|
|
ESENSI PAHAM AHMADIYYAH (2/3) oleh Sir Muhammad Iqbal Berbagai kontroversi yang timbul dari masalah-masalah ini merupakan salah satu bab terpenting dalam sejarah Islam di India. Ceritanya panjang dan masih menunggu pena yang tajam untuk menuliskannya. Para politisi Muslim yang perhatiannya tertuju terutama pada realitas-realitas dalam situasi itu berhasil mempengaruhi sebagian anggota Indian Ulama untuk menerima suatu garis argumen teologik yang mereka anggap cocok untuk memahami situasi tersebut; tetapi hanya dengan logika, tidak mudah untuk mematahkan kepercayaan-kepercayaan yang selama berabad-abad telah menguasai pemikiran ummat Muslim di India itu Dalam situasi semacam ini logika hanya dapat bekerja berdasarkan kelayakan politik atau sejalan dengan orientasi baru terhadap naskah-naskah ajaran dan tradisi-tradisi yang ada. Namun dalam hal mana pun di antara keduanya, argumen itu tidak akan berhasil menjangkau ummat Muslim. Bagi sebagian besar ummat Muslim yang memiliki kesadaran keagamaan mendalam hanya ada satu hal yang menjangkau mereka secara final, dan hal itu adalah Otoritas Allah. Untuk membantah berbagai kepercayaan ortodoks secara efektif perlu dicari landasan wahyu yang mendukung orientasi politik yang tepat terhadap ajaran-ajaran teologik yang terkait dalam persoalan-persoalan tersebut di atas. Landasan wahyu inilah yang secara baik sekali ditampilkan oleh Ahmadiyyah. Dan para anggota kelompok Ahmadi sendiri menganggap landasan ini sebagai pengabdian paling besar yang mereka lakukan untuk imperialisme Inggris. Pengakuan sebagai nabi yang menerima wahyu sebagai landasan bagi pandangan-pandangan teologik tentang arti pentingnya politik meningkat sampai dengan pernyataan bahwa orang-orang yang tidak mau menerima pandangan-pandangan orang yang menerima wahyu itu adalah orang-orang kafir secara mutlak dan akan dilemparkan ke dalam api Neraka. Arti penting dari gerakan itu sebagaimana saya pahami, bahwa keyakinan kelompok Ahmadi terhadap Jesus Kristus [Nabi Isa] yang mengalami kematian biasa dan kedatangannya yang kedua hanya berarti kedatangan seseorang yang secara spiritual "seperti dia," memberikan kepada gerakan itu sejenis penampilan rasional; tetapi keyakinan-keyakinan itu sebenarnya tidak esensial bagi gerakan itu. Menurut pendapat saya, keyakinan-keyakinan itu hanya merupakan langkah-langkah awal menuju kepada gagasan kenabian yang sempurna; dengannya sajalah tujuan-tujuan gerakan yang akhirnya diujudkan oleh kekuatan-kekuatan politik baru itu dapat terpenuhi. Di negara-negara yang masih belum maju sebenarnya bukan logika, melainkan otoritas, yang menghimbau rakyatnya. Karena sangat bodoh, sikap terlalu cepat percaya yang cukup aneh kadang-kadang ada bersama-sama dengan kecerdasan yang baik, dan orang yang cukup berani menyatakan dirinya sebagai penerima Wahyu yang penolakan terhadapnya akan menimbulkan kutukan untuk selama-lamanya, di dalam negara Islam mudah untuk ditemukan suatu teologi politik dan untuk dibentuk masyarakat yang ajarannya adalah sikap atau perilaku politik. Dan di Punjab, bahkan pernyataan-pernyataan teologik yang tidak jelas pun dengan mudah dapat menangkap dengan mudah petani yang tidak bersalah, yang selama berabad-abad telah mengalami segala macam penindasan. Pandit Jawahar Lal Nehru menasihati kelompok ortodoks pada semua agama untuk bersatu dan dengan itu tertangguhkan kedatangan apa yang dipahami sebagai Nasionalisme India. Nasihat yang ironik ini berisi dugaan bahwa Ahmadiyyah adalah gerakan pembaharuan; dia tidak mengetahui bahwa sejauh terlibat dengan masalah Islam di India, Ahmadiyyah mencakup masalah-masalah yang terpenting baik dalam bidang keagamaan maupun politik. Seperti sudah saya jelaskan di atas, fungsi Ahmadiyyah dalam sejarah pemikiran keagamaan dalam Islam adalah memberikan landasan wahyu bagi penundukan secara politik di India sekarang. Dengan mengesampingkan masalah-masalah yang murni bersifat keagamaan, berdasarkan masalah-masalah politik saja ia tidak akan membuka mulut orang seperti Pandit Jawahar Lal Nehru untuk menuduh ummat Muslim India sebagai konservatisme reaksioner. Saya tidak meragukan bahwa bila dia sudah menangkap sifat hakiki Ahmadiyyah dia pasti memahami sekali sikap ummat Muslim India terhadap gerakan agama yang menyatakan memiliki otoritas Ilahi untuk mengatasi penderitaan India. (bersambung 3/3) ------------------------------------------------------------ ISLAM DAN AHMADIYYAH oleh Sir Muhammad Iqbal JAWABAN TERHADAP PERTANYAAN-PERTANYAAN PANDIT JAWAHARLAL NEHRU Diterjemahkan oleh Machnun Husein (IAIN Walisongo Semarang) ISLAM DAN AHMADIYYAH Judul asli : ISLAM AND AHMADISM Replay to Questions Raised by Pandit Jawaharlal Nehru Pengarang: Sir Muhammad Iqbal Penerjemah: Machnun Husein Edisi bahasa Indonesia ini diterbitkan oleh PT BUMI AKSARA Jakarta Anggota IKAPI Cetakan pertama, Oktober 1991 Dicetak oleh Radar Jaya Offset Disain kulit oleh Ibnu Wahyudi Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) IQBAL, Muhammad, Sir. Islam dan ahmadiyah: jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan Jawaharlal Nehru/oleh Sir Muhammad Iqbal; penerjemah, Machnul Husein. -Ed.1, Cet. 1.- Jakarta: Bumi Aksara, 1991. xviii, 68 hlm,; 21 cm. Judul asli: Islam and Ahmadism, with a reply to questions raised by Pandit Jawaharlal Nehru. Untuk umum dan mahasiswa ISBN 979-526478-2. 1. Islam - Aliran dan sekte. 2. Ahmadiyah I. Judul. II. Husein, Makhnun. |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |