Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PENUTUP (3/3)

Perputaran waktu, timbulnya semangat kegolongan dan pengaruhnya terhadap sistem Kedaulatan Islam

Tetapi waktu itu mulai berputar tatkala tenaga-tenaga penggerak sudah mulai lemah untuk berinteraksi dengan unsur-unsur yang menjadi ciri khas masing-masing bangsa dalam Kedaulatan itu, interaksi yang akan memperkuat pertumbuhan dan kewibawaan Kedaulatan tersebut. Kendati unsur-unsur perpecahan dan kelemahan sejak masa permulaan sekali-sekali keluar dari tempat persembunyian dan dari jaringannya namun selalu terpukul mundur berhadapan dengan kesehatan yang prima dalam tubuh Kedaulatan itu. Hanya saja setiap ia muncul meninggalkan bekas yang kadang menjadi pembicaraan orang, tak lama kemudian karena adanya peristiwa-peristiwa besar di sekitar mereka yang harus mereka hadapi, penyakit ini terlupakan.

Terbunuhnya Umar merupakan pengaruh pertama yang jelas sekali munculnya unsur-unsur perpecahan itu dari sarangnya. Setelah Usman naik dan berhasil menumpas fitnah yang hampir merebak tatkala Ubaidillah bin Umar membunuh orang-orang yang diyakini bahwa mereka itulah yang berkomplot membunuh ayahnya, perhatian orang sedang tertuju ke soal perang dan soal pembebasan serta untuk memperkuat sendi-sendi Kedaulatan yang ada.

Setelah enam tahun pemerintahan Usman bin Affan berdiri, pertentangan lama antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah mulai timbul lagi, keluar dari sarang tempat persembunyiannya. Soalnya, karena ketika itu Usman lebih mengutamakan kerabat-kerabatnya untuk jabatan-jabatan birokrasi. Lawan-lawannya menghasut umat Islam di seluruh Kedaulatan itu. Karena tindakannya itulah orang mendapat alasan untuk melancarkan kecaman kepadanya. Hasutan itu kemudian berakhir dengan kerusuhan. Kaum Muslimin yang tinggal di Mesir terkena dampak yang dalam sekali karena kerusuhan ini telah mengakibatkan terbunuhnya Usman. Sesudah Khalifah yang sudah tua ini wafat, Ali bin Abi Talib dibaiat sebagai Khalifah menggantikannya. Sekarang Banu Umayyah menuntut darah Usman, yang kemudian dibakar dengan kerusuhan membabi buta. Di seluruh Kedaulatan itu Muslimin pecah: satu golongan membela Banu Hasyim dan yang golongan yang lain membela Banu Umayyah.

Kerusuhan itu berakhir dengan terbunuhnya Ali dan Husain anaknya. Sekarang yang memegang pimpinan umat Islam Banu Umayyah. Kerusuhan itu tidak sampai mengganggu bangunan Kedaulatan Islam, kendati sudah diguncang begitu keras, sebab sendi-sendi bangunan ini memang sangat kukuh sekali. Di samping itu, unsur-unsur perpecahan itu masih terlalu lemah, mengingat negeri-negeri yang kalah masih memikul aib kekalahannya, dan karena kelemahan yang diwarisi dari penguasa-penguasa terdahulu. Itu sebabnya tak lama ketika keadaan di tangan Banu Umayyah mulai stabil, kembali lagi ia meneruskan politik pembebasan yang sudah dimulai oleh para khalifah sebelumnya. Sekarang unsur-unsur perpecahan itu kembali ke tempat persembunyiannya, dan bangsa-bangsa dalam Kedaulatan itu mulai saling membantu memperkuat struktur besar itu - struktur kebudayaan Islam.

Tetapi ternyata kekacauan itu telah melicinkan jalan bagi bangsa-bangsa yang dibebaskan untuk mengembalikan vitalitas mereka serta menentukan tujuannya sendiri demikian rupa sehingga dapat meraih kekuasaan baginya di bawah bendera peradaban baru. Dalam hal ini Persia adalah di antara mereka yang paling cekatan dan paling cepat mencapai tujuan itu. Mereka melihat Banu Hasyim ingin menuntut balas untuk Ali dan Husain dan untuk mereka yang menjadi korban Banu Umayyah. Para pemikir Persia itu mulai merancang imamah sebagai suatu ideologi berikut imamnya, dan ini banyak menarik hati orang-orang Persia dan Irak. Lalu mereka menggabungkan diri kepada Ali dan pembela-pembelanya. Selanjutnya mereka memberikan dukungan kepada Abu Muslim al-Khurasani hingga berakhir dengan kemenangan Banu Abbas terhadap Banu Umayyah, dan ibu kota pun kemudian dipindahkan dari Damsyik ke Bagdad.

Dengan stabilnya keadaan Banu Abbas, maka menteri-menteri yang diangkat dan para penasihatnya adalah orang-orang Persia. Pengaruh mereka dalam sejarah Islam memang menonjol sekali. Untuk menilai pengaruh ini cukup kalau kita ingat saja misalnya apa yang terjadi pada masa itu, seperti pengumpulan hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam, penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, kepiawaian orang-orang Persia dalam prosa dan puisi yang telah menerjemahkan berbagai macam budaya Persia ke dalam bahasa Qur'an. Pada waktu itu ilmu, seni dan sastra berkembang demikian rupa sehingga mengundang perhatian dunia. Ilmu dan seni itu kemudian diperkaya dengan karya-karya para jenius masing-masing bangsa dalam lingkungan Kedaulatan Islam itu. Dengan demikian kedudukan kebudayaan Islam menjadi besar dan dapat membimbing dunia selama beberapa abad dan generasi.

Akibat hasil-hasil kemajuan itu maka lahirlah pelbagai macam aliran pikiran dalam ilmu kalam dan ilmu fikih, dalam sastra dan bahasa, berbagai bentuk politik dan pemerintahan, dan dalam segala ekspresi pikiran serta dampaknya. Akibat dari semua itu, setiap bangsa dapat mewarnai pemikiran Islamnya dengan ciri khas bangsanya, dan pemikirannya disiarkan ke segenap kawasan Kedaulatan itu. Pemikiran demikian dapat diterima karena sudah diwarnai dengan warna Islam dan ditulis dalam bahasa Arab. Dengan demikian setiap bangsa dapat mengambil kembali kepribadiannya sendiri yang tertuang dalam acuan bercorak Arab yang berkebudayaan Islam. Maka tibalah saatnya setiap bangsa itu ingin menduduki kekuasaan dalam Kedaulatan itu. Kalau tidak berhasil ia cenderung mencapai kemerdekaannya sendiri sebagai bangsa, di bawah naungan kebudayaan ini.

Dengan demikian lepaslah sistem Kedaulatan itu, dan tak ada lagi kesatuan politik dengan bertujuan menyiarkan risalah Islam kepada umat manusia. Begitu juga konsep nasionalisme menjadi dominan dalam kekuasaan dan pemerintahan. Konsep ini tetap dominan sesudah Turki menguasai wilayah-wilayah Imperium itu semua, dan dihimpun kembali dengan kekuasaan sebagai pemenang, dan dari sini lahirlah Imperium Usmani. Kekuasaan Imperium Turki adalah nasionalisme, bukan Arab yang didasarkan pada Islam. Oleh karenanya, bukanlah penyiaran risalah Islam yang menjadi tujuannya, tetapi Islam dijadikan sarana untuk mempertahankan kedudukan dan kekuasaannya.

***

Inilah sekadar sekilas lintas interaksi unsur-unsur yang ingin saya kemukakan yang menjadi jati diri setiap bangsa dalam Kedaulatan Islam itu, masing-masingnya dalam waktu-waktu yang berbeda. Saya ingin menjelaskan apa yang telah menjadi penyebab lahirnya Kedaulatan dan kekuatannya itu, serta terbentuknya peradaban dan kemegahan Islam, kemudian penyebab menyusupnya kelemahan ke dalam tubuh Kedaulatan ini. Agaknya pembaca sependapat dengan saya bahwa penjelasan berikut analisis mengenai unsur-unsur ini, kemudian bentuk-bentuk interaksinya serta hubungannya dengan bangsa-bangsa dan peradaban-peradaban lain, yang terlihat dan yang masih tersembunyi sepanjang perjalanan sejarah. Semua itu akan menyebarluaskan penerangan baru yang sangat diperlukan oleh dunia Islam, bahkan oleh dunia secara keseluruhan!

Penulis-penulis Arab dan Muslim, begitu juga kalangan orientalis, besar sekali jasanya dalam mengemukakan begitu banyak segi sejarah berupa studi dan analisis. Dalam hal ini saya ingin sekali mengikuti jerih payah itu bersama-sama dengan mereka, dengan metode yang saya lakukan sejak saya menulis Sejarah Hidup Muhammad, dan dalam niat saya, dalam seri keempat pembahasan ini tujuan saya ingin sekali membuat analisis tentang apa yang terjadi antara kekhalifahan Usman dengan kerajaan Banu Umayyah, tanpa melepaskan perkiraan saya, betapa sulit dan pentingnya perjalanan sejarah selama masa Imperium ini.

Semoga Allah selalu membimbing saya dalam usaha ini, seperti bimbingan yang sudah diberikan kepada saya sebelum ini. Segala bimbingan dan hidayah hanyalah dari Allah Yang Mahakuasa, dan hanya kepada-Nya juga segala persoalan akan kembali.

Catatan Kaki:

  1. Maknawi, dari kata bahasa Arab ma'nawi tidak saya terjemahkan kecuali ejaannya diganti, yang berarti nirbenda atau immaterial, kebalikannya dari maddi atau materi, dapat dibandingkan dengan rohani dan jasmani. Dalam KBBI kata ini mempunyai dua arti: 1. mengenai makna; 2. asasi; penting. - Pnj.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team