|
BAB 9. TAREKAT
Sebagaimana disinggung dalam bab di muka, bahwa kekakuan
ilmu usul ortodoks diajarkan dalam madrasah-madrasah hingga
batas tertentu dapat dibenarkan oleh perselisihan batin
dengan ilmu tasawuf. Dibawah pengaruh pengakuan umum,
sejumlah kecenderungan yang senantiasa hidup dalam alam
pikir tasawuf berkembang cepat. Dalam waktu yang sama, maka
dari suatu ketertiban yang dipercayakan kepada gabungan
murid-murid yang kecil dan bebas, Sufi telah meluas hingga
menjadi jaringan organisasi-organisasi tersebar di seluruh
penjuru dunia Islam, dengan susunan tertib, upacara, dan
perguruannya sendiri.
Para Sufi yang terdahulu dalam memburu makrifat telah
membina dengan sungguh-sungguh serangkaian "tahap" dengan
peraturan ketertiban moril pertapaan mereka menyamai
"penyucian jalan" orang Kristen. Contoh yang menjadi ciri
rangkaian tadi ialah: tobat, pantangan, penolakan,
kemiskinan, kesabaran, iman, kepuasan. Sejak zaman al-Hallaj
(lihat halaman 100) beberapa kelompok Sufi yang berpengaruh
telah mulai menggabungkan pada ketertiban amal sehari-hari
cita-cita yang diambil dari doktrin kebatinan atau doktrin
Plutinius. Kecenderungan filsafat itu selama dua abad antara
al-Hallaj dan al-Ghazali telah dikukuhkan oleh perembesan
"Surat dari saudara-saudara yang suci" merupakan suatu
ensiklopedi tentang filsafat alamiah Plutinius Baru yang
dipopulerkan, yang berasal dalam kalangan Ismailiyah atau
kalangan Syi'ah yang ekstrim. Dibawah pengaruhnya
tahap-tahap penyucian yang dahulu dihubungkan dengan suatu
tangga yang merupakan derajat-derajat yang naik dari
"peresapan" watak manusia, watak malaikat, kekuasaan,
kelihaian. Murid baru diterima harus mendaki tingkat-tingkat
evolusi jagat hingga ia "kembali menjadi" Allah.
Meskipun cita-cita dan perbendaharaan kata Plutinius Baru
menempati tempat penting dalam karya al-Ghazali, semua itu
masih dikalahkan dengan bentuk cita-cita menurut Quran yang
lama dengan istilah-istilah Islam murni. Satu abad kemudian
semua unsur kebatinan yang telah masuk dalam alam pikiran
Sufi telah dikerjakan dengan cermat dalam suatu sistem
elektik (yang memilih pendapat terbaik dari pelbagai
anggapan) oleh pengarang Arab Spanyol Ibn al-Arabi dari
Mursia (m. di Damsyik 1240 M.). Mengingat kebanyakan dari
karangannya dan pertentangan yang tidak dapat disesuaikan,
tidaklah mudah untuk menyatakan dengan pasti cita-citanya.
Tidak dapat disangkal bahwa sistemnya sebagai keseluruhan
adalah monis dan panteis. Sambil menunjuk pada naskah-naskah
dan alim ulama ortodoks, tafsir dan penjelasannya tidak
mengindahkan apa yang berlawanan dengan filsafatnya. Tafsir
Quran karangannya merupakan satu karya nekad dari tafsir
batin.
Dalam pandangan kaum ortodoks, Ibn al-Arabi tidak lebih
dari seorang yang tidak beriman, tetapi karangan-karangannya
telah menarik perhatian di seluruh dunia Islam bagian Timur,
khusus wilayah Persia dan Turki. Tafsiran kebatinan doktrin
Islam yang menurut pernyataannya sendiri telah diwahyukan
kepadanya sebagai "khatam, penutup wali-wali" merupakan
saingan sistem intelektual bagi ilmu. kalam ahli ortodoks.
Hal itu merupakan bahaya yang cukup besar, akan tetapi yang
lebih berbahaya ialah pengaruhnya atas pemimpin-pemimpin
pergerakan Sufi. Perguruan-perguruan mistik merupakan
lingkungan murid-murid yang tertutup, dan titik berat
dialihkan dari pengawasan akhlak sendiri ke pengetahuan
metafisika dengan akibatnya kenaikan kerohanian kearah
"manusia sempurna," mikrokosmos Yang Esa dijelmakan
kepadanya sendiri. Tidak semua ahli Sufi tertarik pada agama
paham pantetis itu, dan sedikit saja paham tersebut merembes
kedalam badan besar muslimin yang bertakwa menganut
tarekat-tarekat besar; tetapi pintu telah dibukakan bagi
penyimpangan-penyimpangan yang kemudian harus disahkan oleh
pergerakan Sufi.
Salah satu sifat yang menjadi ciri pernyataan
kesusasteraan ahli Sufi kemudian ialah penggunaan (menurut
contoh Ibn al-Arabi) bahasa asmara dan kegairahan duniawi
untuk menyatakan jamaah yang menggairahkan dengan cinta
Ilahi. Bahasa yang dipakai acapkali berbentuk realistis
kemanusiaan, hingga sarjana-sarjana Islam kadang-kadang
menyatakan keraguan --sebagaimana madah-madah penyair Persia
Hafiz-- apakah si penyair menggambarkan kesenangan asmara
duniawi atau Ilahi.
Perkenalan utama dari Sufi panteis terdapat dalam
syair-syair mistik para Sufi Persia yang besar, khusus dari
Jabal ad-Din ar-Rumi dan Jami. Berkatalah Jami:
- Mata Kekasih melihat apa yang tidak berwujud,
menganggap yang tidak berwujud, berwujud,
- Walaupun tampak pada-Nya sifat-sifat dan
kesaktian-Nya sebagai kesempurnaan tunggal dalam
Inti-Nya,
- Namun la ingin semuanya tadi dipertunjukkan pada-Nya
dalam cermin lain,
- Dan bahwa tiap-tiap sifat-Nya yang abadi dijelmakan
dalam bentuk bermacam ragam.
- Karena itu diciptakan oleh-Nya medan-medan kehijauan
waktu dan ruang, dan kebun pemberi kehidupan, dunia,
- Sehingga tiap-tiap ranting, daun, dan buah dapat
membuktikan kesempurnaan-Nya yang berpanca
warna.1
Di tempat lain, ia menggambarkan cita-cita yang sama
dalam bahasa yang lebih berfilsafat (dinukilkan dari Ibn
al-Arabi)
Zat yang Esa dibahas dengan mutlak
ialah
al-Haqq, 'Yang Nyata.' Pada segi lain, dibahas dalam
aspek jumlah besar dan keadaan banyak, apabila la
mempertunjukkan Diri-Nya dalam perwujudan, la adalah
Jagat Semesta yang diciptakan. Karena itu jagat ialah
pernyataan lahir yang kelihatan dari al-Haqq, dan al-Haqq
ialah pernyataan batin yang tidak tampak dari Jagat.
Jagat sebelumnya dibeberkan keluar adalah sama dengan
al-Haqq, dan al-Haqq setelah pembeberan tadi adalah sama
dengan Jagat.
Perkembangan baru Sufi ditolong oleh kemajuan intelek
tersebut. Apabila ada doktrin yang harus dipelajari, harus
dalam cara teratur. Al-Ghazali telah menyatakan, bahwa
"murid harus mempunyai syekh (dalam bahasa Persia: pir) yang
memimpinnya. Barangsiapa tidak mempunyai seorang syekh
sebagai penunjuk jalan akan dituntun oleh iblis dalam
jalan-jalannya. Oleh karena itu, si murid harus berpegang
teguh pada syekh, sebagaimana seorang buta lekat pada
pemimpinnya ketika berada di pinggir sungai mempercayakan
diri kepadanya, jangan menentangnya sedikit pun dan berjanji
mengikutinya dengan mutlak. Si murid harus tahu bahwa
keuntungan yang didapat karena kekeliruan syekhnya, apabila
ia bersalah; lebih besar keuntungan yang diperoleh dari
kebenarannya sendiri, apabila ia benar".
Persatuan-persatuan yang asal mulanya bersifat lemah dan
sukarela, waktu Sufi memulai menjadi pergerakan populer,
tumbuhlah "persaudaraan" yang teratur dari "orang miskin"
atau "pengemis" (bahasa Arab: faqir, Persia: darwisy).
Orang-orang saleh dengan kepribadian luar biasa, yang
masyhur dengan bakat mukjizat bahkan kesaktian untuk
menciptakan sesuatu dikerumuni oleh murid-murid. Untuk
menerima murid baru diadakan upacara sederhana atau
diambilnya contoh dari upacara penerimaan warga baru
persatuan pertukangan Syi'ah atau Qarmati. Pada upacara
tersebut si murid harus berjanji akan taat. Kemudian ia
hidup dalam hubungan yang rapat dengan syekh atau pirnya,
hingga ia mencapai derajat yang lebih tinggi. Setelah itu ia
diizinkan keluar untuk mengajar jalan (tariqah) gurunya
kepada murid-murid baru di pusat lain.
Dengan demikian, tempat tinggal guru merupakan pusat
masyarakat darwisy dan ribat (Persia: changah) didirikan
dengan teratur dari sumbangan penganut-penganut dan
penyokong-penyokong, hingga para syekh dan murid tidak perlu
menjalankan pekerjaan keduniawian, tetapi dapat mencurahkan
tenaganya berbakti, beribadat, dan bertafakur. Murid-murid
yang telah meninggalkan ribat gurunya acap kali mendirikan
ribat ranting. Dengan demikian dari satu pusat tersebar
jaringan ribat-ribat meliputi daerah yang luas, "tergabung
dengan ikatan kehormatan, ketaatan, dan upacara yang sama
terhadap syekh atau pirnya yang asli." Apabila pembangun
yang asli meninggal dunia (yang tentu saja dihormati sebagai
wali), maka salah seorang muridnya menggantikannya sebagai
pemimpin masyarakat. Lembaga tadi menjadi suatu ikatan agama
tertentu yang boleh dibandingkan dengan ikatan biarawan
Kristen. Penggantinya disebut khalifah atau Wali al-Sajadah
"waris sajadah (gurunya)," dalam bahasa Persia:
Sajadehnisyin dipilih, atau dalam tarekat-tarekat tidak ada
pantangan kawin, pengganti pemimpin adalah turun temurun
dalam keluarga pembangun tarekat.
Sejak abad kedua belas dan ketika belasan tarekat-tarekat
tersebut mulai meluaskan jaringannya di seluruh dunia Islam.
Maksudnya ialah memimpin murid-murid dalam "jalan" atau
"rintis" masih terlihat pada namanya tariqah. Tarekat itu
adalah beraneka warna dalam tahap organisasinya. Ada tarekat
yang dibentuk dalam susunan martabat yang naik dengan
ratusan ribu pengikut dan penyokong, ada tarekat yang tetap
dalam susunan yang lebih bebas daripada sufi-sufi yang
bersahaja. Perbedaan utama terletak dalam upacara mereka dan
dhikr. Dalam ciri pendirian keagamaan mereka --apakah mereka
kurang atau lebih mentaati ibadat kaum ortodoks-- bersifat
sabar atau senang berperang, dan lain sebagainya.
Keanggotaan biasanya dua jenis: suatu martabat yang lebih
tinggi terdiri dari murid-murid yang ditugaskan
bermacam-macam pekerjaan ibadat dalam ribat dan mengumpulkan
penghasilan, dan suatu badan besar terdiri dari "anggota
awam" yang tergabung pada tarekat dan yang menjalankan
pekerjaan keduniawian dalam desa atau kota, yang hanya
berkumpul pada kesempatan-kesempatan tertentu untuk
berpikir.
Penyelenggaraan tarekat-tarekat tadi merupakan salah satu
perkembangan yang amat menarik perhatian dalam sejarah
Islam. Tarekat adalah pergerakan populer dalam asasnya,
dalam caranya menarik anggota, dan menarik perhatian.
Tarekat tadi ialah pergerakan populer pertama-tama karena
pergerakan Sufi jemu akan doktrin kaku, ahli kalam, dan
memudahkan jalan bagi orang yang ingin masuk Islam (karena
pendapat umum bahwa "kesederhanaan" Islam dengan sendirinya
merupakan daya penarik yang agak dilebih-lebihkan). Dalam
pada itu, tambah lemahnya keyakinan tadi tentu menyebabkan
akibat genting. Sebagaimana Sufi mula-mula telah memasukkan
kedalam Islam beberapa unsur ibadat dan iman yang lebih tua
di Asia Barat, sekarang tarekat-tarekat menunjukkan
kelembutan yang luar biasa, bahkan suatu kesediaan yang
membahayakan untuk berkompromi dengan kepercayaan dan
kebiasaan agama lama di negeri-negeri lain serta
membiarkannya, asal saja pernyataan iman mereka sudah
jelas.
Akibatnya ialah perubahan yang tidak sedikit dari aspek
umum Islam. Apabila hingga abad kedua belas umat Islam
merupakan badan sama jenis agak kecil (kendatipun dengan
keserakahannya), kemudian Islam meliputi lebih kurang
sepertujuh dari semua penduduk bumi dan telah menjadi suatu
badan yang dalam hal kepercayaan dan upacara ibadat
menunjukkan perbedaan luas, yang tidak disembunyikan oleh
penerimaan umum dari upacara dan pernyataan keyakinan yang
tertentu, ataupun oleh usaha yang sama dari alim ulama.
Bentuk Islam populer berbeda di hampir semua negara Islam,
dan acap kali bertentangan keras dengan sistem kaku para
ulama ortodoks. Pada pihak lain, alim ulama terus menerus
memberikan unsur yang mempersatukan badan yang besar tadi
dengan kesabaran berusaha mengajarkan pokok-pokok dasar
agama kepada kelompok-kelompok baru masuk Islam atau yang
baru setengah diislamkan.
Ditegaskan lagi bahwa diantara tarekat ada perbedaan
menyolok dalam hubungannya dengan kaum ortodoks. Salah satu
garis pembelah yang istimewa ialah perbedaan antara
tarekat-tarekat di kota-kota --yang didirikan dan dipelihara
oleh unsur-unsur penduduk kota yang rapat hubungannya dengan
alim ulama dan madrasah-madrasah-- dan tarekat-tarekat
pedesaan, yang terutama tersebar di desa-desa yang --karena
kurang terbuka bagi pengaruh para ulama-- lebih mudah
menyeleweng dari kepercayaan ahli ortodoks yang keras itu.
Hubungannya dengan Syi'ah adalah bekas-bekas hubungannya
dengan penyelewengan pada permulaannya, bahwa keturunan
kerohanian wali-wali Sufi dikembalikan hingga tokoh-tokoh
Syi'ah yang pertama-tama (misalnya Salman al-Farisi),
kemudian Khalifah Ali ra. dan Nabi Muhammad saw. sendiri.
Lebih-lebih karena dalil asasi bahwa tasawuf atau pengertian
tentang pengetahuan ilmu gaib dimiliki oleh tarekat diambil
langsung dari ilmu rahasia --yang dengan jalan rahasia--
telah diberikan oleh Nabi saw. kepada Ali ra. Pada pihak
lain, Syi'ah beritikad sebagai keseluruhan bermusuhan dengan
tarekat-tarekat darwisy ini; karena hampir semua
tarekat-tarekat terdapat diantara kaum Sunni. Keadaan
sebagian besar darwisy Syi'ah yang malang dan merosot
merupakan bandingan menyolok dengan kejayaan yang diperoleh
alim ulama Sunni dalam mempertahankan derajat dan
panji-panji kaum sunah waljamaah.
Jumlah tarekat dalam dunia Islam amat besar. Disini kami
hanya dapat menyebut beberapa contoh tarekat dalam beberapa
negara dan mencatat beberapa ciri mereka yang khas. Contoh
yang terutama dari tarekat "kota" ialah Qadariyah, yang
dinamakan menurut Abd al-Qadir al-Jilani (1077-1166). Beliau
asal mulanya seorang ahli bahasa dan ahli hukum Hambali.
Karena beliau amat digemari sebagai guru di Baghdad,
khalayak ramai mendirikan sebuah ribat untuk beliau di luar
pintu kota. Tulisannya pada umumnya aliran kuno, dengan
kecenderungan mentafsirkan Quran secara mistik. Semangat
pemujaan penganutnya kemudian memberikan kepada beliau semua
macam mukjizat dan tuntutan bagi tempat yang terutama dalam
martabat mistik. Dikatakan bahwa beliau mempunyai empat
puluh sembilan anak, diantaranya sebelas putra yang
meneruskan karyanya dan dengan murid-murid lain menyebarkan
pelajarannya ke lain bagian Asia Barat dan Mesir. Pemimpin
tarekat dan pemelihara makamnya di Baghdad masih keturunan
langsung Syekh Abd al-Qadir al-Jilani. Pada akhir abad
kesembilan belas terdapatlah jumlah besar dari cabang-cabang
tarekat ini yang meliputi Maroko hingga Indonesia --yang
hanya secara kendur hubungannya dengan lembaga pusat di
Baghdad-- yang tiap-tiap tahun tetap menjadi tempat
ziarah.
Pada keseluruhannya tarekat Qadariyah merupakan tarekat
paling banyak ragam dan progresif, yang tidak jauh
pendiriannya dari paham ortodoks; tarekat tersebut unggul
dalam kedermawanan, kesalehan, dan kerendahan hati, segan
pada kefanatikan dalam bidang agama maupun dalam bidang
politik. Tidak besar kemungkinan bahwa pembangunnya
menetapkan suatu sistem keras tentang latihan kebaktian.
Sebenarnya latihan-latihan itu berbeda dalam masing-masing
cabang. Suatu dhikr yang khas ialah seperti berikut, yang
harus dibacakan setelah tiap-tiap salat "Kumohon ampun dari
Allah Yang Mahakuasa; sekalian pujian bagi Allah; semoga
Allah memberkati Sayidina Muhammad, keluarga, dan
sahabatnya; tidak ada Tuhan melainkan Allah". Masing-masing
kalimat diulangi hingga seratus kali.
Kekenduran hubungan antara cabang-cabang Qadariyah
menguntungkan perkembangan ranting-ranting. Beberapa
diantara ranting-ranting tadi tumbuh menjadi organisasi yang
merdeka. Paling penting di Asia Barat ialah tarekat Rifaiyah
yang didirikan oleh anak saudara al-Jilani bernama Ahmad
al-Rifa'i (m. 1182 M.), juga di Irak. Tarekat ini terkenal
dengan pandangannya yang lebih fanatik dan latihan-latihan
mematikan hawa nafsu yang berlebih-lebihan dan
latihan-latihan kemukjizatan yang luar biasa, misalnya makan
gelas, berjalan di atas api, bermain dengan ular, yang telah
dihubungkan dengan pengaruh pemujaan Syaman yang bersahaja
selama pendudukan bangsa Mongul di Irak dalam abad ketiga
belas.
Pada waktu St. Louis menyerbu Mesir dalam peperangan
Salib yang ketujuh seorang murid Rifa'i bangsa Mesir, Ahmad
al-Bedawi (m. 1276 M.) telah memainkan peranan penting yaitu
menggerakkan penduduk melawan para penyerbu. Tarekat yang
didirikannya dinamakan Bedawiyah atau Ahmadiyah merupakan
tarekat pedesaan yang paling populer di Mesir. Nama tarekat
itu terkenal buruk karena melampaui batas sebagai warisan
kebiasaan Mesir purbakala sampai waktu ini menyertai pasar
malam di sekitar makam al-Bedawi di Tantah, dalam daerah
Delta. Dua tarekat lain yang populer di Mesir Bawah ialah
tarekat Bayyumi dan Dasuqi, kedua-duanya cabang tarekat
Bedawiyah.
Di Afrika Barat Laut pergerakan Sufi telah berkembang,
menurut garis-garis yang khas dengan hubungan politik yang
lebih kuat. Dalam tiga abad yang pertama dari Islam, reaksi
bangsa Berber terhadap penjajahan Arab memperoleh bentuk
menganut penyelewengan kaum Khawarij atau Syi'ah. Jumlah
terbesar dari masyarakat tetap mempertahankan kepercayaan
animis mereka yang serba bersahaja, khusus pada kesaktian
sihir wali-wali mereka. Keluarga kerajaan bumiputera yang
pertama yang kepentingannya melampaui kepentingan setempat,
kaum Murabitin (abad kesebelas), mendirikan pergerakan
keagamaan sepanjang garis-garis ortodoks, tetapi mereka
dalam jangka yang tidak lama dikalahkan oleh keluarga
kerajaan Berber baru, kaum al-Muwahidin (abad kedua belas).
Dengan perantaraan pemimpin kerohanian al-Mahdi Ibn Tumart
pergerakan al-Muwahidin mulai berhubungan dengan pergerakan
Sufi. Semangat keagamaan yang kuat mendatangkan pengaruh
Islam untuk pertama kalinya pada badan utama bangsa
Berber.
Wakil-wakilnya dalam pergerakan tadi kebanyakan
orang-orang setempat, acap kali buta huruf, yang ingin
menarik perhatian kawan senegaranya pada pokok-pokok
keadaban dan mistik Sufi Timur dan mengislamkannya. Sebagian
besar diantara mereka buat waktu tertentu telah turut pada
seorang wali termasyhur di Spanyol atau Mesir, dan setelah
kembali ke desanya mulai menyebarkan beberapa rukun yang
sederhana tentang kebaktian beragama dan penyerahan. Paling
terkenal adalah Abu Madijan (m. pada akhir abad-kedua
belas), itikadnya hanya dimuat dalam suatu sajak:
"Katakanlah: Allah, dan tinggalkanlah semua yang berupa
kebendaan atau bertalian dengan dia, apabila kamu ingin
mencapai al-Haqq!"
Empat abad kemudian, pimpinan Sufi menggerakkan
perlawanan terhadap tekanan Spanyol dan Portugis di Marokko.
Bangsa Berber tetap tinggal kaum animis; dan ketekunan pada
kepercayaan dan kebiasaan lama telah memberikan suatu sifat
khas pada Islam Berber yaitu yang dinamakan "Maraboutism"
pemujaan wali-wali yang masih hidup yang memiliki kesaktian
sihir (barakah). Pergerakan Sufi di negara-negara Berber
memancarkan dua sorotan. Pada satu pihak, ia memancar ke
negara-negara Negro, sepanjang Niger, (dengan latar belakang
yang sama tentang animisme) marabout alufah setempat
menggantikan "dukun" dari pemujaan Fetis Negro. Pada pihak
lain, pergerakan telah mempengaruhi Islam Timur dengan
perantaraan dua tokohnya yang luar biasa.
Seorang diantaranya tidak lain Ibn al-Arabi, rasul dari
paham mistik panteis. Asalnya penganut dari aliran Zahiri
dengan kehidupan sederhana, ia telah diterima dalam kalangan
Sufi oleh Jusuf al-Kumi, murid pribadi Abu Madijan. Juga
al-Sjadhili (m. 1258 M.) telah belajar di Fez di bawah
seorang murid lain dari guru tunggal. Al-Sjadhili akhirnya
menetap di Iskandariah, ia dikerumuni oleh sekalangan murid.
Ia tidak memiliki ribat dan tidak mempunyai bentuk tertentu
bagi upacaranya. Ia melarang penganutnya meninggalkan
pekerjaan dan jabatannya untuk hidup tafakur. Sedikit lebih
lama dari suatu keturunan murid-muridnya mendirikan tarekat
sebagaimana biasa dilakukan, yang meluas di Afrika Utara
hingga masuk ke Arabia. Kota Mocha khusus menunjuk
al-Sjadhili sebagai wali pelindung dan menghormatinya
sebagai orang pertama yang minum kopi.
Tarekat Syadhiliyah umumnya terlampau berlebih-lebihan
dalam upacaranya, dan lebih menggairahkan daripada tarekat
Qadariyah, tetapi menarik perhatian khusus karena banyak
cabang-cabang yang didirikan langsung dan bergandengan
dengan tarekat Qadariyah. Diantaranya yang terkenal adalah
tarekat Iswiyah dengan upacaranya yang termasyhur memarang
dengan pedang dan tarekat Derqawa yang ortodoks dan
sederhana di Maroko dan Aljazair Barat.
Propaganda Islam diantara orang Turki dan Mongol,
berhubungan rapat dengan paham animis, dalam bentuk paham
Syaman dan harus memperhitungkan adat-kebiasaan Turki yang
telah berakar. Tarekat Turki yang paling tua, tarekat
pedesaan --Yeseviyah misalnya-- karena adat istiadat Turki
telah memiliki sifat yang luar biasa yakni para wanita
diperkenankan mengambil bagian dalam dikir tanpa kudung.
Diantara orang Turki Dinasti Osman di Anatolia dan Eropa
tarekat yang paling khas baginya ialah tarekat pedesaan
lain, tarekat Bektasyi. Tarekat itulah yang dikatakan cabang
dari tarekat Yeseviyah telah didirikan pada akhir abad
kelima belas, yang bersifat sinkretis luar biasa. Pada satu
sudut berhubungan dengan Syi'ah kebatinan, dan pada lain
sudut bertalian dengan kebanyakan dari kekristenan populer
dan ilmu kebatinan. Para Bektasyi lebih-lebih dari tarekat
lain menganggap upacara lahir Islam sebagai barang yang
tidak penting yang boleh diabaikan. Dalam upacaranya
banyaklah kesejalanan yang terang dengan upacara
kekristenan. Misalnya, sebagai ganti doa umum dikir, mereka
mengadakan semacam jamaah dengan saling membagi anggur,
roti, dan keju; mereka juga menunaikan kebiasaan pengikraran
dosa terhadap baba mereka. Tarekat Bektasyi tadi memperoleh
gengsi yang besar karena bertalian dengan prajurit Turki
(Yanizar). Setelah para Yanizar ditundukkan dalam tahun
1826, tarekat tersebut lambat laun merosot dan sekarang
hanya terdapat di Albania. Tarekat kota yang utama antara
orang Turki Dinasti Osman adalah tarekat Mevleviya
(Maulawiyah), yang didirikan oleh penyair mistik Persia yang
tersohor Jalal ad-Din ar-Rumi (m. di Konia, 1273). Dikirnya
adalah luar biasa karena latihan tarian murid-murid
("darwisy menari") Setelah Republik Turki menjadi pemerintah
duniawi, maka tarekat Mevleviya mundur; sekarang hanya
terdapat beberapa tekke (takiyah) saja di Halap, dan
kota-kota lain di Timur Tengah.
India-lah tempat agama Islam populer menunjukkan beraneka
warna tarekat, upacara, dan kepercayaan yang amat
membingungkan. Selain penganut tarekat-tarekat umum dan
besar (Qadariyah, Naqsyibandiyah, dan lain sebagainya) dan
suatu tarekat penting yang tipenya sama dan khas buat India
tarekat Cisyti (didirikan oleh Mu'in al-Din Tjisjti dari
Sistan, m. di Ajmir dalam tahun 1236), masing-masing
beberapa cabangnya, sejumlah besar muslimin India
menggabungkan diri dengan tarekat yang tidak teratur.
Jenisnya mencakup semua macam cabang-cabang mulai dari
ranting-rantinq yang kurang baik namanya dari
tarekat-tarekat yang teratur, meliputi beraneka warna
tarekat yang merdeka --diantaranya tarekat Qalandari yang
berkeliling (para Qalandari dalam Hikayat Seribu satu
malam)-- hingga pengemis atau para fakir yang mengembara dan
tidak teratur, mengaku terikat dengan sanggar pemujaan salah
seorang suci dan lain-lain. Jumlah jenis-jenis kepercayaan,
upacara, adat istiadat, dan lain-lain yang bertalian dengan
tarekat-tarekat yang tidak teratur itu barang tentu sama
banyaknya dengan jumlah tarekat tersebut. Didalam beberapa
hal, hubungannya dengan Islam hanya namanya saja. Adat
kebiasaan dan kepercayaan Hindu dan Hindu purba (yang juga
sedikit banyak mempengaruhi beberapa tarekat yang besar)
banyak sedikit menguasai tarekat-tarekat tersebut.
Latihan-latihan anggotanya telah menyebabkan --lebih dari
barang lain-- istilah darwisy bermakna buruk.
Selain tarekat-tarekat tadi, pengaruh Hindu juga
mengambil bagian yang besar dalam kehidupan keagamaan para
buta huruf dan orang muslimin pedesaan yang hanya diislamkan
setengah di desa-desa yang tidak dapat dihitung jumlahnya
masih mempertahankan pemujaan berhala-berhala; dewa-dewa
setempat, dan pemujaan setan meninggalkan bekasnya dalam
kehormatan yang acapkali ditujukan khusus oleh wanita pada
Syekh Saddu, tokoh mitos. Tercatat beberapa peristiwa dalam
zaman Mughal tentang sati (seorang janda yang turut dibakar
bersama-sama pembakaran jenazah suaminya) antara orang
muslimin dan beberapa masyaraka yang masih mempertahankan
upacara "api suci." Peraturan kasta telah masuk dalam Islam
India. Kedudukan Islam telah digambarkan sebagai berikut
oleh salah seorang tokoh Islam dari zaman India Modern, Sir
Muhammad Iqbal, (seorang ahli mistik)
"Apakah kesatuan susunan Islam utuh di negeri
ini? Petualang-petualang keagamaan mendirikan
berjenis-jenis aliran dan tarekat, senantiasa saling
bertengkar; dan masih terdapat kasta-kasta dan
cabang-cabang kasta sebagai diantara orang Hindu.
Sebenarnya kami telah lebih bersifat Hindu daripada orang
Hindu sendiri; kami menderita dua macam sistem kasta
--sistem kasta keagamaan, keserakahan, dan sistem kasta
sosial-- yang telah dapat kami pelajari ataupun peroleh
sebagai warisan orang Hindu. Inilah salah satu jalan
tenang, di mana bangsa-bangsa yang ditundukkan membalas
dendam pada penjajahnya."2
Segala usaha dari tarekat-tarekat yang memiliki asas-asas
utama, kecenderungan untuk menjalankan cara-cara yang
melebih-lebihi menggunakan ilmu sihir untuk menidurkan
sendiri (otohipnose) dan berkompromi dengan kebiasaan animis
yang telah menjadi adat tidak hanya membuka jalan bagi
penipuan-penipuan, tetapi juga merosotkan ukuran moral
sebagian besar masyarakat Islam. Sufi diwakili oleh darwisy
yang mengembara sering kali tidak seimbang akalnya. Sufi
merupakan suatu rintangan bagi kehidupan sosial dan agama.
Demikian kuatnya dorongan yang diberikan, hingga perlawanan
alim ulama berkurang sedikit demi sedikit, meskipun sejumlah
tokoh yang luar biasa. memberikan prelawanan hebat, misalnya
Ibn Taimijah (m. 1328 M.), yang telah mengutuk segala
pemujaan orang suci, latihan dan ilmu ketuhanan Sufi akar
dan cabangnya.
Di Asia Barat pergerakan Sufi telah mencapai puncaknya
dengan pembinaan Kerajaan Dinasti Osman dalam abad keenam
belas. Rupanya masing-masing desa dan tiap-tiap persatuan
pertukangan dan golongan di dalam kota telah terhubung
dengan salah satu tarekat. Bahkan tarekat
Melamiyah3 yang
menentang hukum, memiliki penganut diantara pegawai-pegawai
negeri tingkat tinggi. Satu-satunya jalan bagi alim ulama
untuk dapat mempertimbangkan aliran ortodoks dengan paham
Sufi adalah mengubah Sufi dari dalam. Turut sertanya mereka
menyebabkan kehidupan baru dan perluasan dari
tarekat-tarekat yang lebih ortodoks, khusus tarekat
Naqsybandiyah, (mula-mula didirikan di Asia Tengah dalam
abad keempat belas, dan pada waktu itu dipropagandakan dari
India) dan tarekat Anatolia Khalwatiyah, yang
dipropagandakan di Mesir dan Siria dalam abad kedelapan
belas oleh Syekh Mustafa al-Bakri (m. 1749) .
Penyeduhan ilmu suluk yang segar tadi meninggalkan bekas
pada susunan keagamaan dan pendidikan ortodoks. Dalam abad
ketujuh belas dan kedelapan belas serangkaian sarjana
ternama telah berusaha untuk menyatakan lagi pokok-pokok
ilmu ketuhanan Islam dengan suatu jalan yang meninggalkan
formalisme dari buku pelajaran ortodoks dan menekankan
unsur-unsur kejiwaan dalam pergerakan ini yang belum
mendapat perhatian sewajarnya adalah sarjana Siria Abd
al-Ghani dari Nablus (1641-1731), sarjana India Ahmad
Sarhindi (1563-1624), dan Sjah Wali-Allah dari Delhi
(1702-1762).
Diantara orang suci Syi'ah di Persia, biarpun adanya
perlawanan kuat, pengaruh cita-cita Sufi tidak dapat
dilenyapkan semuanya. Pembentukan resmi keyakinan Syi'ah
oleh Pemerintah Safawi yang baru dalam abad keenam belas
telah menyokong penerbitan kesusasteraan pelajaran teratur
dalam bahasa Persia dan Arab tentang soal-soal keagamaan
Syi'ah, yang hasilnya kemudian diikhtisarkan secara sah
dalam karangan-karangan Muhammad Baqir Majlisi (m. 1699). Di
samping itu, perkembangan sebelumnya dari syair Sufi di
Persia dan doktrin-doktrin Ibn al-Arabi terus menerus
menarik perhatian, yang tidak dapat dibinasakan oleh
pengutukan ulama siapa pun.
Dengan perantaraan tulisan-tulisan ahli suluk Muhammad
Sadr ad-Din (Mulla Sadra, m. 1640) mereka mempengaruhi
pertumbuhan paham Syi'ah baru yang tidak sesuai dengan paham
resmi yang dinamakan menurut pengaturnya Syekh Ahmad dari
al-Ahsa (m. 1826), tarekat Syaikhiyah. Walaupun hanya
sedikit saja yang diketahui dari sifat dan doktrin-doktrin
yang sebenarnya dari aliran tersebut, ada titik persamaan
antara "penyelewengan" mereka dan Sufi ortodoks pada waktu
yang sama ialah doktrin suatu "alam perumpamaan" (alam
al-mithal), suatu alam metafisik, dimana
pembatasan-pembatasan kebendaan, badaniah dari barang-barang
kasar digantikan dengan barang-barang halus atau dari
langit. Doktrin utama Syaikhiyah adalah kebutuhan akan
saluran hubungan yang hidup dengan "imam yang tersembunyi,"
dan merupakan akar yang menumbuhkankan pergerakan Babi dalam
abad kesembilan belas.
Catatan kaki:
1 R.A. Nicholson. The
Mayestic of Islam, hlm. 81.
2 Dikutip oleh Murray
Titus; Indian Islam, hlm. 171.
3 Inilah murid-murid yang
lahirnya berlagak segan pada agama, tetapi melakukan latihan
agama tersendiri. Bandingkanlah al-Hujwiri, terjemahan A.
Nicholson, hlm. 22-69.
(sebelum, sesudah)
|