XII. PEMBEBASAN IRAK1
(3/4)
Khalid menjadikan Hirah markas
komandonya
Khalid tinggal di Hirah dan sekaligus dijadikan markas
komandonya. Itulah ibu kota Islam pertama di luar negeri
Arab. Tetapi pimpinan pemerintahan diserahkan kepada
tokoh-tokoh anak negeri itu. Dengan demikian mereka merasa
puas, suasana sekitar juga tenang. Penduduk di dekat Hirah
merasakan adanya keadilan yang merata. Terasa terganggu oleh
yang demikian, istana Persia berusaha mengajak damai Khalid
dan bersedia bergabung di bawah panji Islam. Bukankah
petani-petani itu dibiarkan tak terganggu menggarap tanah
mereka, malah segala yang menjadi beban buat mereka karena
kezaliman pejabat-pejabat Persia dulu kini dihapus, dan
hak-hak mereka dijamin.
Yang pertama sekali mengajak damai ialah Suluba bin
Nastuna penguasa Quss al-Maqatif di bilangan Banqia dan
Basma.18 Kemudian dibuat persetujuan mengenai
jizyah dan perlindungan dengan pembayaran sepuluh ribu dinar
setiap tahun; yang mampu disesuaikan dengan kemampuann dan
yang tak mampu disesuaikan dengan ketidakmampuannya.
PersetuJuan ini ditutup dengan kata-kata berikut yang
ditujukan kepada Suluba: "Engkau sudah menjadi pemimpin
kaummu dan kaummu sudah setuju dengan engkau, dan aku dengan
kaum Muslimin pasukanku setuju."
Persetujuan dengan daerah-daerah di
dekat Hirah
Pejabat-pejabat (dahaqin, para dihkan) lain selain Suluba
yang berada di sekitar Falahij dengan Hormuzgerd juga
cepat-cepat mengadakan persetujuan dengan Khalid dengan
membayar dua ribu (dinar). Dengan demikian kekuasan Khalid
sampai ke pantai Tigris, dan petugas-petugasnya memungut
jizyah di daerah-daerah yang berada di antara Teluk Persia
di selatan dan Hirah di utara dengan perbatasan negeri Arab
di barat sampai ke Tigris di sebelah timur.
Khalid membentuk korps-korps militer dengan perbentengan
yang kuat sekali untuk mencegah adanya serangan musuh. Di
mana pun mereka berada harus memperlihatkan kewibawaan Islam
di mata penduduk. Pembagian satuan-satuan di daerah-daerah
ini pengaruhnya sangat menentukan dalam menumpas setiap
rencana pengacauan, dan menanamkan kewibawaan pasukan
Muslimin yang benar-benar tangguh.
Kegelisahan raja Persia
Yang dikhawatirkan Khalid ialah timbulnya kerusuhan dari
pihak kabilah- kabilah Arab. Sedang Persia hanya tinggal
Mada'in yang masih jauh dari pasukan Muslimin, di samping
kekacauan di kalangan mereka sendiri, yang membuat mereka
tak dapat lagi memikirkan yang lain-lain. Syiruya (Khavad
II) dan pengganti-penggantmya sudah membunuhi semua ahli
waris takhta dari anak-anak Kisra dan Bahram Gor, sehingga
tak ada lagi orang yang dapat dinobatkan menjadi raja Persia
dan yang dapat mempersatukan mereka. Ketika yang naik takhta
para ratu, kerajaan ini semakin lemah. Oleh karena itu,
orang-orang Persia sudah merasa puas jika ibu kota mereka
menjadi aman dengan dibangunnya di sekitar kota itu kekuatan
angkatan bersenjata, dengan menggunakan Sungai Syir yang
menghubungkan Sungai Furat dengan Sungai Tigris sebagai
bentengnya, sementara kerajaan mereka tetap dalam keadaan
rusak dan kacau.
Tetapi kekuatan Persia itu tak akan mampu membendung
serangan Khalid kalau tidak karena ada perintah Abu Bakr
agar jangan meninggalkan Hirah atau meneruskan langkah
operasinya, sebelum Iyad bin Ganm menyusulnya untuk
melindungi pasukannya dari belakang. Iyad memang masih
tinggal di Dumat al-Jandal, sebab sejak kedatangannya ke
sana ia tak dapat menguasai keadaan penduduk. Karena itu
Khalid tinggal lagi setahun penuh di kotanya yang baru itu.
Ia merasa tersiksa karena jauh dari medan pertempuran.
Sering sekali ia berkata kepada teman-temannya: "Sebenarnya
aku tidak memerlukan pertolongan Iyad, kalau tidak karena
adanya perintah Khalifah. Untuk membebaskan Persia sekarang
sudah bukan masalah. Tahun ini bagiku seolah tahun
perempuan!"
Menantang raja Persia dan para
gubernurnya
Khalid merasa jemu, kesepian. Dipanggilnya beberapa orang
tokoh Hirah dan ia menyerahkan dua pucuk surat kepada
mereka. Sepucuk surat untuk disampaikan kepada raja Persia
dan sepucuk lagi untuk para gubernurnya. Surat itu dimulai
dengan:
"Segala puji bagi Allah Yang telah membuat pemerintahan
kalian kacau balau, kekuatan kalian jadi semakin lemah dan
kalian sudah pecah belah. Kalau tidak dibuat demikian,
kalian akan lebih celaka lagi. Bergabunglah kalian dan
negeri kalian dengan kami. Kami akan menyerahkan kekuasaan
kalian kepada yang lain, ke tangan orang-orang yang
mencintai mati, sebagaimana kalian yang mencintai hidup.
Demikianlah adanya meskipun kalian tidak suka."
Bunyi surat kedua: "Terimalah Islam, kalian akan selamat.
Kalau tidak, kami akan memberikan jaminan kepada kalian dan
tunaikanlah jizyah, atau, kami telah datang dengan
orang-orang yang mencintai mati sebagaimana kalian yang
mencintai minuman keras."
Apa pula yang akan diperbuatnya setelah dua surat ini,
sedang perintah Abu Bakr kepadanya sudah begitu tegas.
Meminjam kata-kata Khalid: "Khalifah berpendapat untuk
meredakan ketakutan rakyat." Abu Bakr melarangnya memasuki
Mada'in sebelum Iyad menyusulnya. Selain Mada'in, tak adakah
kegiatan lain sebagai latihan perangnya dengan tidak
melanggar perintah Khalifah? Ya! Pihak Persia sudah
membentuk satuan-satuan angkatan perangnya di Anbar dan Ain
at-Tamr di dekat Hirah. Satuan-satuan ini sudah
mengagak-agak untuk mengancam pasukan Muslimin di tempatnya
yang baru. Khalid perlu bergerak ke sana dan menumpas
mereka, dan anggaplah ini sebagai latihan perang-perangan
buat dia selama ia 'dalam tahun perempuan' yang dilaluinya
dengan menganggur tanpa perang itu. Hirah diserahkan kepada
Qa'qa'. Dengan menempatkan Agra' bin Habis di barisan depan,
ia berangkat menyusuri pantai Furat, dimulai dengan memasuki
kota Anbar.
Khalid bergerak dan menguasai Anbar
Begitu sampai, kota itu dikepungnya. Ia mengeluarkan
perintah agar anggota-anggota pasukannya dilengkapi dengan
panah. Tetapi kota itu masih kukuh dibentengi tembok-tembok
dan parit-parit yang dalam yang digali di sekitarnya.
Sebagai panglima Khalid tidak sabar kalau tidak segera
mendapat kemenangan. Dikelilinginya parit itu, sehingga bila
sudah sampai ke bagian yang paling sempit ia mengeluarkan
perintah supaya unta-unta yang sudah lemah disernbelih lalu
dilemparkan ke dalam parit itu untuk menimbunnya. Kemudian
pasukan itu menyeberanginya segera dan langsung memanjat
tembok lalu menghancurkan pintu-pintu benteng itu. Mereka
sudah siap memasuki kota untuk melakukan serangan dan
penawanan, tetapi Syirazad, penguasa kota orang Persia itu
menghubungi Khalid bahwa dia bersedia memenuhi tuntutannya
untuk damai asal ia dikirim ke tempat perlindungannya dalam
satuan yang terdiri dari pasukan berkuda tanpa samasekali
membawa harta benda. Khalid setuju dan Syirazad
dibebaskan.
Khalid memasuki Anbar dan tinggal di kota itu. Ia
mengadakan perdamaian dengan daerah-daerah sekitarnya.
Keadaan sekarang jadi stabil, dan keinginannya hendak
melatih kepiawaiannya sebagai panglima perang tercapai
sudah.
Setelah Khalid merasa puas dengan keadaan di Anbar dan
daerah sekitarnya, pimpinan kota itu diserahkannya kepada
Zabriqan bin Badr. Sekarang dia siap-siap dengan pasukannya
menuju ke Ain Tamr di tepi Sahara - antara Irak dengan
pedalaman Syam. Ia mencapai tempat ini dalam waktu tiga
hari. Ketika itu Mahran anak Bahram Gobin, kepala daerah Ain
Tamr dari pihak Persia. Sekitar daerah itu dihuni oleh
orang-orang Persia dalam jumlah besar. Di samping mereka ini
tidak sedikit pula kelompok kabilah pedalaman: Banu Taglib,
Banu Namir dan Banu Iyad dipimpin oleh Uqqah bin Abi Uqqah
dan Huzail yang dulu bersamasama dengan Sajah memimpin
pasukan untuk menyerang Muslimin di Medinah. Karena pihak
Ain Tamr berpendapat bahwa Khalid akan mendatangi mereka,
Uqqah berkata kepada Mahran:
"Yang lebih tahu memerangi orang Arab hanya orang Arab.
Biarlah kami yang menghadapi Khalid!"
Mahran tersenyum seraya berkata: "Benar kau! Memang benar
kalianlah yang lebih tahu memerangi orang Arab, dan kalian
seperti kami dalam memerangi orang Persia. Mereka masih
kurang dari kalian. Kalau kalian memerlukan kami akan kami
bantu."
Beberapa orang Persia tidak menyadari tipu muslihat
Mahran ini dan mereka menganggap kata-katanya itu suatu
kelemahan. Mereka mencelanya tapi dia menjawab: "Percayalah,
yang kuinginkan segala yang baik untuk kalian dan yang
sebaliknya untuk mereka. Orang yang telah membunuh raja-raja
kita dan melanda kita dan telah melumpuhkan kita, akan
kutangkis dengan mereka sendiri. Kalau mereka dapat melawan
Khalid, itulah keuntungan kita; kalau sebaliknya, sebelum
mereka bertindak kita hajar mereka. Posisi kita lebih kuat,
mereka lemah."
Ketegasan Khalid menghadapi
perlawanan
Bertemu dengan Khalid dan pasukannya di tengah jalan,
Uqqah mengerahkan tentaranya untuk menyerangnya. Tetapi
Khalid rupanya lebih cepat bertindak, dia disergap dan
ditawan. Tak sampai berperang orang-orang badui itu sudah
kabur berlarian. Pasukan Muslimin terus mengejar mereka
sehingga banyak mereka yang ditawan, sementara Huzail dan
pemimpin-pemimpin lain yang bersama dia dapat lolos. Tatkala
melihat apa yang terjadi dengan benteng itu, Mahran sendiri
lari bersama pasukannya dan membiarkan benteng itu
dipertahankan oleh satuan-satuan tentara dan sisa-sisa badui
yang sudah kalah. Melihat sudah tak berdaya menghadapi
Khalid, mereka yang masih berada dalam benteng itu mengajak
damai. Tetapi Khalid menolak, kecuali jika mereka tunduk di
bawah perintahnya. Syarat ini mereka terima dan pintu-pintu
benteng pun dibuka. Sekarang mereka berada dalam tahanan
Khalid selain Uqqah yang disuruh penggal lehernya. Setelah
itu menyusul mereka yang ikut berperang dalam benteng itu.
Harta mereka menjadi rampasan perang dan kaum perempuan
ditawan.
Sikap Khalid yang begitu keras dalam peristiwa ini
menurut analisis para sejarawan karena musuh-musuhnya itu
membunuh Umair, seorang sahabat Nabi, dan salah seorang
anggota Ansar juga dibunuh secara gelap. Ada lagi sebagian
yang berpendapat bahwa sikapnya yang keras itu telah
menimbulkan kebencian orang-orang Irak kepada Khalid, yang
akibatnya dalam bentuk pemberontakan yang terjadi setelah ia
pergi hendak membebaskan Syam.
Di dalam benteng itu ada sebuah biara, di dalamnya ada
empat puluh anak sedang belajar Injil dengan pintu tertutup.
Oleh Khalid pintu dirusak dan mereka ditanyai: "Sedang apa
kamu?" Mereka menjawab: "Disandera." Mereka lalu dipilah
mana di antara mereka yang belajar dengan sungguh-sungguh.
Besar sekali dugaan bahwa yang mereka pelajari dalam biara
ini besar sekali manfaatnya. Di antara mereka yang berhasil
itu terdapat Sirin Abu Muhammad bin Sirin, seorang ulama
fikih di Basrah dan Nusair, ayah pahlawan Musa bin Nusair
panglima Andalusia.
Selesai Khalid menguasai Anbar dan Ain Tamr ia
mengirimkan seperlima (hasil rampasan perang) kepada Abu
Bakr disertai berita di tangan Walid bin Uqbah. Juga Walid
menceritakan kepada Khalifah apa yang telah terjadi.
Barangkali juga ia bercerita tentang Khalid yang kesepian
selama tinggal di Hirah itu serta kata-katanya kepada
pasukan Muslimin: "Sebenarnya aku tidak memerlukan
pertolongan Iyad, kalau tidak karena adanya perintah
Khalifah. Untuk membebaskan Persia sekarang sudah bukan
masalah. Tahun ini bagiku seolah tahun perempuan!"
Di pihak Abu Bakr sendiri, sebenarnya ia juga sudah jemu
melihat posisi Iyad. Ia berpendapat hal ini akan melemahkan
moril pasukan Muslimin. Kalau tidak karena keberhasilan
Khalid di Irak, tentu hal ini akan merupakan penghinaan
kepada mereka, dan akan mendorong musuh-musuhnya mengadakan
pembangkangan dan berusaha menjatuhkan nama baik mereka.
Setelah mendengar cerita Walid tentang Khalid dan
kesepiannya itu, ia memerintahkan Walid untuk membantu Iyad
di Dumat al-Jandal.
Ketika itu Walid melihat Iyad sedang mengepung musuh dan
dia sendiri dalam keadaan terkepung oleh musuh yang sekarang
sudah berhasil merebut jalan raya. Ia belum mendapat jalan
setelah bertukar pikiran dengan dia untuk melepaskannya dari
kesulitan ini. Ketika itu ia berkata kepadanya: "Dalam
beberapa hal, suatu pendapat itu lebih baik dari jumlah
tentara yang besar. Hubungilah Khalid dan mintalah supaya ia
bersiap-siap."
Sudah tentu Iyad langsung menerima saran itu. Telah
setahun penuh ia tak mampu menguasai lawannya. Ia mengutus
seseorang kepada Khalid yang pagi itu sedang santai di Ain
Tamr. Begitu ia membuka surat Iyad, wajahnya tampak ceria,
dan ketika itu juga utusan itu disuruh kembali dengan
membawa sepucuk surat kepada Iyad yang bunyinya:
- Kepadamu sekarang tujuanku.
- Tunggulah sebentar, rombongan akan datang
- Membawa singa-singa dengan pedang berkilauan
- Batalion demi batalion.
Secepat itu pula Khalid sudah siap untuk menolong Iyad.
Baris-baris puisi itu mempertegas apa yang kita sebutkan di
atas, bahwa ia merasa tersiksa karena kesepian dan jauh dari
medan pertempuran. Buat dia Anbar dan Ain Tamr belum lagi
memuaskan hatinya. Latihan itu tidak memadai untuk
kemampuannya yang luar biasa besarnya itu.
Khalid cepat-cepat bertolak ke Dumat
al-Jandal
Dengan mempercayakan Ain Tamr kepada Uwaim bin al-Kahil
al-Aslami, Khalid dengan pasukannya cepat-cepat berangkat ke
Dumat al-Jandal. Jarak antara Dumatul Jandal dengan Ain Tamr
tiga ratus mil, yang ditempuh Khalid dalam waktu kurang dari
sepuluh hari. Dengan menghadapi bahaya gurun Sahara dan
pasirnya yang sangat lembut, dengan kemauan yang begitu
keras tanpa mengenal bahaya, Khalid melintasi pedalaman Syam
dan Sahara Nufud, menurun dari utara ke selatan. Setelah
berada dalam jarak dekat dengan Dumat al-Jandal, dan
kabilah-kabilah mendengar tentang kedatangannya itu, mereka
terkejut. Pemuka-pemuka mereka berselisih pendapat apa yang
harus mereka lakukan.
Kabilah-kabilah yang sekarang bermarkas di Dumat
al-Jandal dua kali lipat banyaknya dari ketika Iyad datang
setahun silam. Soalnya karena Banu Kalb, Banu Bahra' dan
Banu Gassan sudah berangkat dari Irak ditambah lagi dengan
yang lain menyusur turun ke Dumat al-Jandal dengan maksud
hendak membalas dendam kepada Iyad atas kekalahannya
menghadapi Khalid. Kedatangan mereka ini membuat posisi Iyad
makin sulit. Ukaidir bin Abdul Malik al-Kindi penguasa Dumat
al-Jandal memberontak kepada penguasa kota itu. Dia pula
dulu yang menyebabkan Abu Bakr mengutus Iyad untuk
membungkam pemberontakannya dengan pedang.
Dari semua kabilah itu hanyalah Ukaidir yang paling tahu
tentang Khalid. Dia tak dapat melupakan perang Tabuk dan
kembalinya Rasulullah dari sana ke Medinah, dan kembalinya
Khalid ke Dumat al-Jandal atas perintah Rasulullah dengan
lima ratus orang anggota pasukan berkuda serta serangannya
kepadanya dan tertangkapnya dia sebagai tawanan perang;
ancamannya akan dibunuh kalau ia tidak mau membuka pintu
Dumat al-Jandal. Juga dia tak lupa bagaimana pintu kota itu
dibuka untuk menyelamatkan sang amir. Kemudian bagaimana
Khalid mengangkut dari sana dua ribu ekor unta, delapan
ratus kambing dan empat ratus wasaq (kargo) gandum dan empat
ratus baju besi. Dia tidak lupa ketika dibawa ke Medinah
yang kemudian masuk Islam dan bersekutu dengan Rasulullah.
Ukaidir tak dapat melupakan semua itu.
Itu pula sebabnya tatkala ia tahu akan kedatangan
kawannya itu ia berkata kepada al-Judi bin Rabi'ah, pemimpin
kabilah-kabilah yang datang hendak mempertahankan Dumat
al-Jandal dan mau membalas dendam kepada Iyad. Dinasihatinya
dia supaya berdamai saja dengan Khalid. "Akulah yang paling
tahu tentang Khalid," katanya. "Tak ada orang yang lebih
beruntung dari Khalid, dan dalam perang tak ada orang yang
lebih bersemangat dari dia. Begitu orang melihat wajah
Khalid, dalam jumlah besar atau kecil, pasti bertekuk lutut.
Dengarkanlah nasihatku, berdamailah dengan mereka."
Tetapi kabilah-kabilah itu menolak pendapat Ukaidir.
"Aku tidak akan membantu kalian memerangi Khalid.
Terserah kalian," katanya, lalu ia pergi seperti sudah
direncanakan untuk menemui Khalid.
Beberapa sumber masih berbeda pendapat mengenai apa yang
terjadi setelah ia menemui Khalid. Ada yang mengatakan dia
dibunuh atas perintah Khalid. Sumber lain menyebutkan bahwa
Khalid senang dan dia dikirim ke Medinah, kemudian oleh Umar
ia dibebaskan pada masa pemerintahannya. Setelah itu ia
pergi ke Irak dan menetap di suatu tempat yang diberi nama
Dumat di dekat Ain Tamr.
Selanjutnya Khalid berada di Dumat di antara kemahnya
dengan kemah Iyad bin Ganm. Judi bin Rabi'ah tetap hendak
mempertahankan Dumat, sementara setiap kabilah yang
memperkuat Dumat dipimpin oleh. pemimpinnya masing-masing.
Benteng Dumat sudah penuh sesak dengan mereka. Kabilah yang
lain berkemah di sekeliling benteng itu. Kedua belah pihak
sekarang sudah siap bertempur. Ketika Judi sedikit lagi
berada di hadapan Khalid, oleh Khalid ia diserang dengan
sekali pukul, dan Agra' bin Habis menghantam temannya dari
Dumat sementara Iyad menghantam yang berikutnya dari pasukan
kabilah-kabilah itu. Ketika itu juga mereka lari lintang
pukang dengan tujuan memasuki benteng dan berlindung di
sana. Setelah benteng itu penuh, pintu-pintu segera ditutup
dan membiarkan teman-teman mereka di luar menjadi mangsa
pasukan Muslimin, ada yang dibunuh dan ada pula yang
ditawan.
Khalid kemudian datang. Mereka yang masih ada di luar
oleh Khalid dihabisi hingga pintu benteng itu tersumbat oleh
mereka. Khalid memanggil Judi dan saat itu juga ia ditebas
lehernya, kemudian menyusul para tawanan yang juga dihabisi.
Kecuali tawanan-tawanan Banu Kalb, terpaksa mereka
dibebaskan karena sudah mendapat jaminan Agra' dan Asim.
"Mereka sudah mendapat perlindungan kami," kata kedua
orang itu. Ketika mereka dilepaskan Khalid berkata: "Ada
urusan apa aku dengan kalian he!? Kalian masih
mempertahankan cara-cara jahiliah dan meninggalkan ajaran
Islam!"
Khalid mengepung benteng Dumat
Ketika Khalid mengelilingi benteng dan sampai di depan
pintu diperintahkannya supaya pintu benteng itu dibongkar.
Saat itu pasukan Muslimin menyerbu masuk dan membunuh
tentara yang ikut berperang dengan menawan kaum perempuan
yang kemudian dijual kepada yang berani membayar dengan
harga tinggi. Khalid membeli seorang gadis yang paling
cantik di antara mereka, yaitu putri Judi bin Rabi'ah dan ia
tinggal bersamanya di Dumat. Agra' bin Habis diperintahkan
kembali ke Anbar.
Mengapa perhatian pasukan Muslimin begitu besar terhadap
Dumat al-Jandal? Mengapa begitu kuat keinginannya hendak
menguasainya? Kita sudah lihat bahwa sejak masa Rasulullah
pun tempat itu memang sudah mendapat perhatian. Mereka
bersekutu dan bergabung dengan mereka. Selama masa Abu Bakr
pasukan Muslimin bertahan selama satu tahun di depan
benteng-benteng itu. Mereka terus bertahan demikian sampai
daerah itu tunduk dan kembali berada di bawah kekuasaan
Muslimin. Dari segala yang sudah terjadi itu barangkali kita
sendiri sudah dapat menjawab: Dumat terletak di jalan raya
yang menuju ke Hirah dan Irak, dan di mulut Wadi Sirhan yang
menuju ke Syam.
Wajar sekali kawasan ini menjadi pusat perhatian
Rasulullah, sebab yang penting baginya mengamankan
perbatasan Syam dengan Semenanjung. Dan wajar sekali bila
Abu Bakr dan angkatan bersenjatanya juga memberikan
perhatian demikian rupa dalam perang di Irak dan bertahan di
perbatasan Syam. Itu pula alasannya maka Iyad tak pernah
meninggalkannya selama ia ditugaskan di sana dan Khalid pun
cepat-cepat ke sana begitu dimintai pendapatnya dalam
mencari jalan mengatasi masalah itu. Sekiranya Dumat tidak
tunduk kepada kekuasaan Muslimin, tentu mereka tak beranjak
dari Irak dan hanya menunggu nasib, dan tentu juga tak akan
mampu menguasai Syam.
Sekarang kita berhenti sejenak bersama Khalid di Dumat
sambil bertanya kepadanya: rahasia apa di balik bakat yang
membuat kemenangan itu selalu ada di tangannya. Bahkan
kemenangan itu menjelma dalam pribadinya sehingga dia
sendiri identik dengan kemenangan. Sekiranya ia hidup di
zaman Yunani kuno, niscaya dewa kemenangan itu akan diberi
nama Khalid!
Maukah dia menjawab pertanyaan kita?! Saya kira tidak!
Bukan karena sombong dia tak mau menjawab, tetapi karena
rahasia yang diketahuinya itu tak lebih daripada apa yang
kita ketahui. Rahasia itu ada hubungannya dengan jiwa,
dengan roh, dan soal roh di tangan Tuhan, dan Khalid seperti
kita, ilmu yang dikuasainya hanya sedikit sekali. Dan kapan
pula orang berbakat itu tahu tentang bakat yang ada dalam
dirinya dan asal sumber yang memancar dari jiwanya?
Tiada lain itu adalah suatu pancaran, suatu karunia Allah
yang dilimpahkan kepada siapa saja yang dikehendaki dari
hamba-Nya: pancaran bakat ini menjelma dalam diri Khalid bin
Walid, yang lain pada Umar bin Khattab, pada Ibn Sina, pada
Ibn Rusyd, Raphael, Beethoven, Shakespeare, Ma'arri, Syaugi
dan yang lain. Pancaran ilahi yang menyatu dengan jiwa
seorang hamba Allah itu. Dialah Yang telah mengangkatnya dan
mengangkat bangsa itu setinggi-tingginya ke mana pun Ia
kehendaki. Bilamana arus pancaran itu bertemu dalam zaman
yang sama dan pada bangsa yang sama seperti yang terjadi
pada Abu Bakr, Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid serta
orang-orang yang sezaman dengan mereka dan. pernah
berhubungan dengan mereka, maka dalam waktu singkat mereka
telah mencapai tingkat yang begitu tinggi, sama seperti yang
kemudian dicapai oleh segenap umat Islam dalam sekian
tahun.
Dan dalam waktu kurang dari satu generasi, kehidupan
masyarakat badui padang pasir Semenanjung itu telah berubah
menjadi sebuah imperium besar yang begitu luas dengan
kekuasaan rohaninya yang begitu dalam ke lubuk hati manusia.
Selanjutnya beban kebudayaan dunia terpikul di bahunya
selama sepuluh abad berturut-turut, hingga kemudian beralih
dipikulkan ke bahu Eropa, dan yang sampai sekarang masih
membawa beban itu.
|