94. ORANG YANG BERWARNA
LORENG-LORENG
Kita biasa menggolongkan manusia dalam dua kategori:
orang suci dan orang berdosa. Penggolongan itu dilakukan
atas dasar angan-angan saja. Sebab, di satu pihak, tidak
seorang pun betul-betul tahu, siapa saja yang suci dan siapa
saja yang pendosa: kesan lahiriah mudah menipu. Di lain
pihak, kita semua, baik yang suci maupun yang berdosa,
adalah pendosa.
Seorang pendeta mengajukan pertanyaan ini dalam sebuah
kelas: 'Anak-anak, seandainya semua orang baik itu putih dan
semua orang jahat itu hitam, kamu akan berwarna apa?'
Si kecil Maria-Yoana menjawab: 'Aku akan menjadi orang
yang berwarna loreng-loreng, Pak!'
Begitu juga semua guru, pastor, kiai, haji, bhiksu ...
Begitu juga para mahatma, para paus dan santo-santa yang
mulia ...
--o000o--
Seseorang mencari gereja yang baik untuk ikut serta
beribadat. Kebetulan ia masuk ke sebuah gereja tempat jemaat
bersama pendetanya sedang berdoa. Mereka membaca dari sebuah
buku doa: 'Kami melalaikan hal-hal yang sebenarnya harus
kami lakukan, dan kami melakukan hal-hal yang seharusnya
tidak boleh kami lakukan.'
Orang itu langsung ikut duduk di situ dan berkata kepada
dirinya sendiri dengan perasaan lega: 'Syukur kepada Tuhan!
Akhirnya aku menemukan juga kelompok orang yang sama seperti
diriku!'
Usaha-usaha untuk menyembunyikan loreng-loreng yang ada
pada orang suci kita kadang-kadang berhasil, tetapi usaha
itu selalu kurang jujur.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|