SUNGAI DI GURUN
Bahan dasar dalam mencapai kebebasan: penderitaan yang
membawa kesadaran.
Seorang pengembara yang tersesat di gurun sudah tidak
mempunyai harapan lagi untuk menemukan air. Ia berusaha naik
ke bukit yang satu, kemudian yang lain dan yang lain lagi
dengan harapan dapat melihat aliran air. Ia terus melihat ke
mana-mana, namun tidak berhasil.
Ketika ia berjalan maju tertatih-tatih, kakinya terjerat
pada suatu semak kering. Ia jatuh ke tanah. Di sana ia
terbaring, tanpa tenaga untuk bangkit lagi tanpa keinginan
untuk meneruskan usahanya dan tanpa harapan akan dapat lepas
dari siksaan ini.
Ketika ia terbaring, tanpa ada yang menolong dan tanpa
harapan, tiba-tiba ia menjadi sadar akan keheningan gurun.
Di setiap penjuru yang ada adalah ketenangan yang tak
terganggu oleh suara sehalus apa pun. Tiba-tiba ia
mengangkat kepalanya. Ia mendengar sesuatu. Sesuatu yang
begitu lembut yang hanya dapat didengar oleh telinga yang
sangat tajam dalam keheningan yang sangat dalam: suara air
yang mengalir.
Didorong oleh harapan bahwa suara itu muncul dalam
dirinya, ia bangkit dan terus bergerak sampai ia tiba di
suatu aliran sungai yang airnya segar dan sejuk.
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)
|