Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XII. PEMBEBASAN IRAK1 (3/4)

Khalid menjadikan Hirah markas komandonya

Khalid tinggal di Hirah dan sekaligus dijadikan markas komandonya. Itulah ibu kota Islam pertama di luar negeri Arab. Tetapi pimpinan pemerintahan diserahkan kepada tokoh-tokoh anak negeri itu. Dengan demikian mereka merasa puas, suasana sekitar juga tenang. Penduduk di dekat Hirah merasakan adanya keadilan yang merata. Terasa terganggu oleh yang demikian, istana Persia berusaha mengajak damai Khalid dan bersedia bergabung di bawah panji Islam. Bukankah petani-petani itu dibiarkan tak terganggu menggarap tanah mereka, malah segala yang menjadi beban buat mereka karena kezaliman pejabat-pejabat Persia dulu kini dihapus, dan hak-hak mereka dijamin.

Yang pertama sekali mengajak damai ialah Suluba bin Nastuna penguasa Quss al-Maqatif di bilangan Banqia dan Basma.18 Kemudian dibuat persetujuan mengenai jizyah dan perlindungan dengan pembayaran sepuluh ribu dinar setiap tahun; yang mampu disesuaikan dengan kemampuann dan yang tak mampu disesuaikan dengan ketidakmampuannya. PersetuJuan ini ditutup dengan kata-kata berikut yang ditujukan kepada Suluba: "Engkau sudah menjadi pemimpin kaummu dan kaummu sudah setuju dengan engkau, dan aku dengan kaum Muslimin pasukanku setuju."

Persetujuan dengan daerah-daerah di dekat Hirah

Pejabat-pejabat (dahaqin, para dihkan) lain selain Suluba yang berada di sekitar Falahij dengan Hormuzgerd juga cepat-cepat mengadakan persetujuan dengan Khalid dengan membayar dua ribu (dinar). Dengan demikian kekuasan Khalid sampai ke pantai Tigris, dan petugas-petugasnya memungut jizyah di daerah-daerah yang berada di antara Teluk Persia di selatan dan Hirah di utara dengan perbatasan negeri Arab di barat sampai ke Tigris di sebelah timur.

Khalid membentuk korps-korps militer dengan perbentengan yang kuat sekali untuk mencegah adanya serangan musuh. Di mana pun mereka berada harus memperlihatkan kewibawaan Islam di mata penduduk. Pembagian satuan-satuan di daerah-daerah ini pengaruhnya sangat menentukan dalam menumpas setiap rencana pengacauan, dan menanamkan kewibawaan pasukan Muslimin yang benar-benar tangguh.

Kegelisahan raja Persia

Yang dikhawatirkan Khalid ialah timbulnya kerusuhan dari pihak kabilah- kabilah Arab. Sedang Persia hanya tinggal Mada'in yang masih jauh dari pasukan Muslimin, di samping kekacauan di kalangan mereka sendiri, yang membuat mereka tak dapat lagi memikirkan yang lain-lain. Syiruya (Khavad II) dan pengganti-penggantmya sudah membunuhi semua ahli waris takhta dari anak-anak Kisra dan Bahram Gor, sehingga tak ada lagi orang yang dapat dinobatkan menjadi raja Persia dan yang dapat mempersatukan mereka. Ketika yang naik takhta para ratu, kerajaan ini semakin lemah. Oleh karena itu, orang-orang Persia sudah merasa puas jika ibu kota mereka menjadi aman dengan dibangunnya di sekitar kota itu kekuatan angkatan bersenjata, dengan menggunakan Sungai Syir yang menghubungkan Sungai Furat dengan Sungai Tigris sebagai bentengnya, sementara kerajaan mereka tetap dalam keadaan rusak dan kacau.

Tetapi kekuatan Persia itu tak akan mampu membendung serangan Khalid kalau tidak karena ada perintah Abu Bakr agar jangan meninggalkan Hirah atau meneruskan langkah operasinya, sebelum Iyad bin Ganm menyusulnya untuk melindungi pasukannya dari belakang. Iyad memang masih tinggal di Dumat al-Jandal, sebab sejak kedatangannya ke sana ia tak dapat menguasai keadaan penduduk. Karena itu Khalid tinggal lagi setahun penuh di kotanya yang baru itu. Ia merasa tersiksa karena jauh dari medan pertempuran. Sering sekali ia berkata kepada teman-temannya: "Sebenarnya aku tidak memerlukan pertolongan Iyad, kalau tidak karena adanya perintah Khalifah. Untuk membebaskan Persia sekarang sudah bukan masalah. Tahun ini bagiku seolah tahun perempuan!"

Menantang raja Persia dan para gubernurnya

Khalid merasa jemu, kesepian. Dipanggilnya beberapa orang tokoh Hirah dan ia menyerahkan dua pucuk surat kepada mereka. Sepucuk surat untuk disampaikan kepada raja Persia dan sepucuk lagi untuk para gubernurnya. Surat itu dimulai dengan:

"Segala puji bagi Allah Yang telah membuat pemerintahan kalian kacau balau, kekuatan kalian jadi semakin lemah dan kalian sudah pecah belah. Kalau tidak dibuat demikian, kalian akan lebih celaka lagi. Bergabunglah kalian dan negeri kalian dengan kami. Kami akan menyerahkan kekuasaan kalian kepada yang lain, ke tangan orang-orang yang mencintai mati, sebagaimana kalian yang mencintai hidup. Demikianlah adanya meskipun kalian tidak suka."

Bunyi surat kedua: "Terimalah Islam, kalian akan selamat. Kalau tidak, kami akan memberikan jaminan kepada kalian dan tunaikanlah jizyah, atau, kami telah datang dengan orang-orang yang mencintai mati sebagaimana kalian yang mencintai minuman keras."

Apa pula yang akan diperbuatnya setelah dua surat ini, sedang perintah Abu Bakr kepadanya sudah begitu tegas. Meminjam kata-kata Khalid: "Khalifah berpendapat untuk meredakan ketakutan rakyat." Abu Bakr melarangnya memasuki Mada'in sebelum Iyad menyusulnya. Selain Mada'in, tak adakah kegiatan lain sebagai latihan perangnya dengan tidak melanggar perintah Khalifah? Ya! Pihak Persia sudah membentuk satuan-satuan angkatan perangnya di Anbar dan Ain at-Tamr di dekat Hirah. Satuan-satuan ini sudah mengagak-agak untuk mengancam pasukan Muslimin di tempatnya yang baru. Khalid perlu bergerak ke sana dan menumpas mereka, dan anggaplah ini sebagai latihan perang-perangan buat dia selama ia 'dalam tahun perempuan' yang dilaluinya dengan menganggur tanpa perang itu. Hirah diserahkan kepada Qa'qa'. Dengan menempatkan Agra' bin Habis di barisan depan, ia berangkat menyusuri pantai Furat, dimulai dengan memasuki kota Anbar.

Khalid bergerak dan menguasai Anbar

Begitu sampai, kota itu dikepungnya. Ia mengeluarkan perintah agar anggota-anggota pasukannya dilengkapi dengan panah. Tetapi kota itu masih kukuh dibentengi tembok-tembok dan parit-parit yang dalam yang digali di sekitarnya. Sebagai panglima Khalid tidak sabar kalau tidak segera mendapat kemenangan. Dikelilinginya parit itu, sehingga bila sudah sampai ke bagian yang paling sempit ia mengeluarkan perintah supaya unta-unta yang sudah lemah disernbelih lalu dilemparkan ke dalam parit itu untuk menimbunnya. Kemudian pasukan itu menyeberanginya segera dan langsung memanjat tembok lalu menghancurkan pintu-pintu benteng itu. Mereka sudah siap memasuki kota untuk melakukan serangan dan penawanan, tetapi Syirazad, penguasa kota orang Persia itu menghubungi Khalid bahwa dia bersedia memenuhi tuntutannya untuk damai asal ia dikirim ke tempat perlindungannya dalam satuan yang terdiri dari pasukan berkuda tanpa samasekali membawa harta benda. Khalid setuju dan Syirazad dibebaskan.

Khalid memasuki Anbar dan tinggal di kota itu. Ia mengadakan perdamaian dengan daerah-daerah sekitarnya. Keadaan sekarang jadi stabil, dan keinginannya hendak melatih kepiawaiannya sebagai panglima perang tercapai sudah.

Setelah Khalid merasa puas dengan keadaan di Anbar dan daerah sekitarnya, pimpinan kota itu diserahkannya kepada Zabriqan bin Badr. Sekarang dia siap-siap dengan pasukannya menuju ke Ain Tamr di tepi Sahara - antara Irak dengan pedalaman Syam. Ia mencapai tempat ini dalam waktu tiga hari. Ketika itu Mahran anak Bahram Gobin, kepala daerah Ain Tamr dari pihak Persia. Sekitar daerah itu dihuni oleh orang-orang Persia dalam jumlah besar. Di samping mereka ini tidak sedikit pula kelompok kabilah pedalaman: Banu Taglib, Banu Namir dan Banu Iyad dipimpin oleh Uqqah bin Abi Uqqah dan Huzail yang dulu bersamasama dengan Sajah memimpin pasukan untuk menyerang Muslimin di Medinah. Karena pihak Ain Tamr berpendapat bahwa Khalid akan mendatangi mereka, Uqqah berkata kepada Mahran:

"Yang lebih tahu memerangi orang Arab hanya orang Arab. Biarlah kami yang menghadapi Khalid!"

Mahran tersenyum seraya berkata: "Benar kau! Memang benar kalianlah yang lebih tahu memerangi orang Arab, dan kalian seperti kami dalam memerangi orang Persia. Mereka masih kurang dari kalian. Kalau kalian memerlukan kami akan kami bantu."

Beberapa orang Persia tidak menyadari tipu muslihat Mahran ini dan mereka menganggap kata-katanya itu suatu kelemahan. Mereka mencelanya tapi dia menjawab: "Percayalah, yang kuinginkan segala yang baik untuk kalian dan yang sebaliknya untuk mereka. Orang yang telah membunuh raja-raja kita dan melanda kita dan telah melumpuhkan kita, akan kutangkis dengan mereka sendiri. Kalau mereka dapat melawan Khalid, itulah keuntungan kita; kalau sebaliknya, sebelum mereka bertindak kita hajar mereka. Posisi kita lebih kuat, mereka lemah."

Ketegasan Khalid menghadapi perlawanan

Bertemu dengan Khalid dan pasukannya di tengah jalan, Uqqah mengerahkan tentaranya untuk menyerangnya. Tetapi Khalid rupanya lebih cepat bertindak, dia disergap dan ditawan. Tak sampai berperang orang-orang badui itu sudah kabur berlarian. Pasukan Muslimin terus mengejar mereka sehingga banyak mereka yang ditawan, sementara Huzail dan pemimpin-pemimpin lain yang bersama dia dapat lolos. Tatkala melihat apa yang terjadi dengan benteng itu, Mahran sendiri lari bersama pasukannya dan membiarkan benteng itu dipertahankan oleh satuan-satuan tentara dan sisa-sisa badui yang sudah kalah. Melihat sudah tak berdaya menghadapi Khalid, mereka yang masih berada dalam benteng itu mengajak damai. Tetapi Khalid menolak, kecuali jika mereka tunduk di bawah perintahnya. Syarat ini mereka terima dan pintu-pintu benteng pun dibuka. Sekarang mereka berada dalam tahanan Khalid selain Uqqah yang disuruh penggal lehernya. Setelah itu menyusul mereka yang ikut berperang dalam benteng itu. Harta mereka menjadi rampasan perang dan kaum perempuan ditawan.

Sikap Khalid yang begitu keras dalam peristiwa ini menurut analisis para sejarawan karena musuh-musuhnya itu membunuh Umair, seorang sahabat Nabi, dan salah seorang anggota Ansar juga dibunuh secara gelap. Ada lagi sebagian yang berpendapat bahwa sikapnya yang keras itu telah menimbulkan kebencian orang-orang Irak kepada Khalid, yang akibatnya dalam bentuk pemberontakan yang terjadi setelah ia pergi hendak membebaskan Syam.

Di dalam benteng itu ada sebuah biara, di dalamnya ada empat puluh anak sedang belajar Injil dengan pintu tertutup. Oleh Khalid pintu dirusak dan mereka ditanyai: "Sedang apa kamu?" Mereka menjawab: "Disandera." Mereka lalu dipilah mana di antara mereka yang belajar dengan sungguh-sungguh. Besar sekali dugaan bahwa yang mereka pelajari dalam biara ini besar sekali manfaatnya. Di antara mereka yang berhasil itu terdapat Sirin Abu Muhammad bin Sirin, seorang ulama fikih di Basrah dan Nusair, ayah pahlawan Musa bin Nusair panglima Andalusia.

Selesai Khalid menguasai Anbar dan Ain Tamr ia mengirimkan seperlima (hasil rampasan perang) kepada Abu Bakr disertai berita di tangan Walid bin Uqbah. Juga Walid menceritakan kepada Khalifah apa yang telah terjadi. Barangkali juga ia bercerita tentang Khalid yang kesepian selama tinggal di Hirah itu serta kata-katanya kepada pasukan Muslimin: "Sebenarnya aku tidak memerlukan pertolongan Iyad, kalau tidak karena adanya perintah Khalifah. Untuk membebaskan Persia sekarang sudah bukan masalah. Tahun ini bagiku seolah tahun perempuan!"

Di pihak Abu Bakr sendiri, sebenarnya ia juga sudah jemu melihat posisi Iyad. Ia berpendapat hal ini akan melemahkan moril pasukan Muslimin. Kalau tidak karena keberhasilan Khalid di Irak, tentu hal ini akan merupakan penghinaan kepada mereka, dan akan mendorong musuh-musuhnya mengadakan pembangkangan dan berusaha menjatuhkan nama baik mereka. Setelah mendengar cerita Walid tentang Khalid dan kesepiannya itu, ia memerintahkan Walid untuk membantu Iyad di Dumat al-Jandal.

Ketika itu Walid melihat Iyad sedang mengepung musuh dan dia sendiri dalam keadaan terkepung oleh musuh yang sekarang sudah berhasil merebut jalan raya. Ia belum mendapat jalan setelah bertukar pikiran dengan dia untuk melepaskannya dari kesulitan ini. Ketika itu ia berkata kepadanya: "Dalam beberapa hal, suatu pendapat itu lebih baik dari jumlah tentara yang besar. Hubungilah Khalid dan mintalah supaya ia bersiap-siap."

Sudah tentu Iyad langsung menerima saran itu. Telah setahun penuh ia tak mampu menguasai lawannya. Ia mengutus seseorang kepada Khalid yang pagi itu sedang santai di Ain Tamr. Begitu ia membuka surat Iyad, wajahnya tampak ceria, dan ketika itu juga utusan itu disuruh kembali dengan membawa sepucuk surat kepada Iyad yang bunyinya:

Kepadamu sekarang tujuanku.
Tunggulah sebentar, rombongan akan datang
Membawa singa-singa dengan pedang berkilauan
Batalion demi batalion.

Secepat itu pula Khalid sudah siap untuk menolong Iyad. Baris-baris puisi itu mempertegas apa yang kita sebutkan di atas, bahwa ia merasa tersiksa karena kesepian dan jauh dari medan pertempuran. Buat dia Anbar dan Ain Tamr belum lagi memuaskan hatinya. Latihan itu tidak memadai untuk kemampuannya yang luar biasa besarnya itu.

Khalid cepat-cepat bertolak ke Dumat al-Jandal

Dengan mempercayakan Ain Tamr kepada Uwaim bin al-Kahil al-Aslami, Khalid dengan pasukannya cepat-cepat berangkat ke Dumat al-Jandal. Jarak antara Dumatul Jandal dengan Ain Tamr tiga ratus mil, yang ditempuh Khalid dalam waktu kurang dari sepuluh hari. Dengan menghadapi bahaya gurun Sahara dan pasirnya yang sangat lembut, dengan kemauan yang begitu keras tanpa mengenal bahaya, Khalid melintasi pedalaman Syam dan Sahara Nufud, menurun dari utara ke selatan. Setelah berada dalam jarak dekat dengan Dumat al-Jandal, dan kabilah-kabilah mendengar tentang kedatangannya itu, mereka terkejut. Pemuka-pemuka mereka berselisih pendapat apa yang harus mereka lakukan.

Kabilah-kabilah yang sekarang bermarkas di Dumat al-Jandal dua kali lipat banyaknya dari ketika Iyad datang setahun silam. Soalnya karena Banu Kalb, Banu Bahra' dan Banu Gassan sudah berangkat dari Irak ditambah lagi dengan yang lain menyusur turun ke Dumat al-Jandal dengan maksud hendak membalas dendam kepada Iyad atas kekalahannya menghadapi Khalid. Kedatangan mereka ini membuat posisi Iyad makin sulit. Ukaidir bin Abdul Malik al-Kindi penguasa Dumat al-Jandal memberontak kepada penguasa kota itu. Dia pula dulu yang menyebabkan Abu Bakr mengutus Iyad untuk membungkam pemberontakannya dengan pedang.

Dari semua kabilah itu hanyalah Ukaidir yang paling tahu tentang Khalid. Dia tak dapat melupakan perang Tabuk dan kembalinya Rasulullah dari sana ke Medinah, dan kembalinya Khalid ke Dumat al-Jandal atas perintah Rasulullah dengan lima ratus orang anggota pasukan berkuda serta serangannya kepadanya dan tertangkapnya dia sebagai tawanan perang; ancamannya akan dibunuh kalau ia tidak mau membuka pintu Dumat al-Jandal. Juga dia tak lupa bagaimana pintu kota itu dibuka untuk menyelamatkan sang amir. Kemudian bagaimana Khalid mengangkut dari sana dua ribu ekor unta, delapan ratus kambing dan empat ratus wasaq (kargo) gandum dan empat ratus baju besi. Dia tidak lupa ketika dibawa ke Medinah yang kemudian masuk Islam dan bersekutu dengan Rasulullah. Ukaidir tak dapat melupakan semua itu.

Itu pula sebabnya tatkala ia tahu akan kedatangan kawannya itu ia berkata kepada al-Judi bin Rabi'ah, pemimpin kabilah-kabilah yang datang hendak mempertahankan Dumat al-Jandal dan mau membalas dendam kepada Iyad. Dinasihatinya dia supaya berdamai saja dengan Khalid. "Akulah yang paling tahu tentang Khalid," katanya. "Tak ada orang yang lebih beruntung dari Khalid, dan dalam perang tak ada orang yang lebih bersemangat dari dia. Begitu orang melihat wajah Khalid, dalam jumlah besar atau kecil, pasti bertekuk lutut. Dengarkanlah nasihatku, berdamailah dengan mereka."

Tetapi kabilah-kabilah itu menolak pendapat Ukaidir.

"Aku tidak akan membantu kalian memerangi Khalid. Terserah kalian," katanya, lalu ia pergi seperti sudah direncanakan untuk menemui Khalid.

Beberapa sumber masih berbeda pendapat mengenai apa yang terjadi setelah ia menemui Khalid. Ada yang mengatakan dia dibunuh atas perintah Khalid. Sumber lain menyebutkan bahwa Khalid senang dan dia dikirim ke Medinah, kemudian oleh Umar ia dibebaskan pada masa pemerintahannya. Setelah itu ia pergi ke Irak dan menetap di suatu tempat yang diberi nama Dumat di dekat Ain Tamr.

Selanjutnya Khalid berada di Dumat di antara kemahnya dengan kemah Iyad bin Ganm. Judi bin Rabi'ah tetap hendak mempertahankan Dumat, sementara setiap kabilah yang memperkuat Dumat dipimpin oleh. pemimpinnya masing-masing. Benteng Dumat sudah penuh sesak dengan mereka. Kabilah yang lain berkemah di sekeliling benteng itu. Kedua belah pihak sekarang sudah siap bertempur. Ketika Judi sedikit lagi berada di hadapan Khalid, oleh Khalid ia diserang dengan sekali pukul, dan Agra' bin Habis menghantam temannya dari Dumat sementara Iyad menghantam yang berikutnya dari pasukan kabilah-kabilah itu. Ketika itu juga mereka lari lintang pukang dengan tujuan memasuki benteng dan berlindung di sana. Setelah benteng itu penuh, pintu-pintu segera ditutup dan membiarkan teman-teman mereka di luar menjadi mangsa pasukan Muslimin, ada yang dibunuh dan ada pula yang ditawan.

Khalid kemudian datang. Mereka yang masih ada di luar oleh Khalid dihabisi hingga pintu benteng itu tersumbat oleh mereka. Khalid memanggil Judi dan saat itu juga ia ditebas lehernya, kemudian menyusul para tawanan yang juga dihabisi. Kecuali tawanan-tawanan Banu Kalb, terpaksa mereka dibebaskan karena sudah mendapat jaminan Agra' dan Asim.

"Mereka sudah mendapat perlindungan kami," kata kedua orang itu. Ketika mereka dilepaskan Khalid berkata: "Ada urusan apa aku dengan kalian he!? Kalian masih mempertahankan cara-cara jahiliah dan meninggalkan ajaran Islam!"

Khalid mengepung benteng Dumat

Ketika Khalid mengelilingi benteng dan sampai di depan pintu diperintahkannya supaya pintu benteng itu dibongkar. Saat itu pasukan Muslimin menyerbu masuk dan membunuh tentara yang ikut berperang dengan menawan kaum perempuan yang kemudian dijual kepada yang berani membayar dengan harga tinggi. Khalid membeli seorang gadis yang paling cantik di antara mereka, yaitu putri Judi bin Rabi'ah dan ia tinggal bersamanya di Dumat. Agra' bin Habis diperintahkan kembali ke Anbar.

Mengapa perhatian pasukan Muslimin begitu besar terhadap Dumat al-Jandal? Mengapa begitu kuat keinginannya hendak menguasainya? Kita sudah lihat bahwa sejak masa Rasulullah pun tempat itu memang sudah mendapat perhatian. Mereka bersekutu dan bergabung dengan mereka. Selama masa Abu Bakr pasukan Muslimin bertahan selama satu tahun di depan benteng-benteng itu. Mereka terus bertahan demikian sampai daerah itu tunduk dan kembali berada di bawah kekuasaan Muslimin. Dari segala yang sudah terjadi itu barangkali kita sendiri sudah dapat menjawab: Dumat terletak di jalan raya yang menuju ke Hirah dan Irak, dan di mulut Wadi Sirhan yang menuju ke Syam.

Wajar sekali kawasan ini menjadi pusat perhatian Rasulullah, sebab yang penting baginya mengamankan perbatasan Syam dengan Semenanjung. Dan wajar sekali bila Abu Bakr dan angkatan bersenjatanya juga memberikan perhatian demikian rupa dalam perang di Irak dan bertahan di perbatasan Syam. Itu pula alasannya maka Iyad tak pernah meninggalkannya selama ia ditugaskan di sana dan Khalid pun cepat-cepat ke sana begitu dimintai pendapatnya dalam mencari jalan mengatasi masalah itu. Sekiranya Dumat tidak tunduk kepada kekuasaan Muslimin, tentu mereka tak beranjak dari Irak dan hanya menunggu nasib, dan tentu juga tak akan mampu menguasai Syam.

Sekarang kita berhenti sejenak bersama Khalid di Dumat sambil bertanya kepadanya: rahasia apa di balik bakat yang membuat kemenangan itu selalu ada di tangannya. Bahkan kemenangan itu menjelma dalam pribadinya sehingga dia sendiri identik dengan kemenangan. Sekiranya ia hidup di zaman Yunani kuno, niscaya dewa kemenangan itu akan diberi nama Khalid!

Maukah dia menjawab pertanyaan kita?! Saya kira tidak! Bukan karena sombong dia tak mau menjawab, tetapi karena rahasia yang diketahuinya itu tak lebih daripada apa yang kita ketahui. Rahasia itu ada hubungannya dengan jiwa, dengan roh, dan soal roh di tangan Tuhan, dan Khalid seperti kita, ilmu yang dikuasainya hanya sedikit sekali. Dan kapan pula orang berbakat itu tahu tentang bakat yang ada dalam dirinya dan asal sumber yang memancar dari jiwanya?

Tiada lain itu adalah suatu pancaran, suatu karunia Allah yang dilimpahkan kepada siapa saja yang dikehendaki dari hamba-Nya: pancaran bakat ini menjelma dalam diri Khalid bin Walid, yang lain pada Umar bin Khattab, pada Ibn Sina, pada Ibn Rusyd, Raphael, Beethoven, Shakespeare, Ma'arri, Syaugi dan yang lain. Pancaran ilahi yang menyatu dengan jiwa seorang hamba Allah itu. Dialah Yang telah mengangkatnya dan mengangkat bangsa itu setinggi-tingginya ke mana pun Ia kehendaki. Bilamana arus pancaran itu bertemu dalam zaman yang sama dan pada bangsa yang sama seperti yang terjadi pada Abu Bakr, Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid serta orang-orang yang sezaman dengan mereka dan. pernah berhubungan dengan mereka, maka dalam waktu singkat mereka telah mencapai tingkat yang begitu tinggi, sama seperti yang kemudian dicapai oleh segenap umat Islam dalam sekian tahun.

Dan dalam waktu kurang dari satu generasi, kehidupan masyarakat badui padang pasir Semenanjung itu telah berubah menjadi sebuah imperium besar yang begitu luas dengan kekuasaan rohaninya yang begitu dalam ke lubuk hati manusia. Selanjutnya beban kebudayaan dunia terpikul di bahunya selama sepuluh abad berturut-turut, hingga kemudian beralih dipikulkan ke bahu Eropa, dan yang sampai sekarang masih membawa beban itu.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team