|
Konsep Hadist dalam Wacana Keilmuan Syi'ah
Diskursus hadits dalam wacana keilmuan Syi'ah telah
mempunyai akar yang panjang dan dilakukan dengan cukup
intens. Perhatian mereka terhadap hadist/sunnah, menurut
sebagian orang, membuat mereka berhak pula untuk menyandang
gelar Ahlu Sunnah wa Syi'ah --namun bukan wa al Jama'ah.
Dr. Muhammad At-Tîjâni as-Samâwie
--seorang Sunni yang kemudian membelot ke Syi'ah42, ketika
melakukan kajian komparatif antara Sunnah dan Syi'ah,
memberikan judul bukunya tersebut: Asy-Syî'ah Hum Ahlu
Sunnah43. Namun demikian, dalam beberapa hal, metodologi
hadist Syi'ah amat berlainan dengan metodologi Ahlu Sunnah.
Kajian tentang metodologi hadist dalam Syi'ah Imamiah telah
menjadi objek sebuah risalah doktoral di fakultas Ushuluddin
Universitas al Azhar. Pada penghujung tahun 1996, risalah
tersebut telah diuji dan dinyatkan lulus.
a. Term Hadist
Hadist/Sunnah, secara terminologis, menurut ulama ilmu
hadist Ahlu Sunnah Wa al Jama'ah adalah: Seluruh hal yang
diriwayatkan dari Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik maupun akhlak dan sirah beliau 44.
Sedangkan dalam wacana keilmuan Syi'ah, perkataan imam-imam
Syi'ah (yang ma'shum, menurut kaum Syi'ah) juga bersatus
seperti hadist dan diterima seperti Alquran 45.
Hal itu karena, menurut M.H. Al Kâsyif al Githa,
imam atau imamah adalah kedudukan Ilahiah yang Allah
pilihkan bagi hamba-Nya, sesuai dengan ilmu Allah, seperti
Allah memilih para nabi. Menurut kaum Syi'ah pula, Allah
telah memerintahkan Nabi Saw. untuk menunjukkan imam kepada
umat dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya 46.
Substansi khabar, hadist dan riwayat-riwayat tersebut,
menurut kaum Syi'ah terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: Khabar dan riwayat yang mengandung
petunjuk pembersihan jiwa, akhlak, nasehat dan cara-cara
pengobatan penyakit hati. Dengan muatan berisi pertakut,
ancaman, dan dorongan. Atau yang berkaitan dengan tubuh,
seperti kesehatan, penyakit, sakit dan pengobatan. Juga
manfaat buah-buahan, tetumbuhan, pepohonan, air dan batu
mulia. Atau yang mengandung do'a, zikir, jampai dan
keutamaan ayat-ayat. Serta semua hal yang disunnahkan, baik
dalam pembicaraan, perbuatan, maupun sikap. Itu semua,
menurut kaum Syi'ah, bisa dijadikan landasan untuk beramal
ibadah. Dan tidak perlu mencari tahu apakah sanad dan
matannya shahih atau tidak. Kecuali jika ada tanda-tanda
yang menunjukkan kepalsuannya.
Kedua: Yang mengandung hukum syara' parsial,
taklifi atau wadl'i. Seperti thaharah, berwudlu, cara
shalat, zakat, khumus, jihad dan semua bagian mu' amalat,
transaksi yang diperbolehkan. Juga tentang nikah, thalaq,
warisan, hudud dan diyat. Semua khabar dan riwayat tersebut
tidak boleh langsung dijalankan. Namun diberikan kepada
faqih yang mujtahid untuk menterjemahkannya . Sedangkan
orang awam harus mengikuti mujtahid marji'.
Ketiga: Khabar dan riwayat yang mengandung
pokok-pokok aqidah, seperti pengitsbatan al Khaliq Swt.,
juga tentang hasyr, barzakh, sirâth,
mîzân, hisâb dan lain-lain. Khabar dan
riwayat seperti ini, jika berkaitan dengan aqidah dan pokok
agama -seperti tauhid, 'adl, nubuwwah, imâmah dan
ma'ad, jika khabar tersebut sesuai dengan dalil-dalil 'aqli,
urgensi, dan tanda-tanda yang qath'i, maka ia dapat
dijalankan, dan tidak perlu menyelidiki sanad, keshahihan
dan ketidak shahihannya 47.
b. Metoda Klasifikasi Hadist
Hadist, menurut Syi'ah terbagi menjadi dua bagian,
mutawattir dan ahad. Hadist mutawattir adalah hadist yang
diriwayatkan oleh sebuah jama'ah yang mencapai jumlah yang
amat besar sehingga tidak mungkin mereka berbohong dan
salah. Hadist seperti ini adalah hujjah dan harus dijadikan
landasan dalam beramal. Sedangkan hadist ahad adalah hadist
yang tidak mencapai derajat tawatur, rawie yang
diriwayatkannya satu atau lebih 48. Kemudian, hadist ahad
diklasifikasikan menjadi empat bagian 49.
1. Shahih
Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seorang penganut
Syi'ah Imamiah yang telah diakui ke-adalah-annya dan dengan
jalan yang shahih.
2. Hasan
Yaitu jika rawi yang meriwayatkannya adalah seorang
Syi'ah Imamiah yang terpuji, tidak ada seorangpun yang jelas
mengecamnya atau secara jelas mengakui ke-adalah-annya.
3. Muwats-tsaq
Yaitu jika rawie yang meriwayatkannya adalah bukan Syi'i,
namun ia adalah orang yang tsiqat dan terpercaya dalam
periwayatan.
4. Dla'if
Yaitu hadist yang tidak mempunyai kriteria-kriteria tiga
kelompok hadist di atas, seperti misalnya sang rawie tidak
menyebutkan seluruh rawie yang meriwayatkan hadist
kepadanya. Hadist shahih adalah hujjah menurut kesepakatan
seluruh ulama Syi'ah yang mengatakan bahwa khabar ahad
adalah hujjah 50. Sedangkan hadist muwats-tsaq dan hasan,
menurut pendapat yang masyhur keduanya adalah hujjah,
sedangkan menurut pendapat kedua mengatakan bahwa keduanya
tidak dapat dijadikan hujjah. Namun pendapat yang kuat
adalah pendapat yang mengatakan bahwa keduanya dapat
dijadikan hujjah 51. Adapun hadist dla'if, menurut
kesepakatan seluruh ulama Syi'ah tidak dapat dijadikan
hujjah 52.
c. Kitab-kitab Hadist
Dalam kalangan Syi'ah, kitab-kitab hadist yang dijadikan
pedoman utama -dan berfungsi seperti kutub sittah dalam
kalangan sunni- ada sebanyak 4 buah kitab.
- Kitab al Kâfi. Disusun oleh Abu Ja'far Muhammad
bin Ya'qub al Kulayni (w.328 H.). Kitab tersebut disusun
dalam 20 tahun, menampung sebanyak 16.090 hadist. Di
dalamnya sang penyusun menyebutkan sanadnya hingga al
ma'shum. Dalam kitab hadist tersebut terdapat hadist
shahih, hasan, muwats-tsaq dan dla'if 53.
- Kitab Ma La Yahdluruhu al Faqih. Disusun oleh
ash-Shadduq Abi Ja'far Muhammad bin 'Ali bin Babawaih al
Qummi (w.381 H.). Kitab ini merangkum 9.044 hadist dalam
masalah hukum 54.
- Kitab at-Tahzib. Kitab ini disusun oleh Syaikh
Muhammad bin al Hasan ath-Thusi (w.460 H.). Penyusun,
dalam penulisan kitab ini mengikuti metode al Kulayni.
Penyusun juga menyebutkan dalam setiap sanad sebuah
hakikat atau suatu hukum. Kitab ini merangkum sebanyak
13.095 hadist 55.
- Kitab al Istibshar. Kitab ini juga disusun oleh
Muhammad bin Hasan al Thusi. Penysusun kitab at-Tahzib.
Kitab ini merangkum sebanyak 5.511 hadist 56.
Di bawah derajat ke empat kitab ini, terdapat beberapa
kitab Jami' yang besar. Antara lain 57:
- Kitab Bihârul Anwâr. Disusun oleh Baqir
al Majlisi. Terdiri dalam 26 jilid.
- Kitab al Wafie fi 'Ilmi al Hadist. Disusun oleh
Muhsin al Kasyani. Terdiri dalam 14 juz. Ia merupakan
kumpulan dari empat kitab hadist.
- Kitab Tafshil Wasail Syi'ah Ila Tahsil Ahadist
Syari'ah. Disusun oleh al Hus asy-Syâmi' al 'Amili.
Disusun berdasarkan urutan tertib kitab-kitab fiqh dan
kitab Jami' Kabir yang dinamakan Asy-Syifa' fi Ahadist al
Mushthafa. Susunan Muhammad Ridla at-Tabrizi.
- Kitab Jami' al Ahkam. Disusun oleh Muhammad ar-Ridla
ats-Tsairi al Kâdzimi (w.1242 H). Terdiri dalam 25
jilid. Dan terdapat pula kitab-kitab lainnya yang
mempunyai derajat di bawah kitab-kitab yang disebutkan di
atas. Kitab-kitab tersebut antara lain: Kitab at-Tauhid,
kitab 'Uyun Akhbâr Ridla dan kitab al 'Amali.
Kaum Syi'ah, juga mengarang kitab-kitab tentang rijal
periwayat hadist. Di antara kitab-kitab tersebut, yang telah
dicetak antara lain: Kitab ar-Rijal, karya Ahmad bin 'Ali
an-Najasyi (w.450 H.), Kitab Rijal karya Syaikh al Thusi,
kita Ma'alim 'Ulama karya Muhammad bin 'Ali bin Syahr Asyub
(w.588 H.), kitab Minhâj al Maqâl karya Mirza
Muhammad al Astrabady (w.1.020 H.), kitab Itqan al Maqal
karya Syaikh Muhammad Thaha Najaf (w.1.323 H.), kitab Rijal
al Kabir karya Syaikh Abdullah al Mumaqmiqani, seorang ulama
abad ini, dan kitab lainnya 59.
Satu yang perlu dicatat: Mayoritas hadist Syi'ah
merupakan kumpulan periwayatan dari Abi Abdillah Ja'far
ash-Shadiq. Diriwayatkan bahwa sebanyak 4.000 orang, baik
orang biasa ataupun kalangan khawas, telah meriwayatkan
hadist dari beliau. Oleh karena itu, Imamiah dinamakan pula
sebagai Ja' fariyyah 60. Mereka berkata bahwa apa yang
diriwayatkan dari masa 'Ali k.w. hingga masa Abi Muhammad al
Hasan al 'Askari mencapai 6.000 kitab, 600 dari kitab-kitab
tersebut adalah dalam hadist 61.
d. 'Adalah Shahabat
Shahabat Rasulullah Saw. adalah: Orang yang berjumpa
dengan Rasulullah Saw. dengan cara biasa dalam masa hidup
beliau dan saat itu orang tersebut telah masuk Islam dan
beriman 62. Dalam wacana keilmuan Ahlu Sunnah, seluruh
sahabat adalah 'udul. Oleh karena itu, ketika menjalankan
proses jarh wa ta' dil dalam ilmu hadist untuk menentukan
apakah riwayat seseorang diterima atau tidak, Ahlu Sunnah
akan berhenti sampai pada tabi'in (perawie setelah sahabat).
Dan mereka tidak memasuki kawasan sahabat, karena meyakini
bahwa sahabat adalah 'udul dengan pengakuan dari Allah SWT
Sehingga tidak perlu dilakukan analisa jarh wa ta'dil 63.
Sikap mereka tersebut berdasarkan pernyataan ayat Al
Quran yang mendeklarasikan ke adalahan sahabat. Ayat-ayat
itu antara lain terdapat pada QS. At-Taubah:117 .
"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat
Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar".
Juga QS. At-Taubah: 100
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla
kepada mereka dan merekapun ridla kepada Allah". Dan
Rasulullah Saw. dalam banyak kesempatan telah berwanti-wanti
agar tidak mengusik kehormatan dan kedudukan sahabat,
mengingat kedudukan mereka yang mulia di sisi Allah Swt.
Rasulullah Saw bersabda: "Jangan kalian kecam
sahabat-shabatku" (Hadist Muttafaq 'Alaih). Menurut riwayat
yang sahih, imam-imam Syi'ah juga melarang untuk mengecam,
sahabat Rasulullah Saw. 64. Karena Seperti dikatakan oleh
An-Naubakhti dalam kitab Firaq Syi'ah 65, fenomena
pengecaman terhadap sahabat justru dimulai oleh Abdullah bin
Saba'; seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam dan
kemudian menyebarkan perpecahan dalam Islam. Ia pula yang
pertama menuhankan Ali k.w. Sedangkan dalam wacana keilmuan
Syi'ah, tidak semua sahabat, menurut Syi'ah, bersipat 'udul
65. Karena di dalam Al Quran juga diterangkan tentang
keberadaan orang-orang munafiq di Madinah, seperti dalam QS.
At-Taubah:101, dsb. Maka jalan untuk mengetahui mu'min dan
munafiknya seseorang, menurut Syi'ah, adalah dengan melihat
apakah orang-orang tersebut cinta kepada 'Ali k.w atau
nmembencinya. Jika ia mencintainya, maka ia adalah mu'min,
dan jika membencinya berarti ia adalah munafiq.
Dari logika seperti itu, maka sahabat-sahabat yang mereka
anggap telah merampas hak 'Ali k.w. atau tidak mendukungnya
adalah munafik atau kafir. Dalam kitab-kitab kaum Syi'ah
akan didapati banyak cercaan kepada sahabat yang mereka
anggap telah munafik, sesat atau malah kafir.
Dalam buku Syubhat Haula Syi'ah, 'Abbas 'Ali al Musawie
membagi sahabat menjadi dua kelompok. Pertama kelompok yang
setia dan kedua kelompok yang mereka anggap telah sesat 67.
Yang pertama adalah sahabat-sahabat seperti 'Ammar
bin Yasir, Miqdad dan Abu Dzar al Ghifari.
Sedangkan kelompok yang kedua, menurutnya lagi
adalah seperti Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, Abu Hurairah dan
Al Walid bin 'Uqbah bin Abi Mu'ith.
Dalam buku-buku kaum Syi'ah akan banyak didapati cercaan
terhadap sahabat. Dan cercaan tersebut tidak hanya terbatas
pada shigar sahabat, namun juga menimpa dua Syaikhain: Abu
Bakar dan 'Umar Ra. Yang dapat disebutkan di sini adalah,
bahwa dengan sikap Syi'ah terhadap sahabat seperti itu, maka
kaum Syi'ah dalam periwayatan hadist, hanya menerima
periwayatan dari sahabat-sahabat yang loyal kepada mereka.
Namun, jika klaim mereka tersebut diterima, maka secara
implisit hal itu akan mempunyai dampak yang luas. Misalnya:
Bahwa Rasulullah Saw telah gagal dalam menyampaikan
risalahnya, karena mayoritas sahabat yang beliau didik dan
bina telah menyimpang, bahwa kekhalifahan dan dinast-dinasti
Islam, serta capaian peradaban yang telah mereka wujudkan
adalah bukan hasil peradaban Islam, karena dilakukan oleh
orang-orang yang --menurut kaum Syi'ah-- telah menyimpang
(munafik atau kafir). Dan konsekuens-konseksuensi logis
lainnya.
(sebelum,
sesudah)
Date: Sat, 22 Apr 2000 03:12:28 +0200
From: "alkattani" <alkattany@softhome.net>
|