|
CATATAN PENERJEMAH
Serangkaian biografi dari sejarah Islam dimulai dari
Hayatu Muhammad, as-Siddiq Abu Bakr,
al-Faruq 'Umar dan 'Usman bin 'Affan dalam
bahasa Arab sudah selesai ditulis oleh Dr. Haekal dan sudah
diterbitkan. Biografi Usman dalam rangkaian terakhir
biografi itu tak sempat diselesaikan sampai akhir. Ia
menulis semua itu sepulangnya ke tanah air, setelah
menyelesaikan studi-studi doktoralnya dan memperoleh Ph.D.
di bidang ekonomi-makro dan politik di Sorbonne, Paris,
1912, dengan disertasi La Dette publique egyptienne.
Sebelum itu, dalam tahun 1905-1909 ia mengambil bidang hukum
sampai selesai.
Sejak sebelum ketiga buku biografi itu terbit orang sudah
tahu Haekal adalah cendekiawan Mesir terkenal, biografer
yang diakui luas di tanah airnya dan di luar. Ketika tinggal
di Eropa ia menulis beberapa biografi tokoh sejarah di Barat
-- Jean Jacques Rousseau, Shakespeare, Shelley, Anatole
France sampai kepada Hippolyte Taine, dengan gaya yang khas
dan sudah cukup dikenal. Ia menulis biografi Kleopatra,
Mustafa Kamil dan Gandi di Timur. Di negerinya, orang
menulis biografi tentang Haekal, dalam bentuk disertasi atau
buku, dalam bahasa Arab, juga di Barat, orang menulis
tentang dia dalam bahasa-bahasa Jerman, Inggris dan
Francis.
Kajiannya kemudian meluas ke masalah-masalah sosial
budaya. Ia menulis novel, cerita pendek dan kritik sastra.
Ia menulis Zainab ketika masih tinggal di Paris,
sebuah novel dengan warna lokal yang memesonakan,
mengisahkan kehidupan masyarakat tani di desanya dulu, untuk
mengenangkan rindunya ke kampung halaman, dan orang
menilainya sebagai novel modern pertama dalam bahasa Arab,
yang kemudian justru difilmkan di Jerman. Ia pernah memimpin
Al-Ahram, harian terbesar di Timur Tengah. Ia menulis
soal-soal politik dan sosial budaya. Kemudian mendirikan
surat kabar politik, As-Siyasah dan mingguan dengan
nama yang sama, sebagai organ Partai Liberal Konstitusi yang
dipimpinnya sampai tahun 1952.
Bertugas dalam birokrasi ia pernah menjadi menteri
negara, sebagai menteri sosial dan dua kali menjadi menteri
pendidikan.
Setelah mencapai lebih setengah abad usianya itu, hatinya
tergerak saat diketahuinya umat Islam, terutama kalangan
awamnya di tanah airnya mau dijadikan sasaran propaganda
misi agama lain. Perhatiannya lalu dicurahkan ke
masalah-masalah Islam. Selama empat tahun dipelajarinya
sejarah Nabi dari sumber-sumber yang autentik dan dibacanya
apa yang ditulis oleh kalangan Orientalis tentang Muhammad,
dan juga oleh kalangan penulis Islam sendiri. Setelah itulah
ia mulai- menyusun program penulisan sejarah Nabi. Sejauh
yang dapat dilakukannya, ia akan menjaga bobot ilmiahnya
atas dasar kebenaran, dan ini yang dapat kita rasakan, buku
yang kemudian sangat terkenal itu, Hayatu Muhammad
(Sejarah Hidup Muhammad), indah dan samasekali baru
dalam penulisan sejarah hidup Muhammad. Setelah itu
dilanjutkannya dengan studi lain, tentang Abu Bakr dan Umar,
sampai kedua buku itu terbit.
Rencananya akan diteruskan dengan biografi Usman bin
Affan dan Ali bin Abi Talib, tetapi umur telah lebih dulu
menjemputnya dan pengarang ini berpulang ke rahmatullah
ketika biografi Usman baru sampai permulaan bab empat, dan
kelanjutannya diselesaikan oleh Profesor Dr. Jamaluddin
Surur, guru besar sejarah Islam di fakultas sastra
Universitas Kairo -- seperti yang akan dapat kita baca dalam
penjelasan Dr. Ahmad Haekal, putra bungsu almarhum Dr.
Muhammad Husain Haekal (1888-1956) dalam kata pengantar yang
sangat berharga untuk mendasari buku itu. Ia merangkum dan
mencatat titik-titik penting di sekitar terbentuknya
Khalifah ketiga ini.
Kalau kita membaca ketiga biografi sebelumnya itu, yang
juga sudah terbit terjemahannya dalam bahasa Indonesia,
bagaimana pengarang membuat studi mengenai
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dan membahasnya
secara mendalam, membuat kesimpulan dan di mana perlu
memberikan pendapatnya. Kita melihat Amirulmukminin Umar bin
Khattab, mujahid dan mujtahid besar itu, pada akhir hayatnya
memelopori pembentukan majelis syura untuk memilih seorang
calon khalifah. Dalam hal ini Umar mengambil jalan tengah --
antara mengikuti jejak Rasulullah yang membiarkan pemilihan
khalifahnya dimusyawarahkan oleh para sahabat -- dengan
jejak pendahulunya Abu Bakr as-Siddiq sebagai suatu sistem
yang telah menunjuk penggantinya, yakni Umar sendiri.
Tetapi Umar telah berijtihad dengan menerjemahkannya ke
dalam bentuk majelis syura. Ia memilih enam orang sahabat
teras dengan alasan dan pertimbangan yang masuk akal, yakni
mereka yang hanya terdiri atas Muhajirin tanpa Ansar dan
diwakili oleh anggota kabilah terbesar dan berpengaruh dari
kalangan Kuraisy. Langkah ini kemudian berakhir dengan
terpilihnya Usman.
Barangkali langkah ini sudah merupakan bentuk demokrasi
tersendiri atau demokrasi representatif terbatas, yang untuk
selanjutnya dapat dikembangkan lebih luas lagi sebagai
sistem demokrasi altematif. Tetapi ini jelas berbeda dengan
demokrasi Barat yang kita kenal selama ini. Demokrasi Barat
yang bersumber pada tradisi Yunani sekitar dua puluh empat
abad silam dalam bentuk demokrasi langsung atau demokrasi
perwakilan. Hal ini dimungkinkan karena jumlah penduduk yang
sangat terbatas dan dalam bentuk negara-negara-kota
(city-states), yang juga kemudian pada abad pertama
Masehi muncul di Roma. Demokrasi Abad Pertengahan Eropa
punya corak sendiri pula, berlanjut dengan lahirya revolusi
dan deklarasi kemerdekaan Amerika dan revolusi Prancis
tentang hak-hak penduduk laki-laki dalam abad ke-18, dengan
beberapa macam diskriminasi, seperti perempuan dan kaum
budak yang tak punya hak pilih, sampai lahirya demokrasi
yang kita kenal sekarang dan demokrasi semu di negara-negara
totaliter dan bukan totaliter dalam abad ke-20 ini.
Memang, buah sejarah yang menimpa Usman dan
pemerintahannya bukan akibat sistem musyawarah atau sistem
demokrasi. Semua ini tentu tak ada hubungannya dengan
kejatuhan Usman. Menjelang akhir masa pemerintahannya itu
timbul kegelisahan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap
politiknya tanpa ada kejelasan apa benar alasannya. Suasana
yang mulai memanas ini kemudian diperburuk oleh kedatangan
manusia misterius bernama Abdullah bin Saba' -- orang Yahudi
ibu Abisinia -- dari Yaman yang masuk Islam di masa Usman,
dan ia leluasa berpindahpindah dari kota ke kota,
menyebarkan jaringan fitnah yang berakibat timbulnya
pemberontakan di sana sini anti Khalifah Usman sampai
berakhir dengan kematian tragis Khalifah tua yang cinta
damai itu.
Bogor, 15 September 2001
PENERJEMAH
|