33. PANDANGAN MATANYA
Komandan tentara pendudukan berkata kepada kepala desa di
pegunungan: 'Kami yakin, kamu menyembunyikan seorang
pengkhianat di kampungmu. Jika kamu tidak menyerahkannya
kepada kami, dengan segala cara kami akan menyiksamu bersama
dengan penduduk desamu.'
Kampung itu memang menyembunyikan seseorang yang
tampaknya baik, tidak bersalah serta disayang semua orang.
Tetapi apa daya kepala desa itu, kalau keselamatan seluruh
kampungnya terancam?
Musyawarah berhari-hari di balai desa ternyata tidak
menghasilkan apa-apa. Akhirnya, kepala desa membicarakan
masalah itu dengan pastor di desa. Semalam suntuk mereka
berdua mencari-cari pesan dalam Kitab Suci dan akhirnya
menemukan pemecahan. Ada nas yang mengatakan: 'Lebih baik
satu orang mati daripada seluruh bangsa.'
Maka kepala desa menyerahkan orang yang tidak bersalah
itu kepada tentara pendudukan, sambil memohon supaya
diampuni. Namun orang itu justru berkata bahwa bahwa tidak
ada yang perlu dimohonkan ampun. Ia tidak ingin membahayakan
desa. Maka ia pun disiksa dengan kejam, sampai-sampai
teriakannya terdengar di seluruh desa. Akhirnya ia
dibunuh.
Dua puluh tahun kemudian seorang nabi melewati desa itu
dan langsung pergi menemui kepala desa. Katanya: 'Apa yang
telah engkau lakukan? Orang itu ditunjuk oleh Tuhan menjadi
penyelamat negeri ini. Dan ia telah kau serahkan untuk
disiksa dan dibunuh.'
'Tidak ada jalan lain!' kata kepala desa membela diri.
'Pastor bersama saya telah mencari pesan dalam Kitab Suci
dan berbuat sesuai dengan pesan itu.'
'Itulah kesalahanmu!' kata sang nabi. 'Engkau
mencari-cari dalam Kitab Suci. Seharusnya engkau juga
mencari jawaban dalam matanya.'
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|