Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XII. PEMBEBASAN IRAK1 (4/4)

Orang Irak menggunakan kesempatan memberontak saat Khalid tak ada

Orang masih merasakan betapa hebatnya kemampuan dan bakat pada seseorang itu; maka orang pun akan menundukkan kepala ketika menghadapinya. Tetapi bila orang yang penuh bakat itu sudah tak ada, dan dunia lengang, ia mulai mengangkat kepala dan berusaha mencari keuntungan dalam peluang itu.

Demikian jugalah yang dilakukan oleh Hirah dan Irak ketika Khalid tak ada di Dumat. Orang-orang Persia dan orang-orang Arab yang mendukungnya mengira bahwa nasib baik ada di pihak mereka dan inilah kesempatan yang baik sekali. Banu Taglib membayangkan bahwa saatnya sekarang sudah tiba untuk membalas kematian Uqqah. Bagi Qa'qa' tak ada cara lain daripada melindungi apa yang sudah diperoleh pasukan Muslimin dan tidak akan membiarkan mereka yang ada di belakang perbatasan itu untuk menyerang.

Berita-berita itu sampai juga kepada Khalid. Tak tahan lagi ia tinggal di Dumat. Dengan didahului Agra' bin Habis bersama Iyad bin Ganm ia pun segera berangkat. Sesampainya di Hirah ia meminta Iyad mengurus kota itu, dan Qa'qa' dikerahkannya ke Husaid, tempat kaum pemberontak yang terdiri atas orang-orang Persia dan Arab sudah mengikat janji. Dia sendiri bersumpah akan menyergap Banu Taglib itu di perkemahan mereka sendiri.

Khalid kembali ke Irak

Begitu mengetahui kedatangan Khalid pihak Irak terkejut sekali dan nasib mereka kini jadi terbalik. Apa yang mereka duga bahwa para penyerang dari Semenanjung itu akan meninggalkan mereka seperti dulu, ternyata tidak demikian. Semua ini tampak jelas di wajah mereka tatkala Qa'qa' pergi ke luar kota Hirah untuk menyambut Khalid. Di tepi-tepi jalan penduduk berdiri ingin melihat tentara Muslimin lalu di depan mereka. Ketika melihat yang demikian kepada teman-temannya mereka berkata:

"Mereka lewat di depan kita dan ini berarti suatu kegembiraan sekaligus bencana."

Qa'qa' berangkat ke Husaid dengan mendapat dukungan semangat dari Khalid. Pihak Persia tak dapat bertahan, malah komandannya terbunuh dan anak buahnya segera lari. Tidak sedikit rampasan perang yang diperoleh pasukan Muslimin. Anggota-anggota pasukan yang melarikan diri membayangkan bahwa mereka akan dapat berlindung di benteng Khanafis bersama-sama dengan orang-orang Persia yang ada di dalamnya. Tetapi komandannya sudah lari lebih dulu begitu mendengar kedatangan pasukan Muslimin. Sekarang tentara Muslimin tak menjumpai seorang lawan pun yang akan diajak bertarung.

Semua berita itu sampai kepada Khalid. Ia menulis kepada semua komandannya dengan janji pada malam dan waktu tertentu akan berkumpul di kota Musayyakh, tempat kabilah Huzail yang memberontak. Pada malam yang sudah dijanjikan itu mereka berkumpul, lalu mengadakan serangan kepada kabilah-kabilah itu sementara mereka sedang tidur. Begitu banyak korban berjatuhan sehingga seperti kambing layaknya.

Di Musayyakh ini ada dua orang dari Muslimin yang membawa surat kesaksian dari Abu Bakr tentang keislaman mereka yang ikut terbunuh. Setelah berita kematian itu diterima Abu Bakr ia membayarkan diat untuk kedua orang itu. Tetapi Umar tetap menyalahkan Khalid dan hal itu dihubungkan pula dengan terbunuhnya Malik bin Nuwairah dulu. Sebagaimana dulu Abu Bakr membela Khalid, sekali ini juga ia membelanya dengan mengatakan tentang kedua orang itu: "Begitulah risiko orang yang berada dalam peperangan."

Sesudah Musayyakh ini sekarang tiba saatnya bagi Khalid untuk memenuhi sumpahnya menyergap Banu Taglib. Untuk itu ia memerintahkan kedua perwiranya, Qa'qa' dan Abu Laila supaya berangkat terlebih dulu dan dijanjikan untuk menyerbu Banu Taglib pada suatu malam yang sudah ditentukannya. Dengan pedang terhunus ketiganya mengepung dari tiga jurusan, dan tak seorang pun dari anggota tentara Banu Taglib yang dapat meloloskan diri. Semua tawanan dan rampasan perang diambil. Seperlima dikirimkan kepada Abu Bakr di tangan Nu'man bin Auf asy-Syaibani. Seorang tawanan perempuan, Sabihah binti Rabi'ah bin Bujair at-Taglibi diperistri oleh Ali bin Abi Talib yang kemudian melahirkan dua anak, Umar dan Ruqayyah.

Khalid mencapai perbatasan Irak dan Syam

Berita-berita penyerbuan Khalid malam hari kepada kabilah-kabilah di pemukiman mereka itu, sudah tersebar luas. Demikian juga perempuan-perempuan dan gadis-gadis yang menjadi tawanan, serta pembagian rampasan perang dan tawanan perang kepada anggota-anggota pasukannya. Sekarang semua kabilah sudah tak mampu lagi melawan Khalid. Peristiwa ini membuat kabilah-kabilah di Irak jadi tak berdaya. Mereka meletakkan senjata dan mengajak damai.

Khalid meneruskan perjalanan ke utara menyusuri pantai Furat dan sekitarnya. Semua mereka tunduk dan mengakui keunggulan Khalid. Setelah sampai di Firad, yaitu perbatasan Irak dengan Syam, dalam perjalanan yang terus-menerus mengadakan pembersihan dan peperangan itu, Khalid dan anak buahnya turun untuk berbuka puasa Ramadan serta mengatur pasukannya. Kita ikut turun bersama Khalid di Firad untuk sekadar ber;stirahat sebentar.

Kota al-Firad ini lebih dekat ke utara Irak dan Syam. Sekiranya Iyad bin Ganm bernasib baik lalu dapat menaklukkan Dumah ketika kepergiannya yang pertama ke sana, niscaya tujuan Khalid bukan ke utara, yang memang menjadi perhatian Abu Bakr ketika ia memerintahkan Iyad memasuki Irak dari sebelah utara, tetapi yang akan menjadi tujuannya ialah utara Hirah. Bahwa pasukannya kini sudah mencapai ujung perbatasan Syam dari bagian atasnya, itu adalah suatu mukjizat yang tak terpikirkan oleh Khalifah - suatu mukjizat, yang rasanya tak ada perempuan dapat melahirkan anak semacam dia. Menghadapi Rumawi dari perbatasan Persia itu sungguh suatu mukjizat yang luar biasa!

Khalid tinggal di Firad sampai selama sebulan penuh itu sungguh suatu keberanian yang luar biasa, padahal batasnya antara pasukannya dengan pasukan Rumawi yang bermarkas di Syam itu hanyalah Sungai Furat! Tidakkah ia khawatir pasukan Rumawi akan naik pitam melihat pasukan Khalid di depan matanya lalu menyerangnya dan dengan demikian berarti ia memperbanyak musuh? Musuh yang luar biasa pula! Persia di sebelah timur, Rumawi di sebelah barat dan kabilah-kabilah pedalaman yang masih memikul dendam, berada di segenap penjuru. Setelah menumpas pemberontakan Irak, bukankah lebih baik dia menarik pasukannya ke Hirah dan tinggal di tempat itu sambil memperkuat kedaulatan Muslimin di sana?!

Tidak! Sekiranya itu yang dilakukannya berarti dia seorang politikus yang akan membuat waktu sebagai senjatanya, dengan menahan-nahan diri untuk mencari kekuatan. Khalid paling tak sabar dengan waktu. Ia mengejek sikap menahan-nahan diri, ia sangat membenci politik mengulur-ulur waktu. Ia tak suka membiarkan sesuatu lalu begitu saja. Apa artinya Persia, apa artinya Rumawi, juga apa artinya tokoh-tokoh pedalaman dan kelompok-kelompok mereka itu semua, betapapun banyaknya mereka di depan mata Khalid yang begitu kuat, begitu garang, yang membuat hati semua orang jadi gamang, membuat medan perang jadi goncang - Khalid yang begitu cepat menyergap negeri orang! Memang, dia memang mau tinggal di Firad itu, lalu mau apa; terserah pihak Rumawi kalau mau menyerangnya.

Pihak Rumawi belum merasakan keberanian Khalid. Karenanya kehadiran pasukan Muslimin lama-lama di depan mata mereka cukup menjengkelkan. Darah mereka mendidih, dibakar pula oleh orang-orang Persia dan Arab yang sudah pernah merasakan betapa ngerinya menghadapi pukulan Khalid. Di dekat Firad beberapa satuan Persia sudah ditempatkan, begitu juga kabilah-kabilah Arab pedalaman yang terdiri atas Banu Taglib, Banu Namir dan Banu Iyad. Mereka tersebar di segenap penjuru. Semua mereka itu bergabung dengan Rumawi sambil memberi dorongan dan bantuan kepada mereka. Mereka bergerak sampai sudah mendekati Khalid yang hanya dipisahkan oleh air sungai. Mereka mengirim pesan: kalian menyeberang ke tempat kami, atau kami yang menyeberang ke tempat kalian. Khalid menjawab: kalianlah menyeberang ke tempat kami. Sementara sedang mereka menyeberang itu Khalid sudah menyusun siasat dan strateginya. Pihak Rumawi berkata kepada sekutu-sekutunya: berkelompoklah kalian masing-masing supaya kita dapat mengenal yang baik dan buruk, dari mana datangnya.

Ketika itu kedua pihak sudah berhadap-hadapan. Khalid memerintahkan agar anak buahnya terus mengadakan tekanan dan pasukan berkudanya supaya menggiring mereka dengan tombak, dan bila mereka sudah terkumpul segera dihujani dengan serangan serentak. Tetapi perlawanan Rumawi dan sekutu-sekutunya itu tampaknya masih akan memperpanjang pertempuran. Dengan demikian Khalid sempat membuat berbagai macam muslihat dalam siasatnya itu, yang sebelum itu oleh musuh-musuhnya tak pernah dikenal atau dialami. Ternyata pihak Rumawi dan sekutu-sekutunya itu kabur. Mereka melarikan diri, dan pasukan Muslimin mengejar mereka dari belakang sambil terus menghantam habis-habisan. Semua penulis sejarah menyebutkan jumlah mereka yang terbunuh dan yang dalam pengejaran mencapai seratus ribu orang.

Usai pertempuran Khalid masih tinggal sepuluh hari lagi di Firad. Setelah itu diumumkan agar pasukan kembali ke Hirah. Pengumuman terjadi pada 5 Zulhijah tahun 12 Hijri.

Akan kembalikah Khalid dengan angkatan bersenjatanya dan menetap di kota yang baru itu?

Dia punya kewajiban kepada Allah yang harus ditunaikan lebih dulu. Setelah peristiwa di Firad itu ia merasa betapa agungnya agama ini dan dia sudah tak dapat lagi menundanya. Allah telah memberinya kemenangan di Yamamah, kemudian di Irak, kedaulatan Persia pun sudah pula tunduk kepadanya, selanjutnya di Firad dengan tunduknya Rumawi dan kedaulatannya. Ia bersyukur kepada Allah seribu syukur. Maha terpuji Dia, Mahaberkah nama-Nya! Tetapi cukupkah hanya dengan bersyukur dan memuji atas segala kenikmatan yang dikaruniakan Allah kepadanya itu? Bukankah baginya suatu kewajiban kepada Allah bila ia melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, untuk menambah rasa syukur dan pujinya, meminta ampun atas segala yang sudah lalu. Dia Maha Pengampun, Maha Pengasih.

Setelah peristiwa Firad perasaan punya suatu kewajiban itu terasa makin mendesak dalam diri Khalid, dan bertambah lagi selama sepuluh hari ia tinggal di Firad itu. Kemudian menjadi suatu kekuatan yang tak dapat dilawannya, bahkan ia merasakan lebih lemah dari pasukan Rumawi, dari pasukan Persia. Melihat jauhnya jarak dari Irak, tidak lepas dari perhitungannya. Kesempatan itu akan digunakan oleh pihak Persia untuk bersiap-siap menghasut dan membuat kekacauan. Dengan itu mereka akan mengobarkan semangat yang dapat menimbulkan bibit-bibit pemberontakan. Inilah yang harus dicegah. Tetapi bagaimanapun ia tak akan mundur dari niatnya, dan ia tak akan berpaling lagi hendak menunaikan kewajiban agamanya kepada Allah.

Untuk menghindari hal ini, tak ada jalan lain bagi Khalid ia harus menunaikan ibadah haji dan kembali ke Irak. Dalam hal ini tak ada orang yang tahu selain stafnya yang dekat, yang akan sama-sama berangkat dengan dia. Tetapi, ah! Bukankah juga suatu kewajiban baginya harus melapor kepada Khalifah dan menunggu izinnya? Kalau Khalifah tidak setuju, di hadapan Allah ia tidak berdosa. Andaikata ia diizinkan kemudian terjadi hal-hal yang tak diinginkan lalu Irak memberontak, maka alangkah baiknya untuk Islam jika sesudah pulang menunaikan ibadah haji ia berjuang lagi seperti perjuangannya sesudah Dumah dulu! Kalau Khalifah tidak mengizinkan, maka dengan batalnya itu hatinya tak akan merasa tenteram. Jika demikian tak ada jalan lain buat dia kecuali harus meneruskan niatnya dan melaksanakan ibadah hajinya diam-diam tanpa setahu Abu Bakr dan siapa pun. Dia yakin Abu Bakr akan memaafkannya dan ibadah hajinya akan diberi pahala oleh Allah.

Diam-diam Khalid menunaikan ibadah haji

Khalid memerintahkan pasukannya kembali ke Hirah dengan perlahan-lahan dan memperlihatkan seolah ia berada di barisan belakang. Dengan beberapa orang sahabat dekatnya ia berangkat cepat-cepat ke Mekah, dengan mengambil jalan pintas sekalipun lebih sukar dilalui. Bila di jalan yang sukar ini ada rintangan? Untuk menempuh jalan itu tak diperlukan penunjuk jalan. Buat dia apa perlunya penunjuk jalan; dia sendiri anak Mekah, sudah tidak lagi memerlukan penunjuk jalan. Semua jalan di tanah Arab yang mereka ketahui untuk keperluan perdagangan sudah dia kenal. Dia seorang panglima perang yang sudah menjelajahi semua pelosok pedalaman, dari lembah-lembah dan gunung-gunung pasir, sampai ke semua tanah datar dan dataran tingginya, sudah dikenalnya semua.

Khalid tiba di Mekah. Begitu selesai melakukan manasik haji, ia segera kembali. Kedatangannya ke Mekah itu tak seorang pun ada yang tahu. Abu Bakr juga tidak tahu. Sebuah sumber menyebutkan bahwa tahun itu Abu Bakr juga di Mekah memimpin ibadah haji.

Khalid kembali cepat-cepat ke Hirah melalui jalan yang sukar itu lagi, seperti keberangkatannya ketika itu ke Mekah. Ia memasuki Hirah bersamaan dengan barisan belakang yang datang dari Firad. Dengan demikian orang-orang Persia dan Arab di Irak tak ada yang mengetahui kepergiannya untuk menunaikan ibadah haji itu, juga selama itu tak ada tanda-tanda bahwa dia tak ada di Irak.

Sekarang Khalid sudah merasa tenteram tinggal di Hirah. Seolah terbayang olehnya bahwa dia sekarang sudah menunaikan segala kewajibannya kepada Allah dan agama. Dengan demikian kini ia dapat berkonsentrasi. Setelah barangkali kemudian ia pergi ke Mada'in untuk menerobos ibu kota Kisra itu. Tetapi takdir punya ketentuannya sendiri yang tak dapat ditembus oleh manusia, kendati punya kekuatan, punya kekuasaan dan ketangkasan seperti Khalid. Nasib telah menyertai Khalid dengan kemenangan yang diberikan Allah kepadanya di Firad dan menyerang Rumawi sampai ke jantung kerajaannya, demikian juga ia menyerang Persia sampai ke jantung kerajaannya.19

Disebutkan juga bahwa yang memimpin ibadah haji ketika Khalid berangkat ke Mekah itu adalah Umar, dan Abu Bakr dalam masa kekhalifahannya tak pernah memimpin ibadah haji. Tetapi para sejarawan memperkuat bahwa Abu Bakr-lah yang memimpin haji tahun itu. Mana pun yang benar dari kedua sumber itu, yang jelas Abu Bakr tidak mengetahui keberangkatan panglima besarnya itu ke haji, kecuali sesudah semua orang kembali menunaikan ibadah haji dan sesudah Khalid menetap di Hirah. Marahkah Khalifah kepada Khalid karena pergi tanpa seizinnya? Adakah kemarahan itu akan meninggalkan dendam dalam hati Abu Bakr? Itulah yang akan kita lihat sebentar lagi.

Catatan kaki:

  1. Bahasa Arab fath atau jamak futuhat harfiah berarti "pembukaan", hal membuka, dalam arti majas sering dipakai mengartikan keberhasilan Nabi dan para sahabat menyebarkan Islam di kalangan kaum musyrik. Tetapi ini tidak sama dengan penaklukan dalam arti materi atau harfiah. Arti yang sebenarnya pertama untuk membuka hati dan pikiran terhadap kebenaran Islam; kedua, untuk mengubah bentuk sejarah yang memungkinkan dakwah mengatasi segala rintangan dan mencapai kalbu dan pikiran manusia. Dasar utamanya ialah kedamaian rohani dan perdamaian jasmani. Qur'an (48. 1-3): Sungguh Kami telah memberikan kemenangan yang nyata kepadamu: harfiah: membukakan kepadamu pembukaan yang nyata. Turunnya ayat ini tak ada hubungannya deng:m kemenangan fisik, tetapi dihubungkan dengan persetujuan perdamaian Hudaibiyah. Selanjutnya para sejarawan Islam menggunakan kata fath dan futuhat untuk penyebaran ajaran Islam. Dalam terjemahan ini sering saya salin dengan kata "pembebasan" dan yang searti, dengan semangat yang sama, yakni membebaskan manusia dari segala anasir syirik. Lihat juga Isma'il al Faruqi at. al.: The Cultural Atlas of Islam (A).
  2. Dalam al-Kamil oleh Ibnul Asir Abd bin Gaus.
  3. Al-Azdi membawa surat Abu Bakr kepada Khalid bin Walid agar ia berangkat ke Irak. Ia pergi kepada Khalid bersama kaum Muhajirin, Ansar dan Tabi'in. Setelah dibuka dengan hamdalah dan salawat kepada Nabi dengan mengingatkan perintah-perintahnya, surat itu berisi: "Aku telah memerintahkan Khalid bin Walid berangkat ke Irak dan jangan meninggalkan tempat itu sebelum ada perintah dari aku. Berangkatlah kamu bersama dia dan janganlah bermalas-malas, karena ini adalah langkah yang akan mendapat pahala dari Allah bagi barang siapa yang bekerja dengan niat yang baik dan ingin memperbanyak amal kebaikannya. Kalau sudah sampai di Irak tetaplah tinggal di sana sampai ada perintah lebih jauh dari aku. Cukuplah Allah kiranya membantu kita di dunia dan akhirat. Wassalamu alaikum warahmatullah."
    Tetapi baik at-Tabari, Ibn Khaldun atau Ibn Asir tidak menyebut-nyebut tentang surat ini.
  4. At-Tabari dan Ibn al-Asir menyebutkan juga adanya perbedaan pendapat sekitar Ubullah ini. Dalam Futuhusy Syam al-Azdi mengatakan bahwa Suwaid bin Qutbah az-Zuhali pernah memerangi Ubullah tetapi mendapat perlawanan keras. Sesudah Khalid tiba di Irak dan menemuinya, mereka sepakat bahwa Khalid akan berpura-pura meninggalkannya dan akan pergi menemui Musanna, dan akan kembali lagi bila hari sudah malam. Dibayangkan oleh pasukan Persia di Ubullah bahwa karena mereka mampu memerangi Suwaid bin Qutbah, maka mereka akan datang pagi-pagi keesokan harinya. Tetapi kemudian ternyata Khalid yang menghadapi dan menghancurkan mereka. Cerita semacam ini juga terdapat dalam Futuhul Buldan oleh al-Balazuri.
  5. Qalansuwah, tutup kepala atau topi yang tinggi semacam mahkota biasa dipakai oleh raja-raja, para pendeta atau kepala-kepala suku; tiara (A).
  6. Bukan orang Muslim yang berada di bawah perlindungan hukum Islam dengan segala hak dan kewajibannya (A).
  7. Kepergian Ma'qil ke Ubullah disangkal oleh beberapa ahli sejarah. Seperti sudah disebutkan di atas, mereka menyebutkan bahwa pasukan Muslimin menduduki daerah ini baru pada masa Umar bin Khattab. Sejarawan lain berpendapat bahwa memang pernah Ma'qil menduduki Ubullah, tetapi kemudian direbut kembali oleh pihak Persia. Setelah itu baru pada masa Umar tempat itu ditaklukkan lagi. Mungkin saja sumber ini dikompromikan dengan apa yang sudah kita sebutkan, bahwa Suwaid bin Qutbah itulah yang menaklukkan Ubullah dengan bantuan Khalid. Ketika itu tugas Ma'qil terbatas hanya untuk mengumpulkan barang-barang dan tawanan perang, sesudah ekspedisi Kazimah, sesuai dengan perintah Khalid.
  8. Silsilah, kata bahasa Arab: rantai, jamak salasil; zat salasil, "yang dirantai" atau "yang berantai." Agar jangan lari dan terus mengadakan perlawanan, pasukan Persia itu oleh Ormizd dirantai. Ratl ukuran berat, sekitar 3.000 kg. (A).
  9. Kazimah, menurut beberapa sumber, Kuwait sekarang (A).
  10. Ejaan nama-nama ini sepenuhnya saya salin menurut ejaan bahasa Arab, karena saya belum menemukan ejaan yang umum dipakai dalam buku-buku sejarah (A).
  11. al-Hasan al-Basri (21-110 H., 642-728 M.) ulama terkemuka ilmu kalam dan pemuka sufi terkenal, ayahnya bernama Yasar, sumber lain menyebutkan bernama Habib dikenal dengan Abul-Hasan; belajar dan dibesarkan di Mekah kemudian pindah ke Basrah di Irak (A).
  12. Bainan-nahrain, harfiah, 'antara dua sungai', yakni Mesopotamia; negeri purba terletak di Asia barat daya antara Sungai Tigris dengan Furat; termasuk wilayah Irak sekarang (A).
  13. Terjemahan terasa kurang tepat. Saya tak dapat menerjemahkannya dengan lebih sempurna. Ada beberapa kesulitan mengenai arti kata dan susunan bahasa yang sebagiannya berupa permainan kata yang hanya dapat dirasakan tanpa diterjemahkan (A).
  14. At-Tabari dan Ibn Asir, begitu juga yang lain menyebutkan bahwa jumlah orang yang terbunuh di Ullais, selain pasukan Muslimin, mencapai tujuh puluh ribu orang.
  15. Dalam sejarah antropologi, Arab al-Aribah ialah 1) Arab al-Ba'idah yakni Arab yang sudah punah, termasuk kaum Ad dan Samud; 2); Arab asli yang menggunakan bahasa Arab al-Ba'idah; Arab al-Musta'arribah dari keturunan Qahtan di selatan, menggunakan bahasa Arab yang sama. Arab al-Musta'arribah Arab keturunan Nabi Ismail di utara (A).
  16. Para sejarawan sepakat bahwa cerita-cerita tentang Amr bin Abdul Masih, yang diberi nama Baqilah ini karena ia menemui kaumnya dengan mengenakan dua helai selubung hijau, lalu mereka berkata kepadanya: Hai, orang Hirah, engkau hanya sayur hijau (baqilah berarti sayur). Konon Baqilah ini yang pertama kali mengajak damai lalu hal itu oleh kaumnya diserahkan kepadanya. Khalid menanya kepada Amr:
    "Berapa umurmu." Dijawab: "Seratus tahun."
    "Apa yang paling mengesankan dalam pengalamanmu," tanya Khalid lagi.
    "Aku melihat sebuah desa yang teratur baik terletak antara Damsyik dengan Hirah. Perempuan yang datang dari Hirah hanya berbekal sekerat roti." Khalid tertawa.
    "Dalam usiamu setua ini," kata Khalid lagi, "engkau masih ingat semua itu? Engkau sudah pikun, Amr!"
    Kemudian ia berkata kepada penduduk Hirah yang lain:
    "Aku mendapat berita bahwa kamu ini orang-orang jahat, penipu, licik! Mengapa kamu menyerahkan persoalanmu ini kepada orang yang sudah pikun, yang tak tahu asalnya?"
    Amr pura-pura tidak mengerti dan ia ingin memperlihatkan kepadanya tentang apa yang diketahui dan berpegang pada kebenaran yang sudah diceritakannya. Lalu katanya:
    "Demi yang sebenarnya, Jenderal. Aku tahu benar dari mana aku datang." "Dari mana kau datang?" tanya Khalid.
    "Dari perut ibuku." "Akan pergi ke mana?" "Ke depan."
    "Apa itu?" tanya Khalid lagi. "Akhirat."
    "Asal usulmu paling jauh dari mana?" "Dari keturunan bapakku."
    "Di mana engkau sekarang?" "Dalam bajuku."
    "Engkau mengerti? "Sudah tentu."
    Setelah Khalid melihat kearifan orang ini, ia berkata: "Penduduk setempat lebih mengenal keadaan lingkungannya."
    "Jenderal, semut lebih tahu apa yang ada dalam rumahnya daripada unta."
  17. Al-Balazuri menyebutkan nama orang itu Khuraisam.
  18. Nama-nama Persia ini ejaannya mungkin sudah diarabkan. Saya tidak menemukan ejaan asalnya (A).
  19. Mengenai pembebasan Irak serta perjalanan Khalid untuk membebaskan Hirah ini berapa sumber sejarah sependapat. Mengenai beberapa detail yang tidak sama dalam sumber-sumber itu tidak mengubah rentetan peristiwa ataupun kesimpulannya. Tetapi di luar itu masih terdapat perbedaan. Apa yang kita sebutkan dalam bab ini mengenai Anbar, Ain Tamr dan Firad, sejalan dengan at-Tabari, Ibn al-Asir, Ibn Khaldun dan yang sependapat dengan mereka. Sebaliknya al-Balazuri dalam Futuhul Buldan, al-Azdi dan al-Waqidi dalam Futuhusy Syam samasekali tidak menyebut-nyebut mengenai pertempuran Firad itu. Yang mereka singgung bahwa Khalid hanya menyerbu Anbar dan Ain Tamr tatkala ditugaskan dari Irak oleh Abu Bakr sebagai komandan angkatan bersenjata Muslimin di Syam.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team