|
1. Umar di Masa Jahiliahnya (3/3)
Fanatik terhadap agama masyarakatnya
Sejak dahulu kala sebenarnya dunia memang sudah
diumbang-ambingkan oleh dua masalah pokok, yang sampai
sekarang masih berlaku, masing-masing ada pembelanya, yakni
masalah kebebasan dan organisasi: kebebasan pribadi dan
organisasi sosial. Masyarakat hanya dapat hidup dengan
organisasi, dengan bermasyarakat, dan tak akan ada kehidupan
pribadi tanpa kebebasan. Jika terjadi pertentangan antara
kebebasan pribadi dengan organisasi sosial mana yang harus
didukung? Tentu organisasi itu. Kebebasan pribadi tak akan
terjamin tanpa adanya organisasi sosial. Jika organisasi
sosial tidak berlaku, kebebasan pribadi juga ikut tak
berlaku. Tetapi! Bukankah kebebasan pribadi ada
batas-batasnya yang tidak saling bertentangan dengan
organisasi sosial? Atau, bukankah organisasi sosial juga ada
batas-batasnya yang dibuat tidak saling bertentangan dengan
kebebasan pribadi? Batas-batas itulah yang menjadi dasar dan
masih tetap menjadi dasar perbedaan. Kebebasan pribadi
dibatasi oleh kehidupan ekonomi, kehidupan sosial dan
kehidupan politik di samping hal-hal lain. Demikian juga
dalam organisasi sosial terdapat batas-batas dalam segala
manifestasi dan fasilitasnya. Sudah sering sekali timbul
pemberontakan dan peperangan hanya karena adanya perbedaan
dalam batas-batas kebebasan dan organisasi dalam satu bangsa
dan dalam hubungan antarbangsa. Bahkan tidak jarang
timbulnya peperangan itu karena maksud-maksud hendak
berkuasa dan rasa superioritas, dan para penganjurnya pun
kadangkala berlindung di bawah panji kebebasan dan
adakalanya berlindung di bawah panji organisasi
internasional yang akan menjamin adanya kebebasan umum.
Pada masa-masa tertentu dalam sejarah orang sepakat bahwa
kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan menganut suatu
keyakinan tidak mungkin bertentangan dengan organisasi
sosial selama hal itu hanya terbatas dalam batas-batas
berkeyakinan dan berpendapat serta pernyataannya. Tetapi
pada masa Umar hal itu belum lagi dikukuhkan. Sering timbul
perang antara Persia dengan Rumawi karena fanatisme agama.
Bahkan sesudah itu pun, pecahnya beberapa kali Perang Salib
antara Eropa yang Kristen dengan pihak Muslimin, yang
berlangsung sampai sekian lama terus-menerus, karena
keyakinan itu pula. Soalnya, karena agama dipandang sebagai
dasar kehidupan sosial. Hal ini berlaku mengingat mereka
yang menganut agama selain agama negara sebagai orang asing.
Kalaupun mereka masih menenggang karena mereka sudah
mewarisi kepercayaan itu dari nenek moyang, maka hak-hak
yang diberikan kepada masyarakatnya seagama tidak akan
diberikan kepada mereka. Tidak heran jika di masa
jahiliahnya Umar sangat keras memusuhi siapa saja yang bukan
penyembah berhala, dan memerangi siapa saja dari
masyarakatnya yang meninggalkan kepercayaan leluhurnya.
Orang-orang berilmu dan berpikiran sehat buat dia tak ada
artinya jika meninggalkan kepercayaan nenek moyang. Dalam
anggapannya, bahkan ilmu dan pikiran sehatnya itulah yang
merupakan kejahatan paling besar. Orang tidak perlu menjadi
pengikut orang-orang bodoh dan golongan awam, tetapi mereka
harus menjadi pengikut sesama masyarakatnya sendiri yang
dapat melihat segala persoalan dengan pandangan yang sehat,
dengan pikiran yang jernih dan saksama dalam mencari
kebenaran. Kalaupun Qus bin Sa'idah dibiarkan menghina
berhala-berhala orang Arab, maka sebagai orang Nasrani ia
masih dapat dimaafkan. Tetapi orang-orang semacam Zaid bin
Amr bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Usman bin al-Huwairis,
Abdullah bin Jahsy dan yang semacamnya dari penduduk Mekah
yang meninggalkan penyembahan berhala, dan yang sebagian
membuat syair-syair yang berisi ajaran tauhid, maka bagi
mereka tak ada maaf, dan tak dapat lain harus dimusuhi dan
diperangi. Kalau dibiarkan begitu, akan menyesatkan orang
banyak dan akan memecah belah mereka, dan negeri akan
menjurus kepada kehancuran. Sikap Umar dan orang-orang
semacamnya telah dapat menjaga persatuan Kuraisy dan
kedudukan Mekah. Dengan demikian para pemikir itu membatasi
kebijakan mereka di sekitar diri mereka sendiri, dan tidak
menghasut orang lain supaya menjadi pengikut mereka dan
mengubah kepercayaan yang sudah diwarisi dari nenek
moyang.
Umar termasuk orang yang paling keras dan kejam serta
paling berani menghadapi kaum Sabi'-orang yang meninggalkan
kepercayaan leluhur. Sikap kerasnya dan cepat naik darah
itulah yang membuatnya sampai berlebihan dalam bertindak
keras. Ketika itu umurnya belum mencapai dua puluh lima
tahun. Usianya yang masih muda itu jugalah yang membuatnya
begitu fanatik dengan pandangannya sendiri. Sikap demikian
itu sejalan pula dengan bawaannya yang kasar dan tegar. Dia
memerangi mereka yang meninggalkan penyembahan berhala tanpa
kenal ampun, juga mereka yang menghina berhala-berhala
itu.
Permusuhannya terhadap Islam
Pada momentum itulah Allah berkenan, lalu mengutus
Muhammad kepada masyarakat agar mengajak mereka ke jalan dan
agama yang benar. Sesudah ajaran tauhid mulai tersebar
ituiah. penduduk Mekah yang begitu fanatik terhadap
penyembahan berhala mulai menyiksa kaum duafa yang masuk
Islam, dengan tujuan supaya mereka kembali kepada
penyembahan berhala. Sudah tentu Umar bin Khattab laki-laki
Mekah yang paling keras menentang dan memerangi ajaran baru
ini, serta berusaha mengancam mereka yang menjadi
pengikutnya.
Ibn Hisyam menuturkan bahwa suatu hari Abu Bakr melihat
Umar sedang menghajar seorang budak perempuan supaya
meninggalkan Islam. Demikian rupa ia menghajar hingga ia
merasa bosan sendiri karena sudah terlalu banyak ia memukul.
Saat itulah kemudian ia ditinggalkan oleh Umar sambil
berkata: Aku memaafkan kau! Kutinggalkan kau hanya karena
sudah bosan. Hamba sahaya itu menjawab: Itulah yang
dilakukan Allah kepadamu. Kemudian hamba sahaya itu dibeli
oleh Abu Bakr lalu dibebaskan.
Perlawanan Umar terhadap Muhammad dan dakwahnya bukan
karena fanatik atau karena tidak mengerti. Kita sudah tahu
dia termasuk penduduk Mekah yang paling mantap dan paling
banyak pengetahuannya. Dia pun sudah mendengar kata-kata
Muhammad yang dipandangnya baik, tetapi sikapnya terhadap
dakwah yang baru ini makin menambah sikap keras kepalanya.
makin menjadi-jadi ia menyiksa dan menyakiti kaum Muslimin
yang jatuh ke tangannya, sehingga mereka benar-benar merasa
tersiksa karena tindakannya yang begitu keras kepada mereka.
Menurut pendapatnya langkah laki-laki itu hanya akan merusak
dan menghancurkan tatanan hidup di Mekah. Dia lebih menyukai
Mekah dengan segala tata tertibnya serta penduduknya yang
hidup tenang, daripada Muhammad dan dakwahnya yang ternyata
memecah belah persatuan Kuraisy dan menginjak-injak
kedudukan tanah suci itu. Membiarkan dakwah ini berarti akan
menambah perpecahan di kalangan Kuraisy dan kedudukan Mekah
pun akan makin hina. Jika Kuraisy menghentikan Muhammad
hanya sampai pada menentang mereka yang menjadi
pengikut-pengikutnya dan berusaha supaya orang-orang yang
lemah itu meninggalkan agamanya, jelas hal ini akan
menghanyutkan Mekah dan orang-orang Kuraisy ke dalam
kehancuran, dan Kuraisy hanya akan menjadi buah bibir semua
orang Arab.
Dosa apa gerangan kaum duafa itu sampai disiksa demikian
rupa! Semua dosa itu dosa Muhammad dan pesona bahasanya
serta kekuatan logikanya. Retorika yang memukau itulah yang
mempengaruhi pikiran kaum duafa, kaum yang lemah dan yang
lain yang sampai meninggalkan kepercayaan nenek moyang
mereka. Kalau Muhammad meninggal hilanglah semua prahara itu
dan suasana akan menjadi jernih kembali, tanah suci akan
tetap aman dan damai. Terbunuhnya satu orang bukan lagi
untuk menyelamatkan satu kabilah tetapi untuk menyelamatkan
semua kabilah di Mekah. Mereka akan kembali bersatu dan tata
tertib akan stabil.
Tetapi apa yang dikatakan Muhammad itu memang baik. Tidak
lebih ia hanya mengulang kembali kata-kata itu dan mengajak
orang agar mengikuti dengan cara yang baik pula. Di samping
itu, Kuraisy mengenalnya sebagai orang yang belum pernah
berdusta. Akan dibunuhkah dia tanpa alasan kecuali hanya
karena mengatakan, Allah adalah Tuhanku, dan mengatakan itu
karena itulah yang diyakininya dan sudah menjadi
keimanannya! Bagaimana caranya membunuh dia atau menghabisi
orang itu, padahal dia dari Keluarga Hasyim, dan Keluarga
Hasyim akan membelanya.
Di antara mereka yang sudah beriman kepadanya, memenuhi
seruannya dan bersama-sama dengan dia adalah orang-orang
yang berkedudukan dari kabilah-kabilah terhormat, mereka
akan mengadakan pembelaan, seperti Banu Hasyim membela
Muhammad. Abu Bakr dan Talhah bin Abdullah dari Banu Taim
bin Murrah; Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'd bin Abi Waqqas
dari Banu Zuhrah; Usman bin Affan dari Banu Abdu-Syams; Abu
Ubaidah bin al-Jarrah dari Banu Fihr bin Malik, dan
az-Zubair bin al-Awwam dari Banu Asad. Mereka semua
orang-orang terpandang dalam kabilah masing-masing dan yang
harus mereka lindungi apabila ada pihak yang akan mengganggu
mereka. Jika seandainya Umar memerangi mereka dan memerangi
Muhammad dan menghasut untuk menyerang mereka, niscaya akan
timbul perang saudara di Mekah, hal yang lebih berbahaya
terhadap kedudukan mereka daripada terhadap Muhammad dan
ajakannya itu.
Bilamana Umar sudah menyendiri, semua pikiran itu
berkecamuk dalam hatinya. Apabila ia bertemu dengan
masyarakatnya dan melihat perpecahan yang ada pada mereka,
kembali keprihatinannya timbul ingin mengembalikan
ketenangan Mekah dengan jalan mengikis sumber penyebab
perpecahan itu.
Pikiran demikian tetap selalu menggoda hatinya; sampai
kemudian Muhammad meminta pengikut-pengikutnya hijrah ke
Abisinia, berlindung kepada Allah dengan agama yang mereka
yakini. Tetapi, sesudah Umar melihat mereka berpisah dengan
keluarga-keluarga dan tanah tumpah darah mereka, timbul rasa
kasihan, terasa luka di hati karena perpisahan itu. Baginya
ini adalah soal besar. Hatinya memberontak, lama sekali ia
memikirkan ingin menghabisi Muhammad dan ajarannya itu.
Kalau sudah ia lakukan niatnya itu Kuraisy akan bebas,
dewa-dewa di Ka'bah dan semua dewa orang-orang Arab akan
berkenan. Kalaupun dia harus menderita akibat perbuatannya
itu, akan dia tanggung demi kepentingan Kuraisy dan demi
Mekah. Kuraisy adalah keluarganya dan Mekah tanah tumpah
darahnya. Penderitaan demi keluarga dan negeri sendiri
merupakan langkah terpuji.
Itulah niat yang sudah menjadi keputusannya. Tetapi
rupanya dia lupa, bahwa Allah mempunyai kebijaksanaan
sendiri terhadap makhlukNya, dan kebijaksanaan Yang
Mahakuasa sudah menentukan tak dapat dikalahkan oleh akal
pikiran dan gejolak hatinya yang selama ini panas membara.
Maka ia pun beriman kepada Muhammad untuk kemudian menjadi
seorang al-Faruq, menjadi "pemisah," yang namanya akan
disebut-sebut orang, dengan penuh penghargaan, dengan penuh
rasa hormat sampai akhir zaman.
Catatan Kaki:
- Kata amir dalam hal ini sering juga
diterjemahkan dan disamakan dengan gubernur. - Pnj.
- Teks sajak-sajak itu didasarkan pada sumber
at-Tabari:
Tak ada apa pun yang akan cerah abadi, selain Tuhan
Harta dan anak keturunan akan binasa.
Harta pusaka Hormuz tak pernah sekalipun berguna
Keabadian diupayakan kaum Ad yang tak pernah kekal
Tidak juga Sulaiman,
Penguasa angin, manusia dan jin dapat menahannya
Mana itu raja-raja dengan berbagai hadiah
Datang dari segenap penjuru
Tersedia dalam tempat penyimpanan besar
Yang pasti suatu hari akan pergi seperti ketika
datang!
- Al-Agani jilid 3/123, Darul Kutub al-Misriyah.
- Dalam hal ini banyak syair yang dikutip oleh penulis
al-Agani (Abul-Faraj al-Asfahani) dihubungkan kepada Zaid
bin Amr. juga oleh Ibn Hisyam dalam as-Sirah dan yang
lain. Dua bait sajaknya yang kita catat dalam bab ini
dari antara sekian banyak sajaknya itu, yakni:
Kuserahkan diriku ke tempat awan menyerahkan dirinya
Yang membawa air sejuk dan lezat
Kuserahkan diriku ke tempat bumi menyerahkan diri
Yang membawa batu-batuan yang berat-berat
Diratakan dan ditancapkan gunung-gunung di alasnya.
Penulis al-Agani itu menceritakan dengan menggunakan
suatu pegangan bahwa Sa'id bin Zaid bin Amr dan Umar bin
Khattab bertanya kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa
sallam tentang Zaid ini yang dijawab: "Pada hari kiamat
ia merupakan satu umat tersendiri."
- Ibn Sa'd menuturkan dalam at-Tabaqat: "Orang
itu lebih tinggi tiga depa. Siapa dia?" Dijawab: Umar bin
Khattab.
- Mereka termasuk di antara penyair-penyair mukhadram
(masa transisi jahiliah-Islam) yang terkenal. - Pnj.
- Ejaan yang pasti nama ini tidak terdapat dalam
buku-buku acuan. Pnj.
- Dapat juga berarti "pembangkang." Pnj.
|