Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

1. Umar di Masa Jahiliahnya (2/3)

Ayah Umar

Sebenarnya Khattab ini cerdas, sangat dihormati di kalangan masyarakatnya, pemberani. Dengan tangkas dan tabah ia memimpin Banu Adi dalam suatu pertempuran. Banu Adi ini yang dulu ikut dalam Perang Fijar, yang dipimpin oleh Zaid bin Amr bin Nufail dan Khattab bin Nufail pamannya dan sekaligus saudaranya dari pihak ibu, sebab perkawinan Nufail dengan Jaida' yang kemudian melahirkan Khattab. Setelah Nufail meninggal Amr anaknya yang dari ibu lain kawin dengan istri ayahnya Jaida'. Pernikahan demikian biasa dilakukan di zaman jahiliah. Dari perkawinan Amr dengan Jaida' ini kemudian lahir Zaid bin Amr, yang bagi Umar adalah saudara dan sekaligus kemenakan.3 Usia keduanya berdekatan dan itu pula yang menyebabkan mereka memimpin masyarakatnya dalam Perang Fijar.

Sesudah Zaid meninggalkan penyembahan berhala dan tidak mau memakan makanan kurban untuk berhala itu, kepada masyarakatnya ia berkata: "Allah menurunkan hujan dan menumbuhkan hasil bumi, menciptakan unta supaya kamu urus, lalu kamu sembelih untuk yang selain Allah? Selain aku, aku tidak tahu di muka bumi ini adakah orang yang berpegang pada agama Ibrahim?!"

Kemudian ia membacakan syair yang mengajak orang membuang cara peribadatan demikian itu.4 Oleh karena itu oleh Khattab ia dimusuhi dan ditentang keras sekali, didorong pula oleh masyarakat Kuraisy yang akhirnya mengeluarkannya dari Mekah dan tidak diperbolehkan memasuki Mekah lagi. Khattab termasuk di antara mereka yang paling keras dan kejam.

Di antara perempuan yang sudah dikawini Khattab termasuk Hantamah binti Hasyim bin al-Mugirah dari Banu Makhzum yang masih sepupu Khalid bin al-Walid dari pihak ayah. Al-Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum kakek mereka bersama, yang juga pemimpin pemuka-pemuka Kuraisy dan salah seorang pahlawannya. Dalam pasukan tentara Banu Makhzum dia juga komandannya, sehingga mendapat gelar sesuai dengan kedudukannya itu. Dengan kedudukannya yang demikian di kalangan Kuraisy, dialah yang telah menasihati kakek Nabi, supaya jangan menyembelih Abdullah anaknya sebagai kurban untuk memenuhi nazarnya, dengan mengatakan: "Janganlah sekali-kali menyembelihnya sebelum kita memberikan alasan. Kalau penebusannya dapat kita lakukan dengan harta kita, kita tebuslah." Dengan kedudukannya itu Hantamah adalah perempuan yang selalu dekat di mata suaminya dan lebih diutamakan dari istri-istrinya yang lain. Setelah Umar lahir sang ayah merasa sangat gembira dan dibawanya kepada berhala-berhala sebagai tanda kegembiraannya. Kaum fakir miskin di kalangan Banu Adi yang banyak jumlahnya ketika itu diberi santunan berupa makanan.

Masa kecil dan remaja

Kapan Umar dilahirkan? Suatu hal yang tidak mudah dapat dipastikan. Yang jelas ia meninggal sekitar tiga hari terakhir bulan Zulhijah 23 tahun setelah hijrah. Tetapi yang masih diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat: ada yang mengatakan dalam usia lima puluh tahun, ada yang menyebutkan dalam usia lima puluh tujuh tahun, yang lain mengatakan enam puluh tahun, ada lagi yang mengatakan enam puluh tiga tahun dan sebagainya. Besar dugaan ia meninggal sekitar umur enam puluhan. Kalau benar demikian berarti ketika ia hijrah umurnya belum mencapai empat puluh tahun. Dan kepastian dugaan ini tak dapat kita jadikan pegangan.

Semasa anak-anak Umar dibesarkan seperti layaknya anak-anak Kuraisy. Yang kemudian membedakannya dengan yang lain, ia sempat belajar baca-tulis, hal yang jarang sekali terjadi di kalangan mereka. Dari semua suku Kuraisy ketika Nabi diutus hanya tujuh belas orang yang pandai baca-tulis. Sekarang kita mengatakan bahwa dia termasuk istimewa di antara teman-teman sebayanya. Orang-orang Arab masa itu tidak menganggap pandai baca-tulis itu suatu keistimewaan, bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan anak-anaknya dari belajar.

Sesudah Umar beranjak remaja ia bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran kota Mekah. Sudah kita sebutkan ia bercerita tentang ayahnya serta tindakannya yang keras kepadanya saat ia menggembalakan untanya. Penulis al-'Iqdul Farid menyebutkan bahwa pada suatu hari Umar berkata kepada an-Nabigah al-Ja'di: Perdengarkanlah nyanyianmu kepadaku tentang dia. Lalu diperdengarkannya sebuah kata dari dia. "Engkau yang mengatakan itu?" tanyanya. "Ya." "Sering benar kau menyanyikan itu di belakang Khattab." Menggembalakan unta sudah merupakan kebiasaan di kalangan anak-anak Kuraisy betapapun tingkat kedudukan mereka.

Beranjak dari masa remaja ke masa pemuda sosok tubuh Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Ketika Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: Dia Umar bin Khattab.5

Wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali. Sejak mudanya ia memang sudah mahir dalam berbagai olahraga: olahraga gulat dan menunggang kuda. Ketika ia sudah masuk Islam ada seorang gembala ditanya orang: Kau tahu si kidal itu sudah masuk Islam? Gembala itu menjawab: Yang beradu gulat di Pasar Ukaz? Setelah dijawab bahwa dia, gembala itu memekik: Oh, mungkin ia membawa kebaikan buat mereka, mungkin juga bencana.

Penunggang kuda

Dari antara berbagai macam olahraga, naik kuda itulah yang paling disukainya sepanjang hidupnya. Selama dalam pemerintahannya pernah ia datang dengan memacu kudanya sehingga hampir menabrak orang. Ketika mereka melihatnya, mereka heran. Apa yang membuat kalian heran? tanyanya. Aku merasa cukup segar lalu kukeluarkan seekor kuda dan kupacu.

Dalam perang juga dia memegang peranan penting, yang diwarisinya dari pihak saudara-saudara ibunya Banu Makhzum. Ketika dalam sakitnya yang terakhir Abu Bakr sudah berkata: "Tatkala aku mengirim Khalid bin Walid ke Syam aku bermaksud mengirim Umar bin Khattab ke Irak. Ketika itu sudah kubentangkan kedua tanganku demi di jalan Allah."

Di samping kemahirannya dalam olahraga berkuda, adu gulat dan berbagai olahraga lain, apresiasinya terhadap puisi juga tinggi dan suka mengutipnya. Ia suka mendengarkan para penyair membaca puisi di Ukaz dan di tempat-tempat lain. Banyak syair yang sudah dihafalnya dan membacanya kembali mana-mana yang disenanginya, di samping kemampuannya berbicara panjang mengenai penyair-penyair al-Hutai'ah, Hassan bin Sabit, az-Zibriqan6 dan yang lain. Pengetahuannya yang cukup menonjol mengenai silsilah (genealogi) orang-orang Arab yang dipelajarinya dari ayahnya, sehingga ia menjadi orang paling terkemuka dalam bidang ini. Retorikanya baik sekali dan ia pandai berbicara. Karena semua itu ia sering pergi menjadi utusan Kuraisy kepada kabilah-kabilah lain, dan dalam menghadapi perselisihan kepemimpinannya disukai seperti kepemimpinan ayahnya dulu.

Seperti pemuda-pemuda dan laki-laki lain di Mekah, Umar gemar sekali meminum khamar (minuman keras) sampai berlebihan. Bahkan barangkali melebihi yang lain. Juga waktu mudanya itu ia tergila-gila kepada gadis-gadis cantik, sehingga para penulis biografinya sepakat bahwa dia ahli minuman keras dan ahli mencumbu perempuan. Tetapi yang demikian ini memang sudah menjadi kebiasaan masyarakatnya. Penduduk Mekah memang sangat tergila-gila pada minuman keras. Dalam suasana teler demikian mereka merasa sangat nikmat. Perempuan-perempuan hamba sahaya milik mereka menjadi sasaran kenikmatan mereka, juga mereka yang di luar hamba sahaya. Syair-syair mereka zaman jahiliah pandai sekali berbicara mengenai soal-soal semacam itu. Sesudah datang Islam, yang terkenal dalam soal ini penyair Umar bin Abi Rabi'ah dan yang semacamnya. Puisi-puisi mereka biasa menggoda gadis-gadis Mekah dengan dorongan cinta berahi yang mereka warisi dari ibu-ibu dan bibi-bibi mereka. Dalam Islam hal ini dipandang perbuatan dosa, sedang sebelum itu dianggap soal biasa.

Istri-istri Umar

Sesudah masa mudanya mencapai kematangan, Umar terdorong ingin menikah. Kecenderungan banyak kawin ini sudah diwarisi dari masyarakatnya dengan harapan mendapat banyak anak. Dalam hidupnya itu ia mengawini sembilan perempuan yang kemudian memberikan keturunan dua belas anak, delapan laki-laki dan empat perempuan. Dari perkawinannya dengan Zainab putri Maz'un lahir Abdur-Rahman dan Hafsah; dengan Umm Kulsum putri Ali bin Abi Talib lahir Zaid yang lebih tua (senior) dan Ruqayyah; dengan Umm Kulsum binti Jarul7 bin Malik lahir Zaid yang lebih muda (junior) dan Ubaidillah. Islam telah memisahkan Umar dengan Umm Kulsum putri Jarul. Ia kawin dengan Jamilah binti Sabit bin Abi al-Aflah maka lahir Asim. Nama Jamilah yang tadinya Asiyah8, oleh Nabi diganti: Sebenarnya engkau Jamilah, kata Nabi. Perkawinannya dengan Umm Hakam putri al-Haris bin Hisyam bin al-Mugirah melahirkan Fatimah. Dari perkawinannya dengan Atikah binti Zaid bin Amr lahir Iyad. Luhayyah, hamba sahaya ibu Abdur-Rahman anaknya yang menengah. Dari Fukaihah yang juga hamba sahaya yang telah melahirkan Zaid, anaknya yang bungsu. Kalangan sejarawan masih berbeda pendapat mengenai nama ibu Abdur-Rahman junior, ibunya juga seorang hamba sahaya. Kalangan sejarawan masih berbeda pendapat mengenai nama ibunya itu.

Umar kawin dengan empat perempuan di Mekah, dan yang perempuan kelima setelah hijrah ke Medinah. Tetapi ia tidak sampai mengumpulkan mereka di rumahnya. Kita sudah melihat Islam yang telah memisahkannya dari Umm Kulsum binti Jarul, dan perempuan-perempuan yang lain diceraikannya. Mereka yang diceraikan itu Umm Hakam binti al-Haris bin Hisyam dan Jamilah yang telah melahirkan Asim. Kalau ia masih akan berumur panjang niscaya ia masih akan kawin lagi selain kesembilan perempuan itu. Ia melamar Umm Kulsum putri Abu Bakr sewaktu masih gadis kecil, sementara ia sudah memegang pimpinan umat. Ia memintanya kepada Aisyah saudaranya, Aisyah Ummulmukminin menanyakan adiknya itu tetapi ia menolak dengan mengatakan bahwa Umar hidupnya kasar dan sangat keras terhadap perempuan. Juga ia pernah melamar Umm Aban binti Utbah bin Rabi'ah, yang juga menolak dengan mengatakan bahwa dia kikir, keluar masuk rumah dengan muka merengut.

Apa yang dikatakan Umm Kulsum binti Abu Bakr tentang wataknya yang keras dan kasar, dan apa yang dikatakan Umm Aban bahwa ia selalu bermuka masam dan hidupnya yang serba keras, merupakan sebagian dari wataknya yang sejak masa mudanya, dan kemudian tetap begitu dalam perjalanan hidup selanjutnya. Sesudah menjadi khalifah, maka dalam doa pertamanya ia berkata: "Allahumma ya Allah, aku sungguh tegar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah, aku ini lemah, berilah aku kekuatan. Ya Allah aku sungguh kikir jadikanlah aku orang pemurah." Sejak mudanya ia sudah mewarisi sikap keras dan kasar itu dari ayahnya, kemudian didukung pula oleh tubuhnya yang tetap kekar dan kuat. Mengenai apa yang disebutnya kebakhilan, karena ia memang tak pernah kaya, dan ayahnya juga tak pernah menjadi orang kaya. Sepanjang hidupnya ia dalam keadaan sederhana. padahal, seperti kebanyakan penduduk Mekah ia juga berdagang. Barangkali wataknya yang keras itu yang membuatnya tak pernah beruntung dalam perdagangan, seperti rekan-rekannya yang lain. Dengan watak kerasnya dalam perdagangan ia tak pernah dapat mengeluarkan air dari batu, tak pernah ia dapat mengubah tanah menjadi emas, demikian ungkapan masyarakatnya sendiri, Kuraisy. Di samping itu. dalam perdagangan pun ia tak terbatas hanya pada perjalanan musim panas dan musim dingin ke Yaman dan ke Syam saja, bahkan ia pergi sampai ke Persia dan Rumawi. Tetapi dalam perjalanan itu ia mengutamakan untuk mencerdaskan pikirannya daripada untuk mengembangkan perdagangannya. Dalam Muruj az-Zahab al-Mas'udi menyebutkan bahwa selama dalam pelbagai perjalanan di masa jahiliah itu Umar banyak menemui pemuka-pemuka Arab dan bertukar pikiran dengan mereka. Kemungkinan besar segala yang sudah dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai utusan dari pihak Kuraisy, dan luasnya pengetahuannya mengenai silsilah orang-orang Arab dan cerita-cerita rakyat masyarakat Arab serta apa yang diketahuinya dari buku-buku yang dibacanya masa itu, itulah membuatnya lebih banyak untuk menambah ilmu daripada untuk memperoleh kekayaan.

Pendidikan dan konsep pemikirannya

Inilah yang membuatnya lebih percaya diri dan lebih punya rasa harga diri. Orang yang berharta selalu perlu menjaga hubungan baik dengan semua orang, untuk melindungi dan memperbesar kekayaannya. Orang yang dalam usaha perdagangan, keberhasilannya bergantung pada kelihaian serta menguasai segala seluk beluknya. Tetapi orang yang haus ilmu dan ingin menambah pengetahuannya, harta kekayaan tak banyak mendapat perhatian, sebab orang yang sudah keranjingan harta cenderung tidak memperhatikan ilmu dan lebih banyak menggantungkan diri pada masalah-masalah dunia dan tunduk pada yang lebih menguasainya. Tetapi orang yang memandang dunia dan harta itu rendah dan memburu ilmu dan pengetahuan lebih membanggakan diri, sampai-sampai ia mau menjauhi orang, maka ia tidak akan tertarik pada segala yang ada di tangan mereka karena ia sudah lebih tinggi dari semua mereka. Tingkat ini yang belum dicapai Umar di masa mudanya. Rasa bangga dan percaya diri yang luar biasa itu, itulah yang benar-benar dihayatinya.

Usaha Umar dalam memburu pengetahuan membuatnya sejak mudanya ia memikirkan nasib masyarakatnya dan usaha apa yang akan dapat memperbaiki keadaan mereka. Ini juga kemudian yang membuatnya bangga, bersikeras dan menjadi fanatik dengan pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin dicapainya itu. Ia tidak mau dibantah atau berdebat. Karena sikap keras dan ketegarannya itu sehingga dengan fanatiknya ia berlaku begitu sewenang-wenang. Ia akan mempertahankan pendapatnya dengan tangan besi dan dengan ketajaman lidahnya. Tetapi yang demikian ini bukan tidak mungkin akan mengubah pendapat orang lain yang dihadapinya untuk menjadi bukti kuat dalam pembelaannya dan untuk mematahkan alasan lawan.

Pandangan orang mengenai masalah-masalah ekonomi dan sosial di Mekah dan di negeri-negeri Arab lainnya tidak banyak berbeda. Sudah biasa beraneka ragam pendapat mereka mengenai masalah-masalah tersebut, yang memang sudah mereka warisi dari nenek moyang, dan sudah menjadi pegangan hidup mereka. Dengan begitu mereka sudah cukup puas. Tetapi pertentangan yang masih timbul mengenai agama dan peribadatannya. Soalnya, orang-orang Nasrani dan Yahudi yang tinggal bersama mereka tidak mengakui penyembahan berhala demikian, yang mereka anggap sebagai perbuatan batil. Setiap orang yang berpikiran sehat harus menjauhinya. Orang-orang Arab yang dalam perjalanan musim panas ke daerah Rumawi menganggap peradaban orang-orang Nasrani dan Yahudi itu lebih maju dari peradaban orang Arab, dan mereka menghubungkan kemajuan itu dengan agama mereka. Di samping itu, para penginjil Nasrani waktu itu sangat giat sekali dalam menyebarkan misi dan mengajak orang menganut agama mereka, sama dengan kegiatan mereka sekarang. Oleh karena itu beberapa orang Arab yang mempunyai pengetahuan tidak mengakui penyembahan berhala.

Sebagai orang yang sudah pandai baca-tulis, adakah juga Umar mau mengikuti mereka dan meninggalkan kepercayaan masyarakatnya?

Tidak! Malah dengan sengitnya ia menyerang mereka. Ia berpendapat orang yang meninggalkan kepercayaan masyarakatnya telah merusak sendi-sendi pergaulan masyarakat Arab. Ia menganggap perlu memerangi dan menghancurkan mereka supaya tidak berakar dan berkembang. Dalam hal ini fanatiknya terhadap penyembahan berhala barangkali tidak seberat fanatiknya terhadap masyarakatnya itu, ingin bertahan dengan sistem yang sekarang ada dengan segala keutuhan dan ketahanannya terhadap golongan lain.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team