|
PENUTUP (2/3)
Apa yang diharapkan dunia ketika
itu
Penderitaan dunia ketika itu bukan karena faktor
kehidupan materi. Yang mereka utamakan sekali-kali bukanlah
persamaan taraf hidup. Tetapi yang sangat mereka dambakan
adalah ketenteraman dan kebebasan. Ketika itu mereka tak
dapat bergerak dengan leluasa dan tak dapat hidup tenang.
Bahkan ideologi dan undang-undang yang berlaku waktu itu
membelenggu mereka dengan ikatan-ikatan yang membuat segala
gerak-gerik dan kebebasan mereka jadi lumpuh. Ideologi dan
undang-undang tak hanya terbatas pada prinsip-prinsip umum
yang menjamin kebebasan pribadi di bawah undang-undang, dan
dengan begitu menjamin masyarakat untuk berkembang ke arah
yang lebih sempurna dengan usaha pribadi-pribadinya dan
masyarakatnya yang lebih leluasa, tetapi belenggu itu bahkan
sudah masuk ke dalam rumah dan kamar tidur pribadi
masing-masing. Bilamana pun, siang atau malam orang bisa
diganggu. Segala kegiatan dan pikiran jadi lumpuh. Dengan
main kucing-kucingan, maka dengan itulah cara untuk
menghindari gangguan dan tindakan sewenang-wenang, untuk
memperoleh mata pencarian dengan segala cara, untuk mencapai
kedudukan dan pangkat dengan kekayaan dan kemampuannya,
yakni kedudukan dan pangkat yang sewenang-wenang. Setiap ada
penindasan terhadap suatu gerakan dan kegiatan yang
memperjuangkan kebebasan berpikir, maka itu adalah suatu
peringatan lemahnya dan runtuhnya bangsa itu, suatu
peringatan adanya ketuaan dan kerapuhan yang mulai
menggerogoti tubuhnya.
Sejak dahulu kala kebebasan berpikir itulah yang membuat
manusia untuk bernalar, untuk memperhatikan, mengetahui dan
mencipta. Nenek moyang kita dahulu kala yang hidup di
hutan-hutan dan memerangi binatang, mereka dapat berbuat
demikian karena mereka terbawa oleh kebebasan nalurinya
untuk menciptakan alat-alat yang mereka gunakan dalam
peperangan mereka di zaman batu dan zaman yang berikutnya.
Setelah kelompok manusia pertama menempati tepi Sungai Nil
dan mengenal hidup bercocok tanam, kemudian mengenal hidup
menetap dan mengenal peradaban, dengan nalurinya mereka
menyadari bahwa manusia tak terhindar dari keharusan suatu
peraturan yang akan dapat menjamin keamanan dan kebebasan
bekerja, dan untuk pengaturan itu harus ada pula
kaidah-kaidah yang pasti yang diakui dan dihormati
masyarakat. Kodrat berkelompok yang secara naluri ada pada
manusia telah mengantarkannya untuk mewujudkan
prinsip-prinsip itu, dan untuk memuja yang menurut
anggapannya adalah dewa yang akan memelihara dan melindungi
mereka. Selanjutnya kelompok masyarakat pertama itu, ketika
pemikiran orang-orang berbakat setempat sudah melampaui
naluri, mereka sudah mampu menangkap arti keadilan,
kebebasan dan martabat manusia. Oleh karena itu kesadaran
rohani mereka bangkit,2 pintu berpikir bagi
manusia pun terbuka, dan dengan jalan itu ia sampai ke
jenjang ilmu, sastra dan seni. Ia melihat di balik tabir itu
pilihan apa yang telah diberikan oleh alam kepadanya, dan
dengan bakat yang ada ia dapat mengolahnya.
Perkembangan umat manusia dalam keadaan pasang surutnya
kadang terus maju, kadang mundur. Dalam suasana yang
bagaimanapun kebebasan berpikir itu merupakan lambang
kemajuan umat manusia, dan kebekuan berpikir adalah lambang
kemundurannya. Apabila manusia sudah bebas, dengan kekuatan
berpikirnya ia dapat berkuasa, kendati hanya sekadar menurut
kekuatan alam. Ia dapat mengemudikannya untuk kepentingan
manusia, dan dengan kekuasaannya itu manusia akan mendapat
keuntungan baru untuk kemajuannya. Tetapi kalau pikiran
sudah beku kemajuan umat manusia pun akan terhenti, dan
hanya cukup dengan naluri melestarikan keturunan yang
tersimpan dalam dirinya sampai kemudian muncul kebebasan
berpikir untuk memperoleh lagi kemajuannya.
Tugas Nabi di Semenanjung Arab
Dengan membekunya kedua imperium besar Persia dan Rumawi
ini, dengan kerusakan yang sudah mulai menggerogoti
tubuhnya, maka mau tak mau harus ada suatu umat baru bangkit
dan mendorong dunia ini ke depan. Kiranya di mana kekuatan
pendorong itu kini tersembunyi, dan kapan akan muncul?!
itulah yang sudah menjadi suratan takdir, atau menurut
bahasa modern sekarang, itulah yang sudah pasti dalam
peredaran waktu dan ruang bagi mansyarat manusia, sama
pastinya seperti gerhana matahari dan bulan serta lahirnya
bintang-bintang berekor dan peredaran tata surya. Sudah
menjadi suratan takdir juga agaknya bahwa bangkitnya
kebudayaan yang sudah terancam runtuh itu kini dibebankan ke
bahu orang-orang Arab Semenanjung tersebut, dan kehidupan
pun memancar ke segenap penjuru.
Itu sebabnya Allah telah memilih Nabi-Nya Muhammad saw.
Kepadanya diwahyukan agama yang benar agar disampaikan
kepada umat manusia dan mengajak mereka dengan nasihat yang
baik disertai argumentasi, dengan pandangan yang bebas dari
engaruh kepercayaan paganisma dan majusi serta perdebatan
buta yang menjadi kesenangan sektasekta yang saling
bertentangan di Rumawi ketika itu.
Dakwah ini di tempat kelahirannya sendiri selama
bertahun-tahun ditentang dan diperangi, tak kenal damai dan
tak kenal kompromi, sampai Allah menolong agama-Nya ini dan
menyempumakan firman-Nya. Dengan cara yang serba sederhana
dan bersih Allah telah memberikan kemenangan kepada dakwah
ini, dan menjunjung tinggi martabat dan pikiran manusia ke
tempat yang layak untuk itu. Dengan kemenangan itu, sebelum
Rasulullah memilih kembali ke sisi Allah, paganisma dan
kepercayaan majusi di seluruh Semenanjung itu sudah dapat
diberantas.
Kalau dakwah. kepada tauhid dan kepada prinsip-prinsip
keadilan serta akhlak yang luhur sudah dapat memberantas
segala yang berlawanan dengan itu, tidak akan lagi
pemimpin-pemimpin kaum murtad di negerinegeri Arab itu
berusaha kembali kepada penyembahan berhala. Tetapi
pemimpin-pemimpin itu masih berusaha memanfaatkan tauhid dan
ajaranajarannya untuk memperluas kekuasaan dan mengambil
keuntungan sebanyak-banyaknya. Dalam hal ini mereka tak
dapat disalahkan. Sebagai manusia kita sendiri belum
mencapai pengertian yang luhur yang akan membuat kita mampu
memisahkan antara yang hak itu sendiri dengan keuntungan
materi yang kita peroleh dari memanfaatkan dan berlindung di
balik namanya untuk menipu orang dengan kekuasaannya itu.
Orang melihat kebenaran itu lalu terpesona, lalu buta
matanya tanpa mencari keagungan dan kesempurnaan yang ada di
baJik itu, karena kesadaran rohani manusia itu masih dalam
tahap kekanak-kanakan, karena kemurnian hati nuraninya masih
bercampur dengan serba kekurangan yang menodainya dan
merusak pertimbangan aka' sehatnya.
Oleh karena itu manusia lalu mengganggu siapa saja yang
berdakwah dan mengajaknya kepada kebenaran. Para dai yang
sungguh-sungguh harus rela menderita dan menanggung segala
gangguan tersebut selama penderitaannya akan membuat
kebenaran dan dakwahnya itu tersebar. Makin tinggi suara
kebenaran, orang yang takut kehilangan kekayaan dan
kekuasaan akan makin keras memerangi. Sepanjang sejarah,
pertentangan antara yang mencari keuntungan sementara dengan
prinsip-prinsip yang lebih abadi, itulah yang selalu timbul,
dan yang membuat perang dibenarkan dalam menumpas kebatilan:
melakukan pembalasan sesuai dengan perbuatan.
Tahap kesadaran rohani manusia itu belum lama lagi dari
perkembangan yang dialaminya selama dalam abad keenam Masehi
itu, belum lepas dari Lahap masa anak-anaknya. Karena itu
perang yang berkobar itu untuk maksud-maksud yang tidak sama
dengan Perang Riddah dan perang untuk membebaskan Irak dan
Syam. Teriakan unluk mencapai kemerdekaan, keadilan dan
persaudaraan makin nyaring. Lalu orang memasang telinga mau
mendengarkan seruan itu, ia bersedia berkorban dan
mesin-mesin perang pun menderu-deru menopangnya. Bila perang
sudah usai, orang tinggal menunggu akan memperoleh
perlindungan dari prinsip-prinsip yang diperjuangkannya
mati-matian itu.
Tetapi, pada suatu hari apa yang menjadi kenyataan dari
prinsip-prinsip ini tak lebih dari sekadar bayangan belaka;
yang tampak di balik itu hanya kenyataan semu yang tak jelas
bentuknya. Lalu yang ditinggalkan hanya berbagai macam
bencana yang selalu menjadi keluhan orang dan sampai
sekarang masih menjadi beban yang memberatkannya.
Pengorbanan umat manusia sedikit sekali memperoleh
keuntungan dari prinsip-prinsip kemerdekaan, keadilan dan
persaudaraan itu. Adapun keuntungan besar yang diperoleh
dari perang mati-matian itu umumnya berada di tangan mereka
yang memburu kenikmatan dan kesenangan materi, orang-orang
yang memang mencari pangkat dan harta, mengumpulkan kekayaan
secara berlebihan. Untuk memenuhi hasrat kesenangan dan
memuaskan rasa haus harta itu, darah umat manusia yang
mengalir dan nyawa yang dikorbankan demi keadilan,
persaudaraan dan kemerdekaan itu mereka anggap wajar
saja.
Sebab-sebab terjadi demikian seperti yang sudah saya
kemukakan, karena kesadaran rohani manusia masih
kekanak-kanakan sifatnya, dan karena sifat
kekanak-kanakannya itu pula maka ia sering tersandung.
Tetapi tersandungnya anak kecil tak akan membuatnya jera
untuk kembali berjalan dan kemudian tersandung lagi. Yang
de.nikian ini akan memberi pelajaran kepadanya bagaimana ia
harus menjaga langkahnya agar seimbang sehingga nanti dapat
berjalan tegak, melangkah lebih cepat ke jenjang remaja
kemudian sampai mencapai kedewasaan. Barangkali jika
tersandung atau terbentur lebih keras sehingga akan membuat
anak yang baru tumbuh itu sampai jatuh tersungkur, buat dia
akan .lebih baik, untuk kemudian bangun lagi meluruskan
jalannya yang lebih mantap.
Islam memikat perhatian orang
Sekarang benturan yang paling keras dirasakan datangnya
dari Persia dan Rumawi. Oleh karena itu lahirnya Islam dan
berdirinya kedaulatan Islam merupakan pendorong yang paling
kuat untuk memajukan kesadaran rohani manusia itu menuju
kematangannya. Tanda untuk itu ialah bahwa Islam sangat
memikat hati orang dan orang pun cepat sekali menerimanya,
karena Islam melukiskan kemanusiaan yang ideal dan
menjunjung kebebasan dan martabat manusia
setinggi-tingginya. Islam mengajarkan bahwa bagi manusia
tiada sembahan selain Allah Yang Mahakuasa dan mereka adalah
hamba-hamba-Nya. Selain Dia tak ada yang mampu memberi
manfaat atau mudarat, pahala atau ukuman, dan apa yang
menimpa mereka di dunia ini oleh Allah akan dibalas dengan
balasan yang sempurna. Jadi hendaklah mereka bekerja bebas
dengan tenang demi Allah semata. Jika mereka diperlakukan
oleh orang zalim dengan sewenang-wenang maka Allah akan
menjatuhkan azab kepada si zalim. Jika mereka melihat suatu
perbuatan mungkar hendaklah dicegah, dan mereka tahu bahwa
Allah akan menjaring mereka dari belakang.
Mengapa Allah memilih Nabi-Nya dari
Semenanjung Arab?
Mengapa suratan sudah ditentukan terlebih dulu, dan Allah
memilih Nabi yang mulia ini dari Semenanjung Arab, bukan
dari tempat lain?! Kita tak akan mampu, dan siapa pun tak
akan juga mampu memberikan jawaban yang pasti atas
pertanyaan ini. Pengetahuan yang ada pada kita hanya sedikit
sekali. Tetapi tak berarti ini kita tak boleh meraba-raba
hukum alam dan berusaha memahami apa yang terjadi dengan
kehendak Allah itu. Apa yang terjadi dalam kehidupan umat
manusia, masyarakat manusia tunduk kepada hukum yang sudah
pasti ini, seperti segala yang ada dalam alam semesta juga
tunduk semua pada apa yang dikehendaki Allah. Jadi sudah
seharusnya kita mencoba menafsirkan gejala-gejala sosial itu
dari segi hukum ini, kendati belum dapat kita harapkan
sekarang, dan pengetahuan kita sebagai manusia belum banyak
berkembang untuk mengetahui masa depan masyarakat manusia
yang masih gaib, seperti pengetahuan kita tentang apa yang
terjadi dengan bintang-bintang dan peredarannya.
Upaya kita yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan
itu ialah bahwa kebudayaan dunia sudah ada sejak
generasi-generasi pertama kehidupan umat manusia, sampai
abad keenam Masehi - Mesir, Asiria, Yunani dan di Roma -
dari sana berkembang ke sekitarnya, dan bahwa pikiran
manusia sudah mencapai kematangannya di daerah-daerah itu
sebelum di tempat-tempat lain. Itulah yang memudahkan
kesadaran rohani manusia untuk bangkit, dan fajar pun mulai
menyingsing. Atas dasar itulah kedua imperium Persia dan
Rumawi itu mengemudikan nasib dunia ketika itu dan yang
menguasai kebudayaannya. Setelah tiba saatnya kedua imperium
menjadi tua renta, daerah Semenanjung Arab itulah yang masih
bebas dari mereka tapi masih berhubungan dan saling terkait.
Tetapi bagaimanapun ketuaan itu menggerogoti mereka, dakwah
kepada cita-cita yang luhur dan mulia itu sepantasnya
disambut di kedua imperium itu dan dari sana kemudian
menyebar ke daerah-daerah sekitarnya.
Semua ini adalah peristiwa yang sejak awal sudah menjadi
menjadi suratan takdir. Maka tidak heran jika sejak awal
pula akan tampil seorang dai membawa cita-cita luhur dan
mulia ke bumi yang dekat dengan kedua imperium itu dan yang
kebanyakan lebih merdeka. Kemerdekaan itulah yang menjamin
adanya kebebasan berpikir, dan yang akhirnya ajakan atau
dakwah kepada kebenaran itu diterima orang.
Demikianlah Allah telah memilih Nabi-Nya dari penduduk
Semenanjung itu untuk menyampaikan dakwah, dari sebuah
negeri yang paling merdeka di Semenanjung itu, dan yang
sampai saat itu negeri yang paling dihormati.
Muhammad telah mengajak masyarakatnya kepada tauhid dan
prinsip-prinsip umat manusia yang ideal, kemudian dakwahnya
disampaikannya kepada penguasa-penguasa kedua imperium itu -
Persia dan Rumawi. Mereka diajak kepada ajaran kebenaran
yang dibawanya. Dengan demikian ia telah meletakkan batas
pemisah antara yang hak dengan yang batil. Ketika diajak
kepada kebenaran, kepada yang hak itu, ia sudah mengingatkan
orang tentang adanya orang-orang yang hendak menipu orang
lain atas nama kebenaran itu, lalu ditinggalkannya kepada
sahabat-sahabatnya yang kemudian, yang semasa hidupnya
menjadi pendukung dan pembelanya, dan yang memahami dan
menyadari apa yang dibawanya itu, dan mereka pun setia
mematuhinya.
Abu Bakr dan kematangan rohaninya
Kita sudah melihat betapa tingginya kesadaran Abu Bakr
terhadap prinsip-prinsip itu sehingga ia dapat memastikan
untuk menanamkan dalam dirinya batas antara kebenaran untuk
kebenaran dengan keuntungan sementara yang dikejar-kejar
orang, orang yang suka menipu orang lain atas nama kebenaran
itu. Kita sudah melihat betapa ia begitu gigih hendak
membela kebenaran itu walaupun seorang diri. Jika seseorang
sudah begitu tinggi kesadarannya, adalah suatu tanda
kesadaran rohaninya sudah benar-benar matang. Sekiranya pada
suatu waktu umat manusia sudah mencapai kematangan demikian
tentu di kalangan penduduk tak akan terjadi peperangan, dan
niscaya Allah akan mengabulkan doa orang-orang yang berdoa
kepada-Nya di Rumah-Nya yang suci itu:
"Tuhan, Engkaulah Sumber Kedamaian dan dari Engkaulah
datangnya kedamaian. Tuhan, berilah kami hidup dalam
kedamaian."
Jarak masih begitu jauh antara kita dengan waktu
terkabulnya doa itu. Jika orang diajak dengan cara yang
bijaksana dan dengan penyampaian yang baik agar meninggalkan
apa yang dilakukan leluhur mereka, mereka lalu menutup
telinga, lalu timbul kesombongan yang berarti hanya
memperbesar dosa. Mereka tak mau berdiskusi dengan cara yang
baik, dan mengira bahwa tindakan yang dilakukan dengan
kekerasan dan kekejaman itu akan dapat membungkam suara
kebenaran. Itulah, karena kesadaran rohani mereka masih
kekanak-kanakan. Anak kecil itu mengira bahwa semakin
nyaring teriakannya, kedua orangtuanya akan mengabulkan
keinginannya. Tetapi bila kedua orangtuanya memberi
pelajaran kepadanya dan teriakannya tak dihiraukan ia akan
menerima dan akan diam.
Itulah pula yang dilakukan Abu Bakr terhadap kaum murtad
tatkala mereka berteriak-teriak dan mencoba mengadakan
perlawanan. Ia mengambil tindakan tegas terhadap mereka
sesuai dengan apa yang harus diperlakukan, dan ia berhasil
menumpas perlawanan dan teriakan mereka itu.
Sudah kehendak takdir juga agaknya bahwa orang-orang yang
tersebar di pedalaman Syam itu telah membuka jalan untuk
tersebarnya Islam di Persia dan Rumawi. Penduduk Semenanjung
jadi mudah memasuki tempat mereka dan dengan melintasi
mereka dapat menyerang Persia di pantai Sungai Tigris dan
Furat serta sekitarnya, dan menyerang Rumawi di Syam, Mesir
dan Sudan.
Kita sudah melihat semua ini, bahwa keajaiban yang
terjadi di masa Abu Bakr bukan karena kebetulan, tetapi
memang sudah suatu keharusan yang ditentukan oleh hukum alam
yang sudah tak dapat diubah. Andaikata Semenanjung Arab
tidak bertetangga dengan Irak dan Syam, andaikata bahasa
Arab bukan bahasa kabilah-kabilah yang tinggal di pedalaman
Syam sejak berabad-abad silam, andaikata Allah tidak
mengangkat Nabi-Nya pada waktu itu, saat dunia sangat haus
ingin mendengar suara kebenaran dan orang dapat bersuluh
dengan cahayanya, andaikata semua itu tidak terjadi, niscaya
jangkauannya akan jadi lain, dan sejarah umat manusia tak
seperti yang kita kenal sekarang dan kebudayaan Islam pun
tak akan menggantikan kebudayaan Persia dan Rumawi. Sejarah
akan menempuh jalan lain, bukan seperti yang kita kenal
selama itu sampai masa kita sekarang.
Kalau memang sudah menjadi kehendak takdir keajaiban di
bumi ini akan terjadi, seperti yang sudah kita lihat, jalan
untuk memperoleh kemenangan pun terbuka. Melalui orang-orang
berwatak dan berbakat, dengan kehendak Yang Mahakuasa
tampaklah apa yang mereka ukir dalam lembaran-lembaran alam
ini. Kita sudah melihat apa yang dikerjakan oleh Abu Bakr,
Khalid bin Walid, Umar bin Khattab dan panglima-panglima
pasukan Muslimin yang lain, juga sudah kita lihat bagaimana
mereka mengemban tugas berat masa itu, yang tak akan
dipikulkan sekiranya Allah tidak menghendaki keajaiban itu
terjadi sesuai dengan hukum-Nya, dengan sunnatullah.
Kalau bukan karena kehendak Allah, tentu Abu Bakr masih
tetap sebagai pedagang, yang makin memperbesar kcuntungan
dan memperbanyak hartanya, dan dalam lembaran sejarahnya tak
lebih kedudukannya daripada hanya sebagai kepala suku Taim
bin Murrah serta mengurus diat dan soal segala macam ganti
rugi. Kalau tidak karena kehendak itu, tentu Khalid bin
Walid masih sebagai panglima perang Banu Makhzum dan
Kuraisy, dan namanya dalam sejarah tak akan melebihi dan
sebanding dengan nama-nama Iskandar Agung, Julius Caesar,
Hannibal, Jengis Khan dan Napoleon, dan kalau tidak karena
itu pula tentu nama al-Faruq Umar bin Khattab tak akan
menjadi lambang keadilan, kasih sayang dan keberanian
sekaligus. Kalau sekarang kita mencatat sejarah mereka dan
memuji segala tindakan mereka, dan kita aitkan keluhuran
dakwah untuk kebenaran itu kepada nama jenderal yang jenius
itu dan kita gabungkan semua itu dalam kesatuan sejarah, mau
tak mau kita hanya akan membuat lukisan tentang kehendak
takdir serta faktor-faktor yang sudah tersedia untuk
mewujudkannya. Akhirnya akan sampai pada masa transisi
kebudayaan demikian rupa yang membuka jalan kepada sejarah
baru perjalanan dunia ini.
Islam mengajak kepada cita-cita luhur
dan perdamaian
Kalau kita sudah menyebutkan nama jenderal jenius Khalid
bin Walid, sekarang saya berhenti sejenak mengemukakan suatu
masalah yang pernah saya diskusikan dalam Sejarah Hidup
Muhammad. Tetapi yang saya kemukakan di sini bukanlah dari
segi yang saya diskusikan dalam buku tersebut. Sudah sejak
lama orang bicara tentang Islam yang disebarkan dengan
pedang. Dalam Sejarah
Hidup Muhammad sudah saya jelaskan bahwa Qur'an
menolak perang agresi seperti disebutkan dalam sekian banyak
ayat.
"Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kamu,
tetapi janganlah melanggar batas, karena Allah tidak
menyukai orang-orang yang melanggar batas." (Qur'an, 2.
190).
"Barang siapa kemudian ada yang menyerang kamu,
seranglah ia sebagaimana ia menyerang kamu. Tetapi
bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah bersama
mereka yang dapat menahan diri (bertakwa)." (Qur'an, 2.
194).
Qur'an yang mengajak dan mengajarkan perdamaian, pemaafan
dan lapang dada (toleransi) itu juga mengajak dan
mengajarkan kebebasan menyatakan pendapat dan pembelaan
akidah bagi seorang mukmin jika ada pihak lain mau
mengacaukannya.
|