Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PENUTUP (2/3)

Apa yang diharapkan dunia ketika itu

Penderitaan dunia ketika itu bukan karena faktor kehidupan materi. Yang mereka utamakan sekali-kali bukanlah persamaan taraf hidup. Tetapi yang sangat mereka dambakan adalah ketenteraman dan kebebasan. Ketika itu mereka tak dapat bergerak dengan leluasa dan tak dapat hidup tenang. Bahkan ideologi dan undang-undang yang berlaku waktu itu membelenggu mereka dengan ikatan-ikatan yang membuat segala gerak-gerik dan kebebasan mereka jadi lumpuh. Ideologi dan undang-undang tak hanya terbatas pada prinsip-prinsip umum yang menjamin kebebasan pribadi di bawah undang-undang, dan dengan begitu menjamin masyarakat untuk berkembang ke arah yang lebih sempurna dengan usaha pribadi-pribadinya dan masyarakatnya yang lebih leluasa, tetapi belenggu itu bahkan sudah masuk ke dalam rumah dan kamar tidur pribadi masing-masing. Bilamana pun, siang atau malam orang bisa diganggu. Segala kegiatan dan pikiran jadi lumpuh. Dengan main kucing-kucingan, maka dengan itulah cara untuk menghindari gangguan dan tindakan sewenang-wenang, untuk memperoleh mata pencarian dengan segala cara, untuk mencapai kedudukan dan pangkat dengan kekayaan dan kemampuannya, yakni kedudukan dan pangkat yang sewenang-wenang. Setiap ada penindasan terhadap suatu gerakan dan kegiatan yang memperjuangkan kebebasan berpikir, maka itu adalah suatu peringatan lemahnya dan runtuhnya bangsa itu, suatu peringatan adanya ketuaan dan kerapuhan yang mulai menggerogoti tubuhnya.

Sejak dahulu kala kebebasan berpikir itulah yang membuat manusia untuk bernalar, untuk memperhatikan, mengetahui dan mencipta. Nenek moyang kita dahulu kala yang hidup di hutan-hutan dan memerangi binatang, mereka dapat berbuat demikian karena mereka terbawa oleh kebebasan nalurinya untuk menciptakan alat-alat yang mereka gunakan dalam peperangan mereka di zaman batu dan zaman yang berikutnya. Setelah kelompok manusia pertama menempati tepi Sungai Nil dan mengenal hidup bercocok tanam, kemudian mengenal hidup menetap dan mengenal peradaban, dengan nalurinya mereka menyadari bahwa manusia tak terhindar dari keharusan suatu peraturan yang akan dapat menjamin keamanan dan kebebasan bekerja, dan untuk pengaturan itu harus ada pula kaidah-kaidah yang pasti yang diakui dan dihormati masyarakat. Kodrat berkelompok yang secara naluri ada pada manusia telah mengantarkannya untuk mewujudkan prinsip-prinsip itu, dan untuk memuja yang menurut anggapannya adalah dewa yang akan memelihara dan melindungi mereka. Selanjutnya kelompok masyarakat pertama itu, ketika pemikiran orang-orang berbakat setempat sudah melampaui naluri, mereka sudah mampu menangkap arti keadilan, kebebasan dan martabat manusia. Oleh karena itu kesadaran rohani mereka bangkit,2 pintu berpikir bagi manusia pun terbuka, dan dengan jalan itu ia sampai ke jenjang ilmu, sastra dan seni. Ia melihat di balik tabir itu pilihan apa yang telah diberikan oleh alam kepadanya, dan dengan bakat yang ada ia dapat mengolahnya.

Perkembangan umat manusia dalam keadaan pasang surutnya kadang terus maju, kadang mundur. Dalam suasana yang bagaimanapun kebebasan berpikir itu merupakan lambang kemajuan umat manusia, dan kebekuan berpikir adalah lambang kemundurannya. Apabila manusia sudah bebas, dengan kekuatan berpikirnya ia dapat berkuasa, kendati hanya sekadar menurut kekuatan alam. Ia dapat mengemudikannya untuk kepentingan manusia, dan dengan kekuasaannya itu manusia akan mendapat keuntungan baru untuk kemajuannya. Tetapi kalau pikiran sudah beku kemajuan umat manusia pun akan terhenti, dan hanya cukup dengan naluri melestarikan keturunan yang tersimpan dalam dirinya sampai kemudian muncul kebebasan berpikir untuk memperoleh lagi kemajuannya.

Tugas Nabi di Semenanjung Arab

Dengan membekunya kedua imperium besar Persia dan Rumawi ini, dengan kerusakan yang sudah mulai menggerogoti tubuhnya, maka mau tak mau harus ada suatu umat baru bangkit dan mendorong dunia ini ke depan. Kiranya di mana kekuatan pendorong itu kini tersembunyi, dan kapan akan muncul?! itulah yang sudah menjadi suratan takdir, atau menurut bahasa modern sekarang, itulah yang sudah pasti dalam peredaran waktu dan ruang bagi mansyarat manusia, sama pastinya seperti gerhana matahari dan bulan serta lahirnya bintang-bintang berekor dan peredaran tata surya. Sudah menjadi suratan takdir juga agaknya bahwa bangkitnya kebudayaan yang sudah terancam runtuh itu kini dibebankan ke bahu orang-orang Arab Semenanjung tersebut, dan kehidupan pun memancar ke segenap penjuru.

Itu sebabnya Allah telah memilih Nabi-Nya Muhammad saw. Kepadanya diwahyukan agama yang benar agar disampaikan kepada umat manusia dan mengajak mereka dengan nasihat yang baik disertai argumentasi, dengan pandangan yang bebas dari engaruh kepercayaan paganisma dan majusi serta perdebatan buta yang menjadi kesenangan sektasekta yang saling bertentangan di Rumawi ketika itu.

Dakwah ini di tempat kelahirannya sendiri selama bertahun-tahun ditentang dan diperangi, tak kenal damai dan tak kenal kompromi, sampai Allah menolong agama-Nya ini dan menyempumakan firman-Nya. Dengan cara yang serba sederhana dan bersih Allah telah memberikan kemenangan kepada dakwah ini, dan menjunjung tinggi martabat dan pikiran manusia ke tempat yang layak untuk itu. Dengan kemenangan itu, sebelum Rasulullah memilih kembali ke sisi Allah, paganisma dan kepercayaan majusi di seluruh Semenanjung itu sudah dapat diberantas.

Kalau dakwah. kepada tauhid dan kepada prinsip-prinsip keadilan serta akhlak yang luhur sudah dapat memberantas segala yang berlawanan dengan itu, tidak akan lagi pemimpin-pemimpin kaum murtad di negerinegeri Arab itu berusaha kembali kepada penyembahan berhala. Tetapi pemimpin-pemimpin itu masih berusaha memanfaatkan tauhid dan ajaranajarannya untuk memperluas kekuasaan dan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Dalam hal ini mereka tak dapat disalahkan. Sebagai manusia kita sendiri belum mencapai pengertian yang luhur yang akan membuat kita mampu memisahkan antara yang hak itu sendiri dengan keuntungan materi yang kita peroleh dari memanfaatkan dan berlindung di balik namanya untuk menipu orang dengan kekuasaannya itu. Orang melihat kebenaran itu lalu terpesona, lalu buta matanya tanpa mencari keagungan dan kesempurnaan yang ada di baJik itu, karena kesadaran rohani manusia itu masih dalam tahap kekanak-kanakan, karena kemurnian hati nuraninya masih bercampur dengan serba kekurangan yang menodainya dan merusak pertimbangan aka' sehatnya.

Oleh karena itu manusia lalu mengganggu siapa saja yang berdakwah dan mengajaknya kepada kebenaran. Para dai yang sungguh-sungguh harus rela menderita dan menanggung segala gangguan tersebut selama penderitaannya akan membuat kebenaran dan dakwahnya itu tersebar. Makin tinggi suara kebenaran, orang yang takut kehilangan kekayaan dan kekuasaan akan makin keras memerangi. Sepanjang sejarah, pertentangan antara yang mencari keuntungan sementara dengan prinsip-prinsip yang lebih abadi, itulah yang selalu timbul, dan yang membuat perang dibenarkan dalam menumpas kebatilan: melakukan pembalasan sesuai dengan perbuatan.

Tahap kesadaran rohani manusia itu belum lama lagi dari perkembangan yang dialaminya selama dalam abad keenam Masehi itu, belum lepas dari Lahap masa anak-anaknya. Karena itu perang yang berkobar itu untuk maksud-maksud yang tidak sama dengan Perang Riddah dan perang untuk membebaskan Irak dan Syam. Teriakan unluk mencapai kemerdekaan, keadilan dan persaudaraan makin nyaring. Lalu orang memasang telinga mau mendengarkan seruan itu, ia bersedia berkorban dan mesin-mesin perang pun menderu-deru menopangnya. Bila perang sudah usai, orang tinggal menunggu akan memperoleh perlindungan dari prinsip-prinsip yang diperjuangkannya mati-matian itu.

Tetapi, pada suatu hari apa yang menjadi kenyataan dari prinsip-prinsip ini tak lebih dari sekadar bayangan belaka; yang tampak di balik itu hanya kenyataan semu yang tak jelas bentuknya. Lalu yang ditinggalkan hanya berbagai macam bencana yang selalu menjadi keluhan orang dan sampai sekarang masih menjadi beban yang memberatkannya. Pengorbanan umat manusia sedikit sekali memperoleh keuntungan dari prinsip-prinsip kemerdekaan, keadilan dan persaudaraan itu. Adapun keuntungan besar yang diperoleh dari perang mati-matian itu umumnya berada di tangan mereka yang memburu kenikmatan dan kesenangan materi, orang-orang yang memang mencari pangkat dan harta, mengumpulkan kekayaan secara berlebihan. Untuk memenuhi hasrat kesenangan dan memuaskan rasa haus harta itu, darah umat manusia yang mengalir dan nyawa yang dikorbankan demi keadilan, persaudaraan dan kemerdekaan itu mereka anggap wajar saja.

Sebab-sebab terjadi demikian seperti yang sudah saya kemukakan, karena kesadaran rohani manusia masih kekanak-kanakan sifatnya, dan karena sifat kekanak-kanakannya itu pula maka ia sering tersandung. Tetapi tersandungnya anak kecil tak akan membuatnya jera untuk kembali berjalan dan kemudian tersandung lagi. Yang de.nikian ini akan memberi pelajaran kepadanya bagaimana ia harus menjaga langkahnya agar seimbang sehingga nanti dapat berjalan tegak, melangkah lebih cepat ke jenjang remaja kemudian sampai mencapai kedewasaan. Barangkali jika tersandung atau terbentur lebih keras sehingga akan membuat anak yang baru tumbuh itu sampai jatuh tersungkur, buat dia akan .lebih baik, untuk kemudian bangun lagi meluruskan jalannya yang lebih mantap.

Islam memikat perhatian orang

Sekarang benturan yang paling keras dirasakan datangnya dari Persia dan Rumawi. Oleh karena itu lahirnya Islam dan berdirinya kedaulatan Islam merupakan pendorong yang paling kuat untuk memajukan kesadaran rohani manusia itu menuju kematangannya. Tanda untuk itu ialah bahwa Islam sangat memikat hati orang dan orang pun cepat sekali menerimanya, karena Islam melukiskan kemanusiaan yang ideal dan menjunjung kebebasan dan martabat manusia setinggi-tingginya. Islam mengajarkan bahwa bagi manusia tiada sembahan selain Allah Yang Mahakuasa dan mereka adalah hamba-hamba-Nya. Selain Dia tak ada yang mampu memberi manfaat atau mudarat, pahala atau ukuman, dan apa yang menimpa mereka di dunia ini oleh Allah akan dibalas dengan balasan yang sempurna. Jadi hendaklah mereka bekerja bebas dengan tenang demi Allah semata. Jika mereka diperlakukan oleh orang zalim dengan sewenang-wenang maka Allah akan menjatuhkan azab kepada si zalim. Jika mereka melihat suatu perbuatan mungkar hendaklah dicegah, dan mereka tahu bahwa Allah akan menjaring mereka dari belakang.

Mengapa Allah memilih Nabi-Nya dari Semenanjung Arab?

Mengapa suratan sudah ditentukan terlebih dulu, dan Allah memilih Nabi yang mulia ini dari Semenanjung Arab, bukan dari tempat lain?! Kita tak akan mampu, dan siapa pun tak akan juga mampu memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan ini. Pengetahuan yang ada pada kita hanya sedikit sekali. Tetapi tak berarti ini kita tak boleh meraba-raba hukum alam dan berusaha memahami apa yang terjadi dengan kehendak Allah itu. Apa yang terjadi dalam kehidupan umat manusia, masyarakat manusia tunduk kepada hukum yang sudah pasti ini, seperti segala yang ada dalam alam semesta juga tunduk semua pada apa yang dikehendaki Allah. Jadi sudah seharusnya kita mencoba menafsirkan gejala-gejala sosial itu dari segi hukum ini, kendati belum dapat kita harapkan sekarang, dan pengetahuan kita sebagai manusia belum banyak berkembang untuk mengetahui masa depan masyarakat manusia yang masih gaib, seperti pengetahuan kita tentang apa yang terjadi dengan bintang-bintang dan peredarannya.

Upaya kita yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu ialah bahwa kebudayaan dunia sudah ada sejak generasi-generasi pertama kehidupan umat manusia, sampai abad keenam Masehi - Mesir, Asiria, Yunani dan di Roma - dari sana berkembang ke sekitarnya, dan bahwa pikiran manusia sudah mencapai kematangannya di daerah-daerah itu sebelum di tempat-tempat lain. Itulah yang memudahkan kesadaran rohani manusia untuk bangkit, dan fajar pun mulai menyingsing. Atas dasar itulah kedua imperium Persia dan Rumawi itu mengemudikan nasib dunia ketika itu dan yang menguasai kebudayaannya. Setelah tiba saatnya kedua imperium menjadi tua renta, daerah Semenanjung Arab itulah yang masih bebas dari mereka tapi masih berhubungan dan saling terkait. Tetapi bagaimanapun ketuaan itu menggerogoti mereka, dakwah kepada cita-cita yang luhur dan mulia itu sepantasnya disambut di kedua imperium itu dan dari sana kemudian menyebar ke daerah-daerah sekitarnya.

Semua ini adalah peristiwa yang sejak awal sudah menjadi menjadi suratan takdir. Maka tidak heran jika sejak awal pula akan tampil seorang dai membawa cita-cita luhur dan mulia ke bumi yang dekat dengan kedua imperium itu dan yang kebanyakan lebih merdeka. Kemerdekaan itulah yang menjamin adanya kebebasan berpikir, dan yang akhirnya ajakan atau dakwah kepada kebenaran itu diterima orang.

Demikianlah Allah telah memilih Nabi-Nya dari penduduk Semenanjung itu untuk menyampaikan dakwah, dari sebuah negeri yang paling merdeka di Semenanjung itu, dan yang sampai saat itu negeri yang paling dihormati.

Muhammad telah mengajak masyarakatnya kepada tauhid dan prinsip-prinsip umat manusia yang ideal, kemudian dakwahnya disampaikannya kepada penguasa-penguasa kedua imperium itu - Persia dan Rumawi. Mereka diajak kepada ajaran kebenaran yang dibawanya. Dengan demikian ia telah meletakkan batas pemisah antara yang hak dengan yang batil. Ketika diajak kepada kebenaran, kepada yang hak itu, ia sudah mengingatkan orang tentang adanya orang-orang yang hendak menipu orang lain atas nama kebenaran itu, lalu ditinggalkannya kepada sahabat-sahabatnya yang kemudian, yang semasa hidupnya menjadi pendukung dan pembelanya, dan yang memahami dan menyadari apa yang dibawanya itu, dan mereka pun setia mematuhinya.

Abu Bakr dan kematangan rohaninya

Kita sudah melihat betapa tingginya kesadaran Abu Bakr terhadap prinsip-prinsip itu sehingga ia dapat memastikan untuk menanamkan dalam dirinya batas antara kebenaran untuk kebenaran dengan keuntungan sementara yang dikejar-kejar orang, orang yang suka menipu orang lain atas nama kebenaran itu. Kita sudah melihat betapa ia begitu gigih hendak membela kebenaran itu walaupun seorang diri. Jika seseorang sudah begitu tinggi kesadarannya, adalah suatu tanda kesadaran rohaninya sudah benar-benar matang. Sekiranya pada suatu waktu umat manusia sudah mencapai kematangan demikian tentu di kalangan penduduk tak akan terjadi peperangan, dan niscaya Allah akan mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepada-Nya di Rumah-Nya yang suci itu:

"Tuhan, Engkaulah Sumber Kedamaian dan dari Engkaulah datangnya kedamaian. Tuhan, berilah kami hidup dalam kedamaian."

Jarak masih begitu jauh antara kita dengan waktu terkabulnya doa itu. Jika orang diajak dengan cara yang bijaksana dan dengan penyampaian yang baik agar meninggalkan apa yang dilakukan leluhur mereka, mereka lalu menutup telinga, lalu timbul kesombongan yang berarti hanya memperbesar dosa. Mereka tak mau berdiskusi dengan cara yang baik, dan mengira bahwa tindakan yang dilakukan dengan kekerasan dan kekejaman itu akan dapat membungkam suara kebenaran. Itulah, karena kesadaran rohani mereka masih kekanak-kanakan. Anak kecil itu mengira bahwa semakin nyaring teriakannya, kedua orangtuanya akan mengabulkan keinginannya. Tetapi bila kedua orangtuanya memberi pelajaran kepadanya dan teriakannya tak dihiraukan ia akan menerima dan akan diam.

Itulah pula yang dilakukan Abu Bakr terhadap kaum murtad tatkala mereka berteriak-teriak dan mencoba mengadakan perlawanan. Ia mengambil tindakan tegas terhadap mereka sesuai dengan apa yang harus diperlakukan, dan ia berhasil menumpas perlawanan dan teriakan mereka itu.

Sudah kehendak takdir juga agaknya bahwa orang-orang yang tersebar di pedalaman Syam itu telah membuka jalan untuk tersebarnya Islam di Persia dan Rumawi. Penduduk Semenanjung jadi mudah memasuki tempat mereka dan dengan melintasi mereka dapat menyerang Persia di pantai Sungai Tigris dan Furat serta sekitarnya, dan menyerang Rumawi di Syam, Mesir dan Sudan.

Kita sudah melihat semua ini, bahwa keajaiban yang terjadi di masa Abu Bakr bukan karena kebetulan, tetapi memang sudah suatu keharusan yang ditentukan oleh hukum alam yang sudah tak dapat diubah. Andaikata Semenanjung Arab tidak bertetangga dengan Irak dan Syam, andaikata bahasa Arab bukan bahasa kabilah-kabilah yang tinggal di pedalaman Syam sejak berabad-abad silam, andaikata Allah tidak mengangkat Nabi-Nya pada waktu itu, saat dunia sangat haus ingin mendengar suara kebenaran dan orang dapat bersuluh dengan cahayanya, andaikata semua itu tidak terjadi, niscaya jangkauannya akan jadi lain, dan sejarah umat manusia tak seperti yang kita kenal sekarang dan kebudayaan Islam pun tak akan menggantikan kebudayaan Persia dan Rumawi. Sejarah akan menempuh jalan lain, bukan seperti yang kita kenal selama itu sampai masa kita sekarang.

Kalau memang sudah menjadi kehendak takdir keajaiban di bumi ini akan terjadi, seperti yang sudah kita lihat, jalan untuk memperoleh kemenangan pun terbuka. Melalui orang-orang berwatak dan berbakat, dengan kehendak Yang Mahakuasa tampaklah apa yang mereka ukir dalam lembaran-lembaran alam ini. Kita sudah melihat apa yang dikerjakan oleh Abu Bakr, Khalid bin Walid, Umar bin Khattab dan panglima-panglima pasukan Muslimin yang lain, juga sudah kita lihat bagaimana mereka mengemban tugas berat masa itu, yang tak akan dipikulkan sekiranya Allah tidak menghendaki keajaiban itu terjadi sesuai dengan hukum-Nya, dengan sunnatullah.

Kalau bukan karena kehendak Allah, tentu Abu Bakr masih tetap sebagai pedagang, yang makin memperbesar kcuntungan dan memperbanyak hartanya, dan dalam lembaran sejarahnya tak lebih kedudukannya daripada hanya sebagai kepala suku Taim bin Murrah serta mengurus diat dan soal segala macam ganti rugi. Kalau tidak karena kehendak itu, tentu Khalid bin Walid masih sebagai panglima perang Banu Makhzum dan Kuraisy, dan namanya dalam sejarah tak akan melebihi dan sebanding dengan nama-nama Iskandar Agung, Julius Caesar, Hannibal, Jengis Khan dan Napoleon, dan kalau tidak karena itu pula tentu nama al-Faruq Umar bin Khattab tak akan menjadi lambang keadilan, kasih sayang dan keberanian sekaligus. Kalau sekarang kita mencatat sejarah mereka dan memuji segala tindakan mereka, dan kita aitkan keluhuran dakwah untuk kebenaran itu kepada nama jenderal yang jenius itu dan kita gabungkan semua itu dalam kesatuan sejarah, mau tak mau kita hanya akan membuat lukisan tentang kehendak takdir serta faktor-faktor yang sudah tersedia untuk mewujudkannya. Akhirnya akan sampai pada masa transisi kebudayaan demikian rupa yang membuka jalan kepada sejarah baru perjalanan dunia ini.

Islam mengajak kepada cita-cita luhur dan perdamaian

Kalau kita sudah menyebutkan nama jenderal jenius Khalid bin Walid, sekarang saya berhenti sejenak mengemukakan suatu masalah yang pernah saya diskusikan dalam Sejarah Hidup Muhammad. Tetapi yang saya kemukakan di sini bukanlah dari segi yang saya diskusikan dalam buku tersebut. Sudah sejak lama orang bicara tentang Islam yang disebarkan dengan pedang. Dalam Sejarah Hidup Muhammad sudah saya jelaskan bahwa Qur'an menolak perang agresi seperti disebutkan dalam sekian banyak ayat.

"Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah melanggar batas, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melanggar batas." (Qur'an, 2. 190).

"Barang siapa kemudian ada yang menyerang kamu, seranglah ia sebagaimana ia menyerang kamu. Tetapi bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah bersama mereka yang dapat menahan diri (bertakwa)." (Qur'an, 2. 194).

Qur'an yang mengajak dan mengajarkan perdamaian, pemaafan dan lapang dada (toleransi) itu juga mengajak dan mengajarkan kebebasan menyatakan pendapat dan pembelaan akidah bagi seorang mukmin jika ada pihak lain mau mengacaukannya.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team