66. JALAN SEMPIT
Sekali peristiwa. Tuhan memperingatkan rakyat mengenai
datangnya gempa bumi, yang akan menghabiskan seluruh air
yang ada di negeri ini.
Air yang kemudian datang mengganti, akan membuat setiap
orang menjadi gila.
Hanya nabilah yang menanggapi Tuhan dengan serius, ia
mengusung air banyak-banyak ke guanya di gunung, sehingga
cukup kiranya sampai hari kematiannya.
Ternyata benar, gempa bumi sungguh terjadi. Air
menghilang dan air yang baru mengisi parit, danau, sungai
serta kolam. Beberapa bulan kemudian nabi turun ke lembah
untuk melihat apa yang telah terjadi. Memang, semua orang
telah menjadi gila. Mereka menyerang dan tidak
mempedulikannya. Mereka semua yakin justru dialah yang sudah
menjadi gila.
Maka nabi pulang ke guanya di gunung. Ia senang, bahwa ia
masih menyimpan banyak air. Tetapi lama-kelamaan ia
merasakan kesepian yang tak tertahankan lagi. Ia ingin
sekali bergaul dengan sesama manusia. Maka ia turun kebawah
lagi. Sekali lagi ia diusir oleh orang banyak, karena ia
begitu berbeda dari mereka semua.
Nabi lalu mengambil keputusan. Ia membuang seluruh air
yang disimpannya, minum air baru dan bergabung dengan
orang-orang lainnya sehingga sama-sama menjadi gila.
Jika engkau mencari kebenaran, engkau berjalan sendirian.
Jalan ini terlalu sempit untuk kawan seperjalanan. Siapakah
yang dapat tahan dalam kesendirian itu?
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994) (versi lain:
01 02
03)
|