Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PENUTUP (2/3)

Pengaruh agama dan bahasa yang harmonis dalam kesatuan Kedaulatan

Dalam buku ini sudah beberapa kali saya singgung tentang keluhuran budi dan maknawi orang-orang Arab yang begitu kuat setelah Islam menghancurkan belenggu paganisme yang selama itu menghantui mereka, dan sesudah mereka bersatu dalam satu akidah dan di bawah satu panji. Kemenangan Muslimin menghadapi dua singa raksasa - Persia dan Rumawi - juga memberi pengaruh yang positif di negeri-negeri yang dikalahkan itu. Ketika itu maraknya intrik-intrik di dalam istana menjadi penyebab utama ketidakstabilan dan kekacauan serta buruknya pemerintahan di Persia, dan penindasan agama menjadi penyebab utama buruknya pemerintahan Rumawi di Syam dan Mesir. Setelah pasukan Muslimin dapat mengalahkan Irak dan Persia, tak ada lagi intrik-intrik dalam istana itu. Dengan demikian setiap amir (emir) disibukkan oleh emiratnya (wilayahnya) masing-masing. Mereka berusaha memperbaiki kebijakannya agar tidak mendapat teguran dan kemarahan wakil-wakil Muslimin dan Amirulmukminin. Pihak Irak dan Persia merasakan unggulnya pihak Muslimin dari mereka justru karena keadilan pemerintahannya. Dengan nalurinya mereka sadar bahwa kalau mereka tidak memperlihatkan itikad baik kepada pihak Muslimin, rasa hina karena kekalahan mereka itu tak akan ada akhirnya, malah di mata pihak pemenang nasib mereka akan lebih buruk lagi, dan hanya akan menjadi ejekan dan hinaan. Oleh karena itu mereka mulai memperlihatkan peninggalan bangsa mereka yang terbaik, juga sifat-sifat terbaik bangsa dalam ilmu, kesenian dan kerajinan, yang mereka warisi dari nenek moyang. Dalam hal ini semua mereka memang sudah cukup kaya dan berpengaruh, yang dalam kenyataan memang tak dapat dikejar oleh orang Arab.

Begitu juga yang dilakukan pihak Syam dan Mesir. Sesudah kedatangan Muslimin membebaskan negeri mereka, tak ada lagi penindasan agama, dan dengan demikian kebencian dan kemarahan mereka pun berangsur reda, yang sedianya timbul karena buruknya pemerintahan dan kekacauan yang selalu terjadi di antara sesama mereka. Mereka juga mulai memperlihatkan sifat-sifat terbaik dalam perdagangan, pertanian, kerajinan, ilmu dan seni yang mereka warisi dari nenek moyang. Kemampuan mereka yang asli yang diberikan alam kepada mereka mulai tampak, mereka pun makin aktif dan kreatif dengan menghasilkan berbagai produk dan karya yang terbaik.

Semua ini dilaksanakan seperti sedang berlomba untuk mencapai yang terbaik dan terhormat. Setiap golongan itu menggantungkan diri pada bakat masing-masing yang paling prima untuk mendapatkan penghargaan bangsa-bangsa yang sudah sama-sama tergabung dalam satu kesatuan Kedaulatan itu. Wajar sekali bahwa perlombaan yang berlangsung dalam bidang ini justru untuk keagungan bersama, yakni keagungan dan kehormatan Kedaulatan Islam di mata dunia.

Para pemimpin kaum Muslimin itu memuji kegiatan mereka yang begitu besar di seluruh kawasan Kedaulatan. Mereka melihatnya dengan perasaan senang, dengan mengharapkan agar kegiatan demikian itu lebih besar lagi. Prinsip-prinsip egaliter: kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang sudah ditanamkan Islam, mendekatkan kedua unsur itu terus-menerus dalam kegiatan ini - lepas dari perbedaan-perbedaan ras, bahasa dan keyakinan mereka. Masuknya sejumlah bangsa-bangsa yang di bawah panji Imperium Islam yang baru tumbuh ke dalam agama yang baru ini makin saling mempererat hubungan mereka, sehingga bangsa-bangsa itu hampir melebur ke dalam satu kesatuan yang harmonis, masing-masing berusaha untuk mencapai tujuan bersama, yakni demi kebesaran semua dan demi kebesaran setiap wilayahnya.

Tegaknya kesatuan Kedaulatan Islam tidak mengubah jati diri bangsa-bangsa

Aktivitas besar ini membuat bangsa-bangsa yang sudah membentuk Kedaulatan itu saling berlomba, yang kemudian membuat Kedaulatan itu makin terdorong untuk mencapai perluasan dan kebesarannya. Bagaimana tidak akan mengambil cara ini sementara faktor-faktor kesatuan, persatuan dan keharmonisan di antara bangsa-bangsa itu makin lama makin kuat. Kebebasan beragama yang sudah menjadi ketentuan dalam prinsip-prinsip Islam tidak berubah, dan bahwa tak ada paksaan dalam soal agama, lepas dari orang-orang Mesir, Syam, Irak dan Persia yang kebanyakan sudah menyambut agama baru ini, kemudian mereka berbondong-bondong masuk secara sukarela setelah melihat bukti.

Masuknya mereka ke dalam Islam mempunyai dampak yang besar sekali dalam memperkuat kesatuan dan persatuan mereka, sebab Islam tidak sekadar akidah saja, tetapi ia sudah melampaui segi rohani ke segi moral dan sosial, dan mewajibkan para penganutnya untuk berpegang pada kelembagaan (institusi) moral dan hukum (perundang-undangan), yang intinya berbeda dengan kelembagaan Kristen dan Majusi, juga berbeda dengan kelembagaan jahiliah yang waktu itu menguasai kawasan Semenanjung sebelum Nabi diutus.

Kesamaan nilai-nilai moral dalam suatu masyarakat dengan sendirinya akan menghimpunnya ke dalam satu kesatuan yang membuat semua orang makin saling mengenal dan bertambah harmonis. Kesamaan semua dalam melihat yang makruf dan mungkar, yang baik dan jahat, yang halal dan haram, dan membentuk keharmonisan dalam tubuh secara keseluruhan, menambah kekuatan maknawi dengan akibat selanjutnya aktivitas dan kekuatan materinya juga bertambah. Kalau dasar kesamaan ini berpangkal dari satu sumber, yaitu akidah, maka semua mereka percaya bahwa mereka bertanggung jawab di hadapan Allah Pencipta segalanya. Mereka akan mendapat balasan atas segala perbuatan mereka - kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan. Itulah penyebab terjalinnya keharmonisan. Bertambah kuatnya persatuan itu sesuai dengan terjalinnya keharmonisan. Kita tidak ragu, keharmonisan demikian ini memang sudah terjadi, dan sudah terjalin di seluruh kawasan Kedaulatan, setelah bangsa-bangsa yang dibebaskan itu beradaptasi dengan keadaan mereka yang sekarang serta mengatur tata kehidupan mereka dalam lingkungan itu.

Keharmonisan itu tampak makin teratur serta persatuan dan kesatuan makin terasa lebih kuat setelah Islam melangkah dari segi akidah dan moral ke segi hukum. Kaum Muslimin di seluruh kawasan Kedaulatannya yang luas itu dengan patuh melaksanakan apa yang terdapat dalam Kitabullah tentang sistem keluarga, tentang waris, tentang lembaga sosial dan ekonomi yang menyangkut soal-soal kehidupan sehari-hari. Memang benar apa yang digariskan oleh Qur'an hanya mengenai dasar-dasar umum, tetapi pengaruh dalam mengatur rinciannya dalam perundang-undangan besar sekali. Begitu juga dalam penerapannya kepada masyarakat Arab melalui jalan syariat di seluruh wilayah Kedaulatan itu, pengaruhnya makin kuat, yang akibatnya pada kesatuan dalam hukum, yang berlanjut sampai pada generasi-generasi pertama dalam sejarah Imperium itu. Kesinambungan ini bertambah kuat karena hukum Islam serta kaidah-kaidah moral Islam dan kaidah-kaidah akidah dalam Islam waktu itu memang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Inilah yang menambah keharmonisan dan kuatnya kesatuan yang memadukan kawasan-kawasan Kedaulatan itu semua.

Mengingat Qur'an sebagai Kitabullah dan dasar agama ini, maka wajar sekali tentunya bilamana orang mempelajari bahasa Qur'an untuk menambah pengertiannya tentang agama dan bahasa para penanggung jawab. Akidah dan bahasa merupakan sepasang kekuatan yang besar sekali pengaruhnya dalam mempersatukan dan kerja sama pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Rasanya tak perlu saya mengemukakan bukti lagi mengenai soal ini. Di masa kita sekarang sudah kita lihat persatuan bangsa-bangsa berbahasa Latin dan masyarakat bangsa-bangsa berbahasa Inggris serta kerja sama bangsa-bangsa beragama Kristen dan seterusnya. Bagaimanapun juga kita kini berada dalam zaman yang sudah mengakui prinsip-prinsip kebebasan yang lebih luas dari yang pernah dialami abad ketujuh Masehi itu, dan dunia ilmu pengetahuan kini telah menjurus pada persatuan tatkala lingkaran dunia terasa sudah semakin sempit, suatu hal yang pada waktu itu tak pernah terlintas dalam pikiran siapa pun.

Kebebasan dan persamaan penyebab tersebarnya Islam begitu cepat

Tidak sedikit mereka yang sudah menulis sejarah masa permulaan Kedaulatan Islam itu yang menyadari betapa besar pengaruh tersebarnya Islam dan bahasa Arab terhadap pembentukan dan kekuatan Kedaulatan itu. Karenanya, ada yang bertanya-tanya: Mengapa pihak pemenang itu tidak mengharuskan agama dan bahasa mereka kepada negeri-negeri yang sudah mereka kuasai? Mereka menduga bahwa kalau hal itu dilakukan anasir-anasir kelemahan tidak akan menggerogoti Kedaulatan ini kemudian hari. Rasanya sudah tidak perlu lagi saya menyanggah dugaan demikian itu. Mendiskusikan suatu pengandaian yang tidak terjadi bukan karena akan membuang-buang waktu; berdiskusi dengan beranda-andai semacam ini memang besar artinya dalam mengantarkan umat manusia ke masa depan. Tetapi sebabnya ialah bahwa dasar dugaan ini sangat lemah. Andaikata orang-orang Arab itu memaksakan agama dan bahasa mereka kepada bangsa-bangsa yang sudah dikalahkan, niscaya berdirinya Kedaulatan untuk kemudian roboh lagi. Sebabnya ialah bahwa setiap kaidah yang bukan diterima dengan bebas secara sukarela akan cepat runtuh, dan setiap sistem yang didasarkan pada kekerasan akan menimbulkan kebencian dan perlawanan. Sekiranya kaum Muslimin memaksakan Islam kepada bangsa-bangsa yang dikalahkan itu, akibatnya tentu akan sia-sia dan orang malah akan memberontak, pemerintahan yang mereka bangun di negeri-negeri itu tidak akan berhasil tanpa kekerasan dengan tangan besi. Pemerintahan yang dijalankan atas dasar kekerasan akan cepat rapuh. Kita sudah melihat, dan kaum Muslimin yang mula-mula juga menyaksikan apa yang sebenarnya telah menimpa Heraklius tatkala ia hendak memaksakan adanya satu sekte Kristen atas sekte-sekte Kristen lainnya yang beraneka macam. Orang memberontak kepadanya dan kepada wakil-wakilnya, yang berakhir dengan kaburnya dia sendiri dari Syam ketika menghadapi pasukan Muslimin, dan dengan masuknya Islam ke Mesir serta lepasnya negeri itu dari imperium kekuasaannya.

Adapun jika orang dihadapkan kepada salah satu akidah dan mereka menyambutnya secara bebas atas kemauan sendiri, maka akidah itu akan menjadi bagian dari hidupnya, akan terasa begitu suci dalam hati mereka sehingga mereka bersedia mempertahankannya, bersedia mengorbankan nyawa demi akidahnya itu. Inilah yang dilakukan oleh Muslimin yang mula-mula dahulu dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama mereka itu, dalam arti orang bebas menganut suatu kepercayaan dan tanpa ada paksaan dalam soal agama. Inilah hikmah terbesar yang menyebabkan Kedaulatan Islam berkembang makin luas dalam kebesarannya.

Soal bahasa sama dengan soal agama. Kalau orang tidak menyambutnya dengan senang hati dan atas kehendak sendiri, memperhitungkan manfaatnya yang besar jika mempelajarinya, maka semua usaha hendak mengajak orang agar mempelajarinya akan sia-sia, apalagi akan berbicara dengan bahasa itu.

Kebebasan mengenai kepercayaan yang dijamin oleh pihak Muslimin terhadap penduduk negeri-negeri yang sudah dibebaskan itu merupakan salah satu faktor yang membuat orang-orang Persia, Rumawi dan yang lain begitu bergairah menyambut Islam dan bahasa Arab. Dan yang membuat mereka lebih bergairah lagi menyambutnya karena Islam mengharuskan persamaan antara sesama orang seiman, lepas dari perbedaan ras, warna kulit, bahasa dan adat istiadat masing-masing, serta adanya ketentuan bahwa tak ada kelebihan orang Arab dari yang bukan-Arab kecuali dengan takwa, dan bahwa orang-orang beriman semua bersaudara, dan tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Persaudaraan, kebebasan dan persamaan, semua ini menyebabkan tersiarnya suasana yang membuat kuatnya kesatuan dan persatuan Kedaulatan Islam jadi berlipat ganda, dan berlipat ganda pula wilayah-wilayah yang ada di dalamnya.

Interaksi jati diri telah membentuk kebudayaan Islam

Kendati begitu, dengan adanya aktivitas itu semua, kita masih dapat membedakan - pada suatu masa dalam sejarah Islam yang mula-mula atau sesudahnya - bagian setiap wilayah tentang peninggalan-peninggalan besar yang telah dihasilkan, seperti fikih, sastra, ilmu pengetahuan dan filsafat, industri dan pertanian serta segala ekspresi kehidupan dalam arti maknawi dan materi. Soalnya, setiap bangsa mempunyai ciri sendiri yang sudah dibentuk oleh lingkungan, dan waktu pun mengukuhkannya secara turun-temurun. Ciri demikian ini tampak jelas dalam karya seni, sastra dan berbagai macam pikiran dan dalam perindustrian atau kerajinan, pertanian dan sebagainya sudah tidak asing lagi sebagai peninggalan kehidupan materi mereka. Sejarah kebudayaan Arab menceritakan kepada kita tentang lukisan-lukisan dan warna-warna yang diperkenalkan oleh Persia dan Rumawi - dalam aliran penulisan dan pemikiran - yang oleh orang Arab sendiri di Semenanjung tak pernah dikenal, padahal orang-orang Persia dan Rumawi belajar bahasa Arab dari orang Semenanjung. Tidak aneh, bahasa adalah wujud hidup yang selalu berjalan seiring dengan lingkungan setempat. Dan sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan gambaran umat manusia, dalam gaya dan bentuknya, ia terpengaruh oleh keanekaragaman pikiran dan imajinasi. Jadi wajar sekali jika bahasa Arab itu terpengaruh oleh lukisan-lukisan dan warna-warna yang pengungkapannya dalam budaya dan pemikiran Persia dan Rumawi sudah biasa, dan sekaligus mempengaruhi gayanya dalam puisi dan prosa yang sejalan dengan tujuan itu.

Warna-warna baru dalam seni dan sastra Arab yang dibawa oleh Persia dan Rumawi itu, pengaruhnya jelas sekali pada orang-orang Arab sendiri. Pengaruh ini dapat kita rasakan dalam aliran Basrah dan aliran Kufah dalam bahasa yang berbeda, suatu perbedaan yang oleh para sejarawan bahasa dan sastra sampai sekarang masih sering disebut-sebut. Timbulnya perbedaan ini karena Basrah dan Kufah keduanya di Irak, dan kedua kota itu bertetangga dengan Persia, dan karena berdekatan wajar pula penduduknya jadi terpengaruh oleh segala macam budaya Persia yang dibawa ke sana. Jadi tidak aneh jika salah satu kotanya lebih banyak bertahan pada corak Arabnya, yang lain lebih bebas mengikuti budaya Persia.

Ciri khas kebangsaan itu tidak jelas terlihat dalam kehidupan maknawi saja dan dalam ekspresi kehidupan seni, ilmu dan sastranya, tetapi dalam kehidupan materi pengaruh ciri ini tidak sedikit dapat kita baca. Kain loreng buatan Yaman, kain sutra dari Damsyik dan kain linen dari Mesir, serta warna-warna serupa yang membedakan mengenai industri dan ekonomi sesuai dengan perbedaan lingkungan itu, membuktikan bertahannya ciri ini, dan bahwa apa yang terjadi dengan bersatunya Imperium itu pengaruhnya tidak akan dapat dihapus atau dihilangkan begitu saja.

Sungguhpun begitu, ciri kebangsaan yang jelas dalam gejala-gejala kehidupan maknawi dan materi yang beraneka ragam itu, samasekali tidak sampai merusak kesatuan Imperium itu dalam sejarahnya yang mula-mula. Serasinya Kedaulatan itu sudah begitu kuat dari ujung timur ke ujung barat dan dari ujung utara sampai ke selatan. Dari keserasian ini lahir pula pembauran yang kemudian menghasilkan buah yang mengikat semua kawasan Kedaulatan dengan tali yang sangat kuat. Filsafat Yunani berbaur dengan peradaban Persia di bawah panji tauhid Islam, maka dari pembauran ini lahirlah filsafat Islam. Imajinasi Persia berbaur dengan kesenian Bizantium dalam bahasa Arab, maka dalam puisi dan prosa berbahasa Arab lahir pula aneka sastra Islam. Seni dekorasi Persia berbaur dengan seni bangunan Rumawi, maka seni bangunan Arab itu pun lahir dari buah pembauran ini. Pembauran ini meluas sampai kepada segala rupa sarana dalam kehidupan di seluruh Kedaulatan itu, maka lahirlah sebuah ciptaan baru yang makin lama makin kuat dan bersemarak. Mulanya didahului oleh kemenangan Islam, kemudian berjalan seiring, dengan pengaruh yang sudah membentang ke seluruh dunia, yang dekat dan jauh. Inilah pengaruh kemenangan yang lebih bertahan dengan akar dan cabang-cabangnya yang lebih kuat dan subur. Segala kreasi baru ini, itulah kebudayaan Islam.

Di bawah kebudayaan ini dalam abad-abad permulaan itu Kedaulatan Islam tumbuh subur dalam arti sampai menyilaukan dunia, dan semua mata dari segenap penjuru sorotannya terarah ke sana. Sebagai akibatnya di segenap penjuru Kedaulatan yang luas itu orang sudah melupakan perbedaan-perbedaan kebangsaannya, dan yang mereka sebutkan hanya bahwa mereka adalah Muslim, dan mereka bersaudara, terikat oleh prinsip-prinsip kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan seperti yang sudah ditentukan dalam Islam. Hukum yang berlaku di antara mereka dasarnya keadilan dan ketakwaan. Mereka satu sama lain dapat saling bersemenda, orang Arab menikah dengan gadis-gadis Persia, Irak, Syam atau Mesir, dan Muslimin yang lain penduduk negeri-negeri itu menikah dengan gadis-gadis Arab. Dengan demikian pertalian darah dan nasab sudah terikat pada hubungan yang lebih erat antara sesama Muslim semua. Pengertian fanatisme kegolongan dan ras terhapus dari hati mereka. Dalam kesatuan Kedaulatan itu sekarang yang ada hanya semangat yang menambah kekuatan, dan warga pun dalam mencipta makin bergairah, dalam pengertian maknawi dan materi. Keagungan kebudayaan Islam dengan itu makin terangkat.

Yang demikian ini berjalan dari generasi ke generasi. Pengaruh interaksi unsur-unsur yang menjadi ciri khas masing-masing bangsa dalam Kedaulatan itu besar sekali dalam mengantarkan peradaban dunia di Timur dan Barat. Karena tenaga-tenaga penggerak untuk interaksi unsur-unsur ini dan pengawalannya sangat kuat, maka unsur-unsur perpecahan dan kelemahan selama beberapa generasi itu masih tersembunyi dan jejaknya juga tidak terlihat. Kalau jejak ini ada yang mulai tampak tenaga-tenaga penggerak tadi akan segera menghapusnya. Gambaran semacam itu sudah kita lihat ketika Umar terbunuh. Hanya saja unsur-unsur yang masih tersembunyi itu tidak terkikis habis sampai ke akar-akarnya; masih ada yang bersembunyi di tempatnya, seperti kuman penyakit yang bersembunyi dalam badan yang sehat. Jika berusaha hendak bergerak atau muncul kembali ia tidak akan mampu, karena yang dihadapinya adalah badan yang sehat, yang akan menangkisnya kembali ke dalam sarang dan jaringannya, tanpa disadari bahwa keberadaan dan kemampuan kuman itu masih akan kembali aktif begitu kesehatan itu mulai melemah.

Di bawah naungan tenaga-tenaga penggerak inilah warga Syam menjadi pendukung orang Arab Muslim pada masa Banu Umayyah, orang-orang Persia menjadi pendukung kuat Banu Abbas sebagai kerabat Rasulullah dan orang Mesir tampil ke pentas politik Islam dalam situasi yang sudah sangat gawat. Penampilan dan dukungan mereka masing-masing besar sekali dampaknya dalam mempercepat pertumbuhan dan menguatnya Kedaulatan itu, yang tetap bertahan dalam keutuhan wilayah-wilayah itu, sampai kemudian tiba waktunya untuk berputar lagi.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team