|
22. Pemerintahan Umar (4/4)
Pembentukan lembaga keuangan dan
pemberian tunjangan
Para sejarawan mengutip beberapa sumber sekitar sebabnya
Umar sampai memikirkan hal ini. Disebutkan bahwa Abu
Hurairah sekembalinya dari Bahrain ditanya oleh Umar
mengenai orang di sana, katanya: Apa yang Anda bawa? Jawab
Abu Hurairah: Saya membawa lima ratus ribu dirham. Umar
terkejut, lalu tanyanya lagi: Sadarkah Anda apa yang Anda
katakan? Abu Hurairah mengulangi lagi bahwa dia membawa lima
ratus ribu dirham. Umar mengira bahwa bicara orang ini sudah
berlebihan sehingga mengulangi lagi pertanyaannya itu.
Setelah mendengar jawabannya yang pertama ia berkata:
Rupanya Anda masih mengantuk. Pulanglah dulu dan tidurlah.
Besok Anda datang lagi. Keesokan harinya sesudah Abu
Hurairah datang lagi dan menegaskan lagi bahwa dia membawa
lima ratus ribu dirham, Umar mengumumkan kepada orang banyak
bahwa dia datang membawa uang dalam jumlah besar. Kalau
kalian mau akan kami hitungkan satu persatu untuk kalian
atau akan kami timbang. Salah seorang di antara mereka
berkata: Amirulmukminin, saya melihat orang-orang asing
membentuk sebuah lembaga keuangan. Sejak itu Umar membentuk
lembaga keuangan.
Disebutkan bahwa untuk maksud itu Umar telah mengadakan
musyawarah. Ali bin Abi Talib menyarankan: "Uang yang sudah
terkumpul setiap tahun dibagikan, dan jangan tersisa." Usman
berkata: "Saya berpendapat uang yang banyak itu cukup banyak
untuk semua orang; kalau tidak dicatat untuk mengetahui
siapa yang sudah mengambil dan siapa yang tidak, saya
khawatir akibatnya akan merajalela." Tetapi Walid bin Hisyam
bin al-Mugirah menyarankan: "Amirulmukminin, saya sudah
pergi ke Syam dan sudah melihat para raja di sana membentuk
lembaga keuangan dan memobilisasi tentara, maka bentuklah
sebuah lembaga keuangan dan adakan mobilisasi." Pendapat ini
yang diterima oleh Umar, dan kemudian ia mengundang Aqil bin
Abi Talib, Makhramah bin Naufal dan Jubair bin Mut'im.
Ketiganya ahli nasab di kalangan Kuraisy. Kata Umar kepada
mereka: "Catatlah orang-orang itu menurut urutan
kekeluargaan mereka."
Dalam sebuah sumber ada disebutkan bahwa untuk
administrasi lembaga dan kewajiban memberi tunjangan itu
Umar meminta pendapat kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka pun
memberikan pendapat. Kemudian ia meminta pendapat yang lain,
yang ikut berjuang dalam pembebasan itu. Mereka semua
setuju, kecuali Hakim bin Hizam, seorang pemuka dan pemikir
Mekah. Ia berkata: "Amirulmukminin, orang-orang Kuraisy itu
pedagang. Kalau tunjangan wajib diberikan juga kepada
mereka, perdagangan akan mereka tinggalkan. Sesudah Anda
nanti akan datang orang yang tak lagi memberikan tunjangan
sementara per dagangan sudah mereka lepaskan." Bagi
Hakim, sementara ia berkata begitu seolah tabir gaib sudah
terbuka! Pemberian itu akan menggoda orang-orang untuk
menjadi pemalas dan sudah tidak perlu lagi berusaha mencari
rezeki. Setelah keadaan kemudian berubah dan arus penaklukan
berhenti dan bergabung pula mereka yang bukan Arab, yaitu
sesudah ibu kota pindah dari Medinah ke Damsyik kemudian ke
Bagdad, tunjangan yang sedianya terbuka bagi penduduk
Semenanjung, angkatan yang tumbuh di zaman biasa menganggur
itu sudah tak dapat lagi kembali ke dunia perdagangan dan
berusaha mencari rezeki. Sampai masa kita sekarang Hijaz
tetap tandus.
Bagaimana hal ini sampai terlewatkan oleh Umar, tidak
memperhitungkan akibatnya dan tidak pula berhati-hati untuk
menghindarinya, apalagi sampai diingatkan dan dibayangkan
segala akibatnya! Ini adalah suatu tantangan yang jelas
sekali menyangkut nama baik sesudah Semenanjung Arab pernah
tergelincir ke dalam kemiskinan dan kegersangan, seolah Umar
sudah memperhitungkan dengan saksama dan sudah
mengantisipasinya. Sering sekali ia mengingatkan tentang
kewajiban orang yang harus terus memperbanyak usaha. Dia
sangat benci melihat orang yang memperlihatkan diri menjauhi
dunia karena hanya ingin beribadah. Suatu hari pernah ia
melihat orang pura-pura sebagai orang yang saleh dan
kelihatan sudah tak berdaya. Oleh Umar orang itu dicambuknya
perlahan seraya katanya: "Jangan merugikan agama kita;
mampus kau!" Dia juga yang berkata kepada orang banyak:
"Barang siapa mempunyai harta kembangkanlah dan barang siapa
mempunyai lahan buatlah subur. Akan datang masanya kelak
orang tidak lagi mau memberi selain kepada yang
disenanginya." Ia percaya bahwa orang harus bekerja untuk
dunianya seolah ia akan hidup untuk selamanya, dan bekerja
untuk akhiratnya seolah ia akan mati besok.
Tujuan Umar membentuk lembaga keuangan dan pemberian
tunjangan supaya orang-orang Arab pedalaman mengkhususkan
diri berjihad di jalan Allah, dan supaya mereka bebas
sepenuhnya melaksanakan tugas dakwah kepada agama Allah,
jangan sampai ditundukkan oleh Persia dan Rumawi atau yang
lain. Untuk tujuan itu juga ia melarang pembagian tanah
kepada tentara di tempat-tempat yang sudah diduduki, supaya
mereka tidak lebih mementingkan mengolah tanah daripada
berjihad. Mereka akan lebih tertarik pada tanah dan
melupakan tugas risalah yang lebih besar yang tanggung
jawabnya sudah ditakdirkan berada di pundak orang Arab,
menyebarkan cahaya dan kearifan Allah ke segenap penjuru
dunia. Pembentukan lembaga keuangan dan tunjangan wajib itu
telah membantu orang-orang Arab dahulu dalam menunaikan
risalah yang oleh nasib dibebankan kepada mereka, seperti
yang sudah kita lihat. Pekerjaan mereka menunaikan tugas
risalah itu, itulah pula yang membuat nama-nama mereka abadi
dalam sejarah, berikut hasil pengabdian mereka.
Keinginan Umar agar orang-orang Arab pedalaman juga
memikul tugas menyebarkan panji Islam, itu juga agaknya yang
telah mengalihkan perhatiannya dalam mengatur harta kharaj
dan jizyah untuk memperbaiki tanah di Semenanjung, dengan
membangun bendunganbendungan seperti bendungan
Ma'rib4 sehingga dapat mengubah daerah pedalaman
yang gersang menjadi tanah pertanian yang subur. Tetapi
kalaupun itu yang dilakukannya, daripada berjihad niscaya
orang-orang Arab pedalaman itu akan memilih yang lebih
ringan, lebih kecil bahayanya, dan tidak pula mereka akan
menyampaikan risalah Islam seperti yang sudah mereka lakukan
itu. Soalnya karena orang-orang Arab itu memang bukan ahli
pertanian dan kerajinan, seperti keahliannya dalam perang
dan perdagangan. Oleh karena itu, pemberian tunjangan
demikian akan mendorong mereka untuk menanamnya dalam bidang
yang memang sudah menjadi bakat mereka semula. Dan itu yang
mereka lakukan atau yang akan mereka lakukan kalau tidak
lalu timbul pemberontakan-pemberontakan di negeri Arab
sesudah Umar. Orang lalu terbawa ke dalam pertentangan
sekitar politik dan kekuasaan. Pertentangan ini telah
berakibat pindahnya ibu kota ke Syam, setelah itu ke Irak,
yang juga mengakibatkan terjerumusnya negeri-negeri Arab ke
dalam kemiskinan dan kegersangan yang dialami waktu itu.
Kita kembali sekarang ke soal pembentukan lembaga
keuangan dan tunjangan wajib. Kata "dewan"5 dari
kata bahasa Persia yang sudah diarabkan, yang berarti
lembaran-lembaran, tempat mencatat nama tokoh-tokoh militer
dan mereka yang mendapat tunjangan wajib. Arti kosakata ini
kemudian mengalami perkembangan, dan dipakai untuk tempat
menyimpan arsip dan dokumentasi negara, kemudian dipakai
untuk tempat-tempat para petugas yang menangani arsip-arsip
itu, juga untuk nama arsip itu sendiri. Wajar saja kalau di
masa Umar artinya tidak lebih dari arti yang pertama.
Lembaga itu adalah kantor registrasi yang mencatat dan
menghitung orang-orang dari kalangan militer dan yang lain
yang harus mendapat tunjangan, dan di depan setiap nama
tunjangan orang bersangkutan disebutkan.
Umar sudah memutuskan akan membentuk lembaga itu. Ia
mengundang Aqil bin Abi Talib, Makhramah bin Naufal dan
Jubair bin Mut'im seraya mengatakan: "Catatlah orang-orang
itu menurut urutan kedudukan mereka." Mereka pun menulis
dengan dimulai dari Banu Hasyim, kemudian Banu Taim dari
kabilah Abu Bakr, Banu Adi dari kabilah Umar. Setelah
melihat pekerjaan mereka, Umar berkata "Memang
begitulah kalau menurut keinginanku. Tetapi mulailah dari
kerabat Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam yang
terdekat dan yang terdekat berikutnya sampai kepada tempat
Umar yang sudah menjadi ketentuan Allah." Ada sumber yang
menyebutkan bahwa Banu Adi tahu apa yang sudah dilakukannya
itu. Mereka mendatangi Umar dan berkata: Anda pengganti
Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam;6
mengapa tidak menempatkan diri Anda seperti yang sudah
mereka kerjakan! Umar menatap marah kepada mereka sambil
menjawab: Hebat, hebat sekali Banu Adi! Kalian mau menjadi
beban bagi saya dan mau menghilangkan semua kebaikan saya
kepada kalian! Tidak, sampai nanti ada panggilan untuk
kalian, dan letakkanlah pada urutan terakhir dalam catatan
itu! Saya punya dua orang sahabat, mereka menempuh satu
jalan. Kalau saya melanggar mereka saya akan dilanggar.
Sungguh kita tidak mengejar jasa di dunia ini dan tidak pula
mengharapkan pahala dari Allah seperti harapan kita di
akhirat atas segala perbuatan kita, kalau tidak dengan
Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam. Dialah yang
telah memuliakan kita, dan keluarganya adalah keluarga Arab
yang termulia, kemudian yang terdekat dan yang terdekat
berikutnya."
Ini merupakan kecenderungan baru yang maksudnya hendak
membagi-bagi manusia ke dalam golongan-golongan, derajat
yang satu di atas yang lain. Kecenderungan demikian tak
pernah dilakukan oleh Abu Bakr, juga tidak oleh Umar sendiri
pada permulaan pemerintahannya. Qur'an pun tak pernah
menempatkan derajat seorang Muslim yang satu lebih tinggi
dari yang lain. Tak ada golongan yang mendapat bagian lebih
atas dasar keturunan seperti yang dilakukan Umar dalam
lembaga itu. Manusia tidak dibuat bertingkat-tingkat dengan
diistimewakan satu sama lain karena nasab keturunannya, dan
yang sebagian lagi orang yang termulia dalam pandangan Allah
yang bukan karena ketakwaan nya. Dalam hal ini Umar
sendiri berkata: "Demi Allah, sekiranya orang orang
bukan-Arab datang dengan segala amalnya, dan kita datang
tanpa suatu amal, pada hari kiamat mereka lebih berhak di
dekat Muhammad daripada kita. Janganlah melihat orang karena
kekerabatannya, tetapi beramallah sesuai dengan kehendak
Allah. Barang siapa memperkecil amalnya keturunannya tidak
akan mempercepatnya." Tetapi cara baru yang diinginkan Umar
ini tidak hanya sampai pada soal urutan namanama dalam
pencatatan itu dan memulai dari yang terdekat dan yang
terdekat berikutnya kepada Rasulullah, tetapi lebih dari itu
sampai ke soal tunjangan wajib. Ada beberapa golongan yang
tetap mempertahankan. Kecenderungan ini pengaruhnya dalam
sejarah Islam sampai sekarang masih terasa.
Umar membeda-bedakan pemberian dana tunjangan kepada kaum
Muslimin. Dalam hal ini ia telah menyalahi Abu Bakr, yang
dalam hal pembagian ia membagi rata. Suatu hari ada orang
berkata kepada Abu Bakr: Mengapa Anda tidak mengutamakan
orang yang sudah lebih dulu dalam Islam? Ia menjawab: Mereka
menjadi Muslim karena Allah dan Dia yang akan memberi
balasan, yang akan dipenuhi-Nya pada hari kiamat. Dunia ini
hanyalah sebuah sarana." Apa yang dilakukan Abu Bakr itu
disampaikan kepada Umar ketika ia hendak mengutamakan
orang-orang dahulu, maka jawaban Umar: "Saya tidak akan
menyamakan orang yang berperang melawan Rasulullah dengan
yang berperang bersama Rasulullah." Oleh karenanya ia lebih
mengutamakan veteran Badr dari yang lain, kemudian
bertingkat-tingkat dengan yang berikutnya. Dan dia lebih
mengutamakan orang yang lebih dekat kepada Rasulullah, tanpa
melihat perjuangan atau mana yang lebih dulu dalam Islam.
Dia menentukan dana tunjangan kepada Abbas bin
Abdul-Muttalib paman Nabi 12.000 dirham, dan untuk Safiah
binti Abdul-Muttalib saudaranya, 6.000 dirham, dan setiap
orang dari istri Nabi sepuluh ribu dirham, kecuali yang
sudah ada miliknya. Tetapi mereka berkata: Dalam soal
pembagian kepada mereka dulu Rasulullah Sallallahu
alaihi wa sallam tidak membeda-bedakan. Persamakanlah
untuk kami. Setelah itu oleh Umar untuk mereka disamakan.
Sungguhpun begitu ia masih menambah lagi untuk Aisyah dua
ribu dirham karena Nabi sangat mencintainya, jadi buat dia
12.000 dirham. Tetapi Aisyah tidak mau dilebihkan dari
Ummulmukminin yang lain.7
Selanjutnya untuk laki-laki yang pernah ikut dalam Perang
Badr 5.000 dirham setiap tahun. Mereka yang pernah hijrah ke
Abisinia dan pernah ikut dalam Perang Uhud seperti veteran
Badr, mendapat 4.000 dirham tiap tahun, dan bagi anak-anak
veteran Badr masing-masing 2.000 dirham, kecuali untuk Hasan
dan Husain masing-masing 5.000 dirham yang masih dikaitkan
dengan ayah mereka, karena termasuk kerabat dekat
Rasulullah. Bagi setiap orang yang ikut hijrah sebelum
pembebasan Mekah 3.000 dirham dan setiap orang yang ikut
berjuang dalam pembebasan 2.000 dan bagi anak-anak Muhajirin
dan Ansar seperti bagian orang yang ikut berjuang dalam
pembebasan, dan kepada yang lain dibagi menurut tingkatan
mereka serta kemampuan mereka membaca Qur'an dan perjuangan
mereka. Bagi yang selebihnya dimasukkan ke dalam satu
kelompok. Muslimin yang datang dan menetap di Medinah 25
dinar, untuk penduduk Yaman, Syam dan Irak diperkirakan
sekitar dua ribu, seribu, sembilan ratus dan tiga ratus
dirham, dan tak ada yang kurang dari tiga ratus. Lalu
katanya: "Sekiranya harta cukup banyak niscaya saya bagikan
untuk setiap orang 4.000 dirham, seribu untuk keperluan
perjalanannya, seribu untuk senjatanya, seribu untuk
keluarga yang ditinggalkan dan seribu untuk kuda dan
bagalnya." Umar juga menentukan untuk bayi yang baru lahir
seratus dirham, dan kalau sudah besar bisa mencapai dua
ratus dirham. Bila sudah mencapai usia akil balig mendapat
tambahan. Kalau ada orang yang membawa anak pungut (yang
semula terlantar) berhak mendapat seratus dirham dan bagi
yang mengasuhnya mendapat seratus dirham setiap bulan, dan
untuk penyusuan dan nafkahnya diambilkan dari baitulmal.
Sesudah itu tunjangannya diberi tambahan lagi dari tahun ke
tahun, seperti yang dilakukan terhadap anak-anak lain.
Ketentuan yang diberlakukan oleh Umar dan dijadikan dasar
untuk pendistribusian dana tunjangan itu tampak jelas dalam
kata-katanya ini: "Setiap orang berhak atas harta ini, akan
saya berikan atau tidak. Tak ada orang yang lebih berhak
atas harta ini dari yang lain terkecuali budak yang belum
dibebaskan hal ini saya pun tidak berbeda dengan yang lain.
Tetapi kedudukan kita menurut Kitabullah dan kebiasaan kita
dengan Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam. Ada
yang dari per juangannya dalam Islam, ada yang dari
lamanya (sudah lebih dulu) dalam Islam serta penderitaannya
demi Islam dan ada yang dari keperluannya. Demi Allah,
sekiranya aku masih akan hidup, seorang gembala yang ada di
gunung San'a pun akan mendapat bagian harta ini, sementara
dia tetap dalam kedudukannya." Dengan demikian Umar
menyalurkan pemberian itu kepada semua orang, tanpa ada yang
tertinggal. Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mengutip sebuah sumber
dari Salim bin Abdullah dengan mengatakan: "Umar bin Khattab
menyalurkan pembagian harta itu kepada semua orang. Tak
seorang pun yang tidak kebagian. Sampai sisa terakhir, semua
keluarga dan kabilah mendapat bagian antara dua ratus lima
puluh sampai tiga ratus dirham."
Tetapi Umar telah meninggalkan ketentuan yang dibuatnya
untuk mengatur tunjangan itu dalam soal laki-laki dan
perempuan dengan menambahkan tunjangan mereka atas tunjangan
sesamanya yang setingkat, misalnya memberi Umar bin Abi
Salamah 4.000 dirham. Umar ini anak Umm Salamah
Ummulmukminin. Perbuatannya ini ditentang oleh Muhammad bin
Abdullah bin Jahsy dengan berkata kepada Amirulmukminin:
"Mengapa Anda membedakan Umar dari kami? Bapak-bapak kami
sudah ikut hijrah dan sudah mati syahid." Kepada mereka ini
Umar bin Khattab menjawab dengan mengatakan: "Saya
membedakan dia karena kedudukannya dari Nabi Sallallahu
alaihi wa sallam. Orang yang merelakan untuk seorang
ibu seperti Umm Salamah, ke marilah biar juga merasa puas!"
Ketika ia memberi Usamah bin Zaid 4.000 dirham, Abdullah bin
Umar berkata: "Anda memberi saya 3.000 dirham sementara
Usamah diberi 4.000, padahal saya sudah mengalami perjuangan
yang tidak dialami oleh Usamah." Umar menjawab: "Saya
memberi tambahan karena ia lebih dicintai oleh Rasulullah
Sallallahu alaihi wa sallam daripada engkau, dan
ayahnya lebih dicintai oleh Rasulullah Sallallahu
alaihi wa sallam daripada ayahmu."8 Asma'
binti Umais istri Abu Bakr diberi tambahan seribu dirham,
begitu juga Umm Kulsum binti Uqbah, Umm Abdullah bin Mas'ud
dan yang sesamanya masing-masing seribu dirham, karena
kedudukan mereka yang khas sebagai istri-istri dan ibu-ibu
para tokoh yang jasanya lebih besar daripada yang lain.
Umar ingin sekali orang yang memang berhak mendapat
tunjangan demikian dapat menerimanya, sampai ia mau memikul
sendiri beban yang begitu berat itu. Disebutkan bahwa Hizam
bin Hisyam al-Ka'bi membawa kisah dari ayahnya yang berkata:
Kulihat Umar bin Khattab membawa catatan berkas kabilah
Khuza'ah ke Qudaid. Tak ada perempuan yang terlewat, yang
gadis dan yang janda, semua diberi ke tangan mereka sendiri.
Setelah itu ia pergi Usfan, juga dengan tugas seperti itu,
sampai meninggalnya. Kepada Huzaifah Umar menulis surat agar
semua orang diberi tunjangan dan belanja, yang dijawab
dengan mengatakan: "Sudah kami lakukan tetapi sisanya masih
banyak." Umar menulis lagi: "Itu adalah rampasan perang yang
dilimpahkan Allah untuk mereka, dan bukan buat Umar atau
keluarga Umar. Bagikanlah kepada mereka!"
Umar menulis surat kepada Huzaifah karena berkas-berkas
administrasi, yaitu catatan-catatan dana tunjangan tidak
semua berada di Medinah, tetapi setiap berkas berdiri
sendiri di tangan wali negeri atau kabilah yang sudah
ditentukan untuk mendapat dana itu. Berkas Himyar berdiri
sendiri di tangan wali Yaman, berkas Basrah di tangan
walinya dan berkas setiap emirat di tangan amir-nya
masing-masing. Dengan demikian, setiap Muslim memegang hak
dana tunjangannya sendiri di negeri tempat ia tinggal.
Setiap wali bertanggung jawab akan sampainya dana itu kepada
yang berhak di daerahnya, seperti Umar yang telah
menyampaikan dana tunjangan itu kepada yang berhak
menerimanya di Medinah dan sekitarnya yang masih termasuk
wilayahnya.
Kapan Umar mulai membuat catatan administrasi dan
membagibagikan tunjangan itu? Hal ini masih
diperselisihkan. Tabari menyebutkan dalam tahun 15 Hijri,
Ibn Sa'd mengatakan dalam bulan Muharam tahun 20. Memang
sulit untuk memastikan mana dari keduanya itu yang benar.
Dalam tahun 15 itu Mada'in belum lagi dibebaskan, tetapi
Irak Sawad sudah di tangan Muslimin. Juga Baitulmukadas
belum membukakan pintunya untuk Umar, tetapi ketika itu
pasukan Muslimin sudah menguasai Damsyik dan sudah
membersihkan Yordania dan terus maju ke Hims dan Kinnasrin.
Adakah Umar melihat apa yang dibawa ke Medinah dari Irak
Sawad dan kota-kota di Syam itu pula yang menyebabkan Umar
sampai membentuk lembaga keuangan? Itulah yang dikatakan
at-Tabari. Ataukah ia baru membentuk lembaga keuangan itu
setelah selesai pembebasan Irak dan Syam, dari sana hasil
jizyah dan kharaj dibawa, dan dengan demikian banyak
kekayaan yang diperoleh sehingga ia kebingungan. Akan
dihitung satu persatukah atau akan ditimbang, sampai
kemudian ada saran agar dibentuk sebuah lembaga keuangan?
Peristiwa ini terjadi dalam tahun 20 seperti dikatakan oleh
Ibn Sa'd. Rasanya saya lebih cenderung pada pendapat
terakhir ini kendati saya tak dapat memastikan. Saya lebih
cenderung demikian karena tidak mungkin pemasukan itu hanya
diperoleh dari rampasan perang saja. Kedatangan rampasan
perang tidak menentu, sedang pengeluaran lembaga setiap
setahun sudah pasti. Jadi harus bergantung pada jizyah dan
kharaj juga. Jizyah dan kharaj itu tidak akan mencapai
jumlah yang dapat memenuhi tunjangan kepada semua orang
Arab, yang di dalam Tarikh disebutkan oleh Tabari bahwa dia
telah mencatatnya.
Keinginan orang-orang Arab di Semenanjung dan di
negeri-negeri yang sudah dibebaskan itu tidak pula kurang
agar semua tunjangan dari Umar tetap mereka terima. Mengapa
tidak. Umar selalu mendorong dan mengajak mereka supaya
memanfaatkan tunjangan yang mereka terima itu dengan
sebaik-baiknya. Seperti dikatakannya: "Kalau nanti tunjangan
untuk orang-orang Arab pedalaman itu sudah diberikan dapat
mereka belikan kambing untuk daerah mereka. Kemudian kalau
sudah keluar tunjangan kedua dapat mereka belikan lagi. Saya
khawatir kelak sesudah saya kalian akan dipimpin oleh
orang-orang yang tidak lagi mau mengeluarkan tunjangan pada
masa mereka. Jika ada salah seorang dari mereka atau yang
mengurusnya sudah dapat mereka percayai, maka mereka hanya
bersandar kepadanya." Sebagian besar mereka melaksanakan
nasihat Umar itu.
Tetapi ada golongan yang oleh Umar diistimewakan dalam
memberikan tunjangan, oleh mereka disedekahkan lagi. Dalam
sebuah sumber disebutkan bahwa Zainab binti Jahsy
Ummulmukminin tatkala menerima dana tunjangan itu berkata:
Semoga Allah mengampuni Umar. Saudara-saudaraku yang lain
sesama perempuan lebih memerlukan tunjangan ini daripada
aku. Dikatakan: Ini semua untuk Anda. Ia menjawab:
Subhanallah! Anda menutupnya dengan kain. Dan katanya lagi:
Tuangkanlah dan tutuplah dengan kain itu. Kemudian katanya
kepada Barzat bin ti Rafi': Masukkan tangan Anda dan
ambillah segenggam dan bawalah kepada keluarga fulan dan
keluarga fulan, dari keluarga kerabat kita dan anak-anak
yatim kita, dan tinggalkan sedikit di bawah kain itu. Tetapi
Barzat masih berkata lagi: Ummulmukminin, semoga Allah
mengampuni Anda! Sebenarnya kita berhak untuk ini. Zainab
bertanya: Masih ada berapa di bawah kain itu? Setelah
diperiksa ternyata hanya tinggal 85 dirham. Zainab
mengangkat tangan ke atas seraya berkata: Allahumma ya
Allah, janganlah aku menerima tunjangan Umar sesudah tahun
ini! Tuhan telah mengabulkan doanya dan dia pun berpulang ke
rahmatullah.
Begitulah halnya dengan Zainab Ummulmukminin, dan
beberapa lagi di antaranya yang lain. Tetapi yang sebagian
besar mereka menerima tunjangan itu dan mengembangkannya
dalam perdagangan. Karenanya, mereka yang mendapat tunjangan
cepat sekali memperoleh kekayaan, yang dapat dihitung sampai
ribuan dengan kelebihan berlipat ganda. Mulailah terlihat
adanya perbedaan kelas-kelas, yang sampai begitu mencolok
mempengaruhi sistem sosial. Sekarang Umar sendiri sudah
memikirkan hal ini dan mencari jalan untuk meninjaunya
kembali, yang akhirnya sampai pada pendapat, bahwa apa yang
dipraktekkan Abu Bakr dengan menyamakan pembagian itu memang
lebih baik. Menyayangkan sekali dulu ia tidak mengikuti
jejaknya dalam soal tunjangan itu. Dalam hal ini ia berkata:
"Kalau tahun depan aku masih hidup, akan kukembalikan orang
yang terakhir pada yang pertama, dan akan kusamakan!" Dan
katanya lagi: "Kalau aku hidup sampai tahun berikutnya,
orang yang terbawah akan kususulkan kepada yang teratas!"
Sungguhpun begitu, ketika itu dia sudah menyadari bahwa jika
persamaan itu dengan cara mengurangi tunjangan kepada
orang-orang yang pernah diistimewakan barangkali akan
membawa akibat yang tidak enak. Tujuannya terutama akan
menambah tunjangan kepada mereka yang mendapat lebih kecil
untuk menyamai mereka yang mendapat lebih banyak. Dalam hal
ini ia berkata: "Sekiranya saya masih akan hidup sampai
harta bertambah banyak, saya akan memberikan untuk laki-laki
Muslim tiga ribu: seribu untuk binatang dan senjatanya,
seribu untuk nafkahnya dan seribu untuk nafkah keluarganya."
Tetapi tidak sampai setahun pada tahun berikutnya ia
terbunuh. Kelas-kelas tetap ada, di samping itu
keberadaannya telah meninggalkan dampak pada kehidupan
sosial umat Islam sesudah itu, yang sudah tentu
pembahasannya di luar bidang buku ini.
Perkembangan peradaban dari budaya Arab
pedalaman ke budaya perkotaan
Umar tidak hanya membentuk lembaga keuangan untuk dana
tunjangan saja. Disebutkan bahwa lembaga pertama yang
diadakan dalam Islam ialah lembaga administrasi, kendati
administrasi yang di Syam ditulis dalam bahasa Latin, yang
di Irak dalam bahasa Persia dan yang di Mesir dalam bahasa
Kopti, dan masing-masing dipegang oleh orangorang
Rumawi, Persia dan Kopti, tidak termasuk Muslimin.
Pembentukan kantor administrasi ini, seperti pembentukan
kantor perpajakan dan didirikannya arta yasa untuk pembuatan
uang logam dan baitulmalbaitulmal di berbagai kota
besar, membuat perkembangan berjalan begitu cepat dan telah
menyebabkan datangnya kemenangan dan tersebarnya kaum
Muslimin di kedua imperium Persia dan Rumawi. Sebelum itu,
pemerintahan Islam samasekali tidak mengenal
lembagalembaga semacam ini.
Ketika itu yang menuliskan surat-surat adalah
sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu alaihi wa
sallam. Salinan surat-surat itu serta balasannya disimpan di
rumahnya di Medinah. Waktu itu belum ada baitulmal, sebab
begitu diterima dia sendiri yang membagi-bagikan hasil
rampasan perang serta hasil zakat dan sedekah itu. Abu Bakr
juga mengikuti jejaknya. Surat-surat yang dikirim kepada
para panglima pasukan, kepada para pembangkang dan yang
karenanya ia mengirimkan para panglima itu untuk memerangi
mereka, serta kepada para jenderal dan prajurit yang
dikerahkan ke Irak dan Syam - oleh Abu Bakr juga disimpan di
rumahnya. Selanjutnya para panglima pasukan juga berbuat
seperti Abu Bakr. Surat-surat mereka kepada Khalifah,
perintah-perintah mereka kepada pasukan, surat-surat kepada
musuh dan perjanjianperjanjian perdamaian yang terjadi
antara mereka dengan negeri-negeri yang sudah mereka
kalahkan dan mengadakan perdamaian, semua mereka simpan di
dalam tenda-tenda mereka. Abu Bakr membagikan semua rampasan
perang yang diterima sampai habis tanpa tersisa. Sesudah
kawasan kedaulatan Islam pada masa Umar makin luas, dan
dengan sendirinya pekerjaan administrasi pemerintahan makin
banyak, penunjukan garnisun-garnisun yang ada di seberang
perbatasan dan pemasukan bertambah, maka tak dapat tidak
perkembangan baru ini harus dihadapi dengan cara-cara yang
dapat menjamin ketepatannya dalam memberikan kemudahan
hegemonis untuk kepentingan negara, menegakkan keadilan
untuk rakyat dengan kebijakan yang mantap di daerah-daerah
yang baru dibebaskan, sehingga dalam upaya mengganti
kan kekuasaan yang dijalankan oleh para Kisra dan Kaisar itu
dapat diterima penduduk setempat.
Sudah kita lihat dalam bab ini dan yang sebelumnya,
bagaimana semua itu dijalankan dengan begitu penuh
kesabaran, ketekunan serta kebijakan dengan pertimbangan
yang mendalam. Bagaimana Umar mengatasinya dengan mengikuti
tahap demi tahap pembebasan itu, tidak mendahului dan tidak
pula tertinggal di belakang.
Sebenarnya jerih payah yang begitu besar dalam mengatur
pemerintahan Islam itu, dalam waktu yang berlangsung antara
hijrah Rasulullah dengan berdirinya kedaulatan Umar ini,
patut sekali memperoleh penghormatan setinggi-tingginya.
Mana pula imperium agung dengan sistemnya yang baru itu
dibandingkan dengan ketika Rasulullah memegang urusan
Medinah sesudah hijrah dan mempersaudarakan kaum Muslimin di
sana!! Ya, mana pula pemerintahan Medinah yang kini
mengawasi negeri-negeri Persia, Irak, Syam, Mesir dan
seluruh Semenanjung Arab, dibandingkan dengan pemerintahan
badui yang tidak melampaui perbatasan kota Medinah sebelum
tahun ke-6 Hijri itu, tatkala Rasulullah mengadakan
perjanjian Hudaibiah dengan pihak Mekah! Karena perjanjian
inilah firman Allah ini turun: "Sungguh, Kami telah
memberikan kemenangan yang nyata kepadamu. Untuk memberi
pengampunan kepadamu atas kesalahanmu yang lalu dari yang
kemudian, dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu, dan
membimbingmu ke jalan yang lurus." (Qur'an, 48: 1-2).
Sesudah masa itu kaum Muslimin mulai memasuki kehidupan
zaman baru, berkembang sesuai dengan sistem pemerintahan
baru itu sedikit demi sedikit. Pada tahun ke-7 Rasulullah
mengajak para amir dan raja-raja kepada Islam dengan
mengirim utusan-utusan. Jawaban Kisra dan kematiannya
ditandai dengan wakilnya yang orang Persia di Yaman masuk
Islam serta bergabungnya ke dalam panji Nabi yang orang Arab
itu dan pengangkatannya di Yaman dengan namanya. Pada tahun
ke-8 Mekah dibebaskan kemudian Ta'if dibebaskan disusul
dengan penduduknya yang masuk Islam. Selanjutnya Rasulullah
mengangkat wakilnya di kedua kota itu. Pada tahun ke-9
datang pula utusan-utusan dari segenap Semenanjung ke
Medinah menyatakan keislamannya disertai kabilah-kabilah
yang tergabung ke dalamnya. Kemudian dalam tahun ke-10
Rasulullah mengirimkan wakil-wakilnya untuk mengajarkan
agama kepada mereka dan sekaligus memungut zakat dan
sedekah. Pada tahun ke-11 Rasulullah wafat, dan Abu Bakr
terpilih dan dilantik, dilanjutkan dengan tindakannya
memberantas kaum pembangkang, yang menandakan berdirinya
sistem kehidupan baru di Semenanjung itu. ada tahun ke-12 ia
mulai merintis langkah-langkah pembebasan dan kedaulatan,
dengan menyerang Irak dan Syam. Pada tahun ke-13 Abu Bakr
as-Siddiq wafat, lalu Umar terpilih dan dibaiat. Pada
masanya itulah selesai pembebasan Irak, Persia, Syam, Mesir
dan Barqah (Sirenaika). Dengan demikian Kedaulatan Islam
menjadi suatu kenyataan. Peristiwa-peristiwa besar ini
diselesaikan dalam waktu kurang dari lima belas tahun.
Dengan demikian maka berubahlah haluan sejarah dan peradaban
umat manusia pun menuju ke arah haluan yang baru pula.
Segala jerih payah inilah yang patut memperoleh penghargaan
dan penghormatan yang setinggi-tingginya itu.
Dalam tahun-tahun yang tidak begitu lama ini sistem
pemerintahan berkembang sedikit demi sedikit, dari cara
kehidupan badui Arab ke bentuk peradaban seperti yang sudah
kami gambarkan itu. Tetapi bentuk ini masih dalam aslinya
yang Arab Islam, membentuk sistem baru atas dasar
musyawarah. Kemudian melangkah maju dengan prinsip
prinsip terbaru yang dikenal waktu itu. Kedua raja Persia
dan Rumawi itu mendakwakan bahwa kekuasaan mereka diperoleh
dari Tuhan. Tetapi Amirulmukminin memperoleh kekuasaannya
dari mereka yang memilih dan membaiatnya. Dalam kekuasaan
kedua raja itu tak ada batas yang akan dapat merintangi
tindakan mereka yang mutlak dalam menghadapi kebebasan
orang. Kebalikannya Amirulmukminin, ia terikat oleh apa yang
ada dalam Kitabullah dan yang berlaku dalam Sunah
Rasulullah, di samping mengadakan musyawarah dan konsultasi
dengan kalangan pemikir dipandang penting sekali. Mereka
yang diajak bermusyawarah bebas memberikan pendapat dalam
batas-batas keimanan mereka yang sungguh-sungguh kepada
Allah dan Rasul-Nya serta ajaran yang diamanatkan kepada
orang Arab itu untuk disampaikan kepada umat manusia di
segenap penjuru dunia. Kebebasan mereka dan kebebasan kaum
Muslimin yang lain didasarkan pada persamaan sejati antara
sesama mereka semua di depan Allah serta segala perintah dan
larangan-Nya. Seorang amir tidak lebih utama daripada rakyat
jelata, dari yang Arab dan yang bukan-Arab, dengan kecuali
ketakwaan dan amal kebaikannya. Keyakinan mereka akan adanya
persamaan dan kebebasan, itulah yang mengangkat mereka
sampai kepada rasa per saudaraan, mencintai saudaranya
seperti mencintai diri sendiri.
Inilah prinsip-prinsip luhur yang telah mengembangkan
pemerintahan Islam dan mengangkat martabat kaum Muslimin.
Umar sangat menghormati prinsip-prinsip ini serta
kecenderungannya yang luar biasa hendak menerapkannya
secermat mungkin. Kedua kecenderungan inilah yang menjadi
ciri keagungan dan kebanggaannya. Dan apabila dalam
berhubungan dengan manusia atas dasar prinsip-prinsip itu,
dan menjalankan sistem pemerintahan di bawah naungannya
tanpa cacat dan dihormati semua orang, dan pemerintahan itu
adil dan bersih, maka itulah yang merupakan faktor yang
paling kuat demi keagungan dan kejayaan umat. Oleh karena
itu, Muslimin di masa Umar telah mencapai puncaknya. Maka
berdirilah Kedaulatan Islam pada masanya itu, dan berdiri
pula sesudahnya, tegak dengan dasar yang kuat.
Catatan Kaki:
- 'Ukkah, wadah yang biasanya khusus untuk menyimpan
madu atau samin, terutama samin, (N). - Pnj.
- Lihat catatan bawah h. 498. - Pnj.
- Para pejabat Abu Bakr itu, Attab bin Asid untuk
Mekah, Usman bin Abi al-As untuk Ta'if, Muhajir bin Abi
Umayyah untuk San'a, Ziyad bin Labid untuk Hadramaut,
Ya'la bin Umayyah untuk Khaulan dan Abu Musa untuk
Zabid.
- Sebuah bendungan raksasa di kota Ma'rib, Yaman, untuk
mengatur irigasi ke ibu kota dan mencegah banjir.
Dibangun di masa Ratu Balqis beberapa abad P.M. Terdapat
isyaratnya dalam Qur'an 27: 22-23 dan 34: 15-20. Li hat
antara lain Tafsir Qur'an A. Yusuf Ali. - Pnj.
- Kata "dewan" yang juga dipakai dalam bahasa Indonesia
dalam terjemahan ini diganti dengan lembaga, yang melihat
fungsinya dirasa lebih tepat. - Pnj.
- Sumber lain menyebutkan, pengganti Abu Bakr, dan Abu
Bakr pengganti Rasulullah.
- Ini menurut sumber Tabari. Tetapi sumber Ibn Sa'd
menyebutkan bahwa Umar menentukan untuk setiap orang dari
istri Nabi 12.000 dirham, termasuk Juwairiah binti Haris
dan Safiah binti Huyai. Selanjutnya Ibn Sa'd menyebutkan:
"Inilah suara yang terbanyak."
- Abdullah bin Umar anak Umar bin Khattab, dan ayah
Usamah, Zaid bin Harisah anak angkat Rasulullah. -
Pnj.
|