Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XII. PEMBEBASAN IRAK1 (2/4)

Kemenangan pasukan Muslimin di Walajah

Ketika itu rampasan perang yang diperoleh pasukan Muslimin begitu banyak sehingga Khalid ketika berdiri di depan pasukannya berkata sambil menunjuk ke tanah tempat mereka bertempur yang begitu kaya itu: "Tidakkah kalian lihat makanan ini yang setinggi gunung. Demi Allah, kalau hanya untuk mencari makan, dan bukan karena kewajiban kita berjuang demi Allah dan mengajak orang kepada ajaran Allah swt., pasti kita gempur desa ini sehingga hanya tinggal kita yang berkuasa di sini, dan orang yang enggan berjuang seperti yang kalian lakukan ini, kita biarkan dalam kelaparan dan kekurangan."

Masih adakah seorang Muslim yang akan memperhitungkan nyawanya sesudah mendengar kata-kata ini? Di sini ia berjuang di jalan Allah, membawa rampasan perang, dan tawanan menjadi milik mereka. Bukankah ini suatu kenikmatan dunia dan akhirat? Mana ada orang yang mau menjauhmya? Dan siapa yang tidak ingin segera bertemu dengan Al-Khaliq?

Persiapan menyerbu Ullais

Demikianlah keadaan orang Arab itu. Lalu bagaimana dengan pihak Persia, sebagai pengawal kebudayaan dunia waktu itu, pusat segala kemewahan dan kemkmatan dunia, ilmu dan seni? Yang mengherankan kita setelah peristiwa Walajah, ialah karena yang darahnya mendidih oleh kehancuran itu bukan orang-orang Persia, melainkan orang-orang Arab Banu Bakr bin Wa'il. Mereka tak senang jika yang mendapat kemenangan itu saudara sepupu mereka sendiri di Semenanjung. Mereka marah, orang-orang Nasrani sebangsanya juga marah. Mereka berkorespondensi dengan pihak Persia. Dan akhirnya keduanya berkumpul di Ullais ke jalur Sungai Furat di pertengahan jalan antara Hirah dengan Ubullah.

Kisra Ardasyir menulis kepada Bahman Jaduweh supaya maju terus dengan pasukannya sampai ke Ullais. Di sana mereka akan berkumpul dengan pasukan Persia dan orang-orang Arab Kristen. Tetapi Bahman berpendapat akan menemui Ardasyir untuk membicarakan suatu ketentuan serta menerima perintah-perintah atasannya itu. Gaban, salah seorang panglimanya juga, mendesaknya agar ia meneruskan perjalanan ke Ullais, sambil berkata: ''Hindarilah dulu perang dengan pasukan Muslimin sebelum aku menyusulmu, kecuali jika kau harus cepat-cepat."

Tetapi Bahman menjumpai Ardasyir sedang sakit. Ia tak dapat meninggalkannya dan menyerahkan tugas itu kepada Gaban tanpa mengirim berita apapun entang keadaannya, juga tidak menyebut-nyebut hal itu. Ketika sampai di Ullais Gaban mendampingi Abdul Aswad al-Ijli komandan pasukan Banu Bakr bin Wa'il dengan beberapa orang Nasrani yang bergabung dengan dia. Mereka berdua itulah yang mengatur siasat perang.

Khalid bin Walid tidak tahu tentang perjalanan Gaban dan pasukan Persia itu. Yang diketahuinya hanya orang-orang Nasrani yang sudah berkumpul di Ullais. Dia pun berangkat dengan pasukannya serta orang-orang Arab Irak yang bergabung dengan dia. Sekarang ia kembali ke Hafir hendak mengatur barisan belakang. Melihat persiapan itu sesuai dengan rencananya, cepat-cepat ai kembali untuk menyongsong musuh di tempat mereka bermarkas. Begitu sampai di Ullais, tidak menunda lagi langsung ia mengajak mereka bertempur. Pasukan Arab itu segera menghadapinya. Tetapi tanpa memberi kesempatan samasekali Khalid langsung membantai komandannya, Malik bin Qais. Melihat barisannya mulai kacau Gaban bersama pasukan Persianya maju memberi semangat. Dia dan pasukannya itu termasuk yang yakin sekali bahwa ia akan menang. Bukankah Bahman sudah menjanjikannya akan menyusul. Hendaklah bertahan dan tabah menghadapi pasukan Muslimin sementara menunggu datangnya bala bantuan. Pertahankanlah sekuat tenaga dalam posisinya itu. Khalid melihat betapa tabah dan gigihnya mereka, walaupun ia tak tahu apa yang mendorong mereka.

Sejenak pertempuran itu begitu sengit yang membuat Khalid jadi bingung. Ia menghadapkan diri kepada Tuhan dan memohonkan pertolongan: "Allahumma ya Allah, berilah hamba pertolongan. Kalau Engkau memberikan kemenangan kepada kami menghadapi mereka, jangan biarkan seorang pun yang hidup dari mereka. Berilah kekuatan kepada kami agar kubanjiri sungai mereka dengan darah mereka sendiri."

Kita tentu tahu arti kata-kata yang keluar dari lubuk hati Saifullah ini, lubuk hati yang paling dalam, yang tak pernah kenal takut, tak pernah mengelak dari maut dan tidak gamang melihat darah.

Pasukan Persia dan pembela-pembelanya itu cukup tabah, sedang Bahman belum juga muncul. Selama itu Khalid tidak meninggalkan segala macam muslihat perangnya, yang memang menjadi ciri khasnya sebagai seorang jenius dalam memimpin pertempuran, membuat musuhnya itu terjepit. Sesudah ketabahan dan kekuatannya berangsur surut, sehingga tak dapat tidak mereka harus mengalami kehancuran, barisan mereka jadi centang perenang, mereka berbalik ke belakang dan cepat-cepat lari. Tak ada tujuan lain buat mereka selain mencari selamat. Khalid melihat mereka lari, maka disuruhnya orang yang biasa ditugaskan memanggil-manggil untuk berseru kepada mereka: "Tawanan! Tawanan! Jangan dibunuh kecuali yang melawan!" Pasukan berkuda Muslimin dapat menyusul pasukan Persia dan orang-orang Arab sekutunya itu. Mereka dibawa berbondong-bondong sebagai tawanan perang, diseret seperti binatang ternak.

Sebelum terjadi pertempuran pasukan Persia sudah menyiapkan makanan, tetapi Khalid sudah mendahului mereka. Setelah mereka rontok, Khalid berdiri di depan makanan itu seraya berseru kepada pasukannya: "Apa yang sudah diperoleh sebagai rampasan perang ini untuk kalian."

Pasukan Muslimin itu pun duduk menghadapi makan malam dengan begitu berselera, yang kebanyakan menganggap sebagai suatu keanehan. Melihat sejenis roti tipis-tipis yang belum mereka kenal, mereka bertanya: Yang bertambal-tambal putih ini apa! Orang yang sudah tahu menjawab bergurau: Pernah kalian mendengar tentang roti yang dikerat tipis-tipis? Inilah dia! Karena itu dinamai roti tipis-tipis. Orang Arab menamakannya hiburan untuk tamu.13

Sungai Darah

Khalid meminta agar tawanan-tawanan itu diperiksa untuk memenuhi janjinya hendak membanjiri sungai dengan darah mereka. Ia wakilkan kepada beberapa orang pasukannya memenggal leher mereka di sungai setelah airnya dibendung. Selama sehari semalam mereka yang ditunjuk oleh Khalid membantai mereka tetapi sungai itu tidak mengalirkan darah. Beberapa orang yang dekat kepada Khalid berkata: "Kalaupun penghuni dunia ini kau bantai darah mereka tak akan mengalir. Darah itu akan lancar mengalir bersama air. Begitulah kalau kau ingin memenuhi janjimu."

Atas perintah Khalid air di sungai dibuka kembali; maka darah segar pun mengalir. Sejak itu sungai tersebut dinamai "Sungai Darah." Tabari menceritakan bahwa di tepi sungai itu terdapat beberapa penggilingan, yang selama tiga hari menggiling makanan untuk delapan belas ribu orang anggota pasukan, sementara air sungai berwama merah padam mengalir deras di bawahnya.

Khalid belum puas dengan sungai yang sudah banjir darah itu. Bahkan ia pergi ke sebuah tempat yang disebut Amgisyia atau Manisyia - sebuah kota seperti Hirah - di dekat Ullais, terletak di hilir Furat di anak sungai Badaqli. Penduduknya pernah terlibat dalam perang di luar kota Ullais. Khalid memerintahkan pasukannya agar menghancurkan kota itu. Mereka mengambil semua yang ada di situ dan dianggapnya sebagai harta rampasan perang. Dari sana anggota pasukan berkuda mendapat bagian seribu lima ratus (dirham) di samping hadiah yang diperoleh dari Khalid bagi mereka yang sudah mati-matian bertempur di Ullais.

Khalid mengirimkan laporan berikut seperlima rampasan perangnya dan orang-orang tawanan kepada Abu Bakr di tangan seseorang benama Jandal dari suku Banu Ijl. Setelah disampaikan apa yang terjadi dan melaporkan tentang dikuasainya Ullais dengan hasil rampasan dan tawanan perang serta beberapa orang yang telah berjasa dan bagaimana pula strategi Khalid, Abu Bakr tak dapat menahan diri berteriak: "Tak akan ada perempuan dapat melahirkan anak seperti Khalid!" Ia menyuruh Jandal mengawini seorang perempuan dari Ullais supaya kemudian dapat melahirkan anak. Kemenangan itu supaya diumumkan ke seluruh Medinah dan tempat-tempat lain di negeri Arab. Abu Bakr merasa lega dengan pertolongan Allah kepada pasukannya di Irak itu, dan memang, Pedang Allah itu tak dapat dikalahkan.14

Tentang kejadian-kejadian di Ullais dan Amgasyia yang kita sebutkan itu, beberapa penulis sejarah menyatakan penyesalannya bahwa seorang jenderal jenius sekaliber Khalid telah melakukan perbuatan yang begitu biadab. Mereka berharap sekiranya berita itu tidak benar. Andaikata pun memang benar demikian, tentu banyak penulis Muslim yang menyebutkan hal itu. Saya sendiri bersikap tidak memperkuat atau membantah apa yang dilaporkan sumber-sumber itu. Tetapi saya tak dapat menahan diri ingin tertawa ketika perbuatan itu dilukiskan sebagai perbuatan biadab. Saya tertawa bukan karena menolak penggambaran demikian atau menganggapnya aneh, tetapi karena menurut hemat saya bahwa semua perang adalah biadab. Di mata bangsa-bangsa yang sudah maju sekarang pun perang dapat dibenarkan. Apabila orang mengambil jalan perang dengan segala kebiadabannya itu dapat dibenarkan, yang menurut keyakinannya adalah adil, maka menggambarkan perang yang pada dasarnya memang biadab bahwa itu adalah biadab, sungguh menertawakan, bahkan lebih dari sekadar menertawakan.

Peradaban umat manusia sebenarnya belum sampai ke tingkat peradaban yang sudah begitu tinggi, bebas dari segala kebiadaban dan sudah mencapai tingkat yang begitu mulia. Kebiadaban ini masih dianggap termasuk nilai-nilai peradaban, dan kesiapan manusia berperang masih dipandang sebagai keperluan pokok dalam kehidupan bangsa-bangsa, bahkan keperluan pokok untuk mempertahankan eksistensinya supaya dapat mempertahankan diri dari kepunahan. Apa yang akan menjadi pegangan seorang jenderal dalam suatu peperangan, yang mungkin menambah atau mengurangi kebiadabannya, bukanlah hal yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Di segala zaman manusia sudah biasa menganggap kemenangan itu dapat memaafkan segala yang sudah lalu. Dalam berbagai pertempuran kemenangan memang di pihak Khalid selalu, maka dengan segala kemenangannya itu ia dapat dimaafkan, kalaupun permintaan maaf itu memang diperlukan.

Untuk meyakinkan alasan ini, rasanya cukup jika kita ketahui, bahwa kemenangan-kemenangan Khalid dan segala tindakannya itu telah melumpuhkan semangat dan moral orang-orang Persia dan orang-orang Arab pendukungnya. Mereka jadi ketakutan, dan sesudah peristiwa Ullais itu memang tak ada lagi dari mereka yang berpikir hendak mengadakan pembalasan, seperti yang terjadi sebelumnya di Mazar dan Hafir. Bahkan kehancuran Persia itu begitu dalam menusuk hati Kisra Ardasyir sehingga ia tak lagi mampu melawan penyakit yang dideritanya dan meminta Bahman mendampinginya sampai dia mati berulam jantung. Bagaimana lagi orang-orang Persia dan sekutu-sekutunya orang Arab itu masih akan memikirkan balas dendam, padahal pasukan Muslimin memang benar-benar cinta mati, dan kecintaan mereka pada mati itu justru membuat mereka hidup! Kemudian mereka juga melihat panglima perangnya itu seolah dewa perang yang menjelma menjadi manusia! Tidakkah lebih baik buat mereka - dan ini yang mereka saksikan - meletakkan senjata saja dan menyerah kepada nasib?!

Pengaruh perang Ullais terhadap Persia

Itulah semua yang sudah terjadi. Persia sekarang sedang sibuk karena kematian rajanya. Orang-orang Arab di pedalaman dan di Mesopotamia jadi tercerai berai. Tak terdengar lagi berita-berita adanya persiapan perang atau hendak mengusir Muslimin dari negeri itu. Tetapi Khalid cukup arif untuk membiarkan begitu saja sikap mereka yang diam itu atau jadi lupa daratan karena kemenangan sehingga tak lagi melihat apa yang ada di balik semua itu dan yang akan terjadi sesudah itu. Yang mendorong semangat orang-orang Persia berperang di Ullais itu ialah kabilah-kabilah Arab juga. Jika kabilah-kabilah ini pada suatu waktu tenang-tenang saja berarti besok mereka akan membuat tipu muslihat. Kalau Khalid tidak menumpas semua cita-cita mereka yang hendak mengadakan pembangkangan dan pengkhianatan, kalau semua jalan menuju ke Semenanjung tidak diamankan, maka jangan menyalahkan orang lain jika ia kelak ditimpa bencana. Ia tak pernah mengabaikan perhitungan sampai yang sekecil-kecilnya sekalipun.

Oleh karena itu, situasi demikian sudah diperhitungkannya dan perencanaannya juga matang. Perhitungan yang paling mudah ialah menduduki kota Hirah, dan menguasai tempat-tempat mereka di sebelah barat Sungai Furat ke arah perbatasan dengan Semenanjung.

Kepala daerah Hirah ketika itu seorang marzaban Persia bernama Azadabeh. Kekuasaan ibu kota Irak waktu itu sudah berkurang, sesudah selama dua puluh lima tahun memegang kekuasaan yang berwibawa. Sebabnya ialah, Banu Lakhm yang telah mendirikan kerajaan di Hirah sejak abad ketiga Masehi dan berlangsung selama berabad-abad itu, berselisih dengan Banu Tayyi' sehingga pecah perang antara mereka. Dengan adanya perselisihan ini, Persia menggunakan kesempatan dengan membantu Banu Tayyi' melawan Nu'man bin al-Munzir yang akhirnya berhasil ditangkap, dipenjara dan kemudian dibunuh. Setelah itu Iyas bin Qubaisah dari Banu Tayyi' bertindak sebagai penguasa Hirah dan daerah yang berada di bawah kekuasaannya. Sesudah beberapa tahun berkuasa Banu Bakr bin Wa'il datang menghancurkan pasukan Persia didukung oleh sekutu-sekutu Iyas di Zu Qar yang membuat Iyas terjungkir dari kursinya dan Kisra mengangkat seorang marzaban dari pihaknya sebagai penguasa Hirah. Dengan demikian habislah wibawa dan kekuasaannya. Tetapi pengaruhnya dalam hati orang-orang Arab membuat pihak Persia selalu memberikan perhatian dan mengambil hati mereka. Oleh karena itu, Khalid khawatir melihat kedengkian mereka kepadanya itu, bahwa Banu Bakr bin Wa'il akan bekerja sama dengan Banu Tayyi' dan kabilah-kabilah Arab lain yang tinggal di Hirah dan sekitarnya untuk mengadakan perlawanan atau memutuskan jalan. Maka terpikir oleh Khalid hendak menyerangnya dan menguasai kota kemudian menjadikannya markas dan pusat segala kegiatannya.

Persiapan memasuki Hirah

Penduduk Hirah memang sudah tidak ragu lagi bahwa Khalid akan datang juga dan akan mengepung mereka setelah tersiar berita-berita tentang Ullais dan Amgasyia serta kemenangan-kemenangan dan segala perbuatannya di kedua tempat itu. Penguasa Hirah sudah memperkirakan bahwa Khalid akan melalui sungai dengan menggunakan kapal-kapal Amgasyia. Langkah pertama yang diambil Azadabeh mengerahkan bala tentaranya ke luar kota Hirah. Anaknya diperintahkan membendung jembatan-jembatan di Furat supaya air sungai tidak lagi mengalir ke hilir dan untuk merintangi perjalanan kapal di sana.

Perkiraan Azadabeh tidak meleset. Khalid dan pasukannya memang menggunakan kapal-kapal Amgasyia dan terus bertolak ke utara ke jurusan Hirah. Sementara mereka dalam pelayaran itu, tiba-tiba kapal oleng lalu kandas. Dengan oleng dan kandasnya kapal tersebut pasukan Muslimin terkejut sekali, dan Khalid pun marah. Ditanyakannya sebab-sebab kejadian itu kepada awak kapal. Mereka mengatakan bahwa atas perintah penguasa Hirah jembatan-jembatan itu dibendung dan aliran air dialihkan. Dengan demikian kapal-kapal itu tak akan dapat berlayar. Khalid keluar dengan satu batalion pasukan berkudanya dan menuju ke tempat anak Azadabeh di mulut tebing. Ia dan anak buahnya disergap di tempat berlindungnya itu, dan air di sungai kembali mengalir. Khalid dan pasukan berkudanya tetap mengawasi. Kapal-kapal itu kembali berlayar membawa semua pasukannya ke Khawarnaq. Di tempat ini mereka diturunkan untuk mengadakan persiapan memasuki Hirah.

Khalid di istana Khawarnaq

Sekarang Khalid menguasai Istana Khawarnaq dan Istana Najaf, keduanya adalah tempat musim panas para pembesar Hirah, sementara pasukannya sudah berkemah di depan tembok kota itu.

Adapun Azadabeh sendiri sudah lari lebih dulu sebelum bertempur. Ia merasa sangat terpukul dengan apa yang telah menimpa anaknya dan dengan kematian Ardasyir. Larinya Azadabeh itu tidak mengurangi pihak Hirah sendiri untuk mempertahankan keempat benteng kota dan tembok-temboknya dan mengadakan persiapan untuk mempertahankannya sedapat mungkin.

Tetapi persiapan mereka sedikit pun tak ada artinya. Istana Khawarnaq dan kota Hirah telah membangkitkan semangat pasukan berkuda Muslimin serta kenangan kepada Nu'man Agung putra Munzir dan Sinimmar dan apa yang telah terjadi dengan pembangunan istana yang menjulang tinggi serta puisi-puisi mengenai itu. Semua ini menambah kekuatan dan semangat mereka. Betapapun besarnya kekuatan musuh dan segala persiapannya, bagi Jenderal jenius ini, Khalid Saifullah, Khalid Saiful Islam ternyata tak ada artinya. Dengan kepiawaian dan keperkasaannya semua itu dapat diterobosnya. Tetapi pihak Hirah tetap tak mau menyerah. Khalid menugaskan para perwiranya menghubungi mereka supaya menyerah. Kalau mereka setuju, terimalah, sebaliknya kalau mereka tetap menolak berilah waktu satu hari kemudian barulah perangi mereka. Para perwira Muslimin itu mengajak penguasa-penguasa Hirah untuk menerima satu dari tiga pilihan ini: Islam, jizyah atau pengumuman perang. Tetapi penguasa-penguasa itu memilih perang.

Sekarang tak ada jalan lain maka menyerbulah tentara itu ke istana-istana mereka dengan akibat menelan banyak korban. Pastor-pastor dan rahib-rahib yang banyak terdapat dalam biara-biara di Hirah, begitu melihat pembantaian menimpa mereka dan yang lain, mereka berseru:

"Hai penghuni istana, tak ada orang yang membunuhi kami selain kamu!"

Melihat perlawanan itu tampaknya sia-sia para penghuni istana itu berseru:

"Hai orang-orang Arab! Satu dari yang tiga itu kami setujui. Hentikan serangan kalian sambil menunggu sampai Khalid tiba ke tempat kami."

Khalid menemui penghuni istana itu satu persatu, lalu katanya kepada mereka: "Ya, adakah kamu orang-orang Arab? Mengapa kamu membenci orang Arab? Ataukah kamu orang-orang asing, mengapa kamu membenci keadilan?"

Mereka menjawab dengan mengatakan: "Ya memang, malah kami Arab 'Aribah15 dan yang lain Arab Musta'arribah."

"Kalau benar apa yang kamu katakan, mengapa kamu menjauhi kami dan membenci kami?"

"Untuk membuktikan apa yang kami katakan," sahut mereka lagi, "kami tak menggunakan bahasa lain selain bahasa Arab."

"Pilihlah satu dari tiga," kata Khalid lebih lanjut: "bergabung ke dalam agama kami, kamu mendapat hak dan kewajiban yang sama, walaupun kamu pindah tempat kalau kamu akan tinggal di perkampungan kamu; atau membayar jizyah; atau berperang. Demi Allah, kami datang ke mari dengan orang-orang yang lebih mencintai mati daripada hidup."

"Kami akan membayar jizyah," kata mereka.

Heran juga Khalid atas kegigihan mereka bertahan dalam agama Nasraninya itu, lalu katanya:

"Celaka kamu! Kekufuran itu adalah padang tandus yang menyesatkan. Orang Arab yang paling bodoh ketika dalam perjalanan bertemu dengan dua orang penunjuk jalan, yang dipilihnya orang asing dan yang orang Arab ditinggalkan."

Kata-kata ini tak dapat mengubah kegigihan mereka dari agamanya itu. Mereka bersikap demikian mungkin karena jiwa mereka terpengaruh oleh martabatnya sebagai manusia kalau sampai ia pindah dari keyakinan yang dianutnya, sebab dia sudah kalah lalu terpaksa pindah agama. Juga terpengaruh oleh keadaan kaum Muslimin yang masih baru di Irak. Orang tidak tahu, akan betahkah mereka di Hirah dengan keadaan itu, atau karena hal-hal tertentu mereka akan keluar meninggalkannya.

Penduduk Hirah setuju dengan jizyah

Khalid telah mengadakan persetujuan dengan mereka dengan pembayaran jizyah seratus sembilan puluh ribu dirham. Persetujuan tertulis dibuat antara dia dengan pemuka-pemuka mereka: Adi dan Amr anak-anak Adi dan Amr bin Abdul Masih dan lyas bin Qubaisah dan Hiri bin Akal yang berisi persetujuan penduduk Hirah dengan ketentuan jizyah ini, dibayar setiap tahun bagi yang minta perlindungan; bagi yang tidak meminta perlindungan, tidak dikenakan jizyah. Kalau mereka melakukan pengkhianatan, dengan perbuatan atau perkataan, maka haknya sebagai seorang zimmi tak ada lagi.

Mereka memberikan hadiah-hadiah kepada Khalid, yang oleh Khalid kemudian dikirimkan kepada Abu Bakr bersama-sama dengan berita kemenangannya dan persetujuan itu. Persetujuan dibenarkan dan hadiah-hadiah itu pun diterima, tetapi dinilainya sebagai jizyah. Maka ia menulis surat kepada Khalid.16

Ketika rnenyinggung soal perjanjian itu para rnenulis sejarah rnenyebutkan, bahwa ada sebuah cerita aneh rneskipun kebenarannya masih diragukan. Diceritakan bahwa Khalid menolak membuat persetujuan itu kecuali jika Karamah putri Abdul Masih, saudara perernpuan Amr diserahkan kepada Syuwail.17 Dia begitu gigih dalam hal ini karena dikatakan bahwa Syuwail ini pernah mendengar Rasulullah saw. rnenyebutkan tentang Hirah dan ia menanyakan tentang Karamah, dikatakan kepadanya: "Dia buat engkau kalau kau dapat membebaskan (Hirah) dengan paksa."

Gadis yang bernarna Karamah ini waktu rnudanya sangat cantik. Syuwail waktu mudanya juga pernah melihat dan dia tergila-gila kepadanya dengan selalu memujinya. Bahwa dia kini menuntutnya kembali, buat Khalid tak ada jalan lain kecuali harus melaksanakan janji Rasulullah itu.

Hal ini sangat rnengharukan hati keluarganya dan rnenganggapnya penting. Tetapi Karamah berkata kepada mereka: "Tidak apa, pertemukan aku dengan dia, aku yang akan rnenebus. Untuk apa kalian khawatir kepada perernpuan yang sudah berusia delapan puluh tahun! Laki-laki ini bodoh sekali. Dia melihatku waktu aku masih muda remaja dan dikiranya tidak berubah!"

Lalu ia menemui Syuwail seraya berkata:

"Maksudmu mau apa dengan nenek-nenek setua aku ini? Sekarang tebus sajalah aku!"

"Tidak," katanya. "Aku yang akan menentukan." "Tentukanlah semaumu."

"Rasanya bukan suami ibu Syuwail kalau kurang dari seribu dirharn."

Karamah pura-pura rnenganggap jumlah itu terlalu besar dengan maksud hendak Mempermainkannya. Tetapi tebusan itu kemudian diberikan dan ia pun kembali kepada keluarganya ketika ternan-temannya mendengar apa yang dilakukannya itu, ia diejek karena dinilai jumlah tebusan itu terlalu kecil, dan ada pula yang memarahinya. Tetapi ia masih berdalih: "Aku rasa tak akan ada jumlah yang lebih tinggi dari seribu."

Ia mengadukan halnya itu kepada Khalid. "Niatku memang itulah jumlah yang tertinggi."

"Kita menginginkan sesuatu, Allah menghendaki yang lain," kata Khalid. "Kita lihat yang nyata saja lepas dari soal niatmu, kau membohong atau tidak."

***

Selesai Khalid membebaskan Hirah, atas kemenangan itu ia salat delapan rakaat tanpa salam. Selesai salat ia berpaling kepada teman-temannya katanya:

"Dalam perang Mu'tah sudah sembilan pedang yang patah di tanganku. Tetapi tak ada yang seperti orang Persia ini, terutama orang-orang Ullais."

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team