61. LIMA ORANG RAHIB
Permintaan yang mendesak dari Lama [4] di Selatan
sampai kepada Lama Agung di Utara. Ia meminta seorang rahib
vang bijak dan suci untuk membimbing hidup rohani para calon
rahib. Setiap orang heran bahwa Lama Agung mengirimkan
sampai lima orang. Orang yang bertanya-tanya dijawabnya
demikian: 'Untung jika salah satu dari lima rahib itu
akhirnya sampai kepada Lama di Selatan.'
Para rahib itu sudah menempuh perjalanan selama beberapa
hari, ketika seorang kurir menghampiri mereka. Katanya:
'Imam di desa kami meninggal. Kami membutuhkankan seorang
pengganti.' Desa itu rupanya makmur dan menarik; lagi pula
penghidupan Imam amat terjamin. Salah seorang rahib merasa
terdorong untuk menggembalakan umat. 'Aku bukan murid Buddha
sejati,' katanya, 'kalau aku tidak tinggal di sini untuk
melayani mereka.' Maka ia tidak melanjutkan
perjalanannya.
Beberapa hari kemudian tibalah mereka di Istana seorang
raja yang tertarik kepada salah seorang rahib. Tinggallah di
sini,' kata raja, 'dan aku akan memberikan puteriku
kepadamu. Jika aku mati, engkaulah yang akan mengganti aku
menduduki tahta kerajaan.' Hati rahib tertarik pada sang
puteri yang cantik dan pada tahta kerajaan. Ia berkata:
'Apakah ada kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan
peri kehidupan rakyat di sini daripada menerima kedudukan
raja? Aku bukan murid Buddha sejati kalau aku tidak menerima
kesempatan ini untuk mengabdi agama.' Ia tidak berjalan
terus.
Tiga orang yang masih sisa meneruskan perjalanan. Pada
suatu malam, di sebuah daerah pegunungan, mereka menginap di
sebuah gubuk yang hanya didiami oleh seorang gadis manis. Ia
menerima mereka dengan ramah. Ia bersyukur kepada Tuhan,
karena Ia telah mempertemukannya dengan para rahib ini.
Orangtua gadis itu dibunuh perampok dan ia tinggal sendirian
penuh ketakutan. Di pagi harinya, pada waktu mereka mau
berangkat, seorang rahib berkata: 'Aku akan tinggal bersama
gadis ini. Aku bukan murid Buddha sejati, kalau tidak
berbelas-kasih pada sesama.' Ia orang ketiga yang
berhenti.
Dua orang sisanya akhirnya tiba di sebuah kampung kaum
Buddha. Mereka terkejut ketika mengetahui bahwa semua
penduduk meninggalkan agamanya dan kini ada di bawah
pengaruh seorang guru Hindu. Rahib yang seorang berkata:
'Demi umat yang malang ini dan demi Buddha, aku harus
tinggal di sini dan mengembalikan mereka ke jalan yang
benar.' Dialah orang terakhir yang berhenti.
Rahib yang kelima akhirnya sampai di biara Lama di
Selatan. Nah, bagaimanapun juga, Lama Agung dari Utara
memang benar.
Beberapa tahun yang lalu aku bertekad mencari Tuhan.
Berkali-kali aku berhenti di jalan. Selalu maksudku sangat
mulia: untuk memperbaharui ibadah, untuk merombak susunan
Gereja, untuk meningkatkan tafsir Kitab Suci, untuk membuat
teologi lebih berarti bagi orang jaman kita.
Sayang, lebih mudah menenggelamkan diri dalam karya
keagamaan, dalam karya apa pun, daripada bertahan terus
mencari Tuhan.
--------
[4] Lama: sebutan bagi bhiksu dan pendeta Buddha di
Tibet
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|