|
|
ESENSI PAHAM AHMADIYYAH (1/3) oleh Sir Muhammad Iqbal Sekarang kita sampai kepada esensi paham Ahmadiyyah. Pembahasan tentang sumber-sumber dan cara berfungsinya gagasan-gagasan Majusi pra-Islam, melalui saluran-saluran Tasawwuf, yang telah mempengaruhi pemikiran pendiri paham [Ahmadiyyah] tersebut sangat menarik bila dilihat dari sudut [ilmu] perbandingan agama. Namun tidak mungkin bagi saya untuk membahasnya di sini. Barangkali cukup bila dikatakan bahwa sifat hakiki dari paham Ahmadiyyah terletak di balik Tasawwuf dan Ilmu Kalam abad pertengahan itu. Oleh karena itu organisasi Indian Ulama menganggapnya sebagai gerakan teologik murni dan tampil dengan mempergunakan senjata-senjata teologik untuk menghadapinya. Tetapi saya yakin bahwa ini bukan metode yang tepat untuk menghadapi gerakan tersebut; dan karena itu keberhasilan organisasi Ulama itu hanya bersifat parsial. Analisis yang cermat dari sisi psikologik terhadap wahyu-wahyu yang diterima oleh pendiri paham tersebut barangkali merupakan suatu cara yang efektif untuk menyingkap kehidupan batin pribadinya. Dalam hubungan ini saya dapat menyebutkan kumpulan wahyu pendiri paham tersebut yang disusun oleh Maulvi Manzur Elahi, yang berisi banyak bahan dan yang beraneka-ragam untuk penelitian psikologik itu. Menurut pendapat saya buku [kumpulan wahyu] itu merupakan kunci untuk memahami sifat dan kepribadian pendiri paham tersebut; dan saya juga berharap bahwa pada suatu saat sejumlah pengkaji psikologi modern akan melakukan kajian secara cermat terhadapnya. Bila dia mempergunakan Al-Qur'an sebagai ukuran, karena memang dengan berbagai alasan yang tidak dapat dijelaskan di sini dia harus mempergunakannya, dan mengembangkan kajiannya sampai kepada penelaahan secara komparatif terhadap pengalaman-pengalaman pendiri gerakan Ahmadiyyah itu dengan pengalaman-pengalaman tokoh mistik kontemporer yang bukan Muslim, seperti Rama Dishna dari Benggali, dia pasti akan menemukan lebih dari satu hal yang mengejutkan mengenai sifat pengalaman yang menjadi alasan kenabian sebagaimana diakui oleh pendiri paham Ahmadiyyah itu. Metode lain yang juga efektif dan lebih bermanfaat, dari sudut pandang orang yang berhati lurus, adalah memahami kandungan yang sebenarnya dari paham Ahmadiyyah dari sudut pandang sejarah pemikiran teologik Islam di India, setidak-tidaknya sejak tahun 1799. Tahun 1799 ini benar-benar sangat penting dalam sejarah dunia Islam. Pada tahun ini Sultan Tippu jatuh, dan kejatuhannya berarti padamnya harapan-harapan ummat Muslim untuk mendapatkan prestise politik di India. Pada tahun yang sama terjadi pertempuran di Navarneo yang menyaksikan kehancuran pasukan Turki. Nubuwwah adalah kata-kata penulis kronogram kejatuhan Tippu yang ditemukan oleh para pengunjung Serangapatam terpahat di dinding makam Tippu: "Telah hilang kejayaan Indus dan juga kejayaan Roum." Jadi pada tahun 1799 itulah kehancuran politik Islam di Asia mencapai puncaknya. Tetapi sebagaimana munculnya bangsa Jerman modern setelah hancurnya Jerman di hari Jena, secara tepat dapat dikatakan bahwa setelah hancurnya Islam di tahun 1799 itu muncullah Islam modern berikut persoalan-persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan saya jelaskan kemudian. Untuk sekarang saya ingin meminta perhatian para pembaca mengenai beberapa masalah yang telah timbul di India yang Islam sejak jatuhnya Tippu dan perkembangan imperialisme Eropa di Asia. Apakah gagasan Khilafah dalam Islam merupakan lembaga keagamaan? Bagaimana ummat Muslim India, dan demikian juga bagaimana semua ummat Muslim di luar Turki harus dikaitkan, dengan Khilafah Turki 'Usmani? Apakah India itu Darul-Harb ataukah Darul-Islam?[1] Apakah makna yang sebenarnya dari doktrin jihad dalam Islam? Apakah makna "dari antara kamu" dalam ayat Al-Qur'an: "Taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul dan para penguasa di antara kamu?[2] Bagaimanakah kedudukan hadis Nabi yang meramalkan akan datangnya Imam Mahdi? Masalah-masalah ini dan beberapa masalah lain yang timbul sesudahnya, dengan berbagai alasan yang ada, merupakan masalah-masalah bagi ummat Muslim India saja. Tetapi imperialisme Eropa, yang pada saat itu dengan cepat menyusup ke dunia Islam, juga menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah tersebut. (bersambung 2/3) Catatan kaki: [1] Darul-Harb [secara harfiah berarti negara yang harus diperangi] dan Darul-Islam [Negara Islam] adalah istilah-istilah yang dicetuskan oleh para fuqaha di masa lampau. Pembedaan negara ke dalam dua istilah atau sebutan itu didasarkan: (1) apakah ia diperintah oleh ummat Muslim atau bukan, dan (2) apakah hukum Islam di negara tersebut ataukah tidak. Bila diperintah oleh ummat Muslim atau hukum Islam berlaku di suatu negara, ia disebut Darul-Islam; dan bila sebaliknya ia disebut Darul-Harb. (MH) [2] Q.S. 4:59 ------------------------------------------------------------ ISLAM DAN AHMADIYYAH oleh Sir Muhammad Iqbal JAWABAN TERHADAP PERTANYAAN-PERTANYAAN PANDIT JAWAHARLAL NEHRU Diterjemahkan oleh Machnun Husein (IAIN Walisongo Semarang) ISLAM DAN AHMADIYYAH Judul asli : ISLAM AND AHMADISM Replay to Questions Raised by Pandit Jawaharlal Nehru Pengarang: Sir Muhammad Iqbal Penerjemah: Machnun Husein Edisi bahasa Indonesia ini diterbitkan oleh PT BUMI AKSARA Jakarta Anggota IKAPI Cetakan pertama, Oktober 1991 Dicetak oleh Radar Jaya Offset Disain kulit oleh Ibnu Wahyudi Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) IQBAL, Muhammad, Sir. Islam dan ahmadiyah: jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan Jawaharlal Nehru/oleh Sir Muhammad Iqbal; penerjemah, Machnul Husein. -Ed.1, Cet. 1.- Jakarta: Bumi Aksara, 1991. xviii, 68 hlm,; 21 cm. Judul asli: Islam and Ahmadism, with a reply to questions raised by Pandit Jawaharlal Nehru. Untuk umum dan mahasiswa ISBN 979-526478-2. 1. Islam - Aliran dan sekte. 2. Ahmadiyah I. Judul. II. Husein, Makhnun. |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |