KATINKA
Pada suatu kali seorang wanita datang kepada rabbi Israel
dan menceritakan kepadanya kepedihan hatinya: sudah dua
puluh tahun ia menikah tetapi belum juga dikaruniai anak.
"Sama," kata rabbi. "Persis sama dengan ibuku." Dan inilah
cerita yang ia sampaikan kepada wanita itu:
Selama dua puluh tahun ibunya tidak mempunyai anak. Pada
suatu hari ia mendengar bahwa Bal Shem Tov yang suci itu
berada di kota dan ia segera pergi menemui orang suci itu
serta mohon agar ia mendoakannya supaya ia dapat mempunyai
anak. "Untuk keperluan itu engkau bersedia melakukan apa?"
tanya orang suci itu. "Apa yang dapat saya lakukan?" tanya
wanita itu. "Suamiku adalah miskin, bekerja di perpustakaan,
tetapi saya mempunyai sesuatu yang dapat saya berikan kepada
rabbi." Lalu ia cepat-cepat pulang ke rumah, mengambil
katinka dari almari di mana katinka itu dengan cermat
disimpan dan lari kembali untuk memberikannya kepada rabbi.
Katinka - semua orang tahu - adalah mantol yang dikenakan
pengantin pada hari pernikahannya, suatu harta pusaka
berharga yang diwariskan turun temurun. Ketika wanita itu
sampai, rabbi sudah berangkat ke kota lain. Maka ia
menyusulnya. Karena miskin, ia harus berjalan kaki. Ketika
ia sampai di kota itu, rabbi sudah pergi lagi ke tempat
lain. Enam minggu ia menyusul sang rabbi dari kota ke kota
sampai akhirnya dapat bertemu. Rabbi menerima katinka itu
dan menyerahkannya kepada sinagoga setempat.
Rabbi Israel menutup ceritanya, "Ibu saya berjalan
pulang. Setahun kemudian, saya lahir."
"Sungguh, persis sama," seru wanita itu. "Saya pun
mempunyai katinka di rumah. Saya akan segera membawanya
kepada rabbi dan kalau rabbi memberikannya kepada sinagoga
setempat, Allah akan memberikan seorang anak kepada
saya."
"Ah, tidak demikian," kata rabbi itu dengan sedih,
"Perbedaan antara ibu saya dan engkau adalah ini: engkau
mendengar kisahnya; ia dulu tidak punya kisah yang dapat
dijadikan pegangan."
Sesudah digunakan oleh seorang suci tangga itu dibuang
dan tidak dapat digunakan lagi.
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)
|