Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PENUTUP (3/3)

Mengapa Abu Bakr mendorong Muslimin berperang?

Inilah prinsip-prinsip yang sudah jelas dalam Islam, dilukiskan oleh cita-cita luhur yang mulia dan mengajak orang ke sana. Jadi mengapa Abu Bakr mendorong kaum Muslimin memerangi kaum murtad dan membebaskan Irak dan Syam? Mengapa dalam hal ini para pemimpin sesudahnya mengambil cara yang sama dan menempuh jalan yang ditempuhnya? Abu Bakr orang yang paling dekat berhubungan dengan Nabi dan paling setia melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Bukankah itu sudah dapat dijadikan bukti bahwa Islam - menekankan pada prinsip-prinsip kasih sayang, toleransi dan pemaafan - para penganjurnya yang mengajak ke arah itu tak segan-segan untuk menyebarkannya dengan jalan kekerasan?! Itu sebabnya mereka memerangi dan memerintah negeri-negeri itu lalu mengajak penduduknya menganut agama mereka.

Sudah tentu Abu Bakr melaksanakan Perang Riddah itu sesuai dengan firman Allah dalam Qur'an Surah Taubah:

"Tetapi bila mereka bertobat, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, mereka saudara-saudaramu seagama. itulah Kami jelaskan ayat-ayat bagi orang-orang yang tahu. Jika mereka melanggar sumpah sesudah ada perjanjian, dan menyerang agamamu, perangilah pemuka-pemuka kufur itu - tidak mengenal sumpah - mereka dapat menahan diri." (Qur'an, 9. 11-12).

Abu Bakr tidak melampaui dari apa yang diperintahkan Allah kepadanya ketika ia setuju mengadakan serangan ke Irak dan Syam. Dan tidak berarti bahwa perang ini adalah cita-cita luhur dan mulia, cita-cita yang sangat ideal yang diajarkan oleh Islam, yang menempatkan perdamaian sebagai tujuannya. Tetapi artinya ialah bahwa yang timbul sebagai akibatnya adalah sebagian dari suara naluri manusia dalam tahap kesadaran rohaninya yang masih kekanak-kanakan. Sama halnya dengan sebagian suara naluri ini pada zaman kita sekarang, kesadaran rohani manusia masih beranjak ke jenjang remaja, dan sebagai remaja tentu tak lepas dari sikap nekat dan gelora mudanya.

Suara naluri itu sering berakibat jadi tersandung-sandung, seperti anak kecil yang jalannya masih tersandung-sandung, membuatnya letih, terasa sakit. Tetapi akhirnya ia dapat berjalan tegak lurus, dengan langkah yang lebih cepat ke jenjang remaja dan sampai dapat berpikir dewasa.

Menilai kenyataan dari naluri manusia

Ketika melukiskan cita-cita luhur bagi umat manusia Islam tidak melupakan, bahwa tujuan cita-cita itu baru akan tercapai bila kesadaran rohani manusia sudah sampai pada kematangannya. Dan ini baru akan sampai setelah melalui beberapa puluh bahkan ratusan generasi berturut-turut dengan berusaha cepat untuk dapat mengejarnya. Oleh karena itu, Islam hanya menilai umat manusia dan apa yang disuarakan oleh nalurinya dari kenyataan, dan membukakan jalan yang akan ditempuh untuk berangsurangsur mendekatkannya kepada tujuan.

Misalnya ketika kita membesarkan anak kita untuk mencapai kesempumaan jasmani dan akal pikirannya sesuai dengan yang kita inginkan, kita tak akan membiarkannya berperilaku seperti orang dewasa; keinginan masa kanak-kanak dan masa remajanya adakalanya kita turutkan, kadang kita tahan. Dalam pada itu, juga kita menjumpai anak kecil dan remaja yang keras kepala, yang adakalanya dapat menghambat kemajuan anak itu sendiri. Kalau yang kita dapati ketangkasan dan kecerdasannya, ini akan mempercepat kemajuannya. Kalau yang kita lihat keras kepalanya tak dapat dijinakkan, malah kita yang bersikap lunak kepadanya untuk melunakkan keras kepalanya. Kalau kita lihat ia maju kita pacu dia supaya terus melangkah maju dan dapat lebih cepat. Tetapi kecepatan itu barangkali akan membuatnya tersendat-sendat dan dia akan merasa terganggu karenanya.

Demikian juga Islam, ia akan mengimbangi perjalanan kesadaran rohani atau batin manusia itu dalam tahapannya dari masa anak-anak sampai remaja. Yang menjadi tujuan utama ialah mendidik kesadaran rohani ini, sama seperti kita, yang menjadi tujuan utama ialah mendidik anak kita. Dengan begitu Islam mengimbangi jalannya naluri manusia agar menjadi tegak lurus. Kadang dengan sikap lunak, kadang dengan sikap keras, supaya perhatiannya selalu tertuju ke arah yang akan mendekatkannya ke tujuan yang dikehendakinya, dan cita-cita luhur yang sudah direncanakan untuk itu.

Perkembangan kesadaran rohani manusia menuju kematangan

Kesadaran rohani manusia adakalanya jadi jumud sehingga dikira ia sudah tak akan maju lagi. Tetapi kadang melangkah begitu maju sehingga dikhawatirkan akan tersandung-sandung. Adakalanya langkahnya itu terhenti atau berubah arah. Ternyata kekuatan ya g mendorongnya maju itu terbentur dengan dunia yang beraneka macam. Itulah yang terjadi saat umat Islam di mana-mana menjadi jumud, menjadi beku, dan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam pun ikut menjadi jumud. Tetapi kejumudan dan kemacetan bukanlah kodrat hidup. Karenanya, kedua sifat yang selalu menyembunyikan unsur-unsur pendorong yang selama itu diam tiba-tiba muncul kembali, dan temyata umat manusia masih dapat melanjutkan kemajuannya. Kemajuan inilah yang membuat kita percaya bahwa kesadaran rohani manusia pada suatu hari pasti mencapai tujuan kematangannya, meskipun itu akan memerlukan ratusan generasi berturut-turut. Kalau sudah sampai ke sasaran itu maka orang akan sampai pula ke cita-cita luhur seperti dilukiskan oleh Islam. Ketika itulah bumi akan dinaungi oleh ketenteraman, oleh kedamaian dari Allah, dan Allah mengabulkan doa orang di Rumah-Nya yang suci itu: "Tuhan, Engkaulah Sumber Kedamaian dan dari Engkaulah datangnya kedamaian. Tuhan, berilah kami hidup dalam kedamaian."

Dari generasi ke generasi semua orang perlu mendengarkan ajakan kepada kebenaran di belahan bumi in.i untuk memajukan kesadaran rohaninya setahap demi setahap menuju kematangan rohani, dan kematangan rohani ini tak akan mencapai tujuannya sebelum merata ke segenap umat manusia. Tetapi jika kesadaran rohani yang sudah matang itu hanya di sebagian dunia saja, sementara naluri anak kecil dan gelora muda anak remaja di bagian lain masih tetap sebagai penggeraknya, maka secara hukum kekuasaan naluri dan gelora muda itulah yang akan memperpanjang konflik dan perang. Seorang jenderal jenius semacam Khalid bin Walid memang diperlukan untuk menjadi wahana d lam mendidik orang yang bertingkah laku aneh-aneh, yang kesadaran rohaninya belum matang, di mana pun ia berada. Dalam hal ini sama dengan seorang pendidik ketika menghadapi murid-muridnya yang bertingkah laku aneh.

Pengaruh Islam terhadap majunya kesadaran rohani

Dengan penuh rasa gembira kita akan mencatat langkah-langkah kemajuan kesadaran rohani manusia dari masa kanak-kanak sampai masa remaja, kita tak dihambat oleh sempitnya langkah-langkah serta gangguannya itu. Kemajuan ini besar sekali pengaruhnya terhadap Islam, dan kelak pun sama pengaruhnya seperti ini sampai sempurnalah suara Tuhan dan manusia di segenap penjuru dunia percaya pada cita cita yang mulia itu.

Juga sementara mencatat semua ini dengan segala senang hati saya ingin mengutip kata-kata pengarang besar Inggris Bernard Shaw yang memperkuat pendapat saya tersebut:

"Saya selalu memberikan penghargaan yang setinggi-tinggi kepada agama Muhammad karena vitalitasnya yang begitu hebat. Seperti apa yang saya lihat, itulah agama tauhid yang punya daya cerna dalam tingkat kehidupan yang beraneka rupa, dan yang mampu menarik manusia setiap generasi.

Tak perlu diragukan lagi bahwa dunia telah mencatat ramalan tokoh-tokoh besar dengan penuh penghargaan. Diramalkan bahwa Eropa nanti akan menyambut agama Muhammad ini, yang sekarang sudah mulai diterima.

Kalangan gereja abad-abad pertengahan sengaja melukiskan Islam dalam warna yang paling suram. Soalnya karena kebodohannya atau karena fanatisma buta. Memang mereka sangat membenci Muhammad dan agamanya secara berlebihan dan menganggapnya sebagai musuh Yesus. Tetapi saya merasa berkewajiban menamakan Muhammad sebagai penyelamat umat manusia. Saya yakin bahwa jika orang semacam dia memimpin dunia modern, segala permasalahannya akan berhasil ia selesaikan. Dunia akan damai dan sejahtera, dan dua hal inilah yang sangat diperlukan dunia dewasa ini.

Para pemikir yang obyektif dalam abad ke-19 sudah dapat memahami nilai identitas agama Muhammad ini, seperti misalnya Carlyle, Goethe dan Gibbon. Karenanya di Eropa telah terjadi suatu perubahan sikap yang tepat sekali terhadap Islam. Eropa memang sedang mengalami suatu kemajuan yang luar biasa pada penghujung abad ke-20 ini, yakni mulai mencintai ajaran Muhammad. Dalam abad yang akan datang mungkin sudah akan melangkah lebih jauh lalu mengakui perlunya ajaran ini untuk mengatasi beberapa problema yang sedang dihadapi.

Dewasa ini sudah banyak bangsaku dan penduduk Eropa yang menganut agama Muhammad. Dengan demikian. kita dapat mengatakan bahwa masa peralihan Eropa kepada Islam sudah dimulai."3

Ucapan ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sepuluh tahun lalu memperkuat apa yang sudah saya kemukakan itu. Sekarang kita mendengar ucapan tokoh-tokoh dunia itu menggemakan kembali cita-cita Islam yang luhur, mengajak orang untuk memahaminya dan menganggap perang untuk itu adalah soal kecil. Perjalanan umat manusia masih penuh kecemasan di tengah-tengah besarya badai penderitaan, pengorbanan dan air mata. Pengorbanan itu kini berlipat ganda banyaknya dibandingkan pengorbanan abad-abad yang silam.

Sudahkah diperkirakan apa yang selama ini dicita-citakan itu akan tercapai, dan dapat hidup di bawah naungan kebebasan, cinta kasih dan perdamaian? Mungkinkah tata nilai yang baru ini, yang disebut-sebut oleh tokoh-tokoh dunia itu dapat mewujudkan kebebasan bangsa-bangsa, seperti pemberontakan-pemberontakan masa lalu yang telah dapat mewujudkan kebebasan pribadi? Benarkah itu dapat melepaskan mereka semua dari belenggu ketakutan dan kemiskinan, dan dapat saling membantu dengan ikhlas demi Allah, membuat manusia di belahan bumi ini hidup bahagia? Sungguh ini suatu harapan yang sedap, yang menjadi harapan semua orang, yang melekat di hati semua bangsa. Besar nian keinginan manusia sekiranya semua itu terlaksana dan terlaksana pula suara kebenaran dan kedamaian itu!

Terwujudnya harapan ini menjadi taruhan, bahwa kesadaran rohani manusia harus sudah mencapai kematangannya Dengan suratan takdir dari Yang Maha Pengasih itu dapatkah segala penderitaan dan pengorbanan yang ditanggung oleh dunia pada penghujung abad ke-20 ini melahirkan kematangan?! Saya yakin bahwa umat manusia akan melangkah ke arah ini, kalaupun kita belum mampu mewujudkannya sekarang, bagaimanapun juga dengan itu setidaknya kita sudah merasa gembira, dan setelah itu kita masih dapat mengharapkan adanya langkah yang lebih besar. Jarak dunia dewasa ini sudah makin diperdekat, sarana komunikasi antar-sesama sudah bertambah banyak. Pada abad yang lalu pers dipandang sebagai kekuatan yang paling besar untuk mempermudah saling pengertian. Pers Amerika misalnya, ketika itu baru dapat mencapai kawasan Timur Tengah beberapa minggu kemudian setelah diterbitkan. Tetapi apa yang terjadi sekarang di dunia, dengan radio melalui gelombang udara, ketika itu juga dapat diterima orang di segenap penjuru belahan bumi ini. Siaran radio yang sekarang sibuk menyiarkan berita-berita perang berikut propagandanya dengan segala akibatnya yang mengerikan, kelak akan sibuk mengajak kepada perdamaian dunia dan kepada martabat umat manusia yang lebih tinggi. Segala sarana untuk itu sudah dapat digambarkan dan disiapkan. Ajakan ini dapat meningkatkan kesadaran rohani kita dan mendekatkannya pada kematangan, menciptakan keadilan yang bersih dari pengaruh nafsu dan menjauhkan manusia dari perang. Dengan demikian, segala pengorbanan, penderitaan, darah dan air mata dapat dihindari.

Kapan fajar hari itu akan menyinging, kapan matahari itu akan terbit!? Kita melihatnya masih jauh, tetapi Allah melihatnya sudah dekat. Satu hari menurut Allah seperti seribu tahun dalam perhitungan kamu. Hari itulah matahari terbit bagi umat manusia, manusia yang sudah matang kesadaran rohaninya. Hari itulah kesempumaan akan tercapai, dan cita-cita luhur yang mulia itu merupakan wujud yang nyata. Ketika itu pula jiwa manusia bersih dari segala noda yang selama itu mencemarinya. Jiwa itu akan berada jauh di atas suara naluri duniawi, akan tunduk pada prinsip-prinsip keadilan, kasih sayang, kebaktian dan ketakwaan dengan segala kebersihan dan kesuciannya, yang kemudian akan menjadi rahasia hidupnya Bila terlintas bayangan yang hendak melawannya, ditolaknya dan dianggapnya seperti benalu dan perintang yang hendak mengganggu dan merusaknya.

Saat itulah iman semua manusia mencapai kesempurnaan, satu sama lain akan saling mencintai, seperti mencintai diri sendiri. Kepada orang yang dalam niat atau perbuatannya masih tampak ada noda egoisma atau letupan nafsu, mereka masing-masing melihatnya dengan pandangan penuh rasa kasihan, merasa sedih. Maka mereka merasa berkewajiban mengusahakan pengobatannya serta membantunya dengan obat-obatan. Kalau sembuh itulah yang diharapkan, kalau tidak, akan ditinggalkannya agar tidak menyebarkan penularan, dengan harapan selama dalam pengasingannya ia dapat mendengarkan suara kearifan. Kalau terdengar ia sudah sembuh dan sudah kembali kepada masyarakat dan sudah sama seperti mereka, kesadaran rohaninya akan menjadi hakimnya sendiri dan akan membuat perhitungan terhadap dirinya dan ia akan berlaku adil dan jujur terhadap orang yang menegurnya, yang mengoreksi pikirannya. Hati yang sudah sembuh itu tidak lagi kembali mendorong orang kepada kejahatan. Itulah yang akan membuat semua orang lebih mencintai orang lain daripada dirinya sendiri dan akan lebih mengutamakannya daripada dirinya sendiri.

Ketika itulah kesadaran rohani manusia akan menjadi neraca keadilan, dengan timbangan yang lurus. Jangan ada lagi suatu bangsa lebih baik daripada bangsa lain, jangan ada ras yang lebih tinggi daripada ras yang lain dan warna kulit lebih baik daripada warna kulit yang lain. Bangsa-bangsa itu akan menjadi pribadi-pribadi yang bersaudara, mereka akan terikat oleh keadilan dan kasih sayang, dan mengajak orang sating membantu atas dasar kebaikan dan ketakwaan. Bangsa-bangsa yang lebih besar akan lebih mengutamakan bangsa-bangsa yang lebih kecil. Bangsa-bangsa yang lemah dan kuat sama-sama mengusahakan kebaikan demi mencari keridaan Allah semata.

Ketika itulah dengan senang hati anak-anak kita akan melihat dari dunia mereka yang bahagia itu dunia kita yang sudah ditelan oleh masa lampau dan menelan kita bersama-sama. Mungkinkah mereka berbincang-bincang dengan sesama mereka tentang rasa haru melihat apa yang dulu menjadi ban bapak-bapak itu karena terbawa oleh naluri dan nafsu? Adakah mereka tersenyum mengejek nafsu dan naluri itu, dan karena orang mau tunduk dan menyerah kepadanya? Ataukah mereka akan bersikap adil terhadap kita, karena kesadaran batin yang sudah matang itu dengan sendirinya adil, dan mereka menilai bahwa naluri kita, nafsu kita, penderitaan dan pengorbanan kita itulah yang mengantarkan mereka kepada kedamaian dan kebahagiaan yang sekarang mereka nikmati?! Tetapi apa yang kita lihat mereka memang adil kalau mereka memusatkan pandangan ke masa lampau selama masa Abu Bakr dan melihat hasil pekerjaannya yang begitu cemerlang pada masa kekhalifahannya yang hanya sebentar itu, mereka akan berkata: Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr, teman pilihan Nabi terdekat!

Abu Bakr orang yang lemah tubuhnya, tetapi kuat imannya! Dengan kekuatan iman ini ia telah mendorong dunia, sehingga panji kebenaran mampu berkibar dan kata-katanya diakui. Kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya menjulang ke langit; menghasilkan buahnya setiap waktu, dengan izin Tuhannya. Dan mereka yang berjuang adalah orang-orang beriman, untuk memperkuat suara kebenaran itu. Mereka akan mendapat balasan dari Tuhan sebagai orang-orang yang tulus hati dan pencinta kebenaran, Alangkah indahnya persahabatan ini.

Inilah suara mereka. Inilah suara sejarah yang adil. Kita mengatakannya sekarang dan akan dikatakan orang sesudah kita sepanjang sejarah. Adakah kata-kata yang lebih baik daripada orang yang menjadikan kebenaran itu sebagai pegangannya, dan keadilan sebagai tujuannya!

Catatan kaki:

  1. Lihat Fathul 'Arab li Misr bab pertama dan ketiga belas.
  2. Lihat Fajrud-Damir (The Dawn of Concience) oleh Burstadt, diterjemahkan Salim Hasan.
  3. Kata-kata Bernard Shaw ini dikutip dari majalah Nurul Islam Nomor 40, h. 5720 tahun 1352 H.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team