Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XI. PERSIAPAN KE ARAH PERLUASAN DAN KEDAULATAN ISLAM (3/3)

Al-Musanna bin Harisah maju ke Irak

Sementara Abu Bakr sedang memikirkan hal ini dan yang semacamnya, tiba-tiba terbetik berita bahwa Musanna bin Harisah asy-Syaibani sudah berangkat dengan pasukannya menuju arah utara Bahrain, sampai ke Qatif dan Hajar, dan sudah mencapai muara Tigris dan Furat. Dalam perjalanannya itu sekaligus ia membersihkan orang-orang Persia serta wakil-wakilnya yang dulu membantu kaum murtad. Abu Bakr menanyakan tentang orang yang bernama Musanna ini berasal dari kabilah mana. Kemudian diketahuinya bahwa ia dari Bahrain dari kabilah Banu Bakr bin Wa'il, dan bergabµng kepada Ala' bin al-Hadrami ketika dengan dipimpin oleh mereka yang masih tetap berpegang pada Islam di kawasan itu, memerangi kaum murtad. Ia meneruskan perjalanan menelusuri pantai Teluk Persia ke utara, hingga mencapai tempat kabilah-kabilah Arab yang tinggal di delta kedua sungai itu. Dalam pembicaraan dengan mereka telah tercapai suatu persetujuan. Sekarang Abu Bakr lebih banyak mengetahui tentang orang ini; bahwa Musanna orang yang dihormati dan dapat dipercaya, seperti dikatakan Qais bin Asim al-Minqari tentang orang ini: "Dia bukan tidak dikenal, asal usulnya diketahui, juga bukan orang yang hina. Dia inilah al-Musanna bin Harisah asy-Syaibani."

Abu Bakr sedang memikirkan orang ini, dan apa yang kiranya mungkin diharapkan dari dia. Ia mencoba memikirkan kembali tentang pengiriman pasukan Muslimin ke luar daerah Semenanjung supaya mereka tidak mengulangi perbuatan mereka dulu, memberontak kepada pemerintahan Medinah. Tak dapatkah orang yang bernama Musanna ini menyusup masuk ke jantung Irak dan membukakan pintu untuk kaum Muslimin, sementara pintu-pintu Syam masih sulit dibuka? Beberapa kabilah Arab di Irak seperti Banu Lakhm, Taglib, Iyad, Nimr dan Banu Syaiban, ingin sekali menyertai mereka di Semenanjung itu. Sajah muncul di Irak mendakwakan diri nabi di kalangan Banu Tamim, dan menyandarkan kepada kabilah-kabilah Arab yang merantau ke pantai-pantai Furat. Barangkali memulai pengarahan politik Muslimin ke kawasan ini akan jadi lebih baik daripada ke kawasan lain. Dan dalam strategi ini barangkali orang yang bernama Musanna asy-Syaibani ini akan menjadi pelopor yang baik sekali.

Kekacauan di Persia

Yang mendorong Abu Bakr sekarang kembali memikirkan hal ini, setelah ia tahu keadaan di Persia, yang menguasai Irak itu. Heraklius sudah dapat mengalahkan Persia sebelum Rasulullah wafat, dan menghancurkan pasukannya di Nineveh dan di Destgerd terus ke pintu gerbang Mada'in, ibu kota pemerintahannya. Begitu lemahnya kekuasaan Persia ketika itu sampai-sampai Yaman pun lepas dari genggamannya dan Bazan pun bergabung dengan Rasulullah. Di samping itu mereka tak berdaya merebut kembali semua daerah itu, sejak kekuasaannya berangsur surut dari Bahrain dan dari semua daerah jajahannya yang terletak di Teluk Persia dan Teluk Aden. Tak seorang pun dari raja-raja itu yang berpikir hendak merebut kembali kekuasaan itu. Betapa mereka akan berpikir ke arah itu sedangkan di dalam istana sendiri kekacauan sudah begitu parah. Setiap calon raja berusaha hendak membunuh siapa saja yang menduduki singgasana kerajaan, lalu ia akan tampil menggantikan tempatnya. Sehingga pernah terjadi, selama empat tahun takhta itu harus mengorbankan sembilan pangeran yang saling bunuh memperebutkan kedudukan itu, kadang terang-terangan, kadang dengan pembunuhan gelap. Tidak heran bahwa memang benar apa yang dikatakan orang kepada Abu Bakr tentang Musanna ini dan peranannya itu. Juga tidak heran jika kemudian Abu Bakr mengarahkan pikirannya ke Irak.

Kedatangan Musanna ke Medinah

Sementara Khalifah sedang merenungkan dan lama sekali memikirkan masalah ini, tiba-tiba Musanna datang ke Medinah. Ia diterima oleh Abu Bakr. Setelah mendapat keterangan dari Musanna sendiri ia makin yakin bahwa untuk memulai langkah ke Irak sudah tambah pasti, dan tak akan menemui perlawanan seperti yang terjadi dulu di Syam. Irak yang terletak di kedua pantai Sungai Tigris dan Furat dan pulau yang ada diantara keduanya itu, tak kalah indah dan cemerlangnya dari Syam. Kalaupun penduduk Hijaz tak pernah bicara tentang Irak seperti tentang Syam, karena Syam itu dekat ke Hijaz, dan karena jalan yang menuju ke sana jalan yang biasa dilalui dalam perjalanan musim panas, maka percakapan dan perhatian mereka kini tertuju ke Irak, seperti ke Syam dulu. Kalau begitu sebaiknya Abu Bakr meneruskan saja niatnya, dengan bertawakal kepada Allah.

Mengapa Abu Bakr masih akan merasa ragu padahal Musanna sudah mengingatkan bahwa kabilah-kabilah Arab yang tinggal di Delta Tigris dan Furat yang kaya dengan berbagai macam tanaman, buah-buahan, unggas dan binatang lain itu, cenderung pada pemukiman dan hidup menetap, dan kebanyakan penduduknya cenderung bertani, sedang yang menguasai basil buminya adalah pejabat-pejabat15 Persia. Yang diperoleh penduduk asli hanya sedikit sekali, kalaupun ada pejabat yang mau bermurah hati. Di mana pula ada lahan yang lebih subur dari ini untuk menyebarkan ajakan sesama Arab itu, dan untuk mengamankan Semenanjung dari intrik-intrik dan permusuhan Persia. Orang-orang Arab yang menetap di tanah Irak pasti menyambut baik ajakan itu. Bagi mereka hubungan dengan para penguasa berarti langkah untuk melawan mereka. Sekarang sesudah mendapat keterangan secukupnya dari Musanna, maka ini adalah kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan begitu saja, tetapi harus disertai tindakan lebih lanjut.

Irak tak kurang indahnya dari Syam

Kalau Muslimin berhasil dengan langkahnya ini berarti berita baik untuk langkah selanjutnya yang lebih besar. Delta di kedua sungai ini - dengan segala kesuburan dan hasil buminya - bukanlah daerah penghasil bumi tersubur dan terbaik di Irak. Bahkan Sungai Tigris dan Sungai Furat sudah mengalir sejajar hampir tiga ratus mil sebelum bermuara. Jadi bukan hanya daerah-daerah subur sejajar itu saja yang membuat taman surga yang tak kalah dengan taman-taman di Syam yang telah mempesonakan penduduk Hijaz itu, tetapi juga di sana terdapat peninggalan-peninggalan sejarah yang telah membuat kagum penduduk Semenanjung itu sendiri, bahkan penduduk dunia seluruhnya. Misalnya kota Ur16 yang menurut penemuan-penemuan belakangan ini yang oleh sebagian orang dibandingkan dengan peninggalan-peninggalan Firaun, terdapat di kawasan ini. Kalau kita pergi ke utara tak jauh dari kedua sungai yang sejajar itu, kita akan bertemu dengan peninggalan-peninggalan purbakala Babilonia. Di pantai Furat itu kita akan melihat pula menara Babel berdiri tegak seolah sedang berkisah tentang kebesaran Asiria dan sejarahnya yang gemilang. Dan kalau sekarang kita bicara tentang menara ini, tak habis-habisnya akan timbul rasa kagum dalam hati kita. Betapa pula hal itu sudah berlalu empat ribu tahun silam, dan betapa besar pengaruhnya dalam hati orang Arab yang pernah mendengar kisahnya!

Kalau kita meneruskan perjalanan menyusuri Sungai Furat, kita akan berhadapan dengan kota Mada'in, ibu kota Persia, yang merupakan pusat segala kemewahan dan kenikmatan hidup di seluruh dunia. Betapa besarnya kemewahan Persia ketika itu, tak dapat ditandingi oleh bangsa lain. Tetapi saat itu pula Persia mulai tergelincir menuju kejatuhan dan kehancurannya.

Barangkali nama-nama yang kita sebutkan itu dapat melukiskan kebesaran sejarah kawasan ini, yang terletak di kedua sisi Delta Furat dan Tigris. Semua ini akan menimbulkan kenangan indah tentang taman-taman, tentang tanaman anggur dan kehijauan kebun-kebun di sekitar kota itu, membentang luas tak berujung dengan warna warni yang sungguh cemerlang, dengan semerbak bunga-bunga dipancarkan ke udara yang kita hirup.

Baru sebagian saja kesuburan daerah ini yang tampak, orang sudah menamakannya "Surga Dunia;" karena hasil buminya yang begitu melimpah, karena keindahannya yang tak kalah indah dengan Syam, bahkan mungkin melebihinya.

Abu Bakr melihat apa yang dikatakan oleh Musanna asy-Syaibani itu memang benar juga. Ia berpendapat sudah menjadi kewajiban Muslimin mengamankan penduduk kawasan itu. Kalau kemudian mereka bersedia menerima dakwah Islam dan mengusir kekuasaan Persia di sana, maka itulah yang lebih baik. Tetapi kalau tidak pasukan Muslimin akan memerangi kekuasaan Persia, supaya kebebasan menyatakan pendapat itu terbuka luas. Suara kebenaran pasti menang, dengan memberikan alasan dan ajakan yang baik.

Pendapat Khalid bin Walid untuk memasuki Irak

Abu Bakr bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya. Kepada mereka disampaikannya keterangan yang diperolehnya dari Musanna. "Berilah aku kekuasaan dari pihak kaumku. Aku akan memerangi siapa saja orang Persia yang menganggap aku lemah. Dari pihakku saja sudah cukup untuk menggantikan kalian," kata Abu Bakr.

Tatkala mereka saling bertukar pikiran itu, ada yang berpendapat bahwa dalam hal ini diperlukan sekali pendapat Khalid bin al-Walid yang sekaligus akan menunjukkan apa yang harus kita lakukan jika pihak Persia mengadakan perlawanan kepada pasukan Muslimin. Sementara itu Khalid masih tinggal di Yamamah dengan kedua istrinya, Umm Tamim dan putri Mujja'ah, sedang beristirahat setelah ekspedisi 'Aqriba'. Ia hidup tenteram dengan kedua istrinya itu.

Abu Bakr memanggil Khalid dengan tergesa-gesa, dan Khalid pun segera pula datang. Khalid langsung setuju setelah mengetahui apa yang dilaporkan oleh Musanna, dengan memperlihatkan akibat yang mungkin terjadi karena perlawanan pihak Persia kepada pasukan Musanna. Kalau Persia mendapat kemenangan, kemenangan itu akan mendorong pikirannya untuk menanamkan kembali pengaruhnya di Bahrain dan daerah sekitarnya. Tetapi jika persiapan yang diadakan oleh Khalifah, dan apa yang sudah dilakukan Musanna sebelum itu sebagai garda depan dengan menerjunkan pasukan Muslimin yang sudah juga menyiapkan diri dengan jiwa raganya, sudah tentu Irak akan membuka pintu, dan orang-orang yang tinggal-di sana sebagai petani akan menjadi faktor utama yang akan membela orang-orang sebangsanya.

Selesai mengadakan pembicaraan, pemimpin-pemimpin itu menyetujui Abu Bakr sebagai komandan Musanna. Ketika itulah ia mengeluarkan perintah agar perjanjian dan ajakan yang sudah dimulai Musanna kepada orang-orang Arab itu diteruskan. Perintah itu merupakan langkah pertama untuk membebaskan Irak. Tetapi langkah yang menentukan ialah ketika komando tertinggi pasukan ke Irak itu dipegang oleh Khalid bin Walid. Tindakan Khalid di Irak serta kemenangan-kemenangannya melawan Persia akan kita bicarakan dalam bab berikutnya.

***

Sumber lain mengenai pembebasan Irak

Sumber ini mengenai langkah awal pembebasan Irak, yang menurut hemat kita rasanya ini lebih dapat diterima. Tetapi sebagian penulis sejarah berpendapat bahwa Musanna tidak datang ke Medinah, juga tidak menghadap Abu Bakr. Dia masih meneruskan perjalanan bersama pasukannya ke Delta Furat. Di sini ia dihadang oleh Ormizd17 yang kemudian terjadi pertempuran hebat, yang beritanya sampai kepada Abu Bakr. Ketika menanyakan tentang Musanna dan diketahuinya siapa orang itu dan apa peranannya di Bahrain ketika perang Riddah, ia mengeluarkan perintah kepada Khalid supaya segera datang. Ia ditugaskan membantu Musanna itu dalam menghadapi pasukan Ormizd dan orang-orang Arab yang mendukungnya dan melepaskan mereka dari penguasa Persia yang kejam ini. Menurut hemat kita sumber ini lebih dapat diterima, meskipun kita tak dapat memastikan tanpa ada pegangan yang lebih autentik.

Sebenarnya Musanna sudah dapat mengalahkan Persia dan tidak lagi memerlukan bantuan, dan kemenangannya itu mendorong pikiran Abu Bakr untuk menyerbu Irak. Ketika itulah ia memerintahkan Khalid berangkat ke Delta Furat untuk memperkuat pasukan Musanna. Dari sana kemudian memasuki Hirah ibu kota Banu Lakhm. Iyad bin Ganm diperintahkan berangkat ke Dumat al-Jandal menundukkan penduduknya yang masih membangkang dan murtad. Dari sana ke Hirah. Siapa yang lebih dulu sampai dari kedua jenderal itu maka dialah sebagai pemegang pimpinan tertinggi dan yang memerintah negeri itu.

Sudah kita sebutkan bahwa sumber kedua ini dapat diterima, dan kita tidak mengatakan bahwa sumber itu tidak benar mengingat sumber-sumber yang sampai kepada kita masih kacau. Kekacauan itu makin jelas ketika menyebutkan tentang pembebasan Irak dan persiapannya, baik atTabari dan Ibn al-Asir ataupun yang lain masih memperlihatkan keraguan dan sumber-sumber itu satu sama lain tidak saling mendukung.

Beberapa penulis sejarah yang kemudian berpendapat bahwa Khalid ketika berangkat ke Delta Furat tidak membawa rencana atau tujuan tertentu. Kepergiannya itu hanya untuk memberikan bala bantuan untuk menopang Musanna dan pasukannya. Setelah Musanna dapat mengalahkan Persia dan maju terus ke utara, ia kemudian mengirimkan bagian seperlima (rampasan perang) kepada Khalifah dengan beberapa laporan. Dialah yang menggambarkan bagaimana terjadinya pembebasan itu, dan dia pula yang menuju ke Hirah sampai ke bagian utara kota itu. Kelemahan sumber ini karena perintah-perintah Abu Bakr kepada para pimpinan militernya itu selalu tegas, yakni mereka tak boleh meninggalkan suatu tempat tanpa izin Abu Bakr. Itulah yang kita saksikan dalam perang Riddah, itu pula yang kemudian terjadi ketika membebaskan Iran dan Syam. Oleh karena itu tak mungkin pembebasan Irak itu dilakukan dengan tiba-tiba, atau Khalid bin Walid berangkat sendiri tanpa ada perintah dari Abu Bakr.

Baiklah sekarang kita berangkat bersama Musanna ke Delta Furat dan Tigris. Dan sebentar lagi Khalid akan menyusul kita ke sana untuk menghantam Persia di Irak, kemudian pindah dari sana ke Syam sebagai persiapan untuk menyudahi riwayat imperium Rumawi yang terakhir di Asia.

Catatan kaki:

  1. Sahara Nufud yang kita kenal sekarang, ialah daerah pedalaman Samawah atau di dekat- nya, yang dalam kepustakaan Arab sudah cukup dikenal.
  2. Al-Mada'in dalam sejarah kadang dikenal deng nama Ctesiphon, sebuah kota lama di Mesopotamia di tepi Sungai Tigris, sekitar 25 mil dari Bagdad (A).
  3. Al-Mas'udi menyebutkan bahwa Nebuchadnezzar bukan seorang raja melainkan seorang marzaban (gubernur) yang ditempatkan di Irak sebagai wakil Raja Kekhosrau. Dia memerangi Arab itu atas nama Kekhosrau dan mereka sebagian ditawan. At-Tabari dan beberapa sejarawan Arab lainnya membantah sumber itu. Mereka berpendapat bahwa menurut yang pertama ia pergi ke Yaman memimpin beberapa suku dari Lakhm, Juzam, Amila, Quda'ah, Azd dan yang lain. Mereka menyerang pinggiran Irak yang berdekatan dengan Bahrain. Setelah itu pasukannya kebingungan sehingga mereka bermarkas di pantai Furat. Dalam perjalanan kembali melalui Yaman, suku-suku itu ditempatkan di Hirah, tempat mereka yang dalam kebingungan itu. Ada juga sumber yang menyebutkan tentang raja-raJa kecil itu, bahwa Iskandar Agung-lah yang menempatkan mereka di sana. Ketika menyerbu Persia ia menetapkan setiap marzaban untuk satu daerah dan dijadikannya ia raja atas penduduk daerah itu dengan tujuan untuk memecah belah persatuan Persia dan mereka masing-masing dibuat saling bermusuhan. Dengan demikian mereka tak akan memberontak dan tak akan menggugat kekuasaannya.
  4. Az-Zaba' atau Zenobia nama yang lebih dikenal dalam literatur Barat, ialah ratu Palmyra (Tadmur, 267-272). Kata-kata itu diucapkan setelah ia jatuh ke tangan Amr. Cincin yang dipakainya sudah diberi racun yang lalu diisapnya sebagai langkah bunuh diri, dengan mengatakan, 'lebih baik mati di tangan sendiri daripada dibunuh oleh Amr,' yang kemudian menjadi peribahasa Arab (A).
  5. Dalam literatur Barat lebih dikenal dengan nama Latin Odaenathus. (A).
  6. Aslinya, sahib al-qidb al-mu'alla, bahasa Arab lama, yakni harfiah berarti 'anak panah dalam permainan judi untuk melihat nasib' yang dikiaskan dengan 'orang yang bernasib baik' (A).
  7. Sinimmar seorang arsitek Bizantiurn yang membangun istana Khawarnaq dan Sadir yang tak ada taranya, untuk Raja Nu'man. Setelah selesai, ia mati dilemparkan dari puncak istana itu, dengan maksud jangan lagi ia membuat istana serupa untuk orang lain. Menjadi peribahasa Arab buat orang yang 'membalas air susu dengan air tuba' (A).
  8. Penyair Adi bin Zaid menyinggung turunnya Nu'man Agung dari takhta itu dalam sajak berikut:
    Pemilik Istana Khawarnaq merenung ketika suatu hari mendekati masa akhir dan terpikir tentang agama.
    Senang karena hartanya dan kekayaan yang melimpah, laut yang luas lepas dan Istana Sadir.
    Menyadari kata hatinya, ia berkata: 'Apa artinya kebahagiaan hidup saat menghadapi kematian.'
  9. Manikeisma atau Manichaeism, suatu filsafat agama, campuran dari unsur-unsur Mazdakisma, Kristen dan paganisma, didirikan di Persia (261 M.) oleh Mani atau Manichaeus yang mengaku nabi penerus Kristus. Beberapa sumber menyebutkan ia akhirnya dihukum mati dengan dibakar (A).
  10. Mazdakisma (Mazdakism) atau Zoroastrianisma nama agama di Persia purba yang disebut menurut nama dewanya yang tertinggi, Mazda, didirikan oleh Zarathustra (bahasa Yunani, Zoroaster) sekitar abad ke-5 Pra-Masehi (A).
  11. Ahmad Amin, Fajr al-Islam, h. 23 mengutip al-A'laq an-Nafisah oleh Ibn Rustah.
  12. Dalam kepustakaan bahasa Inggris: Phylarch and Patricius, campuran bahasa Yunani dan bahasa Latin, yang berarti "gubernur atau pemimpin suku dan bangsawan" (A).
  13. Lihat Caussin de Perceval, Essai sur l'Histoire des Arabes jilid 2, h. 113-114. Juga sejarah Hirah dan sejarah Gassan di antara yang diuraikan oleh de Perceval dengan mengacu pada sumber-sumber Arab, Yunani dan Eropa.
  14. Muruj az-Zahab oleh al-Mas'udi, jilid pertama h. 236, cetakan Bagdad.
  15. Bahasa Arab menggunakan kata dihqan, jamak dahaqin, dari kata bahasa Persia (ejaan Inggris) dihkans; menurut kamus-kamus bahasa Arab "kepala desa, kepala distrik, tuan tanah atau pedagang" (A).
  16. Sebuah kota di Sumeria lama di tepi Sungai Furat selatan Irak, yang kemudian dikuasai oleh orang Babilonia. Menurut Taurat tempat kelahiran Nabi Ibrahim, dan tak jauh dari sana terletak menara Babel yang dimaksudkan untuk mencapai langit (A).
  17. Ormizd ialah nama lima raja dari dinasti Sasani di Iran. Yang terlibat dalam peristiwa ini tentunya Ormizd IV (berkuasa 579-590 M.). Dalam kepustakaan Arab nama ini dieja "Hormuz," sama dengan nama Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman (A).

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team