|
BAB 4. DOKTRIN DAN IBADAT DALAM
QURAN
Quran tidak memberikan penjelasan secara sistem tentang
kepercayaan atau ibadat, tetapi kitab tadi muncul sebagai
keseluruhan sejumlah doktrin dan amal ibadat yang seragam
dan pasti. Doktrin dan ibadat tadi sepanjang masa merupakan
inti sari dan ilham bagi kehidupan keagamaan umat Islam.
Pasal itu akan dikupas secara ringkas dalam bab ini, sedang
bab-bab yang selanjutnya akan menyelami perkembangan ilmu
tauhid dan ibadat menjadi lebih halus.
Memang serba aneh, bahwa syahadah yang masyhur atau
pengakuan iman: la ilaha illa'llah muhammadun rasulu'llah
'Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Muhammad adalah utusan
Tuhan' tidak terdapat dalam bentuk tergabung demikian di
dalam Quran, akan tetapi kedua pasal disebutkan
sendiri-sendiri. Boleh dianggap sebagai garis besar iman
--dan acap kali diterima oleh para muslimin sebagai
demikian-- diberikan di dalam Surah IV, a. 135
"Hai orang-orang yang beriman! percayalah kepada
Allah dan utusanNya dan Kitab yang telah diturunkan-Nya
kepada utusan-Nya, dan Kitab Tuhan yang telah
diturunkan-Nya sebelumnya. Karena barang siapa tidak
percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Utusan-utusan-Nya, dan Hari Terakhir,
sesungguhnya telah tersesat jauh dari kebenaran"
(I) Tuhan
Kata Arab Allah adalah bentuk singkat dari al-ilah,
'Satu-satunya Tuhan'. Anggapan tentang Tuhan yang Mahaagung
dan istilah Arab itu terbukti telah dikenali orang Arab
dalam zaman Muhammad saw. Nabi Muhammad saw., mengusahakan
memberi isi baru yang lebih penuh daripada anggapan tadi,
membersihkan anggapan tadi dari unsur-unsur aliran aneka
Tuhan yang masih menyelubungi paham tadi serta menggantinya
dengan penerimaan satu gambaran yang samar dan jauh,
kepercayaan kepada suatu Wujud, Pencipta, Pemelihara jagat
raya, mengatasi perbatasan duniawi, Pemisah yang Mahakuasa
dari amal saleh dan dosa, Yang Maha Mengetahui, dan Hakim
yang terakhir dari umat manusia.
Tidak mungkin membentangkan di sini, meskipun dengan
garis-garis besar ajaran tentang ketuhanan yang terang dan
yang tersembunyi dalam Quran. Sebagian besar dijelaskan
dalam bentuk nama julukan dan kata sifat, misalnya, Maha
Pendengar, Maha Melihat, Maha Pemberi, Maha Penghitung, Maha
Pengampun, Maha Pemimpin, yang telah dikumpulkan oleh kaum
muslimin sebagai sembilan puluh sembilan "nama yang
terindah" bagi Allah. Pada beberapa tempat terdapatlah juga
penjelasan yang berkalimat lebih panjang. Paling mengesankan
diantaranya dalam gaya bahasanya yang fasih dan lancar
adalah ayat al-Kursi (S. II a. 256)
"Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang
Mahahidup, Yang Maha Berdiri dengan sendiri; tidak
dikenakan akan Dia mengantuk maupun tidur. BagiNya segala
apa yang ada di langit dan di bumi. Siapakah yang bisa
mohon perantaraan kepada-Nya melainkan dengan izin-Nya?
Ia mengetahul apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang
di belakang mereka, sedang mereka tidak meliputi sedikit
pun Pengetahuan-Nya, kecuali apa yang dikehendaki
oleh-Nya. Luaslah Singgasana-Nya meliputi langit dan
bumi, dan tidak sekali pun pemeliharaan dua (benua) itu
memberatkan-Nya. Dan Dialah Yang Mahatinggi dan Yang
Mahakuasa."
Unsur pokok kepercayaan yang murni bagi Muhammad saw.
ialah percaya kepada keesaan Tuhan yang mutlak. Di Mekkah,
beliau telah menolak pendapat bahwa berhala yang dipuja oleh
orang Arab ialah "putri-putri Allah", sebagaimana kemudian
beliau menolak pemujaan Isa dan Marjam as. sebagai "Yang
Dipertuan" dan beliau mencela orang Yahudi yang menamakan
guru agama mereka dengan gelar rabbi yang berarti Yang
kupertuan. Kepercayaan murni membutuhkan keikhlasan hati
yaitu memberikan kesetiaan seluruhnya dan yang tidak
terbagi-bagi kepada Allah. Lawan ikhlas ialah syirk yakni
menempatkan sekutu pada Allah dan pemujaan sebarang ciptaan.
Inilah satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni:
"Sesungguhnya, Allah tidak mengampuni Ia disekutui, tetapi
Ia akan mengampuni, selain dari itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya; dan barang siapa menyekutukan Allah, maka
sesungguhnya telah berbuat dosa besar" (S. IV, a. 51).
Allah berada dari segala alam keabadian ke segala alam
keabadian. Dialah satu-satunya kenyataan: "Dan janganlah
kamu seru beserta Allah, satu Tuhan yang lain. Tiadalah
Tuhan melainkan Dia. Tiap-tiap suatu akan binasa, kecuali
Wajh-Nya1
(Dzat-Nya); Milik-Nyalah sekalian hukum dan kepada-Nyalah
kamu akan dikembalikan. (S. XXVIII, a. 88). Selain itu,
semua tanpa kecuali dari tujuh langit turun ke bawah telah
diciptakan karena kehendak-Nya, dan Sabda Ciptaan-Nya:
"Jadilah!" Hanya Dia yang memberikan hidup dan mati;
Firman-Nya tidak dapat dielakkan dan semua barang telah
ditakdirkan dan diputuskan dengan Pengetahuan-Nya sebelumnya
digambarkan dengan indah sebagai telah tertulis pada "Lauh
Mahfud" Manusia ialah Ciptaan-Nya, ibad (jamak dari abd,
budak belian, yang telah dipakai oleh orang Arab Kristen
sebagai istilah ilmu agama), dan harus menundukkan kemauan
mereka pada Kehendak-Nya, bagaimanapun gaibnya. "Sekiranya
kamu tidak suka kepada mereka, mudah-mudahan sesuatu yang
tidak kamu sukai itu dijadikan Allah kebaikan yang banyak"
(S. IV, a. 18). Dia "menyesatkan yang dikehendaki-Nya dan
memimpin yang dikehendaki-Nya" (S. LXXIV, a. 34). Manusia
harus hidup dalam ketakutan dan penghormatan akan Dia, dan
selalu harus waspada terhadapNya (demikian makna istilah
"takut akan Tuhan" yang terdapat di seluruh Quran dari
sampul ke sampul). Namun, manusia diminta supaya memuja-Nya,
memuliakan, memuji-Nya, dan selalu mengenangkan
Nama-Nya.
Disamping sifat-sifat Allah yang dahsyat dan Mahatinggi
seperti Pencipta, Kuasa Utama, Hakim, dan Pembalas, Quran
juga menekankan kemurahan-Nya dan Kasih Sayang-Nya. Ia tidak
hanya "Maha Pengasih dan Maha Penyayang", akan tetapi juga
Penjaga, Pemberi, Pemelihara, Pengampun, Pemurah Hati,
selalu sedia untuk menerima orang yang tobat. Ia adalah Yang
Halus, Yang "lebih dekat kepada manusia daripada urat
lehernya" (S. L, a. 15) "Yang Awal dan Yang Akhir", "Yang
Lahir dan Yang Batin" (S. LVII, a. 3). Dan akhirnya
penjelmaan secara mistik dari Tuhan dalam Jagat Raya-Nya
dilukiskan secara ibarat dalam ayat al-Nur (S. XXIV, a.
35).
"Allah itu Cahaya bagi Iangit dan bumi.
Perumpamaan Cahaya-Nya sebagai ceruk, didalamnya adalah
sebuah dian; dian ini dalam gelas; gelas ini bagaikan
bintang seperti mutiara, dinyalakan dari pohon yang
diberi berkat; sebatang pohon zaitun yang bukan dari
Timur maupun dari Barat yang minyaknya hampir bersinar,
walaupun tidak tersentuh api; Cahaya atas Cahaya; Tuhan
memimpin kepada Cahaya-Nya barang siapa yang
dikehendaki-Nya"
(II) Malaikat-Malaikat
Quran menggambarkan para malaikat umumnya sebagai pesuruh
Tuhan. Mereka sebagaimana manusia ialah ciptaan Tuhan,
hamba-Nya, dan selalu memuja-Nya. Mereka mendukung
Singgasana-Nya, turun dengan Firman-FirmanNya pada Lailat
al-qadr, mencatat amal manusia, menerima ruh mereka setelah
meninggal dunia, menjadi saksi kebajikan atau dosa mereka
pada hari Kiamat, dan menjaga Pintu-Pintu Neraka. Dalam
pertempuran di Badr, para malaikatlah yang membantu kaum
muslimin terhadap pasukan-pasukan orang Mekkah yang jauh
lebih banyak dan lebih kuat.
Walaupun istilah "malaikat utama" tidak terdapat dalam
Quran rupanya cita-cita telah terkandung dalam penunjukkan
Malaikat Maut yang telah diberi kuasa atas manusia (S.
XXXII, a. 11), dan Mikail disamping Jibril dalam satu ayat
(S. II, a. 92). Adapun pesuruh Tuhan yang utama adalah
Jibril. Dan nyatalah bahwa para muslimin yang terdahulu
menerima Jibril sebagai "pesuruh yang mulia, pemilik kuasa"
yang telah membawa Quran kepada Muhammad saw. (S. LXXXI, aa.
19-21), dan juga sebagai "Ruh Kudus" yang meramalkan
kelahiran Isa as., dan dalam tiga ayat telah diriwayatkan
"menyentosakan" Isa as.
Dengan kepercayaan kepada malaikat terdapat juga
kepercayaan kepada setan, meskipun para setan lebih
diumpamakan sebagai para jin yang membangkang daripada
sebagai malaikat yang terguling. Para jin, sebagaimana
manusia, ciptaan Tuhan juga; bukan dari tanah, tetapi dari
api. Diantaranya ada yang terdapat beriman, ada yang kafir.
Yang tidak percaya akan diadili bersama-sama dengan manusia
dan dihukum masuk Neraka. Jin yang membangkang dinamakan
setan; merekalah yang menyesatkan manusia, menolak para
Nabi, dan mencoba untuk mendengarkan apa yang dirundingkan
di Langit, tetapi dienyahkan oleh cirit bintang-bintang.
Mereka yang mengajarkan ilmu sihir kepada manusia dan yang
ditundukkan oleh Sulaiman as. Mereka telah menyelami air dan
membina untuk Nabi tersebut. Pemimpin dari sukma-sukma
terkutuk tadi ialah si setan ataupun iblis. Ia telah
dijatuhkan, diturunkan dari tempatnya diantara
malaikat-malaikat karena telah menolak memuja Adam as. atas
perintah Tuhan. Oleh karena itu, ia dikutuk, tetapi
hukumannya ditangguhkan hingga hari pembangkitan dan ia
diberi kuasa atas orang-orang yang dapat dibujuknya.
(III) Kitab-Kitab dan Rasul-Rasul
Kepercayaan kepada Rasul-Rasul dinyatakan dalam kalimat
syahadat, disampingnya kepercayaan kepada keesaan Tuhan,
doktrin pusat Quran. Sepanjang masa dan kepada semua umat
bangsa, (termasuk para jin) Tuhan telah mengirimkan utusan
atau nabi-nabi untuk mengajarkan keesaan Tuhan dan
memperingatkan mereka akan hari Kiamat. Kebanyakan
utusan-utusan tersebut, kalau tidak semuanya, telah ditolak
dan dikejar-kejar oleh kawannya se negara; oleh karena itu,
kemudian dijatuhi hukuman yang dahsyat. Mereka bukannya
tukang mukjizat, kecuali apabila diberikan oleh Tuhan kepada
mereka kekuasaan istimewa sebagai "tanda". Kaum muslimin
diharuskan percaya kepada mereka seluruhnya dengan tidak ada
kecualinya, meskipun hanya sedikit saja utusan tersebut yang
disebutkan namanya dalam Quran ataupun diceriterakan
riwayatnya dalam Quran. Beberapa diantaranya mendapat kuasa
istimewa dan pangkat diatas yang lain-lainnya; khusus Adam,
Nuh, ahli Ibrahim, Musa, dan Isa as. Muhammad saw. merupakan
nabi terakhir yaitu utusan Allah bagi sekalian Bani
Adam.
Tercatat dalam Quran ada dua puluh delapan nabi.
Diantaranya empat orang (apabila Luqman as. dimasukkan)
adalah orang Arab, delapan belas orang ialah tokoh-tokoh
dari Perjanjian Lama, tiga orang (Zakaria, Jahja, dan Isa
as.) dari Perjanjian Baru, dua orang disebutkan dengan
julukannya; antara lain Dhu'l-Qurnain, "yang bertanduk dua",
biasanya dikenali sebagai pahlawan hikayat Iskandar. Riwayat
nabi hampir semuanya dimasukkan dalam surah-surah Makkiyah.
Tokoh-tokoh Kitab Taurat hikayatnya --dengan beberapa
selingan, sesuai dengan riwayat-riwayat Kitab Taurat.
Riwayat Jusuf as. memenuhi Surah XII, dan Surah XVIII memuat
tiga hikayat tersendiri ialah hikayat "'Tujuh orang yang
tertidur" (ashabu'l kahf wa'rraqim), tentang pertemuan
antara Musa as. dengan "salah seorang hamba Kami" (dikenali
orangnya oleh hadis sebagai wali yang berkelana al-Chidr,
dan Dhu'l-Qarnain serta pembinaan Tembok Jajuj dan Majuj.
Dalam hikayat Isa as. yang dilukiskan dalam ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah ditekankan khusus kelahirannya dari
Ibu Perawan, mukjizat Isa as. dan penyangkalan tentang
ketuhanannya, atau tuntutan ketuhanan olehnya. Penyaliban
juga ditolak sebagai dongengan Yahudi. Seseorang yang
menyerupai beliau telah disalib sebagai gantinya.
Asas-asas agama yang telah diajarkan oleh para nabi dalam
intinya adalah satu dan sama, walaupun dalam hal pasal-pasal
kecil terdapat perkembangan dalam wejangan mereka menghadapi
wahyu terakhir dan sempurna. Tingkatan-tingkatan itu
dilukiskan juga dalam berbagai Kitab atau Buku suci yang
diberikan kepada beberapa diantara nabi-nabi yang utama.
Beberapa buku suci yang terdahulu hanya ditunjuk tanpa nama,
tetapi empat buah telah diberikan sebutan. Kepada Musa as.
telah diberikan wahyu Tuhan Taurah yaitu yang dinamakan
Torah oleh bangsa Yahudi, sama dengan Pentateuchus (Latin:
Lima Buku Musa); kepada Da'ud as. diberikan Zabur, sama
dengan Mazmur menurut kutipan lisan Mazmur XXXVII, a. 29
dalam Surah XXI, a. 105; kepada Isa as. diberikan Injil;
kepada Muhammad saw. diberikan Quran. Kitab-kitab suci itu
adalah wahyu yang tertulis dan semuanya harus dipercayai dan
diterima kitab-kitab tadi saling membenarkan; dan Quran
khusus tidak hanya menetapkan kitab-kitab yang terdahulu,
akan tetapi sebagai wahyu terakhir menerangkan segala
keraguan dan merupakan perbendaharaan kebenaran, al-Haqq
yang sempurna.
Lebih lanjut telah dinyatakan bahwa kedatangan Muhammad
saw. telah diramalkan oleh Isa as. dibawah nama Ahmad; dan
nama Ahmad ini telah dinyatakan khas dalam Taurat dan Injil,
sebagai "Nabi al-Ulami" yang ditafsirkan kemudian oleh kaum
ahli Sunah sebagai "nabi yang buta huruf". Meskipun
demikian, orang Yahudi (dan barangkali karena kesimpulan
orang Kristen) mencoba menyembunyikan penyaksian kitab suci
mereka dan telah bersalah menafsirkan bahkan dengan sengaja
telah memutarbalikkan pernyataan tersebut.
Muhammad saw. sendiri, berangsur-angsur Quran memungkiri
kesifatan beliau yang melebihi kemanusiaan biasa. Beliau
adalah seorang makhluk yang mesti mati juga, ditugaskan
untuk membawa peringatan Tuhan dan wejangan Tuhan bagi
keselamatan. Beliau tidak memiliki pengetahuan di luar yang
telah diwahyukan kepadanya, dan tidak dianugerahi
kekuasaan-kekuasaan gaib. Beliau telah diperintahkan untuk
memohon ampun akan kesalahan-kesalahannya dan supaya
bersabar hati dalam kesengsaraan. Beliau merupakan contoh
mulia bagi yang menaruh penghargaan terhadap Tuhan.
Keputusannya wajib ditaati dalam urusan iman dan amal;
kepercayaan kepada wahyunya dan ketaatan terhadapnya perlu
bagi keselamatan.
(IV) Hari Kiamat
Kedudukan hari kiamat dalam pikiran Muhammad saw. dan
angan-angan penganutnya yang terdahulu telah ditunjukkan
dalam bab di muka. Hari kiamat selalu disajikan sebagai
waktu yang hanya diketahui oleh Tuhan. Terompet akan
dibunyikan, langit-langit akan terpecah belah, gunung-gunung
dihancurkan menjadi debu, kubur-kubur akan terbuka, serta
manusia dan jin akan dipanggil untuk bertanggung jawab.
Malaikat-malaikat yang menjaga tiap-tiap orang akan
memberikan penyaksian tentang riwayat hidupnya, amal-amalnya
akan ditimbang dengan neraca dan bukunya akan ditempatkan
dalam tangannya; tangan kanan dari orang berbahagia, tangan
kiri dari orang terkutuk.
Selanjutnya, yang berbahagia, para pria dan wanita yang
bertakwa, yang berkhidmat dan dermawan, yang suka memberi
ampun, yang telah menderita dikejar-kejar dan dituntut
karena Allah, orang yang berjihad, akan diundang untuk masuk
ke dalam taman Firdaus, tempat perdamaian, wisma yang kekal;
mereka akan tetap tinggal dekat sungai yang mengalir, memuji
Tuhan, berbaring di atas balai-balai sutera, menikmati
makanan dan minuman sorga serta ditemani oleh gadis-gadis
dan istri-istri yang bermata hitam dan suci murni, dengan
kebahagiaan yang melebihi.
Adapun orang tamak, yang tidak percaya, para pemuja Tuhan
selain Allah, akan dilemparkan ke dalam api untuk berdiam di
sana selama-lamanya, tanpa keringanan penyiksaan, diberi
makanan air mendidih dengan buah dari pohon zaqqum, yang
menyerupai kepala-kepala setan dan serupa leburan kuningan
dalam perut. Tidak ada lukisan yang dapat menyatakan
kengerian dari gambaran jahanam menurut Quran yang dikuatkan
dengan firman: "Sesungguhnya Kami akan mengisi jahanam
dengan jin dan manusia bersama-sama", ataupun dengan
kengerian hari "apabila Kami akan bertanya kepada jahanam:
"Sudahkah engkau penuh?", dan jahanam akan menjawab: "Apakah
ada tambahan?" (Surah L, a. 29).
Adapun gambaran perhitungan yang dahsyat itu diringankan
dengan jaminan berangsur-angsur tentang belas kasihan Tuhan,
dan dengan sindiran tentang kekuasaan perantaraan yang
diberikan oleh Tuhan kepada yang dikehendaki-Nya kecuali
atas nama yang berdosa di jahanam. Adapun dalam Quran tidak
terdapat ayat suatu pun yang memberikan kekuasaan
perantaraan itu khusus kepada Muhammad saw. ataupun suatu
anjuran bahwa memeluk agama Islam saja berarti paspor pasti
bagi Sorga. Selain bagi orang mati syahid, maka satu-satunya
janji untuk Sorga hanya diberikan kepada orang "yang tobat,
beriman, dan bertindak adil". Ahli sunah selalu
menggabungkan iman dengan amal, dan khusus dengan amal
ibadat yang diperintahkan kepada yang beriman dalam
Quran.
(V) Salat
Menunaikan salat berangsur-angsur ditekankan sebagai
salah satu kewajiban pokok agama. Meskipun Quran tidak
dengan tegas berisikan keterangan tentang tata cara dan lima
waktu salat, namun dapat dipastikan bahwa salat-salat tadi
telah ditetapkan sebelum wafat Muhammad saw. Tiap-tiap salat
terdiri dari beberapa rakaat tertentu. Tiap-tiap rakaat
terdiri dari tujuh gerakan, masing-masing dengan
pembacaannya sendiri: (1) mengucapkan Allahu Akbar 'Allah
Maha Besar', sambil mengangkat kedua tangan dengan tapak
tangan terbuka di sisi muka; (2) membaca al-Fatihah, surah
pembukaan Quran, disusul oleh ayat atau beberapa ayat lain,
sedang berdiri tegak; (3) rukuk ialah membungkukkan badan ;
(4) bangkit dari rukuk hingga berdiri tegak; (5) sujud,
tunduk meletakkan dua lutut di bumi lantas bersujud pertama
dengan meletakkan dahi di bumi; (6) bangkit dari sujud
pertama hingga duduk di atas tapak kaki; (7) bersujud kedua
kalinya. Rakaat kedua dan rakaat selanjutnya mulai dengan
gerakan kedua di atas. Pada akhir rakaat kedua itu dan pada
akhir masing-masing salat, membaca Attahiyat dan
Selawat.
Waktu sembahyang fardu ialah pada waktu subuh (2 rakaat);
lohor, tengah hari (4 rakaat) ; asar, petang hari (4 rakaat)
; magrib, setelah matahari terbenam (3 rakaat) ; dan isya,
bagian permulaan malam (4 rakaat). Wajib bagi tiap-tiap
mukmin menunaikan sembahyang-sembahyang tersebut dimana pun
berada. Seyogyanya sembahyang itu dilakukan berjamaah dalam
mesjid (tempat sujud) dipimpin oleh seorang imam, yang
berdiri di muka baris saf orang-orang yang sembahyang,
dianut gerakannya. Di Madinah para wanita ikut juga
bersalat. berjamaah dengan menempati saf di belakang para
pria. Imam dan makmumnya menghadap kiblat, jurusan yang
diwajibkan, yang telah ditakrifkan dalam suatu ayat
Madaniyah sebagai Mesjid al-Haram di Mekkah. Dalam keadaan
sakit dan bahaya, salat tadi dapat diringankan; pengecualian
lain tidak ada. Acap kali dinasihatkan sembahyang tambahan
atau yang berlebih-lebihan, khusus pada waktu malam.
Quran menyebutkan pula salat Jumat, pada waktu siang hari
Jumat, salat berjamaah pokok dalam satu pekan dan
memerintahkan penghentian segala pekerjaan selama waktu
sembahyang tersebut. Dalam hubungan ini, disebutkan juga
undangan untuk sembahyang, adhan. Azan ini mengganti
penggunaan lonceng-lonceng dan anak genta yang dibenci oleh
Muhammad saw; muazin pertama adalah budaknya bernama Bilal.
Pada waktu itu belum mengenal menara. Menara baru digunakan
pada zaman Khalifah Bani Umayah.
Diperintahkan membersihkan badan dan pakaian sebelum
sembahyang, dan caranya berwudu ditakrifkan dalam Surah V,
a. 9: "Hai, orang-orang beriman, apabila kamu akan berdiri
sembahyang hendaklah kamu cuci muka dari tangan sampai siku
kamu, dan sapulah kepala kamu dan (cucilah) kaki kamu sampai
dua mata kaki". Inilah yang dinamakan pembersihan dari hadas
kecil (wudhu). Pembersihan dari hadas besar (ghusl)
merupakan mandi dengan air merata seluruh badan setelah
berjanabat. Apabila tidak terdapat air, maka tangan dan muka
boleh dibasuh dengan pasir harus bersih (tayammum). Dalam
pada itu, para mukminin diharuskan menjaga kebersihan badan;
dengan terang Quran menyebutkan arti lambang dari kewajiban
pembersihan.2
(VI) Zakat
Bersamaan dengan perintah menunaikan sembahyang, Quran
biasa memerintahkan pemberian zakat sebagai tanda lahir
kesalahan dan jalan untuk menerima keselamatan. Dalam
tahun-tahun permulaan, nasihat untuk memberikan derma lebih
banyak ditujukan kepada persembahan sukarela (sadaqah);
tetapi beberapa ayat terakhir diwahyukan (Surat LVIII, aa.
13-14) dengan terang membedakan sadaqah dari zakat. Hal itu
menunjukkan bahwa zakat telah dikenal sebagai iuran wajib,
kira-kira (sebagai ditetapkan dalam kitab-kitab fiqih
kemudian) sebesar seperempat puluh penghasilan dalam uang
atau barang. Iuran itu harus ditarik dari semua orang, yang
dengan sukarela maupun paksaan masuk dalam persaudaraan
Islam, tetapi iuran ini bukannya pajak. Hendaknya zakat
dipandang sebagai pinjaman kepada Tuhan, yang akan
dibayar-Nya kembali berlipat ganda. Persembahan dengan
sukarela merupakan jalan untuk menembus pelanggaran dan
harus diberikan kepada keluarga, anak yatim, orang miskin,
dan orang yang berada didalam perjalanan (S. II, a 211).
Pokok-pokok dikenakan zakat adalah ditakrifkan (dalam S. IX,
a. 60, meskipun istilah yang dipakai di situ adalah sadaqah)
sebagai: "orang fakir dan miskin, para pengurus pengumpulan
zakat, orang yang perlu dijinakkan hatinya, untuk
memerdekakan budak dan orang yang berhutang, orang dalam
perjalanan dan keperluan di jalan Allah" (lihatlah Bab
9).
(VII) Puasa
Diperintahkan di Madinah "sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang yang dahulu daripada kamu." (S. II, aa.
179-183). Difirmankan bahwa dalam bulan Ramadan, bulan ke-9
dari tahun takwim bulan, harus diperhatikan sebagai waktu
berpuasa, berpantang makan dan minum selama siang hari.
Barang siapa yang sakit dan dalam bepergian dikecualikan,
akan tetapi kemudian diharuskan menebus berpuasa jumlah hari
yang sama. Puasa, antara lain, digunakan untuk menebus
beberapa pelanggaran.
(VIII) Haji
Ziarah ke Mesjid al-Haram di Mekkah telah diatur dengan
pasti di Madinah. Adat kebiasaan beberapa hari tertentu
dalam bulan Zulhijjah (bulan kedua belas); upacara tawaf
mengelilingi Kaabah; sa'i, jalan pergi kembali antara dua
bukit rendah Safa dan Marwah yang terletak dekat pada Mesjid
al-Haram; wuquf, berkumpul pada hari kesembilan bulan
Zulhijjah di padang Arafah (lebih kurang dua belas mil
sebelah Timur Mekkah) ; berkorban memotong biri-biri dan
unta di Mina pada waktu kembali ke Mekkah; semua ini
dipertahankan dan difirmankan dalam Quran. Adat kebiasaan
lain termasuk mencium Hajar Aswad yang ditempatkan pada
pojok tembok (sebelah Timur) Kaabah dan melontari tiga buah
Jumrah, tugu batu melambangkan setan di Mina, meskipun tidak
disebutkan dengan tegas, telah dilakukan oleh Muhammad saw.
pada waktu menunaikan haji, dan dengan demikian dimasukkan
dalam ibadat Islam.
Sebagaimana orang sebelum sembahyang harus membersihkan
diri, juga sebelum menunaikan haji orang yang beribadat
harus berada dalam keadaan ihram. Ihram ini pertama meliputi
mencukur rambut kepala dan melepaskan pakaian biasa sebelum
masuk ke daerah tanah haram Mekkah, memakai pakaian ihram
berupa dua lembar kain putih tidak terjahit, sedang kepala
dan roman muka tidak ditutupi. Dalam keadaan ihram, yang
beribadat tidak diperbolehkan memburu, memotong rambut atau
kuku, menggunakan wangi-wangian, menutup kepalanya
(terkecuali bagi para wanita), bercumbu-cumbuan dan
bersetubuh hingga setelah berkorban di Mina. Setelah itu
baru diizinkan melanjutkan kehidupan biasa.
Ibadat haji merupakan suatu fardu yang diwajibkan kepada
tiap-tiap orang muslimin, kewajiban ini terbatas kepada
mereka yang cukup perbelanjaan, uang, berbadan dan berjiwa
sehat untuk sampai di Mekkah. Dengan pengecualian tersebut,
maka kewajiban-kewajiban yang diterapkan dalam empat pasal
di muka tadi merupakan empat fardu ibadat umum yang dengan
syahadat, penyaksian iman, merupakan "Rukun Islam yang
lima".
(IX) Jihad dalam Jalan Allah
Sebagai tambahan kewajiban-kewajiban tersebut, Quran
dalam beberapa tempat memerintahkan para mukminin untuk
"berbakti di jalan Allah". Kewajiban itu dirumuskan dalam.
istilah umum dalam Surat II, aa. 186 dan selanjutnya, antara
peraturan puasa dan peraturan haji.
"Perangilah di jalan Allah akan mereka yang
memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melewati batas...
Bunuhlah mereka di mana-mana kamu bertemu dengan mereka,
dan enyahkanlah mereka dari tempat yang mereka
mengeluarkan kamu, padahal fitnah itu terlebih (jahat)
daripada pembunuhan ... Perangilah mereka itu hingga
tidak ada fitnah lagi dan jadikanlah agama itu karena
Allah, tetapi jika mereka berhenti, maka tidak boleh ada
perumusan hanya memerangi orang yang lalim saja".
"Apabila bulan-bulan yang
dihormati3 itu
telah lampau, bunuhlah orang-orang musyrikin di mana saja
kamu dapati mereka; tawanlah mereka, kepunglah mereka,
adang-adangilah mereka; tetapi, jika mereka tobat,
mendirikan sembahyang, dan mengeluarkan zakat, maka
biarkanlah mereka ..." (S. IX, a. 5).
Sedang hubungannya membayangkan dugaan bahwa ayat-ayat
itu ditujukan pertama pada lawan-lawan Muhammad saw. di
Mekkah, dua ayat kemudian diturunkan membedakan antara
perang menghadapi orang penyembah berhala pada satu pihak,
dan perang menghadapi orang Yahudi dan Kristen pada pihak
lain.
"Perangilah orang-orang yang tidak mau percaya
kepada Allah, dan tidak kepada hari Penghabisan dan yang
tidak mengharapkan apa yang telah diharamkan oleh Allah
dan Rasul-Nya dan menolak kepatuhan dengan agama yang
benar dari orang-orang yang telah diberikan Kitab,
sehingga mereka membayar jizyah (upeti) dengan tangannya
dalam keadaan merendahkan diri." (S. IX, a. 29).
Adapun barangsiapa yang telah dibunuh dalam jalan
Allah, mereka bukannya mati, akan tetapi "hidup di sisi
Tuhan mereka, diberi rezeki, mendapat nikmat dan kurnia
dari Allah." (Surat III, aa. 163-164).
(X) Syariat
Disamping pokok-pokok utama tentang doktrin, ibadat, dan
kewajiban, Quran berisi juga sejumlah besar pelajaran
tentang agama, akhlak, dan perintah-perintah hukum. Anggur,
daging babi, perjudian, dan riba, misalnya, dilarang
bersamaan dengan sejumlah kebiasaan takhyul dari zaman
jahiliyah dan pembuatan arca-arca atau gambaran orang. Mas
kawin, talak, perwalian anak yatim, warisan diatur secara
pasal demi pasal. Hukuman ditetapkan untuk kejahatan
tertentu. Sebagaimana mencuri, membunuh diri, pembunuhan,
beserta sementara pelanggaran yang kecil-kecil. Perbudakan
diterima sebagai suatu lembaga, tetapi ditetapkan pembatasan
tertentu atas hak milik budak-budak dan diperintahkan
perlakuan baik. Penipuan, sumpah. palsu, dan fitnah,
berangsur-angsur dikutuk dengan keras. Dalam beberapa ayat
diletakkan aturan tentang perangai sosial. Peraturan itu
dengan peraturan lain-lain merupakan asas bagi pembangunan
syariat yaitu hukum Islam oleh generasi-generasi kemudian,
sebagaimana nanti akan kami terangkan dalam Bab
6.
Ditinjau dengan penerangan yang diberikan oleh ikhtisar
ini dari agama sebagai termaktub dalam Quran dapatlah
diperoleh beberapa kesimpulan tentang hubungan Islam dengan
agama Yahudi dan Kristen, dan tentang soal keasliannya.
Apabila keaslian diartikan sistem baru seluruhnya dari
cita-cita tentang Tuhan dan kemanusiaan, tentang hubungan
antara Tuhan dan manusia, serta makna rohani dari jagat
raya, maka ilham Muhammad saw. bukanlah asli. Akan tetapi,
keaslian dalam arti demikian tidak ada tempatnya baik
nilainya dalam agama yang ber-Tuhan Tunggal. Semua agama
telah berkembang dengan proses tingkat demi setingkat dengan
menghargai cita-cita yang berlaku karena ahli pikir agama
dan nujum dalam generasi kemudian telah memberi tafsiran
baru atas unsur-unsur yang terdapat dalam pikiran
angkatan-angkatan yang mendahuluinya. Mereka memberikan
kepada unsur-unsur tersebut makna, pengertian yang lebih
penuh, serta menempatkannya dalam hubungan segar terhadap
bentuk umum pikiran dan pengalaman keagamaan di
jamannya.
Muhammad saw. tidak sekali-kali mengakui telah membawa
wahyu baru, beliau menegaskan bahwa kitab yang diberikan
kepadanya hanyalah suatu,pernyataan baru dari agama yang
telah diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya. Keaslian Islam
tidak boleh disangkal yaitu Islam merupakan langkah baru
dalam perkembangan agama ber-Tuhan Tunggal menurut akal budi
(apabila tidak menurut filsafat). Keesaan Tuhan dalam agama
Islam adalah mutlak dan tanpa syarat seperti dalam agama
Yahudi, tetapi yang digabungkan dengan universalisme
kekristenan. Pada satu pihak, Islam menolak noda
kenasionalan yang melekat pada agama. Yahudi, dan agama
Yahudi tidak berhasil membebaskan.diri dari kenasionalan
ini. Sebab Islam tidak pernah mempersamakan dirinya dengan
bangsa Arab, walaupun orang Arab mempersamakan dirinya
dengan Islam. Pada lain pihak, Islam berbeda dari Kristen,
tidak seolah-olah (wujud, lahirnya) karena penolakan paham
Trinitas dan keesaan Tuhan, tetapi karena penyangkalan paham
penyelamatan oleh Isa as.; jimat-jimat, dan tanda peringatan
peninggalan pemujaan alam lama yang masih dipelihara dalam
upacara dan praktek sehari-hari Gereja Kristen. Disinilah
Islam disangga oleh latar belakang Arab karena penduduk
gurun pasir selalu menghina pemujaan kesuburan para petani.
Pemujaan mereka berkenaan dengan perbintangan terlalu kabur
dan tidak teratur merupakan rintangan kuat terhadap
perembesan cita-cita ketuhanan Yang Esa. Peralihan
dipermudah dengan dipertahankan beberapa upacara keagamaan
yang menjadi ciri para nomad, upacara haji mengelilingi
sanggar pemujaan umum, dan perayaan pengorbanan di dekatnya.
Selain konsesi itu terhadap upacara adat, Islam mengadakan
syarat-syarat untuk suatu percobaan, eksperimen baru dalam
hubungan kemanusiaan. Suatu eksperimen dalam ketuhanan
tunggal yang murni, yang tidak disangga oleh serba simbol,
perlambang suatu pun ataupun bentuk-bentuk yang dapat
menggerakkan perasaan orang umum, yang telah diletakkan
dalam agama-agama ketuhanan tunggal yang terdahulu.
Dengan cara menaruh manusia berhadapan dengan Tuhan,
tanpa unsur perantara rohaniah maupun berupa orang, Islam
menekankan perbedaan tajam antara mereka. Walaupun Quran
berisikan juga ayat-ayat tentang ilham mistik, dogma-dogma
yang dikeluarkan hanya dapat mulai dari dalil tentang
perbedaan antara Tuhan dan manusia, dan (sebagai akibat yang
pasti) persamaan seluruh manusia dalam hubungannya sebagai
makhluk terhadap Tuhan. Dalam perbedaan yang tajam dan kaku
itulah letaknya asal ketegangan Islam. Bagaimanapun juga
pikiran nyata yang gemar akan kesusasteraan penduduk gurun
pasir dapat menciptakan kekuasaan dan kemuliaan Tuhan,
kenikmatan Firdaus, dan kengerian Neraka, akibat ketegangan
tadi dalam menggelorakan pikiran keagamaan hingga suatu
perasaan tanggung jawab telah terbukti oleh kekuatan yang
tiap-tiap waktu dapat meledak dan membangun sebagaimana
telah diperlihatkan dalam masing-masing abad yang
menyusul.
Justru adanya ketegangan dan keaslian ketegangan
demikian, pemimpin-pemimpin agama Islam menghadapi suatu
tugas sulit, untuk memecahkan dua masalah yang harus dijawab
oleh semua sistem keagamaan. Soal pertama ialah perhatian
terhadap pikiran akal budi yang menghendaki uraian panjang
lebar tentang doktrin-doktrin dalam kata-kata yang boleh
diterima oleh pikiran filsafat; ataupun, apabila itu
ternyata terlampau sukar, sekurang-kurangnya oleh akal budi.
Soal kedua ialah menarik perhatian hati dan kehendak orang
biasa, orang awam pria dan wanita. Hanya masih harus
dibuktikan sampai di mana dan sampai kapan suatu agama
bersifat universal dapat menempatkan sebagian besar
penganutnya pada suatu tahap yang demikian keras dan pasti
tentang kewajiban dan pengalaman keagamaan.
Catatan kaki:
1 Wajh, wajah ialah
istilah orang --dalam Quran-- sama artinya dengan persona
atau "dzat"
2 Aneh juga, bahwa
khitan, potong kulub, meskipun dipandang umum sebagai suatu
kewajiban, tidak difirmankan dalam Quran.
3 "Bulan-bulan yang
dihormati" adalah bulan ketujuh, kesebelas, kedua belas, dan
yang pertama tahun Arab. Sejak zaman dahulu kala, dalam
bulan-bulan tersebut tidak dilakukan perampasan atau
peperangan menurut adat kebiasaan.
(sebelum, sesudah)
|