58. NARADA
Narada, seorang Hindu yang bijaksana, berziarah ke kuil
Dewa Wisnu. Pada suatu malam ia singgah di sebuah desa dan
diterima dengan baik oleh sepasang suami-isteri yang miskin.
Sebelum ia berangkat pada hari berikutnya, si suami minta
kepada Narada: 'Tuan akan pergi kepada Dewa Wisnu. Tolong
mintakanlah kepadanya, agar Ia menganugerahi saya dan isteri
saya seorang anak. Sebab, sudah bertahun-tahun lamanya kami
berkeluarga, namun kami belum juga mempunyai anak.'
Sampai di kuil, Narada berkata kepada Dewa: 'Orang itu
dengan isterinya amat baik kepada saya. Maka sudilah
bermurah hati dan berilah mereka seorang anak.' Dewa
menjawab dengan tegas: 'Telah menjadi nasib laki-laki itu,
bahwa ia tidak akan mempunyai anak.' Maka Narada
menyelesaikan kebaktiannya, lalu pulang.
Lima tahun kemudian Narada berziarah ke tempat yang sama.
Ia singgah pula di desa yang sama dan sekali lagi diterima
dengan baik oleh pasangan suami-isteri yang sama pula. Kali
ini ada dua orang anak bermain-main di muka pondok
mereka.
'Anak-anak siapa ini?' tanya Narada. 'Anak-anak saya.'
jawab si suami. Narada bingung. Si suami meneruskan
ceritanya: 'Segera setelah Tuan meninggalkan kami lima tahun
yang lalu, seorang pengemis suci datang mengunjungi kampung
kami. Kami menerimanya barang semalam. Paginya, sebelum
berangkat, ia memberkati saya dan isteri saya ... dan Dewa
mengaruniai kami dua orang anak ini.'
Mendengar cerita ini, Narada cepat-cepat menuju kuil Dewa
Wisnu lagi. Ketika tiba di sana, dan pintu kuil ia sudah
berteriak: 'Bukankah Dewa telah mengatakan: telah menjadi
nasib laki-laki itu, bahwa ia tidak akan punya anak? Kini ia
mempunyai dua orang anak!'
Ketika Dewa mendengar hal ini, ia tertawa keras dan
berkata: 'Pasti perbuatan seorang suci! Hanya orang suci
yang mempunyai kuasa untuk mengubah nasib seseorang.'
Kita diingatkan akan pesta nikah di Kana. Waktu itu Ibu
Jesus mendesak Putranya dengan doa-doanya untuk melakukan
mukjizat yang pertama sebelum waktunya seperti yang telah
ditentukan oleh Allah Bapa.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|