Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

1. Umar di Masa Jahiliahnya (3/3)

Fanatik terhadap agama masyarakatnya

Sejak dahulu kala sebenarnya dunia memang sudah diumbang-ambingkan oleh dua masalah pokok, yang sampai sekarang masih berlaku, masing-masing ada pembelanya, yakni masalah kebebasan dan organisasi: kebebasan pribadi dan organisasi sosial. Masyarakat hanya dapat hidup dengan organisasi, dengan bermasyarakat, dan tak akan ada kehidupan pribadi tanpa kebebasan. Jika terjadi pertentangan antara kebebasan pribadi dengan organisasi sosial mana yang harus didukung? Tentu organisasi itu. Kebebasan pribadi tak akan terjamin tanpa adanya organisasi sosial. Jika organisasi sosial tidak berlaku, kebebasan pribadi juga ikut tak berlaku. Tetapi! Bukankah kebebasan pribadi ada batas-batasnya yang tidak saling bertentangan dengan organisasi sosial? Atau, bukankah organisasi sosial juga ada batas-batasnya yang dibuat tidak saling bertentangan dengan kebebasan pribadi? Batas-batas itulah yang menjadi dasar dan masih tetap menjadi dasar perbedaan. Kebebasan pribadi dibatasi oleh kehidupan ekonomi, kehidupan sosial dan kehidupan politik di samping hal-hal lain. Demikian juga dalam organisasi sosial terdapat batas-batas dalam segala manifestasi dan fasilitasnya. Sudah sering sekali timbul pemberontakan dan peperangan hanya karena adanya perbedaan dalam batas-batas kebebasan dan organisasi dalam satu bangsa dan dalam hubungan antarbangsa. Bahkan tidak jarang timbulnya peperangan itu karena maksud-maksud hendak berkuasa dan rasa superioritas, dan para penganjurnya pun kadangkala berlindung di bawah panji kebebasan dan adakalanya berlindung di bawah panji organisasi internasional yang akan menjamin adanya kebebasan umum.

Pada masa-masa tertentu dalam sejarah orang sepakat bahwa kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan menganut suatu keyakinan tidak mungkin bertentangan dengan organisasi sosial selama hal itu hanya terbatas dalam batas-batas berkeyakinan dan berpendapat serta pernyataannya. Tetapi pada masa Umar hal itu belum lagi dikukuhkan. Sering timbul perang antara Persia dengan Rumawi karena fanatisme agama. Bahkan sesudah itu pun, pecahnya beberapa kali Perang Salib antara Eropa yang Kristen dengan pihak Muslimin, yang berlangsung sampai sekian lama terus-menerus, karena keyakinan itu pula. Soalnya, karena agama dipandang sebagai dasar kehidupan sosial. Hal ini berlaku mengingat mereka yang menganut agama selain agama negara sebagai orang asing. Kalaupun mereka masih menenggang karena mereka sudah mewarisi kepercayaan itu dari nenek moyang, maka hak-hak yang diberikan kepada masyarakatnya seagama tidak akan diberikan kepada mereka. Tidak heran jika di masa jahiliahnya Umar sangat keras memusuhi siapa saja yang bukan penyembah berhala, dan memerangi siapa saja dari masyarakatnya yang meninggalkan kepercayaan leluhurnya.

Orang-orang berilmu dan berpikiran sehat buat dia tak ada artinya jika meninggalkan kepercayaan nenek moyang. Dalam anggapannya, bahkan ilmu dan pikiran sehatnya itulah yang merupakan kejahatan paling besar. Orang tidak perlu menjadi pengikut orang-orang bodoh dan golongan awam, tetapi mereka harus menjadi pengikut sesama masyarakatnya sendiri yang dapat melihat segala persoalan dengan pandangan yang sehat, dengan pikiran yang jernih dan saksama dalam mencari kebenaran. Kalaupun Qus bin Sa'idah dibiarkan menghina berhala-berhala orang Arab, maka sebagai orang Nasrani ia masih dapat dimaafkan. Tetapi orang-orang semacam Zaid bin Amr bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Usman bin al-Huwairis, Abdullah bin Jahsy dan yang semacamnya dari penduduk Mekah yang meninggalkan penyembahan berhala, dan yang sebagian membuat syair-syair yang berisi ajaran tauhid, maka bagi mereka tak ada maaf, dan tak dapat lain harus dimusuhi dan diperangi. Kalau dibiarkan begitu, akan menyesatkan orang banyak dan akan memecah belah mereka, dan negeri akan menjurus kepada kehancuran. Sikap Umar dan orang-orang semacamnya telah dapat menjaga persatuan Kuraisy dan kedudukan Mekah. Dengan demikian para pemikir itu membatasi kebijakan mereka di sekitar diri mereka sendiri, dan tidak menghasut orang lain supaya menjadi pengikut mereka dan mengubah kepercayaan yang sudah diwarisi dari nenek moyang.

Umar termasuk orang yang paling keras dan kejam serta paling berani menghadapi kaum Sabi'-orang yang meninggalkan kepercayaan leluhur. Sikap kerasnya dan cepat naik darah itulah yang membuatnya sampai berlebihan dalam bertindak keras. Ketika itu umurnya belum mencapai dua puluh lima tahun. Usianya yang masih muda itu jugalah yang membuatnya begitu fanatik dengan pandangannya sendiri. Sikap demikian itu sejalan pula dengan bawaannya yang kasar dan tegar. Dia memerangi mereka yang meninggalkan penyembahan berhala tanpa kenal ampun, juga mereka yang menghina berhala-berhala itu.

Permusuhannya terhadap Islam

Pada momentum itulah Allah berkenan, lalu mengutus Muhammad kepada masyarakat agar mengajak mereka ke jalan dan agama yang benar. Sesudah ajaran tauhid mulai tersebar ituiah. penduduk Mekah yang begitu fanatik terhadap penyembahan berhala mulai menyiksa kaum duafa yang masuk Islam, dengan tujuan supaya mereka kembali kepada penyembahan berhala. Sudah tentu Umar bin Khattab laki-laki Mekah yang paling keras menentang dan memerangi ajaran baru ini, serta berusaha mengancam mereka yang menjadi pengikutnya.

Ibn Hisyam menuturkan bahwa suatu hari Abu Bakr melihat Umar sedang menghajar seorang budak perempuan supaya meninggalkan Islam. Demikian rupa ia menghajar hingga ia merasa bosan sendiri karena sudah terlalu banyak ia memukul. Saat itulah kemudian ia ditinggalkan oleh Umar sambil berkata: Aku memaafkan kau! Kutinggalkan kau hanya karena sudah bosan. Hamba sahaya itu menjawab: Itulah yang dilakukan Allah kepadamu. Kemudian hamba sahaya itu dibeli oleh Abu Bakr lalu dibebaskan.

Perlawanan Umar terhadap Muhammad dan dakwahnya bukan karena fanatik atau karena tidak mengerti. Kita sudah tahu dia termasuk penduduk Mekah yang paling mantap dan paling banyak pengetahuannya. Dia pun sudah mendengar kata-kata Muhammad yang dipandangnya baik, tetapi sikapnya terhadap dakwah yang baru ini makin menambah sikap keras kepalanya. makin menjadi-jadi ia menyiksa dan menyakiti kaum Muslimin yang jatuh ke tangannya, sehingga mereka benar-benar merasa tersiksa karena tindakannya yang begitu keras kepada mereka. Menurut pendapatnya langkah laki-laki itu hanya akan merusak dan menghancurkan tatanan hidup di Mekah. Dia lebih menyukai Mekah dengan segala tata tertibnya serta penduduknya yang hidup tenang, daripada Muhammad dan dakwahnya yang ternyata memecah belah persatuan Kuraisy dan menginjak-injak kedudukan tanah suci itu. Membiarkan dakwah ini berarti akan menambah perpecahan di kalangan Kuraisy dan kedudukan Mekah pun akan makin hina. Jika Kuraisy menghentikan Muhammad hanya sampai pada menentang mereka yang menjadi pengikut-pengikutnya dan berusaha supaya orang-orang yang lemah itu meninggalkan agamanya, jelas hal ini akan menghanyutkan Mekah dan orang-orang Kuraisy ke dalam kehancuran, dan Kuraisy hanya akan menjadi buah bibir semua orang Arab.

Dosa apa gerangan kaum duafa itu sampai disiksa demikian rupa! Semua dosa itu dosa Muhammad dan pesona bahasanya serta kekuatan logikanya. Retorika yang memukau itulah yang mempengaruhi pikiran kaum duafa, kaum yang lemah dan yang lain yang sampai meninggalkan kepercayaan nenek moyang mereka. Kalau Muhammad meninggal hilanglah semua prahara itu dan suasana akan menjadi jernih kembali, tanah suci akan tetap aman dan damai. Terbunuhnya satu orang bukan lagi untuk menyelamatkan satu kabilah tetapi untuk menyelamatkan semua kabilah di Mekah. Mereka akan kembali bersatu dan tata tertib akan stabil.

Tetapi apa yang dikatakan Muhammad itu memang baik. Tidak lebih ia hanya mengulang kembali kata-kata itu dan mengajak orang agar mengikuti dengan cara yang baik pula. Di samping itu, Kuraisy mengenalnya sebagai orang yang belum pernah berdusta. Akan dibunuhkah dia tanpa alasan kecuali hanya karena mengatakan, Allah adalah Tuhanku, dan mengatakan itu karena itulah yang diyakininya dan sudah menjadi keimanannya! Bagaimana caranya membunuh dia atau menghabisi orang itu, padahal dia dari Keluarga Hasyim, dan Keluarga Hasyim akan membelanya.

Di antara mereka yang sudah beriman kepadanya, memenuhi seruannya dan bersama-sama dengan dia adalah orang-orang yang berkedudukan dari kabilah-kabilah terhormat, mereka akan mengadakan pembelaan, seperti Banu Hasyim membela Muhammad. Abu Bakr dan Talhah bin Abdullah dari Banu Taim bin Murrah; Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'd bin Abi Waqqas dari Banu Zuhrah; Usman bin Affan dari Banu Abdu-Syams; Abu Ubaidah bin al-Jarrah dari Banu Fihr bin Malik, dan az-Zubair bin al-Awwam dari Banu Asad. Mereka semua orang-orang terpandang dalam kabilah masing-masing dan yang harus mereka lindungi apabila ada pihak yang akan mengganggu mereka. Jika seandainya Umar memerangi mereka dan memerangi Muhammad dan menghasut untuk menyerang mereka, niscaya akan timbul perang saudara di Mekah, hal yang lebih berbahaya terhadap kedudukan mereka daripada terhadap Muhammad dan ajakannya itu.

Bilamana Umar sudah menyendiri, semua pikiran itu berkecamuk dalam hatinya. Apabila ia bertemu dengan masyarakatnya dan melihat perpecahan yang ada pada mereka, kembali keprihatinannya timbul ingin mengembalikan ketenangan Mekah dengan jalan mengikis sumber penyebab perpecahan itu.

Pikiran demikian tetap selalu menggoda hatinya; sampai kemudian Muhammad meminta pengikut-pengikutnya hijrah ke Abisinia, berlindung kepada Allah dengan agama yang mereka yakini. Tetapi, sesudah Umar melihat mereka berpisah dengan keluarga-keluarga dan tanah tumpah darah mereka, timbul rasa kasihan, terasa luka di hati karena perpisahan itu. Baginya ini adalah soal besar. Hatinya memberontak, lama sekali ia memikirkan ingin menghabisi Muhammad dan ajarannya itu. Kalau sudah ia lakukan niatnya itu Kuraisy akan bebas, dewa-dewa di Ka'bah dan semua dewa orang-orang Arab akan berkenan. Kalaupun dia harus menderita akibat perbuatannya itu, akan dia tanggung demi kepentingan Kuraisy dan demi Mekah. Kuraisy adalah keluarganya dan Mekah tanah tumpah darahnya. Penderitaan demi keluarga dan negeri sendiri merupakan langkah terpuji.

Itulah niat yang sudah menjadi keputusannya. Tetapi rupanya dia lupa, bahwa Allah mempunyai kebijaksanaan sendiri terhadap makhlukNya, dan kebijaksanaan Yang Mahakuasa sudah menentukan tak dapat dikalahkan oleh akal pikiran dan gejolak hatinya yang selama ini panas membara. Maka ia pun beriman kepada Muhammad untuk kemudian menjadi seorang al-Faruq, menjadi "pemisah," yang namanya akan disebut-sebut orang, dengan penuh penghargaan, dengan penuh rasa hormat sampai akhir zaman.

Catatan Kaki:

  1. Kata amir dalam hal ini sering juga diterjemahkan dan disamakan dengan gubernur. - Pnj.
  2. Teks sajak-sajak itu didasarkan pada sumber at-Tabari:
    Tak ada apa pun yang akan cerah abadi, selain Tuhan
    Harta dan anak keturunan akan binasa.
    Harta pusaka Hormuz tak pernah sekalipun berguna
    Keabadian diupayakan kaum Ad yang tak pernah kekal
    Tidak juga Sulaiman,
    Penguasa angin, manusia dan jin dapat menahannya
    Mana itu raja-raja dengan berbagai hadiah
    Datang dari segenap penjuru
    Tersedia dalam tempat penyimpanan besar
    Yang pasti suatu hari akan pergi seperti ketika datang!
  3. Al-Agani jilid 3/123, Darul Kutub al-Misriyah.
  4. Dalam hal ini banyak syair yang dikutip oleh penulis al-Agani (Abul-Faraj al-Asfahani) dihubungkan kepada Zaid bin Amr. juga oleh Ibn Hisyam dalam as-Sirah dan yang lain. Dua bait sajaknya yang kita catat dalam bab ini dari antara sekian banyak sajaknya itu, yakni:
    Kuserahkan diriku ke tempat awan menyerahkan dirinya
    Yang membawa air sejuk dan lezat
    Kuserahkan diriku ke tempat bumi menyerahkan diri
    Yang membawa batu-batuan yang berat-berat
    Diratakan dan ditancapkan gunung-gunung di alasnya.
    Penulis al-Agani itu menceritakan dengan menggunakan suatu pegangan bahwa Sa'id bin Zaid bin Amr dan Umar bin Khattab bertanya kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam tentang Zaid ini yang dijawab: "Pada hari kiamat ia merupakan satu umat tersendiri."
  5. Ibn Sa'd menuturkan dalam at-Tabaqat: "Orang itu lebih tinggi tiga depa. Siapa dia?" Dijawab: Umar bin Khattab.
  6. Mereka termasuk di antara penyair-penyair mukhadram (masa transisi jahiliah-Islam) yang terkenal. - Pnj.
  7. Ejaan yang pasti nama ini tidak terdapat dalam buku-buku acuan. Pnj.
  8. Dapat juga berarti "pembangkang." Pnj.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team