|
PENUTUP (3/3)
Perputaran waktu, timbulnya semangat
kegolongan dan pengaruhnya terhadap sistem Kedaulatan
Islam
Tetapi waktu itu mulai berputar tatkala tenaga-tenaga
penggerak sudah mulai lemah untuk berinteraksi dengan
unsur-unsur yang menjadi ciri khas masing-masing bangsa
dalam Kedaulatan itu, interaksi yang akan memperkuat
pertumbuhan dan kewibawaan Kedaulatan tersebut. Kendati
unsur-unsur perpecahan dan kelemahan sejak masa permulaan
sekali-sekali keluar dari tempat persembunyian dan dari
jaringannya namun selalu terpukul mundur berhadapan dengan
kesehatan yang prima dalam tubuh Kedaulatan itu. Hanya saja
setiap ia muncul meninggalkan bekas yang kadang menjadi
pembicaraan orang, tak lama kemudian karena adanya
peristiwa-peristiwa besar di sekitar mereka yang harus
mereka hadapi, penyakit ini terlupakan.
Terbunuhnya Umar merupakan pengaruh pertama yang jelas
sekali munculnya unsur-unsur perpecahan itu dari sarangnya.
Setelah Usman naik dan berhasil menumpas fitnah yang hampir
merebak tatkala Ubaidillah bin Umar membunuh orang-orang
yang diyakini bahwa mereka itulah yang berkomplot membunuh
ayahnya, perhatian orang sedang tertuju ke soal perang dan
soal pembebasan serta untuk memperkuat sendi-sendi
Kedaulatan yang ada.
Setelah enam tahun pemerintahan Usman bin Affan berdiri,
pertentangan lama antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah
mulai timbul lagi, keluar dari sarang tempat
persembunyiannya. Soalnya, karena ketika itu Usman lebih
mengutamakan kerabat-kerabatnya untuk jabatan-jabatan
birokrasi. Lawan-lawannya menghasut umat Islam di seluruh
Kedaulatan itu. Karena tindakannya itulah orang mendapat
alasan untuk melancarkan kecaman kepadanya. Hasutan itu
kemudian berakhir dengan kerusuhan. Kaum Muslimin yang
tinggal di Mesir terkena dampak yang dalam sekali karena
kerusuhan ini telah mengakibatkan terbunuhnya Usman. Sesudah
Khalifah yang sudah tua ini wafat, Ali bin Abi Talib dibaiat
sebagai Khalifah menggantikannya. Sekarang Banu Umayyah
menuntut darah Usman, yang kemudian dibakar dengan kerusuhan
membabi buta. Di seluruh Kedaulatan itu Muslimin pecah: satu
golongan membela Banu Hasyim dan yang golongan yang lain
membela Banu Umayyah.
Kerusuhan itu berakhir dengan terbunuhnya Ali dan Husain
anaknya. Sekarang yang memegang pimpinan umat Islam Banu
Umayyah. Kerusuhan itu tidak sampai mengganggu bangunan
Kedaulatan Islam, kendati sudah diguncang begitu keras,
sebab sendi-sendi bangunan ini memang sangat kukuh sekali.
Di samping itu, unsur-unsur perpecahan itu masih terlalu
lemah, mengingat negeri-negeri yang kalah masih memikul aib
kekalahannya, dan karena kelemahan yang diwarisi dari
penguasa-penguasa terdahulu. Itu sebabnya tak lama ketika
keadaan di tangan Banu Umayyah mulai stabil, kembali lagi ia
meneruskan politik pembebasan yang sudah dimulai oleh para
khalifah sebelumnya. Sekarang unsur-unsur perpecahan itu
kembali ke tempat persembunyiannya, dan bangsa-bangsa dalam
Kedaulatan itu mulai saling membantu memperkuat struktur
besar itu - struktur kebudayaan Islam.
Tetapi ternyata kekacauan itu telah melicinkan jalan bagi
bangsa-bangsa yang dibebaskan untuk mengembalikan vitalitas
mereka serta menentukan tujuannya sendiri demikian rupa
sehingga dapat meraih kekuasaan baginya di bawah bendera
peradaban baru. Dalam hal ini Persia adalah di antara mereka
yang paling cekatan dan paling cepat mencapai tujuan itu.
Mereka melihat Banu Hasyim ingin menuntut balas untuk Ali
dan Husain dan untuk mereka yang menjadi korban Banu
Umayyah. Para pemikir Persia itu mulai merancang imamah
sebagai suatu ideologi berikut imamnya, dan ini banyak
menarik hati orang-orang Persia dan Irak. Lalu mereka
menggabungkan diri kepada Ali dan pembela-pembelanya.
Selanjutnya mereka memberikan dukungan kepada Abu Muslim
al-Khurasani hingga berakhir dengan kemenangan Banu Abbas
terhadap Banu Umayyah, dan ibu kota pun kemudian dipindahkan
dari Damsyik ke Bagdad.
Dengan stabilnya keadaan Banu Abbas, maka menteri-menteri
yang diangkat dan para penasihatnya adalah orang-orang
Persia. Pengaruh mereka dalam sejarah Islam memang menonjol
sekali. Untuk menilai pengaruh ini cukup kalau kita ingat
saja misalnya apa yang terjadi pada masa itu, seperti
pengumpulan hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah
Sallallahu alaihi wa sallam, penerjemahan karya-karya
filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, kepiawaian orang-orang
Persia dalam prosa dan puisi yang telah menerjemahkan
berbagai macam budaya Persia ke dalam bahasa Qur'an. Pada
waktu itu ilmu, seni dan sastra berkembang demikian rupa
sehingga mengundang perhatian dunia. Ilmu dan seni itu
kemudian diperkaya dengan karya-karya para jenius
masing-masing bangsa dalam lingkungan Kedaulatan Islam itu.
Dengan demikian kedudukan kebudayaan Islam menjadi besar dan
dapat membimbing dunia selama beberapa abad dan
generasi.
Akibat hasil-hasil kemajuan itu maka lahirlah pelbagai
macam aliran pikiran dalam ilmu kalam dan ilmu fikih, dalam
sastra dan bahasa, berbagai bentuk politik dan pemerintahan,
dan dalam segala ekspresi pikiran serta dampaknya. Akibat
dari semua itu, setiap bangsa dapat mewarnai pemikiran
Islamnya dengan ciri khas bangsanya, dan pemikirannya
disiarkan ke segenap kawasan Kedaulatan itu. Pemikiran
demikian dapat diterima karena sudah diwarnai dengan warna
Islam dan ditulis dalam bahasa Arab. Dengan demikian setiap
bangsa dapat mengambil kembali kepribadiannya sendiri yang
tertuang dalam acuan bercorak Arab yang berkebudayaan Islam.
Maka tibalah saatnya setiap bangsa itu ingin menduduki
kekuasaan dalam Kedaulatan itu. Kalau tidak berhasil ia
cenderung mencapai kemerdekaannya sendiri sebagai bangsa, di
bawah naungan kebudayaan ini.
Dengan demikian lepaslah sistem Kedaulatan itu, dan tak
ada lagi kesatuan politik dengan bertujuan menyiarkan
risalah Islam kepada umat manusia. Begitu juga konsep
nasionalisme menjadi dominan dalam kekuasaan dan
pemerintahan. Konsep ini tetap dominan sesudah Turki
menguasai wilayah-wilayah Imperium itu semua, dan dihimpun
kembali dengan kekuasaan sebagai pemenang, dan dari sini
lahirlah Imperium Usmani. Kekuasaan Imperium Turki adalah
nasionalisme, bukan Arab yang didasarkan pada Islam. Oleh
karenanya, bukanlah penyiaran risalah Islam yang menjadi
tujuannya, tetapi Islam dijadikan sarana untuk
mempertahankan kedudukan dan kekuasaannya.
***
Inilah sekadar sekilas lintas interaksi unsur-unsur yang
ingin saya kemukakan yang menjadi jati diri setiap bangsa
dalam Kedaulatan Islam itu, masing-masingnya dalam
waktu-waktu yang berbeda. Saya ingin menjelaskan apa yang
telah menjadi penyebab lahirnya Kedaulatan dan kekuatannya
itu, serta terbentuknya peradaban dan kemegahan Islam,
kemudian penyebab menyusupnya kelemahan ke dalam tubuh
Kedaulatan ini. Agaknya pembaca sependapat dengan saya bahwa
penjelasan berikut analisis mengenai unsur-unsur ini,
kemudian bentuk-bentuk interaksinya serta hubungannya dengan
bangsa-bangsa dan peradaban-peradaban lain, yang terlihat
dan yang masih tersembunyi sepanjang perjalanan sejarah.
Semua itu akan menyebarluaskan penerangan baru yang sangat
diperlukan oleh dunia Islam, bahkan oleh dunia secara
keseluruhan!
Penulis-penulis Arab dan Muslim, begitu juga kalangan
orientalis, besar sekali jasanya dalam mengemukakan begitu
banyak segi sejarah berupa studi dan analisis. Dalam hal ini
saya ingin sekali mengikuti jerih payah itu bersama-sama
dengan mereka, dengan metode yang saya lakukan sejak saya
menulis Sejarah
Hidup Muhammad, dan dalam niat saya, dalam seri
keempat pembahasan ini tujuan saya ingin sekali membuat
analisis tentang apa yang terjadi antara kekhalifahan Usman
dengan kerajaan Banu Umayyah, tanpa melepaskan perkiraan
saya, betapa sulit dan pentingnya perjalanan sejarah selama
masa Imperium ini.
Semoga Allah selalu membimbing saya dalam usaha ini,
seperti bimbingan yang sudah diberikan kepada saya sebelum
ini. Segala bimbingan dan hidayah hanyalah dari Allah Yang
Mahakuasa, dan hanya kepada-Nya juga segala persoalan akan
kembali.
Catatan Kaki:
- Maknawi, dari kata bahasa Arab ma'nawi tidak saya
terjemahkan kecuali ejaannya diganti, yang berarti
nirbenda atau immaterial, kebalikannya dari maddi atau
materi, dapat dibandingkan dengan rohani dan jasmani.
Dalam KBBI kata ini mempunyai dua arti: 1. mengenai
makna; 2. asasi; penting. - Pnj.
|