Apakah Nomor 19 Merupakan Kunci
Rahasia?
(Brussel, 17 Desember 1985)
Dalam surat al-Muddatsir ayat 30 terdapat firman Allah,
"Padanya ada sembilan belas." Banyak sekali upaya-upaya
sepanjang zaman dalam menguak rahasia ayat ini. Apakah ia
menunjukkan jumlah bilangan malaikat yang terdapat pada ayat
berikutnya? Ataukah ia menunjukkan jumlah bilangan bintang
dan petunjuk-petunjuk ilmu falak (menurut aliran
Gnostisisme)? Ataukah ia menunjuk jumlah fungsi anatomi
tubuh dan jiwa, seperti yang diisyaratkan oleh dokter-dokter
muslim pada abad pertengahan? Hanya Allah Yang Mahatahu.
Dalam buku "Al-Qur'an: Sebuah Mukjizat yang Tampak di
depan Mata" (Taxon; 1982), karangan Rasyid Khalifah, imam
Masjid Taxon di wilayah Arizona, berusaha menyingkap peranan
yang dimainkan angka 19 dalam keseluruhan bangunan
Al-Qur'an. Akhirnya, ia berhasil membuktikan bahwa 19
membentuk unsur pembangun, tidak kurang dari 50 macam, tanpa
menggunakan langkah-langkah metafisika. Sebagai contoh ia
memperhatikan: (1) basmalah menjadi pembuka semua surat
Al-Qur'an, kecuali surat at-Taubah yang terdiri dari 19
huruf; (2) lima ayat pertama dalam surat yang pertama kali
turun (al-Alaq) terdiri dari 19 kata; (3) bilangan
surat-surat Al-Qur'an adalah hasil perkalian 19x6 = 114
surat; (4) asma Allah SWT muncul 2698 kali dalam Al-Qur'an,
angka ini bisa dibagi oleh angka 19.
Yang lebih mencengangkan lagi, Rasyid menyingkap bahwa
huruf-huruf samar yang menjadi pembuka beberapa surat;
selalu muncul dalam suratnya masing-masing dalam bilangan
yang menjadi kelipatan 19. Dia berpendapat bahwa ia mampu,
dengan metode ini, membuktikan secara materi bahwa Al-Qur'an
adalah wahyu Ilahi. Karenanya, ilmu pengetahuan menjadi
alternatif pengganti iman.
Sebenarnya, Rasyid ingin menunjukkan lewat analisisnya
terhadap Al-Qur'an bahwa ia telah berhasil mewujudkan apa
yang belum dicapai oleh para filosof sebelum dia. Maksudnya,
dalam menegakkan argumen materiil terhadap wujud Allah.
Ia juga berasumsi bahwa telah dibuktikan bahwa teks-teks
Al-Qur'an tidak pernah berubah dari dulu sampai bentuknya
yang sekarang. Ia tidak pernah berpikir bahwa logikanya itu
bukanlah barang baru. Namun, apakah penggunaan angka 19
dengan metode semacam ini bisa merusak kandungan bahasa dan
format bangunan Al-Qur'an di sisi lain?
Menurutku, metode Rasyid ini menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan lebih dari jawaban-jawaban yang ada.
Apakah dapat diterima bahwa wahyu lingual kontruksi angka?
Apakah dapat, dengan upaya-upaya yang serius dan sepadan,
sampai pada bangunan-bangunan Al-Qur'an yang bersandar pada
bilangan-bilangan lain dengan metode yang sama.
Dari sudut logika saja, apakah peran bangunan angka 19
bisa menjadi dalil yang pasti atas adanya hubungan antara
ayat 30 surat ke-74 ini dan bangunan Al-Qur'an, ataukah hal
ini tidak lebih dari kebetulan belaka?
Apakah kita bisa berasumsi bahwa penerbitan Al-Qur'an
(sesuai dengan turunnya wahyu) --dalam kodifikasinya-- bukan
hasil kerja keras manusia semata? Apakah Allah, misalnya,
memerintahkan pemisahan surat ke-113 dengan 114?
Sungguh, aku masih diliputi keraguan dengan
interpretasi-interpretasi semacam ini. Karena kita bersaksi,
"Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya." Kita
tidak melakukan hal yang demikian sebagai pembatasan adanya
dalil-dalil materiil atas hal itu.
Yang benar, tidak ada alternatif pengganti dari iman.
(sebelum,
sesudah)
|