tidak menyinggung soal pengumpulan Qur'an. Padahal peristiwa pengumpulan Qur'an itu pekerjaan besar dan penting yang harus menghiasi masa Abu Bakr, meskipun bukan yang terbesar. Mengenai peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Perang Riddah, pembebasan Irak dan Syam, para sejarawan itu masih saling berbeda pendapat. Bahkan berita-berita yang saling bertentangan itu terdapat dalam satu kitab yang sama, sehingga orang akan menjadi bingung mana berita yang boleh dipercaya dan mana yang tidak.

Sulit mengikuti peristiwa dalam urutan waktu

Perbedaan waktu ketika peristiwa-peristiwa itu terjadi tidak pula kurang pentingnya dengan perbedaan penggambaran peristiwa-peristiwa itu. Mengenai waktu terjadinya peristiwa itu sering pula masih bersifat untung-untungan, tidak didasarkan pada suatu patokan yang secara cermat boleh dijadikan pegangan. Juga perbandingan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain masih sangat membingungkan. Tabari misalnya, ia menyebutkan bahwa Perang Riddah itu terjadi pada tahun sebelas Hijri dan masuk ke Irak pada tahun dua belas sedang ke Syam dilakukan dalam tahun tiga belas. Membaca rentetan waktu yang berturut-turut itu orang akan menduga bahwa perang Irak baru dimulai setelah Perang Riddah usai dan masuk ke Syam setelah keadaan di Irak stabil. Tetapi bila peristiwa demi peristiwa serta kejadian-kejadian itu diperiksa agak teliti orang akan jadi ragu mengenai terjadinya rentetan demikian itu. Tetapi bila kita teliti lebih dalam lagi akan ternyata bahwa peristiwa Irak itu terjadi sementara Perang Riddah masih berlangsung, sedang terjadinya penaklukan Syam seusai Perang Riddah. Sementara itu pasukan Khalid bin Walid masih giat mengatur keamanan dan ketertiban di Irak dan sedang bersiap-siap menghadapi peperangan baru. o.

Juga dalam urutan geografi

Tidak hanya sampai di situ saja yang dapat menimbulkan kebingungan. Dalam arti urutan geografi ketika mengikuti peristiwa demi peristiwa orang sering terbentur. Bahkan masih ada beberapa sumber yang saling bertentangan sehubungan dengan urutan itu, untuk tidak menyebut adanya nama-nama tempat yang berubah-ubah dan ada pula yang hampir sama, yang juga dapat menimbulkan kebingungan baru. Beberapa Orientalis pernah menerbitkan peta-peta Idrisi yang lama seperti apa adanya, lalu dilampiri dengan peta-peta buatan mereka sendiri seperti yang biasa kita kenal. Hal ini membuat kita lebih mudah mengenali tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa itu masing-masing. Kalaupun hal ini dapat memudahkan kita mengadakan penelitian, yang tadinya memang cukup sulit, namun keraguan tetap ada sehubungan dengan beberapa sumber, yang sebenarnya memang sukar dapat dipercaya.

Oleh karena itu beberapa sejarawan masih maju mundur menghadapi masa Abu Bakr itu, karena apa yang mereka baca hampir tak dapat mereka percayai. Mereka yang menulis sejarah Islam itu seolah mau menghindari hal-hal semacam itu semua, atau cukup dengan isyarat saja sedikit mengenai masa Abu Bakr itu, tak sampai memberikan suatu gambaran yang lengkap, yang akan dapat mengungkapkan kejayaan masa itu dan dampak yang sangat menentukan dalam sejarah Islam serta lahirnya sebuah kedaulatan Islam.

Hanya sedikit sumber yang menyinggung peranan Abu Bakr

Sumber-sumber demikian terasa makin kacau karena tidak bicara tentang Abu Bakr masa pemerintahannya seperti ketika bicara tentang Khalid bin Walid serta panglima-panglima lain yang memasuki Syam dan tinggal di sana menunggu kedatangan Khalid dari Irak, kemudian bersama-sama menaklukkan Damsyik dan dengan bakat perangnya ia menghancurkan semua kekuatan moral pihak Rumawi. Membaca kitab-kitab acuan semacam ini orang akan membayangkan seolah Abu Bakr hanya tinggal di Medinah, tak bekerja apa-apa selain beribadah. Inilah kesalahan yang sungguh fatal. Padahal semua yang terjadi pada masa Abu Bakr, Abu Bakr-lah jiwa dan penggeraknya.

Di atas sudah kita singgung apa yang terjadi dengan Abu Bakr di satu pihak, dan Umar serta sebagian kaum Muslimin di pihak lain mengenai perbedaan pendapat dalam menghadapi golongan murtad dan mereka yang menolak melaksanakan zakat. Betapa ia begitu gigih hendak menghadapi mereka walaupun seorang diri. Dalam buku ini akan kita lihat, bahwa sebenarnya dialah yang telah mendorong Khalid bin Walid untuk pergi ke Irak memperkuat pasukan Musanna bin Harisah asy-Syaibani dan dia juga yang berseru kepada semua penduduk Arab di seluruh Semenanjung itu agar membebaskan Syam.

Setelah Abu Ubaidah serta pasukannya mengalami kelambatan untuk memasuki Syam, dia jugalah yang mengerahkan Khalid bin Walid untuk membantu mereka. Dalam pada itu dia juga yang mengorganisasi pembentukan baitulmal serta mengatur distribusi harta rampasan perang di kalangan umat Islam, melakukan pengangkatan para gubernur serta mengawasi pekerjaan mereka. Begitu besar perhatiannya dicurahkan pada masalah-masalah negara dan administrasinya, sehingga semua pikiran di luar itu, baik mengenai pribadinya ataupun soal keluarga, dikesampingkan. Dalam mencurahkan pethatian untuk kepentingan negara, dari soal yang kecil sampai ke soal yang besar, dialah yang berhasil menyelesaikan dalam waktu relatif pendek, suatu pekerjaan yang tidak akan dapat diselesaikan orang dalam waktu bertahun-tahun. Malah sedikit sekali orang yang akan mampu menyelesaikan.

Barangkali masih ada sebab lain yang cukup berpengaruh di samping yang kita kemukakan di atas mengenai sikap para sejarawan itu terhadap Abu Bakr dan zamannya. Mereka mengira, bahwa persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun itu, dan yang menjadi pilihan Rasulullah saw. sehingga Rasul berkata: Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah " khalil-ku" - mereka mengira bahwa semua itu lebih penting daripada prestasinya selama masa kekhalifahannya. Memang sudah tak perlu disangsikan lagi bahwa kedudukan Abu Bakr di samping Rasulullah dalam penilaian kita merupakan dampak yang amat tinggi dan cemerlang; tetapi kekhalifahan Abu Bakr adalah sebuah lingkaran yang telah melengkapi dan menjadi mahkotanya sejarah yang agung itu.

Tugas kekhalifahannya tidak kurang dari persahabatannya

Pekerjaan Abu Bakr dalam kekhalifahannya tak kurang besarnya dari persahabatannya dengan Rasulullah. Bahkan pada masa kerasulannya dia adalah salah seorang dari dua orang itu (ketika keduanya berada dalam gua). Pertama, Allah telah memilihnya dalam kenabian dan mengutamakannya dalam menyampaikan risalah serta mewahyukan Qur'an kepadanya sebagai penjelasan dan petunjuk serta pemisah antara yang benar dengan yang batil. Beban yang dipikul oleh Abu Bakr pada waktu kerasulan itu adalah beban seorang pengikut yang penuh iman, yang kekuatan imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah tak pernah goyah. Bahkan beban yang dipikulnya setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah, adalah beban yang dipikulnya sendiri sebagai manusia pertama di kalangan Muslimin dan sebagai pengganti (Khalifah) Rasulullah. Bukan lagi ia seorang pengikut yang ikut bicara dalam musyawarah, melainkan sebagai seorang pemimpin yang diikuti sahabat-sahabatnya dengan memberikan pendapat kepadanya seperti halnya ia sendiri dulu bersama-sama sahabat-sahabat yang lain memberikan pendapat kepada Rasulullah.

Beban itu dipikulnya dengan penuh iman, penuh amanah dan kejujuran. Allah telah memberikan balasan kepadanya dan kepada kaum Muslimin dengan sebaik-baiknya. Jika kejujuran Abu Bakr dalam bersahabat dengan Rasulullah merupakan suatu manifestasi kebesaran insani yang didasarkan pada keimanan yang murni sebagai sandarannya yang kukuh, maka pengabdian Abu Bakr selama dalam kekhalifahannya untuk membela agama, untuk melakukan dakwah serta membangun kedaulatan Islam, tidak pula kurang agungnya dari persahabatannya dengan Rasulullah, disertai keimanan yang sungguh-sungguh kepadanya dan kepada segala yang diwahyukan Allah kepadanya. Oleh karena itu sejarah kekhilafahan (pemerintahan) Abu Bakr patut sekali dibahas secara lebih terinci.

Pengaruh kacaunya sumber pada para sejarawan

Kekacauan bahan acuan atau sumber-sumber, terpengaruhnya penggambaran masa Khalifah pertama oleh unsur-unsur yang kebanyakan tak dapat diterima oleh kritik sejarah yang sebenarnya, itulah pula yang kita lihat pengaruhnya dalam buku-buku para penulis dulu. Kemudian pengaruh itu berpindah kepada mereka yang datang kemudian, yang mengambil bahan dari sana dan berusaha hendak menyimpulkan wajah yang sebenarnya itu bulat-bulat dalam buku-buku mereka.

Begitu besar pengaruh itu pada beberapa penulis yang datang kemudian, sehingga membuat mereka hanya sepintas lalu saja melihat masa Abu Bakr, lalu cepat-cepat melangkah ke masa Umar. Di sini mereka lama berbicara berpanjang-panjang. Bahkan sampai ada di antara mereka yang membuat perbandingan antara masa Abu Bakr dengan masa Umar itu untuk melihat mana yang lebih besar jasanya. Perbandingan demikian ini tidak pada tempatnya untuk kedua tokoh tersebut, yang masing-masing menyandang kebesarannya sendiri, kebesaran yang jarang sekali dicapai oleh seorang politikus atau penguasa dalam sejarah dunia secara keseluruhan. Bahwa masa Umar adalah masa yang paling besar dalam sejarah Islam, sudah jelas. Pada masa itu dasar kedaulatan negara sudah stabil, sistem pemerintahan sudah teratur, panji-panji Islam sudah berkibar di Mesir dan di luar Mesir yang dibanggakan oleh Rumawi dan Persia. Tetapi masa Umar yang agung itu berutang budi kepada masa Abu Bakr dan sebagai penerusnya. Sama halnya dengan kekhalifahan Abu Bakr yang berutang budi kepada masa Rasulullah dan sebagai penerusnya pula.

Usaha Orientalis dan sejarawan Islam

Studi-studi yang sudah pernah diadakan serta buku-buku yang ditulis orang mengenai Abu Bakr dan masanya pada saat-saat terakhir sudah lebih teliti dan jujur tampaknya. Sudah menjadi kewajiban saya juga jika saya memuji inisiatif kalangan Orientalis dengan ketelitian dan kejujurannya itu, di samping adanya sebagian mereka yang masih penuh prasangka, terdorong oleh rasa fanatisma agama. Abbe de Marigny dalam abad kedelapan belas misalnya, sudah menulis buku mengenai pengganti-pengganti Muhammad ini, dan Caussin de Perceval pada awal abad kesembilan belas menulis Essai sur l'Histoire des Arabes dan dalam tahun 1883 buku Sir William Muir Annals of the Early Caliphate sudah pula terbit.

Sejak masa itu sampai waktu kita sekarang kalangan Orientalis di Jerman, di Inggris, di Itali dan di Prancis serta di negara-negara lain tetap mempelajari dengan saksama masa-masa tertentu dalam sejarah Islam di pelbagai tempat di seluruh dunia.

Kalau saya sudah menyebutkan usaha para Orientalis, maka sudah menjadi kewajiban saya pula menyebutkan upaya para sejarawan Islam dan Arab, dengan sikap mereka yang jujur mengenai masa Abu Bakr di samping kecermatan yang mereka lakukan.

Sejak beberapa tahun yang lalu Rafiq al-Azm telah menulis sejarah masa itu dalam jilid satu bukunya Asyhar Masyahiril-Islam. Dalam beberapa kejadian ia banyak terpengaruh oleh cara-cara para penulis lama. Almarhum Syaikh Muhammad al-Khudari pada penutup ceramahnya mengatakan: "Dalam hal ini kita ingin mengatakan tegas-tegas: Kalau bukan Abu Bakr dengan kemauannya yang keras, dengan inayat dan bantuan Allah juga, sejarah umat Islam tidak akan berjalan seperti yang kita kenal sekarang ini. Ia menghadapi semua itu saat pikiran dan perasaan semua kaum Muslimin - yang kuat dan yang paling tabah sekalipun - sedang didera oleh rasa kebingungan yang luar biasa."

Dalam jilid satu bukunya Khulafa' Muhammad ("Pengganti-pengganti Muhammad"), Umar Abun-Nasr mengkhususkan pembicaraan mengenai Abu Bakr dan masanya. Begitu juga almarhum Syaikh Abdul Wahhab an-Najjar dan yang lain dari kalangan sejarawan mengadakan pembahasan mengenai masa ini, yang sebenarnya patut sekali kita hargai.

Harapan

Sekarang setelah Tuhan meluluskan saya menulis buku ini, masihkah akan ditakdirkan juga saya meneruskan dengan yang kedua, mengenai masa Umar, ketiga dan keempat, sehingga dapat saya selesaikan apa yang selama ini tersimpan dalam pikiran saya hendak melakukan studi mengenai sejarah kedaulatan Islam itu? Hanya Allah juga yang tahu. Tetapi sudah saya putuskan bahwa saya akap meneruskan penulisan mengenai masa Umar. Hanya saja antara keputusan dengan pelaksanaan ada jarak, yang saya harapkan Allah akan memberikan kemudahan kepada saya, dengan penuh kepercayaan pada firman-Nya ini:

"Dan janganlah sekali-kali engkau mengatakan tentang sesuatu: "Aku akan melakukannya besok." Kecuali (dengan menambahkan) "Insya Allah - jika Allah menghendaki." Dan ingatlah Tuhanmu bila engkau lupa, dan berkatalah: Semoga Tuhanku membimbingku lebih dekat daripada ini ke jalan yang benar." (Qur'an, 18. 23-24).

Saya sudahi pengantar ini dengan permohonan kepada Allah semoga para ulama, para sarjana dan para peneliti dalam mengikuti kehidupan Abu Bakr serta masa kekhalifahannya itu diluluskan, sehingga dengan hasil penelitian mereka itu wajah yang hendak saya lukiskan dalam buku ini dapat terlaksana. Saya bersyukur kepada Allah atas taufik yang telah dikaruniakan-Nya kepada saya dalam usaha ini. Segala petunjuk dan taufik hanya dari Allah dan segalanya akan kembali kepada-Nya.

MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL

Catatan Kaki:

  1. Pengertian kedaulatan di sini dan di bagian-bagian lain dalam buku ini merupakan terjemahan kata bahasa Arab imbaraturiyah, sebuah kedaulatan besar, luas dan banyak jumlahnya, dengan kekuatan yang besar meliputi berbagai macam bangsa, golongan, ras dan kebudayaan yang beraneka warna', (al-Mu'jam al-Kabir); imperium (Latin) atau empire (Inggris), 'di Rumawi kuno, kedaulatan di tangan seorang pemimpin militer tertinggi; kekuasaan tertinggi, kedaulatan mutlak, absolut, kedaulatan kekaisaran' Webster's New Twentienth Century Dictionary (A).
  2. Meliputi Suria, Libanon, Palestina dan Yordania sekarang (A).
  3. Riddah sebuah istilah dalam sejarah Islam, dari akar kata radda, irtadda, "berbalik ke belakang", dalam istilah fikih "meninggalkan keyakinan, agama dsb." (Bd Qur'an 3. 86-91; 16. 106 sqq). Orang yang melakukannya disebut murtadd seperti yang dikenal dalam bahasa Indonesia. Perang riddah berarti perang melawan kaum murtad (A).

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team