Yang Mulia Attaturk dan
Keajaiban-keajaiban
(Evalik, 19 Juli 1985)
Dari mulut ke mulut beredar cerita bahwa telah terjadi
suatu mukjizat. Anda tinggal menyetir mobil Anda dari
Edermit ke laut Ega terus ke Evalik. Dekat Gomes, Anda bisa
melihat dengan mata kepala Anda sendiri bayangan rangkaian
gunung-gunung yang berjejer di sebelah kiri Anda. Di sana
terlukis sisi samping wajah Attaturk.
Seseorang tinggallah memberikan penghormatan kepada
pendiri Turki modern ini, setelah melihat panorama alam yang
sangat aneh. Sebuah detail raut wajah yang keras. Sekarang
manusia meramalkan bahwa fenomena ini akan terulang di
tempat-tempat lain di seluruh negeri.
Tampaknya, Musthafa Kamal mulai sibuk dengan kedudukannya
yang baru, keagungan. Lalu, apakah akan ada lagi Attaturk
agung baru?
Pemahamanku bertambah sekarang akan sikap
ketidaktoleransian Islam dalam memahat patung-patung yang
mempersonifikasikan manusia. Itu karena Anda tidak akan
sanggup meramal akhir perjalanan seorang tokoh yang
dipertuhankan.
Dekat Evalik, di teluk tertinggi yang hampir tenggelam
oleh sebuah laut dan karenanya mereka menyebutnya "laut
mati", para turis berdesak-desakan ingin melihat "mimbar
setan", yaitu sebuah batu besar tempat setan meninggalkan
bekas selebar tapak kuda yang mampu menampung banyak uang
logam kecil.
Persoalannya jadi lucu sekali, karena setiap kali
mengecil keyakinan manusia terhadap wujud setan,
kesohorannya semakin menjadi-jadi.
Karenanya, Carl Border memuja setan dengan ucapannya,
"Sungguh, prestasi terbesar setan adalah meyakinkan manusia
akan ketiadaan eksistensinya," --dan aku yakin bahwa hal
yang sama dapat ditujukan kepada Dinas Rahasia Soviet,
KGB.
Tidak syak lagi, seseorang hendaknya mengenal setan,
malaikat sesat yang bergelar iblis ini. Umat Islam
menganggapnya sebagai pembangkang, bukan sebagaimana yang
digambarkan oleh mitologi Persia dan Jerman kuno sebagai
kekuatan penentang (yang setara) dengan Allah.
Wajarlah jika bacaan Al-Qur'an --begitu juga shalat--
selalu dimulai dengan doa istiadzah ini, "Aku berlindung
kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk."
Dalam perjalanan pulang kami, setelah mandi di Olodanis
dengan air yang panasnya tidak kurang dari 32 celcius, kami
hendak berkunjung ke Masjid Evalik yang dulunya adalah
Gereja Katedral Ortodoks Romawi. Namun, berbeda dengan
kebiasaan masjid, ia cenderung ditutup. Memang tidak
semestinya, umat Islam di sini, shalat pada waktu antara
pagi/subuh dan shalat zuhur, tetapi untuk bekerja. Hanya
saja berbeda dengan gereja-gereja Protestan pada umumnya,
biasanya masjid selalu terbuka pada waktu-waktu seperti
ini.
Hal ini terjadi pada kami --maksudnya kami menemukan
masjid yang tertutup-- untuk pertama kalinya sejak sepekan
yang lalu, di Oscodar ketika kami berusaha mengunjungi
Masjid Sineli Kami' yang masyhur itu. Walau tidak ada di
tempat yang jelas, sedangkan bangunannya berplester biru,
sejak 400 tahun yang lalu. Alasannya sangat sederhana, takut
kecurian karpet.
Jika kita menerima hal ini, apa pantas pintu-pintu itu
tertutup untuk umat Islam? Apakah tidak lebih bijak, jika
masjid itu dikosongkan dari barang-barang berharga dengan
konsekuensi pintunya selalu terbuka?
(sebelum, sesudah)
|