50. BUNGA TAPAL-KUDA
Seseorang yang bangga akan halaman rumahnya yang berumput
indah, menjadi kecewa melihat tumbuh suburnya bunga-bunga
tapal-kuda. Semua usaha sudah dicobanya untuk membasmi
bunga-bunga itu, namun mereka tetap saja merajalela.
Akhirnya ia menulis surat kepada Departemen Pertanian.
Satu persatu ia menyebutkan semua usaha yang telah dicobanya
dan mengakhiri suratnya dengan pertanyaan: 'Apa yang
semestinya kulakukan sekarang?'
Tidak lama kemudian datanglah surat balasan: 'Kami
menganjurkan supaya Anda berusaha menyenangi bunga
tapal-kuda.'
Aku juga punya halaman rumput yang kubanggakan; dan
pikiranku juga diganggu oleh bunga tapal-kuda, maka aku
berusaha keras untuk memberantasnya. Oleh karena itu,
berusaha menyukainya sungguh tidak mudah.
Aku berusaha berbicara dengan mereka setiap hari. Dengan
akrab. Dengan ramah. Namun mereka diam seribu bahasa. Mereka
masih menyimpan dendam atas peperangan yang pernah
kulancarkan melawan mereka. Rupanya mereka juga masih
sedikit curiga akan alasan-alasan yang kukemukakan.
Tetapi tidak lama kemudian mereka tersenyum kembali.
Tidak bersitegang lagi. Malahan menanggapi kata-kataku.
Segera saja kami menjadi sahabat baik.
Memang, halaman-berumputku jelek nampaknya. Tetapi
tamanku segera menjadi sangat indah berseri!
---o000o---
Perlahan-lahan ia menjadi buta. Dan ia memerangi kebutaan
itu dengan segala cara. Ketika segala macam obat sudah tidak
bisa lagi mencegahnya, ia melawan dengan seluruh luapan
emosinya. Aku membutuhkan keberanian untuk berkata
kepadanya: 'Kuanjurkan, engkau belajar mencintai
kebutaanmu!'
Mulailah suatu perjuangan. Semula ia tidak sudi
menanggapi usulku; bahkan dengan sepatah kata pun. Dan jika
ia memaksa diri berbicara dengan kebutaannya, kata-katanya
penuh dengan kemarahan dan kepahitan. Tetapi ia terus
berbicara dan lambat laun kata-katanya semakin bernada
menyerah, sabar dan menerima ... Dan akhirnya, pada suatu
hari ia sendiri tidak menduganya - kata-katanya berubah
menjadi hangat, manis, akrab ... dan kata-kata cinta. Lalu
tibalah waktunya, ketika ia dapat merangkul kebutaannya dan
berkata 'Aku cinta padamu.' Hari itulah aku melihat dia
tersenyum lagi. Oh, betapa manisnya!
Penglihatannya, tentu saja, hilang untuk selamanya.
Tetapi betapa berserinya wajah itu sekarang. Jauh lebih
ceria daripada sebelumnya. Kebutaan datang berbagi hidup
dengannya.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
|