52. SAHABATKU
Malik bin Dinar, sangat marah karena seorang pemuda yang
hidup di sebelah rumahnya bertindak kurang ajar. Lama ia
tidak berbuat apa-apa. Ia berharap, orang lain akan turun
tangan. Tetapi setelah perilaku pemuda itu menjadi sungguh
keterlaluan, maka Malik menegurnya, agar ia mengubah
kelakuannya.
Pemuda itu dengan tenang memberitahu Malik, bahwa ia
dilindungi oleh Sultan dan tidak seorang pun dapat
menghalangi apa pun yang dikehendakinya.
Malik berkata: 'Aku sendiri akan mengadu kepada Sri
Sultan.' Pemuda itu menanggapi: 'Samasekali tidak ada
gunanya. Sebab, Sri Sultan tidak pernah berubah pandangan
mengenai diriku.'
'Kalau begitu, engkau akan kulaporkan kepada Pencipta di
surga!, kata Malik. 'Pencipta di surga?' tukas pemuda itu.
'Ia Maharahim sehingga tidak akan mempersalahkan aku!'
Malik tidak dapat berbuat apa-apa. Maka ditinggalkannya
pemuda itu. Tetapi beberapa waktu kemudian nama si pemuda
menjadi begitu jelek, hingga orang banyak pun menentangnya.
Malik merasa wajib untuk mencoba memperingatkannya lagi.
Ketika ia berjalan menuju rumah pemuda tersebut ia mendengar
Suara dalam batinnya: 'Awas! Jangan menyentuh sahabatku. Ia
ada di bawah perlindunganKu.' Malik menjadi bingung. Waktu
bertemu muka dengan pemuda itu, ia tidak tahu apa yang harus
ia katakan.
Pemuda itu bertanya: 'Mengapa engkau datang?' Jawab
Malik: 'Aku datang untuk menegurmu, tetapi di tengah jalan
kudengar Suara yang melarangku untuk menyinggungmu, karena
engkau berada di bawah perlindunganNya.'
Wajah pemuda bergajulan itu berubah: 'Benarkah Ia
menyebut aku sahabatNya?' tanyanya. Tetapi pada saat itu
Malik sudah meninggalkan rumahnya. Bertahun-tahun kemudian
Malik berjumpa dengannya di Mekah. Ia begitu tersentuh oleh
perkataan Suara itu, sehingga ia membagi-bagikan seluruh
harta bendanya dan menjadi pengemis pengembara. 'Aku datang
kemari untuk mencari Sahabatku,' katanya kepada Malik. Lalu
ia meninggal.
Tuhan, sahabat orang berdosa? Pernyataan ini amat
berbahaya, tetapi sekaligus berkekuatan luar biasa. Aku
pernah mencobanya pada diriku sendiri, ketika aku berkata:
'Tuhan Maharahim sehingga tidak akan mempersalahkan aku.'
Dan tiba-tiba aku mendengar Kabar Gembira, --pertama kali
dalam hidupku.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|