| |
|
V.38. PENGHAYATAN KEAGAMAAN POPULER (2/3) DAN MASALAH RELIGIO-MAGISME oleh Nurcholish Madjid MASALAH MU'JIZAT, KERAMAT, DAN MAGISME Maka sekalipun dari segi esensinya tidak ada perbedaan antara keimanan "orang umum" (awwam) dan orang khusus (khawas), namun, jika diambil rata-rata keadaan manusia, keimanan yang berujud penghayatan keagamaan populer senantiasa memerlukan peningkatan. Dalam penghayatan keagamaan populer itulah acapkali muncul masalah magisme keagamaan. Umumnya magisme itu timbul karena adanya harapan seseorang kepada kejadian supernatural untuk diri sendiri atau orang lain, sebagai cara tepat memperoleh suatu manfaat seperti kesembuhan, keamanan, kekayaan, dll. Dan pangkal magisme itu ialah kepercayaan tentang mu'jizat atau keramat, sebab kedua hal ini oleh agama memang diakui adanya. Tetapi sebenarnya magisme muncul akibat pemahaman yang salah tentang mu'jizat dan keramat itu. Karena itu yang menjadi masalah, dan yang dihadapi oleh berbagai gerakan permurnian agama seperti gerakan Wahhabi di Jazirah Arabia, ialah pandangan keagamaan yang terbentuk dari pengertian yang salah tetang mu'jizat dan keramat. Akibatnya ialah tumbuhnya religio-magisme dalam penghayatan keagamaan populer itu sudah menjadi bagian dari doktrin dan ajaran Ibn Taymiyyah, rujukan utama kaum Wahhabi, dan "moyang" hampir semua gerakan pemurnian di zaman modern. Pandangan tentang adanya kemampuan melakukan atau memperoleh suatu efek secara supernatural atau keluar dari hukum-hukum yang biasa berjalan pada alam (Sunnatullah) tentulah tidak salah. Dan Ibn Taymiyyah tidak mengingkari adanya kemampuan atau kejadian supernatural. serupa itu, sebagaimana yang dalam agama disebut mu'jizat (untuk Nabi) dan keramat (karamah, untuk wali). Tetapi, Ibn Taymiyyah menjelaskan bahwa, sebagai suatu bentuk kesempurnaan, mu'jizat dan keramat berdiri di atas tiga tonggak, yaitu pengetahuan (al-'ilm), kemampuan (al-Qudrah), dan kemandirian (al-ghina). Namun tidak ada yang memiliki ketiga-tiganya itu secara sempurna kecuali Allah saja, sebab Dialah yang "menguasai segala sesuatu dengan pengetahuan, yang Maha Kuasa atas segala yang ada, dan yang Maha Mandiri (tidak tergantung dan tidak memerlukan) terhadap seluruh alam." [11] Karena hanya Allah yang memiliki ketiga unsur kesempurnaan mu'jizat dan keramat itu, maka bahkan Rasulullah s.a.w. sendiripun tidak dapat melakukan mu'jizat sekehendak hati beliau. Sebagai bukti, Ibn Taymiyyah menyebut tiga kejadian yang direkam secara abadi dalam Kitab Suci al-Qur'an yaitu: (1) Kejadian ketika orang-orang kafir Arab bertanya kepada Nabi tentang Hari Kiamat: Mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang Hari Kiamat, kapankah kejadiannya? Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hal itu hanya ada pada Tuhanku, tidak ada yang dapat menjelaskan tentang waktunya kecuali Dia. Kiamat itu sungguh berat bagi penghuni langit dan bumi. Ia akan datang kepadamu secara tiba-tiba." Mereka bertanya kepada engkau, seolah-olah engkau mengetahuinya. Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hal itu hanya ada pada Allah, namun kebanyakan manusia tidak menyadari." Katakan, "Aku tidak memiliki kemanfaatan, juga tidak kemadaratan, untuk diriku, kecuali yang dikehendaki Allah. Kalau seandainya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan memperoleh banyak sekali keuntungan, dan tentu tidak ada hal buruk yang menimpaku. Aku hanyalah seorang pembawa dan pemberi kabar gembira untuk kaum yang beriman." [12] (2) Kejadian ketika orang-orang kafir Arab menghojat Nabi s.a.w. dengan argumen-argumen berikut (yang juga direkam dalam al-Qur'an): Mereka berkata: "Kami tidak akan beriman kepada engkau sehingga engkau dapat memancarkan untuk kami mata air yang deras dari dalam bumi. Atau, sehingga engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami seperti kau katakan sendiri, atau engkau datangkan para malaikat dan Allah berhadap-hadapan. Atau, sehingga engkau mempunyai rumah dari emas, atau engkau mampu naik ke langit, dan kami tidak akan percaya engkau naik ke langit itu sebelum engkau turunkan atas kami kitab yang dapat kami baca." Katakan (hai Muhammad): "Maha Suci Tuhanku, aku tidak lain hanyalah seorang manusia yang menjadi Utusan." [13] (3) Kejadian ketika orang-orang kafir "menggugat" Nabi bahwa beliau hanyalah seorang manusia biasa, yang perlu makan dan berdagang di pasar: Dan mereka berkata: "Kenapa Rasul ini makan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Kalau saja diturunkan kepadanya seorang malaikat, sehingga dapat menyertainya sebagai pembawa peringatan. Atau dijatuhkan kepadanya harta kekayaan, atau ia punya kebun yang dari hasilnya ia dapat makan." Orang-orang zalim itu berkata: "Kamu (orang-orang beriman) ini hanyalah mengikuti seorang lelaki yang tersihir." Perhatikanlah bagaimana mereka membuat perbandingan untukmu (hai Muhammad), maka mereka pun sesat dan tidak menemukan jalan. Maha Suci Dia, yang seandainya menghendaki tentu akan diciptakan-Nya untukmu sesuatu yang lebih bagi daripada hal itu semua, berupa surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan tentu akan dibuatkan-Nya untukmu istana-istana." [14] Dan Kami (Tuhan) tidak pernah mengutus Rasul-rasul sebelum engkau melainkan mereka itu makan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami buat sebagian dari kamu menjadi fitnah untuk sebagian yang lain apakah kamu akan sabar? Tuhanmu adalah Maha Melihat." [15] Firman-firman itu, menurut Ibn Taymiyyah, menegaskan bahwa Rasulullah saw tidak mengetahui yang ghaib, juga bukan seorang penguasa yang memiliki harta kekayaan. Beliau hanyalah seorang manusia, yang tidak lepas dari makan dan minum. Karena itu, sifat yang cocok dengan Nabi ialah, bahwa beliau semata-mata mengikuti apa yang diwahyukan kepada beliau, yaitu "taat kepada Allah dan beribadat kepada-Nya, dengan ilmu dan amal, secara lahir dan batin," Demikian pula, beliau tidak memperoleh sifat-sifat kesempurnaan kecuali yang dianugerahkan Allah, yang antara lain melahirkan mu'jizat. Walaupun begitu, menurut Ibn Taymiyyah, sesuatu yang bersifat supernatural ada tiga macam yang terpuji dalam agama, yang tercela dalam agama, dan yang mubah (netral), tidak terpuji dan tidak pula tercela. Kalau yang netral itu membawa manfaat, maka jadilah ia suatu karunia. Dan kalau tidak membawa manfaat, maka nilainya sama saja dengan segala sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti kelakuan main-main. Ibn Taymiyyah menyandarkan pandangannya ini kepada ucapan Abu Ali al-Jurjani: "Jadilah engkau orang yang mencari istiqamah (konsistensi), bukan orang yang mencari keramat: sebab nafsumu mendorongmu mencari keramat, padahal Tuhanmu menuntut istiqamah." [16] MASALAH RELIGIO-MAGISME Dalam buku-buku keagamaan populer yang banyak dijual di kalangan rakyat, terdapat berbagai unsur religio-magisme seperti dimaksudkan di atas. Diantara buku-buku itu yang paling terkenal ialah kitab Mujarrabat. Kitab ini banyak beredar dalam terjemah Jawanya yang ditulis dalam huruf Pego (Arab Jawa). Contoh religio-magisme dari kitab ini ialah yang bersangkutan dengan apa yang dinamakan "Ayat Limabelas." Kutipan dari sebagian keterangan mengenai khasiat yang magis dari sebagian ayat-ayat itu adalah demikian: [17] Ayat yang keempat, kalau hendak selamat dari musuh, atau hendak mencelakakan musuh, maka ayat itu ditulis pada selembar kertas kemudian dibebani dengan batu agar musuh itu menjadi sakit tetapi anda sendiri berdosa. Inilah ayatnya: ... Dan ayat yang keenam, kalau ada orang kena racun, kemudian ayat ini dibacakan pada beras tujuh butir, atau pada air, atau pada gandum, lalu diletakkan dalam pinggan putih kemudian dibacakan ayat ini tujuh kali, lalu diminumkan, insya Allah Ta'ala akan sembuh, Inilah ayatnya: ... Dan ayat yang kesembilan, kalau ditulis pada kulit kijang atau kulit macan lalu ditanam ditengah kota atau ditengah rumah, dengan memasukkan kedalam bumbung, insya Allah selamat. Inilah ayatnya yang harus dibaca: ... Jika kita teliti, maka harapan-harapan yang magis di atas itu sesungguhnya masih mengandung logika, yaitu berdasarkan makna dan semangat firman-firman yang menjadi tumpuannya. Ayat "keempat" di atas itu misalnya, mempunyai makna. "Sesungguhnya perintah Tuhan itu, jika Dia menghendaki sesuatu, hanyalah bersabda kepadanya: 'Adanya engkau' Maka sesuatu itu pun menjadi ada." [18] Letak logika harapan magis di atas ialah, karena ayat yang dibaca itu menegaskan semangat Kemahakuasaan Tuhan sehingga apapun yang dikehendaki olehNya pasti terjadi, maka dapat diharap bahwa sakitnya musuh itu pun dapat saja terjadi, dengan kehendak Tuhan (cukup menarik bahwa pengarang kitab itu tidak lupa mengingatkan bahwa mengharapkan orang lain sakit, biarpun dia itu musuh, adalah suatu kejahatan). Tetapi harapan tersebut benar-benar menjadi bersifat magis, karena seorang yang awam akan melakukannya tanpa samasekali mengerti makna ayat di bacanya. Dan karena "japammantra" itu menggunakan unsur keagamaan (ayat al-Qur'an), maka ia serta merta dirahasiakan sebagai punya makna religi, dan jadilah ia sebuah religio-magisme. Demikian pula dengan ayat "kesembilan" di atas. Ini adalah firman dengan makna dan semangat yang sangat kuat, yang dapat dijadikan tumpuan keteguhan jiwa menghadapi kesulitan. Sebab ayat itu berarti, "Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, maka cukuplah Dia bagi orang itu. Sesungguhnya Allah pasti melaksanakan keputusanNya. Sesungguhnya Allah membuat kepastian untuk segala sesuatu." [19] Jadi sebenarnya yang dijadikan tumpuan harapan keamanan dan keselamatan itu adalah firman yang mengajarkan tawakal, yaitu sikap bersandar dan percaya sepenuhnya kepada Allah, suatu nilai keagamaan yang sangat tinggi. Dengan tawakal itu orang menjadi teguh jiwanya, tidak mudah goyah. Dengan begitu ia juga merasa aman, karena yakin berada dalam pengayoman Tuhan. Tetapi semua itu tidak dipahami oleh seorang awam yang mungkin mempraktekkan resep kitab Mujarrabat. Maka "lompatan" kepada harapan timbulnya sesuatu yang bersifat supernatural itu benar-benar merupakan magisme semata. -------------------------------------------- (bersambung 3/3) Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah Editor: Budhy Munawar-Rachman Penerbit Yayasan Paramadina Jln. Metro Pondok Indah Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21 Jakarta Selatan Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173 Fax. (021) 7507174 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |