|
|
Pasal 5. Salah Paham atas Hadits-hadits Sahih tentang Karakter WanitaA. HADITS PERTAMAAbdullah bin Abbas berkata: "Terjadi gerhana matahari... Lalu Rasulullah saw. melaksanakan shalat. Beliau berdiri lama sekali... selesai beliau shalat, matahari terlihat sudah muncul. Lalu beliau bersabda: 'Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana lantaran kematian seseorang ataupun karena kelahirannya. Oleh sebab itu, apabila kalian melihat gerhana itu, maka ingatlah kepada Allah!' Pertama apa maksud hadits tersebut? Apakah wanita lebih banyak menghuni neraka karena kejahatan lebih dominan menguasai fitrah mereka, sementara pada diri laki-laki tidak demikian? Jika ternyata hal itu bukan hanya terdapat dalam diri wanita, tentu mereka tidak dimintai pertanggungjawaban karena berbuat kejahatan. Hadits tersebut menetapkan bahwa mereka bertanggungjawab terhadap apa yang mereka kerjakan dengan tangan mereka sendiri, seperti ketidakpatuhan mereka kepada keluarga/suami. Benar sekali apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar berikut ini: "Dalam hadits Jabir terdapat dalil yang menunjukkan bahwa yang terlihat di dalam neraka itu adalah wanita-wanita yang memiliki sifat-sifat tercela seperti dalam hadits berikut: 'Orang yang paling banyak aku lihat di dalamnya (neraka) dari kalangan wanita yang apabila diberi kepercayaan menyimpan rahasia, dia bocorkan; apabila diminta sesuatu kepadanya, dia bakhil; apabila mereka yang meminta, mereka ngotot dan minta banyak; serta apabila diberi, mereka tidak pandai berterima kasih.423 Hadits ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah saw.: 'Aku lihat ke dalam surga, lalu aku lihat kebanyakan penghuninya dari kalangan fakir miskin.'424 Lantas apa yang membuat jumlah orang kaya di surga cenderung sedikit? Jawabannya tidak lain karena banyak di antara mereka yang melakukan kemaksiatan dengan ulah mereka sendiri, seperti mengambil harta haram, membelanjakannya untuk sesuatu yang haram, kikir, dan tidak mau menyumbangkannya pada jalan-jalan yang baik. Kedua, manfaat apa yang dapat kita ambil sebagai umat Islam, baik laki-laki maupun wanita, dari hadits ini? Menurut hemat saya, manfaat terbesar yang dapat kita petik dari hadits ini adalah amalan atau upaya kita semua untuk menghindarkan diri dari api neraka. Tidak ada tujuan disebutkan neraka dan keadaannya kecuali untuk menghindarkan diri darinya. Lalu bagaimana cara kaum wanita menghindarkan dirinya dari api neraka? Di antara caranya adalah dengan meninggalkan sikap durhaka terhadap keluarga/suami. Bagaimana pula caranya agar wanita dapat menjauhkan diri dari sikap durhaka terhadap keluarga tersebut? Jawabnya, mulailah melalui pendidikan dan pengarahan guna mempertebal rasa takwa dan taat kepada Allah di dalam hatinya. Kemudian dilakukan juga dengan mengingat pesan dan nasihat Rasulullah saw. ketika mereka digoda oleh setan. Namun, jika ternyata mereka kalah, sehingga terjebak ke dalam perbuatan maksiat, maka mereka harus segera beristighfar (mohon ampunan dari Allah) dan memberikan sedekah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. dalam hadits berikut: "Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian (dalam riwayat Muslim: 'Dan perbanyaklah istighfar'), karena aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang terbanyak." Kaum wanita bertanya: "Apa sebabnya, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. bersabda: "Karena kalian banyak mengutuk dan mengingkari budi baik suami." (HR Bukhari dan Muslim)425 Juga termasuk kepemimpinan yang baik seperti apa yang dikatakan Rasulullah saw. dalam sabda beliau berikut: "Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai mereka." (HR Bukhari dan Muslim)427 B. HADITS KEDUAAbu Sa'id al-Khudri berkata: "Rasulullah saw. pergi ke tempat shalat pada hari raya Adha atau hari raya Fitri. Selanjutnya beliau melewati jamaah wanita, lalu bersabda: 'Wahai kaum wanita ... aku tidak pernah melihat orang-orang kurang akal dan agama mampu melumpuhkan hati seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian.' Mereka (kaum wanita) bertanya: 'Apa kekurangan akal dan agama kami, ya Rasulullah?' Rasulullah saw. menjawab: 'Bukankah persaksian seorang wanita sama seperti setengah persaksian seorang laki-laki?' Mereka menjawab: 'Benar.' Rasulullah saw. bersabda: 'Maka di situlah letak kurang akalnya.' (Kemudian beliau bertanya): 'Bukankah wanita itu, ketika haid tidak boleh shalat dan tidak boleh puasa?' Mereka menjawab: 'Benar.' Rasulullah saw. bersabda: 'Maka di situlah letak kurang agamanya.'" (HR Bukhari dan Muslim)428 Kita akan menguraikan hadits ini dari tiga sudut. 1. Pengertian UmumNabi saw. bersabda: "... Aku tidak pernah melihat orang-orang kurang akal dan agama mampu melumpuhkan seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian," memerlukan kajian dan penelitian, baik segi momentum dikeluarkannya hadits tersebut atau dari segi kepada siapa hadits tersebut ditujukan, maupun dari segi bentuk dan susunan katanya. Hal ini perlu sekali dilakukan untuk mengetahui relevansinya dengan karakteristik wanita. Dari segi momentum, hadits di atas disampaikan ketika Nabi saw. memberikan saran dan nasihat kepada kaum wanita pada suatu hari raya. Mungkinkah Rasulullah saw. sebagai seorang yang berakhlak mulia memejamkan mata terhadap persoalan wanita, menjatuhkan martabat mereka, atau merendahkan nilai kepribadian mereka pada saat yang penuh dengan suka cita itu? Dari segi kepada siapa hadits itu ditujukan, sudah jelas. Mereka adalah jamaah wanita kota Madinah yang mayoritas kaum Anshar. Mereka digambarkan oleh Umar dalam ucapannya sebagai berikut: "Tatkala kami tiba di kota Madinah, kami menemukan bahwa yang lebih dominan adalah kaum wanitanya. Lalu wanita-wanita kami meniru adab dan perilaku orang-orang Anshar."429 Hal itu dapat menjelaskan mengapa Rasulullah saw. mengatakan: "Aku tidak pernah melihat orang-orang kurang akal dan agama mampu melumpuhkan hati seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian." Adapun dari segi bentuk dan susunan kata hadits, dapat dikatakan bahwa kata-katanya tidak berbentuk taqrir (ketetapan), kaidah, atau hukum umum, tetapi lebih bersifat ungkapan rasa kagum Rasulullah saw. terhadap kontradiksi yang terjadi, yaitu mengenai lebih dominannya kaum wanita --padahal mereka adalah makhluk yang lemah-- atas kaum laki-laki yang memiliki sikap tegas. Artinya, kekaguman Rasulullah saw. terhadap hikmah dan rahasia kebijaksanaan Allah meletakkan kekuatan di tempat yang kita duga lemah dan Dia memperlihatkan kelemahan di tempat yang kita duga kuat! Karena itu, kita patut bertanya: "Bukankah hadits yang terdapat dalam nasihat Nabi saw. itu mengandung sentuhan atau sindiran halus terhadap kaum wanita? Bukankah hal ini merupakan permulaan yang baik pada satu bagian dari nasihat Nabi saw.?" Seolah-olah beliau ingin mengatakan: "Wahai kaum wanita, kalau kalian diberi kekuatan oleh Allah untuk melumpuhkan hati kaum laki-laki yang tegas, meskipun kalian lemah, maka takutlah kepada Allah dan janganlah kalian menggunakan kekuatan kalian tersebut kecuali untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat!" Demikianlah permasalahannya, dan kalimat "orang-orang kurang akal dan agama" itu disampaikan hanya satu kali, guna menarik perhatian. Hal itu pun merupakan pendahuluan yang baik dan halus dalam menyampaikan nasihat, khususnya terhadap kaum wanita. Artinya, hal itu tidak pernah disampaikan secara tersendiri dalam bentuk taqrir, baik di hadapan kaum wanita maupun kaum laki-laki. 2. Pengertian KhususAda beberapa kemungkinan mengenai makna kurang akal dari hadits tersebut, antara lain adalah:
Sesungguhnya contoh Rasulullah saw. bagi wanita mengenai kurang akal tersebut dapat membantu memperkuat alasan mengenai kekurangan jenis tertentu, baik yang bersifat fitrah/alamiah maupun yang bersifat insidental. Namun demikian, apapun bidang kekurangannya, hal itu tidak akan merusak kekuatan akal atau kemampuan wanita dalam memikul segala tanggung jawabnya yang utama. Sebagian dari tanggung jawab tersebut ada yang lebih dikhususkan untuk wanita, seperti menjaga anak-anak. Tugas semacam itu tidak mungkin diserahkan Allah kecuali kepada makhluk yang normal, dan kita sebagai kaum bapak tidak mungkin mempercayakan putra-putri kita ke dalam naungan manusia yang rusak akal dan agamanya. Di antara tanggung jawab yang di dalamnya ikut terlibat wanita bersama laki-laki adalah seperti dalam urusan-urusan berikut:
Jika ternyata pengertian yang lebih kuat adalah kekurangan dalam jenis/bidang tertentu, maka tiga kemungkinan terakhir mengenai makna kekurangan akal tersebut dapat saja terjadi, tidak ada kontradiksi diantaranya, bahkan satu sama lainnya saling mempengaruhi. Dari segi adanya kekurangan alamiah dalam beberapa jenis kemampuan khusus akal, seperti penguasaan masalah keuangan dan angka-angka --yaitu suatu kemampuan yang telah dinyatakan dalam Al-Qur'an: "... supaya jika seorang (perempuan) lupa maka seorang lagi mengingatkannya ...." (al-Baqarah: 282)-- maka kekurangan seperti ini, jika bukan merupakan sesuatu yang alamiah/bawaan sejak lahir dan sebagai pembeda antara wanita dan laki-laki sebagaimana adanya perbedaan dalam beberapa anggota tubuh, maka ia merupakan sesuatu yang alamiah atau semi-alamiah pada masa setelah usia balig akibat pengaruh perkembangan yang berkaitan dengan organ seks pada masa perkawinan dan setelah menjadi ibu. Artinya, hal itu bersamaan dengan sempurnanya organ seks yang diiringi proses kehamilan, melahirkan, dan menyusukan anak, dari satu sisi, dan bersamaan dengan sempurnanya kehidupan sosial tertentu bagi wanita dari sisi lain. Yang mendorong kami untuk memegang pendapat ini adalah interaksi yang biasa kita saksikan antara kehidupan biologis dan sosial pada satu sisi dan kehidupan akal pada sisi lain. Di antara gejala interaksi tersebut dapat kita identifikasikan seperti apa yang terjadi ketika wanita memberikan kesaksian --ketika dia dipengaruhi oleh perasaannya-- atau ketika menjalani masa-masa yang kurang menyenangkan seperti waktu haid, atau ketika dia menghadapi keadaan berat seperti masa-masa kehamilan, menyusukan, dan memelihara anak, di samping mengurus pekerjaan rumah tangga. Hadits Nabi saw. itu pun mengisyaratkan kekurangan yang dimiliki wanita, tetapi dengan tidak menentukan masanya. Seolah-olah masalah penetapan masanya itu sengaja ditinggalkan agar manusia dapat melakukan ijtihad dan penelitian ilmiah. Namun demikian, dalam masalah ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
|
|
Kebebasan Wanita (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah) Abdul Halim Abu Syuqqah Penerjemah: Drs. As'ad Yasin Juni 1998 Penerbit Gema Insani Press Jln. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Telp. (021) 7984391-7984392-7988593 Fax. (021) 7984388 ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |