GURU KEHILANGAN PENGECAM
Pada suatu ketika adalah seorang rabbi yang dihormati
orang sebagai seorang yang dekat dengan Allah. Setiap hari
sekelompok orang berdiri di depan pintu rumahnya untuk
mencari nasihat, mengharapkan penyembuhan atau berkat dari
orang suci itu. Dan setiap kali rabbi berbicara, orang-orang
itu akan mematuhi ucapannya dan menelan semua
kata-katanya.
Namun di antara pendengarnya itu ada orang yang tidak
baik yang selalu mencari kesempatan untuk menentang sang
Guru. Ia mencari kelemahan-kelemahan rabbi dan menertawakan
kekurangan-kekuranqgan itu. Murid-murid rabbi tidak senang
akan dia dan mulai menganggapnya sebagai jelmaan setan.
Pada suatu hari "setan" itu jatuh sakit dan mati. Semua
orang merasa lega. Secara lahiriah mereka kelihatan
berdukacita, akan tetapi dalam hati mereka senang karena
kata-kata Guru yang begitu inspiratif tidak akan diganggu
lagi dan tingkah-lakunya yang mengandung kecaman tidak akan
dikritik lagi oleh orang yang tidak sopan itu.
Orang-orang terkejut melihat sang Guru tenggelam dalam
dukacita sejati yang mendalam pada saat penguburan. Kemudian
ketika ditanya oleh seorang murid apakah ia berdukacita atas
nasib kekal orang yang mati itu, ia berkata, "Tidak, tidak.
Mengapa saya harus berdukacita atas teman kita yang sekarang
ada di surga? Saya berdukacita untuk diri saya sendiri.
Orang itu adalah satu-satunya kawan saya. Di sini saya
dikelilingi oleh orangorang yang menghormati saya. Ia adalah
satu-satunya yang menantang saya. Saya takut sesudah
kepergiannya, saya tidak berkembang lagi." Dan ketika Guru
itu mengucapkan kata-kata ini, ia menangis tersedu-sedu.
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)
|