Islam Sekehendak Hati?
(Bonn, 2 September 1980)
Hingga orang yang sebelumnya menganut mazhab
"agnostisisme" dan menyokong Ludwig Wittgenstein, terperosok
menggunakan metode selektif dalam melihat Islam. Sebagian
orang berusaha memisahkan kandungan Al-Qur'an, antara
teks-teks yang berkaitan dengan ushuludin/pokok agama --yang
harus valid sepanjang masa-- dan norma-norma perilaku
kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi zaman. Mereka
mengatakan dengan keliru bahwa orang hendaklah bersikap
rasional dan tidak berlebihan, sehingga melupakan segi-segi
yang telah usang dalam Al-Qur'an dan tidak layak lagi.
Bagaimana dengan shalat lima kali dalam sehari? Puasa
selama sebulan? Larangan minum alkohol dan tidak mengambil
bunga bank? Menurut mereka itu semua boleh-boleh saja, namun
sudah tidak cocok lagi bagi masyarakat teknologi modern.
Sikap yang salah ini menunjukkan bahwa manusia telah
mulai memilah-milah Al-Qur'an dan memilih sekehendak
hatinya, mana yang ingin ia serahkan kepada kehendak
Allah.
Orang-orang yang mendapat petunjuk Islam akan tampak
menikmati perasaan mendapat petunjuk menuju jalan lurus,
tenang, dan nyaman. Oleh karena itu, diri mereka tampak
seirama dengan lingkungan mereka.
Selanjutnya, bagaimana orang dapat merasakan kenikmatan
yang diberikan Islam, jika orang tersebut tidak menyerahkan
dirinya kepada Allah secara total?
(sebelum,
sesudah)
|