XII. PEMBEBASAN IRAK1
(2/4)
Kemenangan pasukan Muslimin di
Walajah
Ketika itu rampasan perang yang diperoleh pasukan
Muslimin begitu banyak sehingga Khalid ketika berdiri di
depan pasukannya berkata sambil menunjuk ke tanah tempat
mereka bertempur yang begitu kaya itu: "Tidakkah kalian
lihat makanan ini yang setinggi gunung. Demi Allah, kalau
hanya untuk mencari makan, dan bukan karena kewajiban kita
berjuang demi Allah dan mengajak orang kepada ajaran Allah
swt., pasti kita gempur desa ini sehingga hanya tinggal kita
yang berkuasa di sini, dan orang yang enggan berjuang
seperti yang kalian lakukan ini, kita biarkan dalam
kelaparan dan kekurangan."
Masih adakah seorang Muslim yang akan memperhitungkan
nyawanya sesudah mendengar kata-kata ini? Di sini ia
berjuang di jalan Allah, membawa rampasan perang, dan
tawanan menjadi milik mereka. Bukankah ini suatu kenikmatan
dunia dan akhirat? Mana ada orang yang mau menjauhmya? Dan
siapa yang tidak ingin segera bertemu dengan Al-Khaliq?
Persiapan menyerbu Ullais
Demikianlah keadaan orang Arab itu. Lalu bagaimana dengan
pihak Persia, sebagai pengawal kebudayaan dunia waktu itu,
pusat segala kemewahan dan kemkmatan dunia, ilmu dan seni?
Yang mengherankan kita setelah peristiwa Walajah, ialah
karena yang darahnya mendidih oleh kehancuran itu bukan
orang-orang Persia, melainkan orang-orang Arab Banu Bakr bin
Wa'il. Mereka tak senang jika yang mendapat kemenangan itu
saudara sepupu mereka sendiri di Semenanjung. Mereka marah,
orang-orang Nasrani sebangsanya juga marah. Mereka
berkorespondensi dengan pihak Persia. Dan akhirnya keduanya
berkumpul di Ullais ke jalur Sungai Furat di pertengahan
jalan antara Hirah dengan Ubullah.
Kisra Ardasyir menulis kepada Bahman Jaduweh supaya maju
terus dengan pasukannya sampai ke Ullais. Di sana mereka
akan berkumpul dengan pasukan Persia dan orang-orang Arab
Kristen. Tetapi Bahman berpendapat akan menemui Ardasyir
untuk membicarakan suatu ketentuan serta menerima
perintah-perintah atasannya itu. Gaban, salah seorang
panglimanya juga, mendesaknya agar ia meneruskan perjalanan
ke Ullais, sambil berkata: ''Hindarilah dulu perang dengan
pasukan Muslimin sebelum aku menyusulmu, kecuali jika kau
harus cepat-cepat."
Tetapi Bahman menjumpai Ardasyir sedang sakit. Ia tak
dapat meninggalkannya dan menyerahkan tugas itu kepada Gaban
tanpa mengirim berita apapun entang keadaannya, juga tidak
menyebut-nyebut hal itu. Ketika sampai di Ullais Gaban
mendampingi Abdul Aswad al-Ijli komandan pasukan Banu Bakr
bin Wa'il dengan beberapa orang Nasrani yang bergabung
dengan dia. Mereka berdua itulah yang mengatur siasat
perang.
Khalid bin Walid tidak tahu tentang perjalanan Gaban dan
pasukan Persia itu. Yang diketahuinya hanya orang-orang
Nasrani yang sudah berkumpul di Ullais. Dia pun berangkat
dengan pasukannya serta orang-orang Arab Irak yang bergabung
dengan dia. Sekarang ia kembali ke Hafir hendak mengatur
barisan belakang. Melihat persiapan itu sesuai dengan
rencananya, cepat-cepat ai kembali untuk menyongsong musuh
di tempat mereka bermarkas. Begitu sampai di Ullais, tidak
menunda lagi langsung ia mengajak mereka bertempur. Pasukan
Arab itu segera menghadapinya. Tetapi tanpa memberi
kesempatan samasekali Khalid langsung membantai komandannya,
Malik bin Qais. Melihat barisannya mulai kacau Gaban bersama
pasukan Persianya maju memberi semangat. Dia dan pasukannya
itu termasuk yang yakin sekali bahwa ia akan menang.
Bukankah Bahman sudah menjanjikannya akan menyusul.
Hendaklah bertahan dan tabah menghadapi pasukan Muslimin
sementara menunggu datangnya bala bantuan. Pertahankanlah
sekuat tenaga dalam posisinya itu. Khalid melihat betapa
tabah dan gigihnya mereka, walaupun ia tak tahu apa yang
mendorong mereka.
Sejenak pertempuran itu begitu sengit yang membuat Khalid
jadi bingung. Ia menghadapkan diri kepada Tuhan dan
memohonkan pertolongan: "Allahumma ya Allah, berilah hamba
pertolongan. Kalau Engkau memberikan kemenangan kepada kami
menghadapi mereka, jangan biarkan seorang pun yang hidup
dari mereka. Berilah kekuatan kepada kami agar kubanjiri
sungai mereka dengan darah mereka sendiri."
Kita tentu tahu arti kata-kata yang keluar dari lubuk
hati Saifullah ini, lubuk hati yang paling dalam,
yang tak pernah kenal takut, tak pernah mengelak dari maut
dan tidak gamang melihat darah.
Pasukan Persia dan pembela-pembelanya itu cukup tabah,
sedang Bahman belum juga muncul. Selama itu Khalid tidak
meninggalkan segala macam muslihat perangnya, yang memang
menjadi ciri khasnya sebagai seorang jenius dalam memimpin
pertempuran, membuat musuhnya itu terjepit. Sesudah
ketabahan dan kekuatannya berangsur surut, sehingga tak
dapat tidak mereka harus mengalami kehancuran, barisan
mereka jadi centang perenang, mereka berbalik ke belakang
dan cepat-cepat lari. Tak ada tujuan lain buat mereka selain
mencari selamat. Khalid melihat mereka lari, maka disuruhnya
orang yang biasa ditugaskan memanggil-manggil untuk berseru
kepada mereka: "Tawanan! Tawanan! Jangan dibunuh kecuali
yang melawan!" Pasukan berkuda Muslimin dapat menyusul
pasukan Persia dan orang-orang Arab sekutunya itu. Mereka
dibawa berbondong-bondong sebagai tawanan perang, diseret
seperti binatang ternak.
Sebelum terjadi pertempuran pasukan Persia sudah
menyiapkan makanan, tetapi Khalid sudah mendahului mereka.
Setelah mereka rontok, Khalid berdiri di depan makanan itu
seraya berseru kepada pasukannya: "Apa yang sudah diperoleh
sebagai rampasan perang ini untuk kalian."
Pasukan Muslimin itu pun duduk menghadapi makan malam
dengan begitu berselera, yang kebanyakan menganggap sebagai
suatu keanehan. Melihat sejenis roti tipis-tipis yang belum
mereka kenal, mereka bertanya: Yang bertambal-tambal putih
ini apa! Orang yang sudah tahu menjawab bergurau: Pernah
kalian mendengar tentang roti yang dikerat tipis-tipis?
Inilah dia! Karena itu dinamai roti tipis-tipis. Orang Arab
menamakannya hiburan untuk tamu.13
Sungai Darah
Khalid meminta agar tawanan-tawanan itu diperiksa untuk
memenuhi janjinya hendak membanjiri sungai dengan darah
mereka. Ia wakilkan kepada beberapa orang pasukannya
memenggal leher mereka di sungai setelah airnya dibendung.
Selama sehari semalam mereka yang ditunjuk oleh Khalid
membantai mereka tetapi sungai itu tidak mengalirkan darah.
Beberapa orang yang dekat kepada Khalid berkata: "Kalaupun
penghuni dunia ini kau bantai darah mereka tak akan
mengalir. Darah itu akan lancar mengalir bersama air.
Begitulah kalau kau ingin memenuhi janjimu."
Atas perintah Khalid air di sungai dibuka kembali; maka
darah segar pun mengalir. Sejak itu sungai tersebut dinamai
"Sungai Darah." Tabari menceritakan bahwa di tepi sungai itu
terdapat beberapa penggilingan, yang selama tiga hari
menggiling makanan untuk delapan belas ribu orang anggota
pasukan, sementara air sungai berwama merah padam mengalir
deras di bawahnya.
Khalid belum puas dengan sungai yang sudah banjir darah
itu. Bahkan ia pergi ke sebuah tempat yang disebut Amgisyia
atau Manisyia - sebuah kota seperti Hirah - di dekat Ullais,
terletak di hilir Furat di anak sungai Badaqli. Penduduknya
pernah terlibat dalam perang di luar kota Ullais. Khalid
memerintahkan pasukannya agar menghancurkan kota itu. Mereka
mengambil semua yang ada di situ dan dianggapnya sebagai
harta rampasan perang. Dari sana anggota pasukan berkuda
mendapat bagian seribu lima ratus (dirham) di samping hadiah
yang diperoleh dari Khalid bagi mereka yang sudah
mati-matian bertempur di Ullais.
Khalid mengirimkan laporan berikut seperlima rampasan
perangnya dan orang-orang tawanan kepada Abu Bakr di tangan
seseorang benama Jandal dari suku Banu Ijl. Setelah
disampaikan apa yang terjadi dan melaporkan tentang
dikuasainya Ullais dengan hasil rampasan dan tawanan perang
serta beberapa orang yang telah berjasa dan bagaimana pula
strategi Khalid, Abu Bakr tak dapat menahan diri berteriak:
"Tak akan ada perempuan dapat melahirkan anak seperti
Khalid!" Ia menyuruh Jandal mengawini seorang perempuan dari
Ullais supaya kemudian dapat melahirkan anak. Kemenangan itu
supaya diumumkan ke seluruh Medinah dan tempat-tempat lain
di negeri Arab. Abu Bakr merasa lega dengan pertolongan
Allah kepada pasukannya di Irak itu, dan memang, Pedang
Allah itu tak dapat dikalahkan.14
Tentang kejadian-kejadian di Ullais dan Amgasyia yang
kita sebutkan itu, beberapa penulis sejarah menyatakan
penyesalannya bahwa seorang jenderal jenius sekaliber Khalid
telah melakukan perbuatan yang begitu biadab. Mereka
berharap sekiranya berita itu tidak benar. Andaikata pun
memang benar demikian, tentu banyak penulis Muslim yang
menyebutkan hal itu. Saya sendiri bersikap tidak memperkuat
atau membantah apa yang dilaporkan sumber-sumber itu. Tetapi
saya tak dapat menahan diri ingin tertawa ketika perbuatan
itu dilukiskan sebagai perbuatan biadab. Saya tertawa bukan
karena menolak penggambaran demikian atau menganggapnya
aneh, tetapi karena menurut hemat saya bahwa semua perang
adalah biadab. Di mata bangsa-bangsa yang sudah maju
sekarang pun perang dapat dibenarkan. Apabila orang
mengambil jalan perang dengan segala kebiadabannya itu dapat
dibenarkan, yang menurut keyakinannya adalah adil, maka
menggambarkan perang yang pada dasarnya memang biadab bahwa
itu adalah biadab, sungguh menertawakan, bahkan lebih dari
sekadar menertawakan.
Peradaban umat manusia sebenarnya belum sampai ke tingkat
peradaban yang sudah begitu tinggi, bebas dari segala
kebiadaban dan sudah mencapai tingkat yang begitu mulia.
Kebiadaban ini masih dianggap termasuk nilai-nilai
peradaban, dan kesiapan manusia berperang masih dipandang
sebagai keperluan pokok dalam kehidupan bangsa-bangsa,
bahkan keperluan pokok untuk mempertahankan eksistensinya
supaya dapat mempertahankan diri dari kepunahan. Apa yang
akan menjadi pegangan seorang jenderal dalam suatu
peperangan, yang mungkin menambah atau mengurangi
kebiadabannya, bukanlah hal yang amat penting dalam
kehidupan umat manusia. Di segala zaman manusia sudah biasa
menganggap kemenangan itu dapat memaafkan segala yang sudah
lalu. Dalam berbagai pertempuran kemenangan memang di pihak
Khalid selalu, maka dengan segala kemenangannya itu ia dapat
dimaafkan, kalaupun permintaan maaf itu memang
diperlukan.
Untuk meyakinkan alasan ini, rasanya cukup jika kita
ketahui, bahwa kemenangan-kemenangan Khalid dan segala
tindakannya itu telah melumpuhkan semangat dan moral
orang-orang Persia dan orang-orang Arab pendukungnya. Mereka
jadi ketakutan, dan sesudah peristiwa Ullais itu memang tak
ada lagi dari mereka yang berpikir hendak mengadakan
pembalasan, seperti yang terjadi sebelumnya di Mazar dan
Hafir. Bahkan kehancuran Persia itu begitu dalam menusuk
hati Kisra Ardasyir sehingga ia tak lagi mampu melawan
penyakit yang dideritanya dan meminta Bahman mendampinginya
sampai dia mati berulam jantung. Bagaimana lagi orang-orang
Persia dan sekutu-sekutunya orang Arab itu masih akan
memikirkan balas dendam, padahal pasukan Muslimin memang
benar-benar cinta mati, dan kecintaan mereka pada mati itu
justru membuat mereka hidup! Kemudian mereka juga melihat
panglima perangnya itu seolah dewa perang yang menjelma
menjadi manusia! Tidakkah lebih baik buat mereka - dan ini
yang mereka saksikan - meletakkan senjata saja dan menyerah
kepada nasib?!
Pengaruh perang Ullais terhadap
Persia
Itulah semua yang sudah terjadi. Persia sekarang sedang
sibuk karena kematian rajanya. Orang-orang Arab di pedalaman
dan di Mesopotamia jadi tercerai berai. Tak terdengar lagi
berita-berita adanya persiapan perang atau hendak mengusir
Muslimin dari negeri itu. Tetapi Khalid cukup arif untuk
membiarkan begitu saja sikap mereka yang diam itu atau jadi
lupa daratan karena kemenangan sehingga tak lagi melihat apa
yang ada di balik semua itu dan yang akan terjadi sesudah
itu. Yang mendorong semangat orang-orang Persia berperang di
Ullais itu ialah kabilah-kabilah Arab juga. Jika
kabilah-kabilah ini pada suatu waktu tenang-tenang saja
berarti besok mereka akan membuat tipu muslihat. Kalau
Khalid tidak menumpas semua cita-cita mereka yang hendak
mengadakan pembangkangan dan pengkhianatan, kalau semua
jalan menuju ke Semenanjung tidak diamankan, maka jangan
menyalahkan orang lain jika ia kelak ditimpa bencana. Ia tak
pernah mengabaikan perhitungan sampai yang sekecil-kecilnya
sekalipun.
Oleh karena itu, situasi demikian sudah diperhitungkannya
dan perencanaannya juga matang. Perhitungan yang paling
mudah ialah menduduki kota Hirah, dan menguasai
tempat-tempat mereka di sebelah barat Sungai Furat ke arah
perbatasan dengan Semenanjung.
Kepala daerah Hirah ketika itu seorang marzaban Persia
bernama Azadabeh. Kekuasaan ibu kota Irak waktu itu sudah
berkurang, sesudah selama dua puluh lima tahun memegang
kekuasaan yang berwibawa. Sebabnya ialah, Banu Lakhm yang
telah mendirikan kerajaan di Hirah sejak abad ketiga Masehi
dan berlangsung selama berabad-abad itu, berselisih dengan
Banu Tayyi' sehingga pecah perang antara mereka. Dengan
adanya perselisihan ini, Persia menggunakan kesempatan
dengan membantu Banu Tayyi' melawan Nu'man bin al-Munzir
yang akhirnya berhasil ditangkap, dipenjara dan kemudian
dibunuh. Setelah itu Iyas bin Qubaisah dari Banu Tayyi'
bertindak sebagai penguasa Hirah dan daerah yang berada di
bawah kekuasaannya. Sesudah beberapa tahun berkuasa Banu
Bakr bin Wa'il datang menghancurkan pasukan Persia didukung
oleh sekutu-sekutu Iyas di Zu Qar yang membuat Iyas
terjungkir dari kursinya dan Kisra mengangkat seorang
marzaban dari pihaknya sebagai penguasa Hirah. Dengan
demikian habislah wibawa dan kekuasaannya. Tetapi
pengaruhnya dalam hati orang-orang Arab membuat pihak Persia
selalu memberikan perhatian dan mengambil hati mereka. Oleh
karena itu, Khalid khawatir melihat kedengkian mereka
kepadanya itu, bahwa Banu Bakr bin Wa'il akan bekerja sama
dengan Banu Tayyi' dan kabilah-kabilah Arab lain yang
tinggal di Hirah dan sekitarnya untuk mengadakan perlawanan
atau memutuskan jalan. Maka terpikir oleh Khalid hendak
menyerangnya dan menguasai kota kemudian menjadikannya
markas dan pusat segala kegiatannya.
Persiapan memasuki Hirah
Penduduk Hirah memang sudah tidak ragu lagi bahwa Khalid
akan datang juga dan akan mengepung mereka setelah tersiar
berita-berita tentang Ullais dan Amgasyia serta
kemenangan-kemenangan dan segala perbuatannya di kedua
tempat itu. Penguasa Hirah sudah memperkirakan bahwa Khalid
akan melalui sungai dengan menggunakan kapal-kapal Amgasyia.
Langkah pertama yang diambil Azadabeh mengerahkan bala
tentaranya ke luar kota Hirah. Anaknya diperintahkan
membendung jembatan-jembatan di Furat supaya air sungai
tidak lagi mengalir ke hilir dan untuk merintangi perjalanan
kapal di sana.
Perkiraan Azadabeh tidak meleset. Khalid dan pasukannya
memang menggunakan kapal-kapal Amgasyia dan terus bertolak
ke utara ke jurusan Hirah. Sementara mereka dalam pelayaran
itu, tiba-tiba kapal oleng lalu kandas. Dengan oleng dan
kandasnya kapal tersebut pasukan Muslimin terkejut sekali,
dan Khalid pun marah. Ditanyakannya sebab-sebab kejadian itu
kepada awak kapal. Mereka mengatakan bahwa atas perintah
penguasa Hirah jembatan-jembatan itu dibendung dan aliran
air dialihkan. Dengan demikian kapal-kapal itu tak akan
dapat berlayar. Khalid keluar dengan satu batalion pasukan
berkudanya dan menuju ke tempat anak Azadabeh di mulut
tebing. Ia dan anak buahnya disergap di tempat berlindungnya
itu, dan air di sungai kembali mengalir. Khalid dan pasukan
berkudanya tetap mengawasi. Kapal-kapal itu kembali berlayar
membawa semua pasukannya ke Khawarnaq. Di tempat ini mereka
diturunkan untuk mengadakan persiapan memasuki Hirah.
Khalid di istana Khawarnaq
Sekarang Khalid menguasai Istana Khawarnaq dan Istana
Najaf, keduanya adalah tempat musim panas para pembesar
Hirah, sementara pasukannya sudah berkemah di depan tembok
kota itu.
Adapun Azadabeh sendiri sudah lari lebih dulu sebelum
bertempur. Ia merasa sangat terpukul dengan apa yang telah
menimpa anaknya dan dengan kematian Ardasyir. Larinya
Azadabeh itu tidak mengurangi pihak Hirah sendiri untuk
mempertahankan keempat benteng kota dan tembok-temboknya dan
mengadakan persiapan untuk mempertahankannya sedapat
mungkin.
Tetapi persiapan mereka sedikit pun tak ada artinya.
Istana Khawarnaq dan kota Hirah telah membangkitkan semangat
pasukan berkuda Muslimin serta kenangan kepada Nu'man Agung
putra Munzir dan Sinimmar dan apa yang telah terjadi dengan
pembangunan istana yang menjulang tinggi serta puisi-puisi
mengenai itu. Semua ini menambah kekuatan dan semangat
mereka. Betapapun besarnya kekuatan musuh dan segala
persiapannya, bagi Jenderal jenius ini, Khalid
Saifullah, Khalid Saiful Islam ternyata tak ada
artinya. Dengan kepiawaian dan keperkasaannya semua itu
dapat diterobosnya. Tetapi pihak Hirah tetap tak mau
menyerah. Khalid menugaskan para perwiranya menghubungi
mereka supaya menyerah. Kalau mereka setuju, terimalah,
sebaliknya kalau mereka tetap menolak berilah waktu satu
hari kemudian barulah perangi mereka. Para perwira Muslimin
itu mengajak penguasa-penguasa Hirah untuk menerima satu
dari tiga pilihan ini: Islam, jizyah atau pengumuman perang.
Tetapi penguasa-penguasa itu memilih perang.
Sekarang tak ada jalan lain maka menyerbulah tentara itu
ke istana-istana mereka dengan akibat menelan banyak korban.
Pastor-pastor dan rahib-rahib yang banyak terdapat dalam
biara-biara di Hirah, begitu melihat pembantaian menimpa
mereka dan yang lain, mereka berseru:
"Hai penghuni istana, tak ada orang yang membunuhi kami
selain kamu!"
Melihat perlawanan itu tampaknya sia-sia para penghuni
istana itu berseru:
"Hai orang-orang Arab! Satu dari yang tiga itu kami
setujui. Hentikan serangan kalian sambil menunggu sampai
Khalid tiba ke tempat kami."
Khalid menemui penghuni istana itu satu persatu, lalu
katanya kepada mereka: "Ya, adakah kamu orang-orang Arab?
Mengapa kamu membenci orang Arab? Ataukah kamu orang-orang
asing, mengapa kamu membenci keadilan?"
Mereka menjawab dengan mengatakan: "Ya memang, malah kami
Arab 'Aribah15 dan yang lain Arab
Musta'arribah."
"Kalau benar apa yang kamu katakan, mengapa kamu menjauhi
kami dan membenci kami?"
"Untuk membuktikan apa yang kami katakan," sahut mereka
lagi, "kami tak menggunakan bahasa lain selain bahasa
Arab."
"Pilihlah satu dari tiga," kata Khalid lebih lanjut:
"bergabung ke dalam agama kami, kamu mendapat hak dan
kewajiban yang sama, walaupun kamu pindah tempat kalau kamu
akan tinggal di perkampungan kamu; atau membayar jizyah;
atau berperang. Demi Allah, kami datang ke mari dengan
orang-orang yang lebih mencintai mati daripada hidup."
"Kami akan membayar jizyah," kata mereka.
Heran juga Khalid atas kegigihan mereka bertahan dalam
agama Nasraninya itu, lalu katanya:
"Celaka kamu! Kekufuran itu adalah padang tandus yang
menyesatkan. Orang Arab yang paling bodoh ketika dalam
perjalanan bertemu dengan dua orang penunjuk jalan, yang
dipilihnya orang asing dan yang orang Arab
ditinggalkan."
Kata-kata ini tak dapat mengubah kegigihan mereka dari
agamanya itu. Mereka bersikap demikian mungkin karena jiwa
mereka terpengaruh oleh martabatnya sebagai manusia kalau
sampai ia pindah dari keyakinan yang dianutnya, sebab dia
sudah kalah lalu terpaksa pindah agama. Juga terpengaruh
oleh keadaan kaum Muslimin yang masih baru di Irak. Orang
tidak tahu, akan betahkah mereka di Hirah dengan keadaan
itu, atau karena hal-hal tertentu mereka akan keluar
meninggalkannya.
Penduduk Hirah setuju dengan jizyah
Khalid telah mengadakan persetujuan dengan mereka dengan
pembayaran jizyah seratus sembilan puluh ribu dirham.
Persetujuan tertulis dibuat antara dia dengan pemuka-pemuka
mereka: Adi dan Amr anak-anak Adi dan Amr bin Abdul Masih
dan lyas bin Qubaisah dan Hiri bin Akal yang berisi
persetujuan penduduk Hirah dengan ketentuan jizyah ini,
dibayar setiap tahun bagi yang minta perlindungan; bagi yang
tidak meminta perlindungan, tidak dikenakan jizyah. Kalau
mereka melakukan pengkhianatan, dengan perbuatan atau
perkataan, maka haknya sebagai seorang zimmi tak ada
lagi.
Mereka memberikan hadiah-hadiah kepada Khalid, yang oleh
Khalid kemudian dikirimkan kepada Abu Bakr bersama-sama
dengan berita kemenangannya dan persetujuan itu. Persetujuan
dibenarkan dan hadiah-hadiah itu pun diterima, tetapi
dinilainya sebagai jizyah. Maka ia menulis surat kepada
Khalid.16
Ketika rnenyinggung soal perjanjian itu para rnenulis
sejarah rnenyebutkan, bahwa ada sebuah cerita aneh rneskipun
kebenarannya masih diragukan. Diceritakan bahwa Khalid
menolak membuat persetujuan itu kecuali jika Karamah putri
Abdul Masih, saudara perernpuan Amr diserahkan kepada
Syuwail.17 Dia begitu gigih dalam hal ini karena
dikatakan bahwa Syuwail ini pernah mendengar Rasulullah saw.
rnenyebutkan tentang Hirah dan ia menanyakan tentang
Karamah, dikatakan kepadanya: "Dia buat engkau kalau kau
dapat membebaskan (Hirah) dengan paksa."
Gadis yang bernarna Karamah ini waktu rnudanya sangat
cantik. Syuwail waktu mudanya juga pernah melihat dan dia
tergila-gila kepadanya dengan selalu memujinya. Bahwa dia
kini menuntutnya kembali, buat Khalid tak ada jalan lain
kecuali harus melaksanakan janji Rasulullah itu.
Hal ini sangat rnengharukan hati keluarganya dan
rnenganggapnya penting. Tetapi Karamah berkata kepada
mereka: "Tidak apa, pertemukan aku dengan dia, aku yang akan
rnenebus. Untuk apa kalian khawatir kepada perernpuan yang
sudah berusia delapan puluh tahun! Laki-laki ini bodoh
sekali. Dia melihatku waktu aku masih muda remaja dan
dikiranya tidak berubah!"
Lalu ia menemui Syuwail seraya berkata:
"Maksudmu mau apa dengan nenek-nenek setua aku ini?
Sekarang tebus sajalah aku!"
"Tidak," katanya. "Aku yang akan menentukan."
"Tentukanlah semaumu."
"Rasanya bukan suami ibu Syuwail kalau kurang dari seribu
dirharn."
Karamah pura-pura rnenganggap jumlah itu terlalu besar
dengan maksud hendak Mempermainkannya. Tetapi tebusan itu
kemudian diberikan dan ia pun kembali kepada keluarganya
ketika ternan-temannya mendengar apa yang dilakukannya itu,
ia diejek karena dinilai jumlah tebusan itu terlalu kecil,
dan ada pula yang memarahinya. Tetapi ia masih berdalih:
"Aku rasa tak akan ada jumlah yang lebih tinggi dari
seribu."
Ia mengadukan halnya itu kepada Khalid. "Niatku memang
itulah jumlah yang tertinggi."
"Kita menginginkan sesuatu, Allah menghendaki yang lain,"
kata Khalid. "Kita lihat yang nyata saja lepas dari soal
niatmu, kau membohong atau tidak."
***
Selesai Khalid membebaskan Hirah, atas kemenangan itu ia
salat delapan rakaat tanpa salam. Selesai salat ia berpaling
kepada teman-temannya katanya:
"Dalam perang Mu'tah sudah sembilan pedang yang patah di
tanganku. Tetapi tak ada yang seperti orang Persia ini,
terutama orang-orang Ullais."
|