|
|
Pada puncaknya, murid Abu-al-Hasan 'Ali bin Isma'il al Asy'ari (wafat 300 H), umpamanya, mulai mengkafirkan murid Al-Hambali dan sebaliknya. Ummat yang 'awam tentu semakin bingung, walaupun kecintaan dan kemesraan mereka kepada Islam terus saja berkembang. Prasangka, rasa curiga, bahkan rasa benci satu kelompok terhadap kelompok yang lain dengan sendirinya berkembang terus di kalangan ummat, yang akhirnya menyebakan ummat semakin hari semakin terpecah-belah. Perpecahan ini dengan sendirinya membuat ummat bertambah lemah. Perkembangan sesuatu penafsiran tidak lagi tergantung kepada kebenaran objektif dari penafsiran tersebut, tetapi lebih banyak tergantung kepada kedudukan politis dari penafsir. Penanding sesuatu pendapat yang tidak beruntung dalam mendapatkan dukungan politik dari penguasa yang sudah tidak Islami akan menanggung resiko yang sangat mengerikan. Banyak di antara 'ilmuwan yang berani istiqamah (consistent) dengan pendapat mereka terpaksa mengalami penyiksaan yang luar biasa, seperti Abu Hanifah sendiri, misalnya, harus mengalami penjara selama sembilan tahun dan setiap harinya menderita sepuluh kali cambukan. Sebahagian dari 'ilmuwan Muslim, yang dikhawatirkan pengaruhnya oleh penguasa yang zhalim, sampai dicabut hak menyatakan pendapat mereka secara tidak berprikemanusiaan. Banyak pula yang sampai kehilangan nyawa baik dibunuh langsung atau menemui maut ditekan penderitaan di dalam penjara seperti Taqiyy al-Din Ahmad Ibnu Taymiyyah (661 H./1263 M. - 726 H./1328 M). Sebelum wafatnya, Ibnu Taymiyyah ini mengalami penjara sebanyak tiga kali. Karena beliau terus saja menuliskan pendapat-pendapat dan penafsiran beliau untuk dibaca dan dipelajari oleh para pengikut beliau yang setia, walaupun sedang di dalam penjara, maka di dalam penjara yang ketiga kalinya beliau telah dipisahkan dari tinta dan kertas, sehingga beliau tidak dapat lagi menyatakan idea beliau yang sangat bernilai itu. Siksaan terberat bagi setiap pendekar 'ilmu, yaitu pencabutan hak menyatakan pendapat ini, telah menyebabkan beliau akhirnya menghembuskan nafas beliau yang terakhir di dalam penjara ini. Ketika ummat Islam mencapai titik kelemahan mereka yang terendah akibat perpecahan dan perang saudara yang berkepanjangan, maka mulailah satu persatu negeri dan ummat jatuh ke bawah kekuasaan penjajahan negeri-negeri Kristen dan Barat. Dominasi dari luar yang tidak mungkin tertahankan lagi ini tidak hanya menghisap kehidupan materiel ummat, tetapi lebih parah lagi, karena ia sekaligus bercorak penjajahan mental dan moral. Akibat penjjahan ini terhadap mental dan moral ummat sedemikian parahnya, sehingga mayoritas ummat kehilangan harga diri dan kepercayaan akan diri sendiri. Ummat yang semula berwatak pemimpin kemanusiaan, khalifah Allah, yang berwibawa serta kreatif, sehingga dijuluki Allah sebagai "Ummat terbaik di tengah-tengah kemanusiaan" (Khaira ummatin ukhrijat linnasi, Q. 3:110) telah berubah menjadi manusia-manusia berwatak hamba yang hina dina (asfala sa-fili-na, Q. 95:5), karena ruh Tawhid telah sirna dari kalbu-kalbu mereka. Dengan sendirinya, pendidikan Islam tidak lagi terarah kepada penghayatan dan penalaran akan nilai-nilai Islam, yang sebenarnya penuh dinamika, melainkan telah berubah menjadi sekadar formalitas atau pengulangan-pengulangan formal akan nilai-nilai penurunan (derivated values), yang sudah membaku dan kaku. Alhamdulillah, masa menurunnya kwalitas ummat ini telah mencapai titiknya yang terendah menjelang pertengahan abad ke-14 Hijriyah yang lalu. Menjelang akhir abad itu dan seterusnya di abad ke-15 ini, ummat Islam hampir di setiap penjuru dunia telah bergerak kembali ke arah pendakian mutu dalam menghayati ajaran-ajaran agama mereka. Pada mulanya, kelihatan gerakan ini sangat lamban dan tersendat-sendat. Kadang-kadang gerakan ini merupakan kejutan-kejutan, karena dihasilkan oleh kebangkitan kesadaran yang meledak (explosive), sebagai reaksi terhadap tekanan luar yang sudah melampaui batas daya tahan kemanusiaan. Di dalam dunia intelektual gerakan-gerakan reaktif ini mula-mula berupa tangkisan-tangkisan apologetik, namun sedikit demi sedikit akhir-akhir ini telah meningkat menjadi bahasan 'ilmiah yang mematang. Tuntutan ummat akan pendidikan Islam yang bermutu mulai meningkat dari hari demi hari. Kebutuhan akan buku-buku Islam terus meningkat, terutama buku-buku yang menguraikan masalah pokok dan dasar dengan pendekatan yang sesuai dengan pemikiran zamannya. Hampir di setiap kampus perguruan tinggi di seluruh negeri-negeri, yang didiami ummat Islam, muncul gerakan-gerakan spontan untuk mempelajari kembali nilai-nilai ajaran Islam. Bahkan di negeri-negen Barat sendiri di kampus-kampus universitas di mana berkumpul mahasiswa-mahasiswa Islam bermunculan perkumpulan mahasiswa Islam dengan tujuan mempelajari agama mereka dengan sungguh-sungguh. Di USA, misalnya, telah berdiri Muslim Student Association (MSA) of US and Canada sejak tahun 1963 dan penulis sempat ambil bahagian dalam mendirikan cabang-cabangnya di Ames, Iowa (1963), dan kemudian di Chicago, Illinois (1965). Di negeri Inggris berdiri Federation of Students Islamic Society (FOSIS). Di Australia berdiri AFMSA (Australian Federation of Muslim Students Association). Penulis merasa bersyukur dan berbahagia, karena sempat mendapat kehormatan sebagai pelatih kader-kader untuk kedua organisasi yang terakhir ini antara tahun 1975-1978, di dalam jabatannya sebagai assistant secretary general (1975-1977) dan secretary general (1977-1980) dari IIFSO (International Islamic Federation of Student Organizations), yang bermarkas pusat di Kuwait. Di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) telah muncul panitia Masjid Salman ITB, yang mendirikan shalat Jum'at pertama sejak tahun 1958 dengan meminjam salah satu ruangan dan aula besar kampus itu. Walaupun shalat Jum'at pertama ini dihadiri oleh hanya 18 orang, ternyata jumlah ini segera membengkak, sehingga meluap ke luar aula besar itu, menutupi seluruh tempat parkir di timur aula tersebut. Shalat Id yang pertama dimulai pada tahun itu di lapangan di dalam kampus ITB ini. Panitia masjid ITB ini kemudian meningkat menjadi sebuah badan hukum berbentuk yayasan yang bernama Yayasan Pembina Masjid ITB pada bulan Mei, 1963. Sesudah mendapat restu, dan diberi nama sesuai dengan nama seorang shahabat Rasul, Salman Al-Farisi, yang dianggap sebagai teknolog Muslim pertama oleh almarhum Presiden Sukarno pada tahun 1964, maka yayasan ini berubah nama menjadi "Yayasan Pembina Masjid SALMAN ITB". Tuntutan mahasiswa Islam di ITB yang terus meningkat menyebabkan pimpinan Yayasan ini kemudian mengadakan kuliah-kuliah yang periodik tentang Islam sebagai pelengkap kuliah-kuliah agama, yang secara resmi telah diwajibkan sejak tahun akademis 1962/63. Bulan Ramadhan selalu dimanfaatkan untuk meningkatkan penghayatan Islam secara intensif dengan mengadakan jama'ah tarawih yang didahului suatu ceramah pendek sesudah 'Isya. Namun kehausan mahasiswa serta masyarakat sekitar kampus akan pelajaran agama menyebabkan yayasan mengadakan lagi kuliah shubuh setiap hari selama bulan Ramadhan itu sesudah shalat Shubuh. Buku kecil yang anda baca ini merupakan inti sari kuliah-kuliah Tawhid yang penulis sampaikan selesai shalat Shubuh selama bulan-bulan Ramadhan (1394-1397 H) di masjid Salman ITB itu. Adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim untuk mensyukuri ni'mat yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Maka di dalam rangka mensyukuri ni'mat Allah yang berupa hidayah yang telah membangkitkan nilai-nilai agama inilah buku ini dipersembahkan demi menambah perbendaharaan pustaka Islam yang memang perlu senantiasa diperkaya. Semoga "Kuliah Tawhid", yang berisikan pokok dan dasar ajaran Islam ini akan bermanfaat bagi menumbuhkan kembali penghayatan nilai-nilai utama Islam pada generasi Muslim sekarang ini dan nanti. Semoga kebangkitan kembali Ummat Islam dalam abad ke-15 H ini benar-benar akan merupakan kenyataan yang diridhai Allah SWT. Amiin, ya Rabbal 'aalamiin ...! |
|
Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Dirancang oleh MEDIA,
1997-2001. |