PENDAHULUAN
Direktorat Jenderal Urusan Kebudayaan Islam Universitas
Al-Azhar meminta kepada saya untuk memenuhi keinginan
Universitas, agar saya menyusun buku-buku kecil yang
sederhana untuk diterjemah ke dalam bahasa Inggris, guna
memperkenalkan Islam kepada masyarakat Eropah dan Amerika,
khususnya ummat Islam di sana; di camping sebagai usaha
da'wah untuk orang luar Islam.
Rencana penyusunan buku-buku kecil sebagai tersebut,
sangat baik sekali yang sudah seharusnya direalisir sejak
lama, sebab masyarakat Islam di Eropah dan Amerika mengenal
Islam hanya sedikit sekali. Sedang yang sedikit itupun tidak
lepas dari kekeliruan dan kesalahan.
Dalam waktu dekat, seorang rekan lulusan Al-Azhar yang
dikirim ke salah satu negara bagian USA mengirimkan surat
kepada saya, ia mengatakan: "Bahwa kebanyakan ummat Islam di
negara ini mencari pencaharian dengan membuka bar-bar dan
memperdagangkan arak dengan tidak merasa bahwa hal tersebut
suatu dosa besar dalam pandangan hukum Islam."
Dalam suratnya itu dikatakan pula: "Bahwa laki-laki
muslim di negara tersebut banyak yang mengawini
perempuan-perempuan Kristen dan Yahudi --mungkin juga
penyembah berhala-- dengan meninggalkan perempuan-perempuan
muslimah, mereka ini banyak yang tidak laku, dan sebagainya
..."
Kalau demikian keadaannya ummat Islam, bagaimana lagi
gerangan yang bukan muslim? Mereka tidak mengenal hanya
bentuk muka yang jahat tentang Islam, Nabi Muhammad dan para
pengikutnya dikenal dengan sifat-sifat yang tidak baik.
Bentuk mana merupakan usaha-usaha propagandis Kristen dan
kaum penjajah yang berbisa, yaitu dengan merendahkan Islam
dalam berbagai seginya. Hal ini justeru terjadi di saat kita
sedang lengah dan lalai.
Kini telah tiba waktunya untuk memulai rencana itu serta
merealisir cita-cita yang sangat dibutuhkan demi berda'wah
kepada Islam dan hal ini meminta diperhatikan dengan serius.
Untuk mencapai langkah yang sangat baik ini, harus kita
bentuk suatu kelompok yang benar-benar sanggup
mempertahankan dan melaksanakannya baik di kalangan Al-Azhar
sendiri maupun di luar Azhar, dengan suatu permintaan kepada
mereka ini supaya mau menghadapi lebih serius diiringi suatu
doa semoga mereka selalu beroleh taufiq dari Allah.
Pokok persoalan yang diberikan kepada saya yaitu tentang
masalah "HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM". Direktorat itu
berpesan kepada saya agar saya menulis persoalan tersebut
dengan sederhana (sederhana) dan mudah difahami serta
diadakan comparative (perbandingan) dengan pandangan
agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan lain.
Barangkali nampaknya persoalan "HALAL DAN HARAM" untuk
pertama kalinya amat mudah, tetapi kenyataannya sangat
sukar. Pengarang-pengarang di masa-masa yang telah lalu
maupun yang belakangan ini belum ada yang menulis secara
khusus persoalan tersebut. Akan tetapi penulis sendiri
menjumpainya berserakan dalam beberapa bab di kitab-kitab
Fiqih, dan juga sebagiannya di kitab-kitab Tafsir dan Hadis.
Persoalan inilah yang mendorong penulis dengan serius
untuk memperhatikan beberapa persoalan yang oleh ulama-ulama
dahulu diperselisihkan hukumnya dan ditentang pula oleh
pendapat-pendapat ahli Hadis tentang persoalannya maupun
alasan-alasannya.
Untuk mentarjih suatu pendapat lainnya dalam masalah
halal dan haram diperlukan suatu pembahasan dan penelitian
yang lama sekali; disamping penulis sendiri harus
mengikhlaskan diri kepada Allah guna mencari yang benar,
sebagai suatu keharusan yang harus ditempuh manusia.
Saya melihat kebanyakan para penyelidik Islam di zaman
modern ini hampir-hampir terbagi dalam dua golongan:
Golongan Pertama: pandangannya disambar oleh
kilauan kebudayaan barat; dan berhala yang besar ini
ditakuti mereka sehingga kebudayaan itu disembahnya. Dan
untuk ini mereka lakukan dengan penuh pengorbanan serta
berdiri di hadapannya dengan menundukkan pandangannya dengan
penuh kerendahan. Cara berfikir dan tradisi barat ini mereka
jadikan sebagai suatu persoalan yang diterima yang tidak
perlu ditentang dan diperdebatkan. Kalau Islam itu sesuai
dengan fikiran dan tradisi barat, mereka menyambutnya;
tetapi kalau bertentangan, mereka berusaha mencari jalan
untuk mendekatkan, atau beralasan dan menjelaskan, atau
mentakwil dan merubahnya, yang seolah-olah Islam itu
diharuskan tunduk kepada kebudayaan barat, filsafat barat
dan tradisi barat.
Demikian menurut apa yang dapat kami tangkap dari
pembicaraan mereka tentang sesuatu yang diharamkan oleh
Islam, misalnya: patung, lotre, rente (riba), free love,
penonjolan anggota wanita, laki-laki memakai emas dan sutera
dan sebagainya.
Dan begitu juga dalam pembicaraannya tentang sesuatu yang
dihalalkan Islam, misalnya: masalah talaq dan poligami. Yang
seolah-olah apa yang disebut halal dalam pandangan mereka;
yaitu sesuatu yang dianggap halal oleh Barat. Dan yang
dikatakan haram, yaitu sesuatu yang dianggap haram oleh
Barat.
Mereka lupa, bahwa Islam itu Kalamullah (perkataan
Allah), sedang Kalamullah itu selamanya tinggi; dia diikuti,
bukan mengikuti, dia tinggi tidak dapat diatasi. Oleh karena
itu bagaimana mungkin Allah akan mengikuti hambaNya;
bagaimana pula Khaliq (pencipta) mengikuti Makhluk (yang
dicipta)?
Firman Allah:
"Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu
mereka, niscaya langit dan bumi ini serta makhluk yang
didalamnya akan rusak!" (al-Mu'minun: 71)
"Katakanlah Muhammad! Apakah di antara sekutu-sekutumu
ada yang dapat menunjukkan ke jalan yang benar? Katakanlah:
Allahlah yang menunjukkan ke jalan yang benar. Apakah Dzat
yang menunjukkan ke jalan yang benar itu yang lebih patut
diikuti ataukah orang yang tidak dapat memimpin kecuali
(sesudah) dia dipimpin (itu yang lebih patut diikuti)?
Bagaimana kamu berbuat begitu? Bagaimana kamu mengambil
keputusan?" (Yunus: 35)
Golongan Kedua: terlalu apatis, fikirannya beku
dalam menilai beberapa masalah halal dan haram, karena
mengikuti apa yang sudah ditulis dalam kitab-kitab, dengan
suatu anggapan, bahwa itu adalah Islam. Pendapatnya
samasekali tidak mau bergeser, kendati seutas rambut; tidak
mau berusaha untuk menguji kekuatan dalil yang dipakai oleh
madzhabnya untuk dibandingkan dengan dalil-dalil yang
dipakai orang lain, guna mengambil suatu kesimpulan yang
benar sesudah ditimbang dan diteliti.
Apabila mereka ditanya tentang hukumnya musik, nyanyian,
catur, mengajar perempuan, perempuan membuka wajah dan
tangannya dan sebagainya, maka omongan yang paling mudah
keluar dari mulutnya ataupun penanya yang bergores, adalah
kata-kata haram.
Golongan ini lupa etika yang dipakai oleh salafus-shalih
(orang-orang dulu yang saleh), dimana mereka samasekali
tidak pernah mengatakan haram, kecuali setelah diketahuinya
dalil yang mengharamkannya dengan positif. Sedang yang belum
begitu jelas, mereka mengatakan: "Kami membenci", "Kami
tidak suka", dan sebagainya.
Saya sendiri berusaha untuk tidak termasuk pada salah
satu dari dua golongan di atas.
Saya tidak rela --demi membela agamaku-- untuk menjadikan
Barat sebagai suatu persembahan, sesudah saya menerima Allah
sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai
Rasul!
Saya pun tidak rela --rasioku-- terikat dengan suatu
madzhab, dalam seluruh persoalan dan masalah, salah benar
hanya mengikuti satu madzhab. Seorang muqallid (ikut-ikutan)
menurut Ibnul Jauzie: "Tidak dapat dipercaya tentang apa
yang diikutinya itu, dan taqlid itu sendiri sudah
menghilangkan arti rasio, sebab rasio dicipta buat berfikir
dan menganalisa. Buruk sekali orang yang diberi lilin tetapi
dia berjalan dalam kegelapan."
Benar! Memang saya tidak akan berusaha untuk mengikatkan
diriku pada salah satu madzhab fiqih yang ada di dunia ini.
Sebab kebenaran itu bukan dimiliki oleh satu madzhab saja.
Dan imam-imam madzhab itu sendiri tidak pernah menganjurkan
demikian. Mereka hanya berijtihad untuk mengetahui yang
benar. Jika ternyata ijtihad mereka itu salah, akan mendapat
satu pahala; dan jika benar, akan mendapat dua pahala.
Imam Malik r.a. berkata: "Setiap orang, omongannya boleh
diambil dan boleh juga ditolak, kecuali Nabi Muhammad
s.a.w."
Imam Syafi'i r.a. berkata: "Apa yang saya anggap benar,
mungkin juga salah; dan yang saya anggap salah, mungkin juga
benar."
Oleh karena itu tidak pantas seorang muslim yang
berpengetahuan (alim) dan memiliki peralatan untuk menimbang
dan menguji, bahwa dia akan menjadi tahanan oleh suatu
madzhab, atau tunduk kepada pendapat seorang ahli fiqih.
Tetapi seharusnya dia mau menjadi tawanan hujjah dan dalil.
Selama dalil itu sah dan hujjahnya kuat, maka dialah yang
lebih patut diikuti. Kalau sanadnya itu lemah dan hujjahnya
pun tidak kuat, dia harus ditolak tidak memandang siapapun
yang mengatakannya. Justeru itulah sejak pagi-pagi Ali r.a.
mengatakan: "Jangan kamu kenali kebenaran itu karena
manusianya, tetapi kenalilah kebenaran itu, maka kamu akan
kenal orangnya."
Saya berusaha akan memenuhi permintaan Direktorat
Jenderal Kebudayaan itu semaksimal mungkin. Dalam hal ini
saya akan selalu menjuruskan kepada masalah dalil, alasan
dan partimbangan dengan bantuan analisa ilmiah dan
pengetahuan modern yang mutakhir. Dan alhamdulillah, bahwa
Islam memancar dengan membawa sejumlah dalil, karena Islam
adalah agama universal dan abadi, yaitu seperti dikatakan
Allah:
"(Islam) adalah ciptaan Allah, dan siapakah
yang lebih baik ciptaannya selain Allah?" (al-Baqarah: 138)
HALAL DAN HARAM sudah lama dikenal oleh tiap-tiap ummat,
sekalipun masing-masing berbeda dalam ukurannya, macamnya
dan sebab-sebabnya. Kebanyakan dikaitkan dengan kepercayaan
primitif, khurafat dan dongeng-dongeng.
Kemudian datanglah agama-agama Samawi yang besar-besar
dengan membawa berbagai peraturan dan rekomendasi tentang
halal dan haram yang mengangkat martabat manusia dari
tingkatan khurafat, dongeng-dongeng, dan hidup primitif,
menjadi manusia yang mulia dan terhormat. Akan tetapi
sebagian yang halal dan haram itu disesuaikan dengan keadaan
dan kondisi, serta berkembang menurut perkembangan manusia
itu sendiri serta mengikuti perkembangan situasi dan
kondisi.
Dalam agama Yahudi misalnya, ada beberapa hal yang
diharamkan yang bersifat preventif sebagai suatu hukuman
Allah terhadap Bani Israel karena kezaliman mereka. Hukum
ini tidak dimaksudkan untuk berlaku selama-lamanya. Justeru
itu al-Quran menuturkan perkataan Isa al-Masih kepada Bani
Israel sebagai berikut:
"(Bahwa aku) membenarkan kitab yang
sebelumnya yaitu Taurat, dan supaya aku menghalalkan
kepadamu sebagian yang pernah diharamkan atas kamu."
(ali-Imran: 50)
Setelah Islam datang, keadaan ummat manusia sudah makin
meluncur, maka sudah tepat pada waktunya Allah menurunkan
agamaNya yang terakhir itu. Hukum yang berlaku di kalangan
ummat manusia ini ditutupnya dengan syariat Islam yang
komplit, menyeluruh dan abadi (universal).
Dalam hal ini dapat kita baca firman Allah yang
berhubungan dengan masalah haramnya makanan-makanan sebagai
tersebut dalam surah al-Maidah, yaitu sebagai berikut:
"Pada hari ini Aku telah sempurnakan untuk
kamu agamamu dan telah Aku sempurnakan atas kamu nikmatKu,
dan Aku telah rela untukmu Islam sebagai agama." (al-Maidah:
3)
Cara berfikirnya Islam dalam persoalan halal dan haram
sangat sederhana dan jelas. Cara berfikir ini merupakan satu
bagian dari amanat yang besar yang tidak diterima oleh
langit, bumi dan gunung dengan dalih semua tidak sanggup
memikulnya, tetapi kemudian manusia sanggup.
Amanat kewajiban Allah serta pertanggungan jawab manusia
sebagai khalifah di permukaan bumi ini, adalah merupakan
suatu pertanggungan jawab yang membawa konsekwensi dan
merupakan dasar tindakan suatu hukum bagi manusia apakah dia
itu diberi pahala atau disiksa. Untuk itulah maka manusia
diberinya akal (rasio) dan berkehendak serta diutusnya para
Rasul dengan membawa kitab. Oleh karena itu dia tidak akan
ditanya: mengapa ada halal dan haram? Mengapa saya tidak
membiarkan kendali itu tetap lepas?
Ini benar-benar merupakan suatu ujian khusus untuk
manusia mukallaf, dan kiranya dengan itu manusia dapat
berbeda dengan makhluk-makhluk Allah yang semata-mata Roh
seperti Malaikat dan yang semata-mata syahwat seperti
binatang, Dengan demikian manusia adalah makhluk
tengah-tengah yang dapat meningkat menjadi Malaikat atau
lebih, atau meluncur seperti binatang dan lebih rendah dari
binatang.
Dan dari segi lain, bahwa halal dan haram beredar menurut
perputaran perundang-undangan Islam secara umum, yaitu suatu
perundang-undangan yang berdiri di atas landasan demi
mewujudkan kebaikan untuk ummat manusia dan menghilangkan
beban yang berat serta mempermudah ummat manusia.
Perundang-undangan Islam tetap menegakkan prinsip
menghilangkan mafsadah dan mendatangkan maslahah untuk
segenap ummat manusia, baik jasmaninya, jiwanya, rasionya,
masyarakat keseluruhannya, yang kaya, yang miskin, penguasa,
rakyat, laki-laki, perempuan; dan maslahah untuk seluruh
macam manusia baik jenisnya, kulitnya, kebangsaannya, pada
setiap masa dan generasi.
Oleh karena itu tepat kalau agama ini datang dengan
membawa rahmat yang meliputi seluruh hamba Allah sampai pada
akhir perkembangan manusia. Hal ini telah dinyatakan Allah
sendiri dalam firmanNya:
"Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan
membawa rahmat bagi segenap makhluk." (al-Anbia': 107)
Dan telah dinyatakan juga oleh Rasulullah s.a.w. dalam
Hadisnya yang berbunyi sebagai berikut:
"Saya hanya diutus sebagai rahmat dan
membimbing. " (Riwayat al-Hakim, dan disahkan oleh
adz-Dzahabi)
Salah satu daripada bentuk rahmatNya ini ialah: dengan
meniadakan dari ummat ini semua macam penekanan, dosa-dosa
karena melakukan yang halal seperti yang diada-adakan oleh
kaum watsaniyin dan ahli kitab, sehingga mereka berani
mengharamkan yang baik dan menghalalkan yang jelek.
Firman Allah:
"... RahmatKu meliputi segala sesuatu, maka
akan Kutetapkan dia itu untuk orang-orang yang taqwa dan
mengeluarkan zakat serta orang-orang yang mau beriman dengan
ayat-ayatKu. Yaitu orang-orang yang mau mengikuti Rasul,
Nabi yang ummi yang telah mereka jumpainya tertulis di sisi
mereka dalam kitab Taurat dan Injil. Nabi tersebut akan
memerintah mereka untuk beramar ma'ruf dan nahi mungkar, dan
menghalalkan yang baik, dan mengharamkan yang jelek dan
menghilangkan dari mereka beban yang berat dan belenggu yang
ada atas mereka." (al-A'raf: 156-157)
Undang-undang Dasar Islam tercermin dalam dua ayat yang
kami bawakan juga dalam kitab ini, yaitu:
"Katakanlah:Siapakah yang berani mengharamkan
perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hambaNya dan
rezeki-rezeki yang baik itu?" (al-A'raf: 32)
"Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan yang jelek, baik
yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan dosa, dan
kejahatan yang tidak benar, dan kamu menyekutukan Allah
dengan suatu yang Allah samasekali tidak menurunkan hujjah,
dan kamu mengatakan atas (nama) Allah sesuatu yang kamu
tidak tahu." (al-A'raf: 33)
Saya yakin, bahwa pentingnya persoalan Halal dan Haram
menjadikan kitab ini betapapun kecilnya telah dapat mengisi
kekosongan literatur Islam yang baru dan dapat memecahkan
problema-problema yang kini sedang dihadapi oleh ummat
Islam, baik dalam kehidupannya sebagai perseorangan, rumah
tangga maupun masyarakat luas. Dan kiranya telah dapat
menjawab seluruh pertanyaan: apa yang dihalalkan buat saya?
Dan apa pula yang diharamkan atas diri saya? Apa hikmah
diharamkannya ini dan dihalalkannya itu?
Akhirnya, tidak ada yang mampu saya katakan dalam
mengakhiri muqaddimah ini, melainkan saya harus
berterimakasih kepada Syaihul Azhar dan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Islam yang telah memberi kepadaku suatu
kepercayaan untuk menulis persoalan tersebut pada pagi-pagi
buta.
Dan saya pun mengharap: semoga apa yang saya tulis ini
berarti saya telah menunaikan kepercayaan itu dan merealisir
apa yang dimaksud.
Dan kepada Allah jua saya memohon semoga kitab ini besar
manfaatnya dan memberinya kepadaku perkataan dan perbuatan
yang benar, serta menjauhkan saya dari fikiran dan pena yang
melampaui batas, dan mempersiapkan untuk suatu pimpinan
dalam persoalanku ini. Sesungguhnya Dia selalu mendengarkan
doa!
SYEKH YUSUF EL-QARDHAWI
Pengarang
|