1. Umar di Masa Jahiliahnya (2/3)
Ayah Umar
Sebenarnya Khattab ini cerdas, sangat dihormati di
kalangan masyarakatnya, pemberani. Dengan tangkas dan tabah
ia memimpin Banu Adi dalam suatu pertempuran. Banu Adi ini
yang dulu ikut dalam Perang Fijar, yang dipimpin oleh Zaid
bin Amr bin Nufail dan Khattab bin Nufail pamannya dan
sekaligus saudaranya dari pihak ibu, sebab perkawinan Nufail
dengan Jaida' yang kemudian melahirkan Khattab. Setelah
Nufail meninggal Amr anaknya yang dari ibu lain kawin dengan
istri ayahnya Jaida'. Pernikahan demikian biasa dilakukan di
zaman jahiliah. Dari perkawinan Amr dengan Jaida' ini
kemudian lahir Zaid bin Amr, yang bagi Umar adalah saudara
dan sekaligus kemenakan.3 Usia keduanya
berdekatan dan itu pula yang menyebabkan mereka memimpin
masyarakatnya dalam Perang Fijar.
Sesudah Zaid meninggalkan penyembahan berhala dan tidak
mau memakan makanan kurban untuk berhala itu, kepada
masyarakatnya ia berkata: "Allah menurunkan hujan dan
menumbuhkan hasil bumi, menciptakan unta supaya kamu urus,
lalu kamu sembelih untuk yang selain Allah? Selain aku, aku
tidak tahu di muka bumi ini adakah orang yang berpegang pada
agama Ibrahim?!"
Kemudian ia membacakan syair yang mengajak orang membuang
cara peribadatan demikian itu.4 Oleh karena itu
oleh Khattab ia dimusuhi dan ditentang keras sekali,
didorong pula oleh masyarakat Kuraisy yang akhirnya
mengeluarkannya dari Mekah dan tidak diperbolehkan memasuki
Mekah lagi. Khattab termasuk di antara mereka yang paling
keras dan kejam.
Di antara perempuan yang sudah dikawini Khattab termasuk
Hantamah binti Hasyim bin al-Mugirah dari Banu Makhzum yang
masih sepupu Khalid bin al-Walid dari pihak ayah. Al-Mugirah
bin Abdullah bin Amr bin Makhzum kakek mereka bersama, yang
juga pemimpin pemuka-pemuka Kuraisy dan salah seorang
pahlawannya. Dalam pasukan tentara Banu Makhzum dia juga
komandannya, sehingga mendapat gelar sesuai dengan
kedudukannya itu. Dengan kedudukannya yang demikian di
kalangan Kuraisy, dialah yang telah menasihati kakek Nabi,
supaya jangan menyembelih Abdullah anaknya sebagai kurban
untuk memenuhi nazarnya, dengan mengatakan: "Janganlah
sekali-kali menyembelihnya sebelum kita memberikan alasan.
Kalau penebusannya dapat kita lakukan dengan harta kita,
kita tebuslah." Dengan kedudukannya itu Hantamah adalah
perempuan yang selalu dekat di mata suaminya dan lebih
diutamakan dari istri-istrinya yang lain. Setelah Umar lahir
sang ayah merasa sangat gembira dan dibawanya kepada
berhala-berhala sebagai tanda kegembiraannya. Kaum fakir
miskin di kalangan Banu Adi yang banyak jumlahnya ketika itu
diberi santunan berupa makanan.
Masa kecil dan remaja
Kapan Umar dilahirkan? Suatu hal yang tidak mudah dapat
dipastikan. Yang jelas ia meninggal sekitar tiga hari
terakhir bulan Zulhijah 23 tahun setelah hijrah. Tetapi yang
masih diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat: ada
yang mengatakan dalam usia lima puluh tahun, ada yang
menyebutkan dalam usia lima puluh tujuh tahun, yang lain
mengatakan enam puluh tahun, ada lagi yang mengatakan enam
puluh tiga tahun dan sebagainya. Besar dugaan ia meninggal
sekitar umur enam puluhan. Kalau benar demikian berarti
ketika ia hijrah umurnya belum mencapai empat puluh tahun.
Dan kepastian dugaan ini tak dapat kita jadikan
pegangan.
Semasa anak-anak Umar dibesarkan seperti layaknya
anak-anak Kuraisy. Yang kemudian membedakannya dengan yang
lain, ia sempat belajar baca-tulis, hal yang jarang sekali
terjadi di kalangan mereka. Dari semua suku Kuraisy ketika
Nabi diutus hanya tujuh belas orang yang pandai baca-tulis.
Sekarang kita mengatakan bahwa dia termasuk istimewa di
antara teman-teman sebayanya. Orang-orang Arab masa itu
tidak menganggap pandai baca-tulis itu suatu keistimewaan,
bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan
anak-anaknya dari belajar.
Sesudah Umar beranjak remaja ia bekerja sebagai gembala
unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran kota
Mekah. Sudah kita sebutkan ia bercerita tentang ayahnya
serta tindakannya yang keras kepadanya saat ia
menggembalakan untanya. Penulis al-'Iqdul Farid menyebutkan
bahwa pada suatu hari Umar berkata kepada an-Nabigah
al-Ja'di: Perdengarkanlah nyanyianmu kepadaku tentang dia.
Lalu diperdengarkannya sebuah kata dari dia. "Engkau yang
mengatakan itu?" tanyanya. "Ya." "Sering benar kau
menyanyikan itu di belakang Khattab." Menggembalakan unta
sudah merupakan kebiasaan di kalangan anak-anak Kuraisy
betapapun tingkat kedudukan mereka.
Beranjak dari masa remaja ke masa pemuda sosok tubuh Umar
tampak berkembang lebih cepat dibandingkan teman-teman
sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Ketika Auf bin
Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada
seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga
sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu,
dijawab: Dia Umar bin Khattab.5
Wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan
kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali. Sejak
mudanya ia memang sudah mahir dalam berbagai olahraga:
olahraga gulat dan menunggang kuda. Ketika ia sudah masuk
Islam ada seorang gembala ditanya orang: Kau tahu si kidal
itu sudah masuk Islam? Gembala itu menjawab: Yang beradu
gulat di Pasar Ukaz? Setelah dijawab bahwa dia, gembala itu
memekik: Oh, mungkin ia membawa kebaikan buat mereka,
mungkin juga bencana.
Penunggang kuda
Dari antara berbagai macam olahraga, naik kuda itulah
yang paling disukainya sepanjang hidupnya. Selama dalam
pemerintahannya pernah ia datang dengan memacu kudanya
sehingga hampir menabrak orang. Ketika mereka melihatnya,
mereka heran. Apa yang membuat kalian heran? tanyanya. Aku
merasa cukup segar lalu kukeluarkan seekor kuda dan
kupacu.
Dalam perang juga dia memegang peranan penting, yang
diwarisinya dari pihak saudara-saudara ibunya Banu Makhzum.
Ketika dalam sakitnya yang terakhir Abu Bakr sudah berkata:
"Tatkala aku mengirim Khalid bin Walid ke Syam aku bermaksud
mengirim Umar bin Khattab ke Irak. Ketika itu sudah
kubentangkan kedua tanganku demi di jalan Allah."
Di samping kemahirannya dalam olahraga berkuda, adu gulat
dan berbagai olahraga lain, apresiasinya terhadap puisi juga
tinggi dan suka mengutipnya. Ia suka mendengarkan para
penyair membaca puisi di Ukaz dan di tempat-tempat lain.
Banyak syair yang sudah dihafalnya dan membacanya kembali
mana-mana yang disenanginya, di samping kemampuannya
berbicara panjang mengenai penyair-penyair al-Hutai'ah,
Hassan bin Sabit, az-Zibriqan6 dan yang lain.
Pengetahuannya yang cukup menonjol mengenai silsilah
(genealogi) orang-orang Arab yang dipelajarinya dari
ayahnya, sehingga ia menjadi orang paling terkemuka dalam
bidang ini. Retorikanya baik sekali dan ia pandai berbicara.
Karena semua itu ia sering pergi menjadi utusan Kuraisy
kepada kabilah-kabilah lain, dan dalam menghadapi
perselisihan kepemimpinannya disukai seperti kepemimpinan
ayahnya dulu.
Seperti pemuda-pemuda dan laki-laki lain di Mekah, Umar
gemar sekali meminum khamar (minuman keras) sampai
berlebihan. Bahkan barangkali melebihi yang lain. Juga waktu
mudanya itu ia tergila-gila kepada gadis-gadis cantik,
sehingga para penulis biografinya sepakat bahwa dia ahli
minuman keras dan ahli mencumbu perempuan. Tetapi yang
demikian ini memang sudah menjadi kebiasaan masyarakatnya.
Penduduk Mekah memang sangat tergila-gila pada minuman
keras. Dalam suasana teler demikian mereka merasa sangat
nikmat. Perempuan-perempuan hamba sahaya milik mereka
menjadi sasaran kenikmatan mereka, juga mereka yang di luar
hamba sahaya. Syair-syair mereka zaman jahiliah pandai
sekali berbicara mengenai soal-soal semacam itu. Sesudah
datang Islam, yang terkenal dalam soal ini penyair Umar bin
Abi Rabi'ah dan yang semacamnya. Puisi-puisi mereka biasa
menggoda gadis-gadis Mekah dengan dorongan cinta berahi yang
mereka warisi dari ibu-ibu dan bibi-bibi mereka. Dalam Islam
hal ini dipandang perbuatan dosa, sedang sebelum itu
dianggap soal biasa.
Istri-istri Umar
Sesudah masa mudanya mencapai kematangan, Umar terdorong
ingin menikah. Kecenderungan banyak kawin ini sudah diwarisi
dari masyarakatnya dengan harapan mendapat banyak anak.
Dalam hidupnya itu ia mengawini sembilan perempuan yang
kemudian memberikan keturunan dua belas anak, delapan
laki-laki dan empat perempuan. Dari perkawinannya dengan
Zainab putri Maz'un lahir Abdur-Rahman dan Hafsah; dengan
Umm Kulsum putri Ali bin Abi Talib lahir Zaid yang lebih tua
(senior) dan Ruqayyah; dengan Umm Kulsum binti
Jarul7 bin Malik lahir Zaid yang lebih muda
(junior) dan Ubaidillah. Islam telah memisahkan Umar dengan
Umm Kulsum putri Jarul. Ia kawin dengan Jamilah binti Sabit
bin Abi al-Aflah maka lahir Asim. Nama Jamilah yang tadinya
Asiyah8, oleh Nabi diganti: Sebenarnya engkau
Jamilah, kata Nabi. Perkawinannya dengan Umm Hakam putri
al-Haris bin Hisyam bin al-Mugirah melahirkan Fatimah. Dari
perkawinannya dengan Atikah binti Zaid bin Amr lahir Iyad.
Luhayyah, hamba sahaya ibu Abdur-Rahman anaknya yang
menengah. Dari Fukaihah yang juga hamba sahaya yang telah
melahirkan Zaid, anaknya yang bungsu. Kalangan sejarawan
masih berbeda pendapat mengenai nama ibu Abdur-Rahman
junior, ibunya juga seorang hamba sahaya. Kalangan sejarawan
masih berbeda pendapat mengenai nama ibunya itu.
Umar kawin dengan empat perempuan di Mekah, dan yang
perempuan kelima setelah hijrah ke Medinah. Tetapi ia tidak
sampai mengumpulkan mereka di rumahnya. Kita sudah melihat
Islam yang telah memisahkannya dari Umm Kulsum binti Jarul,
dan perempuan-perempuan yang lain diceraikannya. Mereka yang
diceraikan itu Umm Hakam binti al-Haris bin Hisyam dan
Jamilah yang telah melahirkan Asim. Kalau ia masih akan
berumur panjang niscaya ia masih akan kawin lagi selain
kesembilan perempuan itu. Ia melamar Umm Kulsum putri Abu
Bakr sewaktu masih gadis kecil, sementara ia sudah memegang
pimpinan umat. Ia memintanya kepada Aisyah saudaranya,
Aisyah Ummulmukminin menanyakan adiknya itu tetapi ia
menolak dengan mengatakan bahwa Umar hidupnya kasar dan
sangat keras terhadap perempuan. Juga ia pernah melamar Umm
Aban binti Utbah bin Rabi'ah, yang juga menolak dengan
mengatakan bahwa dia kikir, keluar masuk rumah dengan muka
merengut.
Apa yang dikatakan Umm Kulsum binti Abu Bakr tentang
wataknya yang keras dan kasar, dan apa yang dikatakan Umm
Aban bahwa ia selalu bermuka masam dan hidupnya yang serba
keras, merupakan sebagian dari wataknya yang sejak masa
mudanya, dan kemudian tetap begitu dalam perjalanan hidup
selanjutnya. Sesudah menjadi khalifah, maka dalam doa
pertamanya ia berkata: "Allahumma ya Allah, aku sungguh
tegar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah, aku ini lemah,
berilah aku kekuatan. Ya Allah aku sungguh kikir jadikanlah
aku orang pemurah." Sejak mudanya ia sudah mewarisi sikap
keras dan kasar itu dari ayahnya, kemudian didukung pula
oleh tubuhnya yang tetap kekar dan kuat. Mengenai apa yang
disebutnya kebakhilan, karena ia memang tak pernah kaya, dan
ayahnya juga tak pernah menjadi orang kaya. Sepanjang
hidupnya ia dalam keadaan sederhana. padahal, seperti
kebanyakan penduduk Mekah ia juga berdagang. Barangkali
wataknya yang keras itu yang membuatnya tak pernah beruntung
dalam perdagangan, seperti rekan-rekannya yang lain. Dengan
watak kerasnya dalam perdagangan ia tak pernah dapat
mengeluarkan air dari batu, tak pernah ia dapat mengubah
tanah menjadi emas, demikian ungkapan masyarakatnya sendiri,
Kuraisy. Di samping itu. dalam perdagangan pun ia tak
terbatas hanya pada perjalanan musim panas dan musim dingin
ke Yaman dan ke Syam saja, bahkan ia pergi sampai ke Persia
dan Rumawi. Tetapi dalam perjalanan itu ia mengutamakan
untuk mencerdaskan pikirannya daripada untuk mengembangkan
perdagangannya. Dalam Muruj az-Zahab al-Mas'udi menyebutkan
bahwa selama dalam pelbagai perjalanan di masa jahiliah itu
Umar banyak menemui pemuka-pemuka Arab dan bertukar pikiran
dengan mereka. Kemungkinan besar segala yang sudah
dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai utusan dari pihak
Kuraisy, dan luasnya pengetahuannya mengenai silsilah
orang-orang Arab dan cerita-cerita rakyat masyarakat Arab
serta apa yang diketahuinya dari buku-buku yang dibacanya
masa itu, itulah membuatnya lebih banyak untuk menambah ilmu
daripada untuk memperoleh kekayaan.
Pendidikan dan konsep pemikirannya
Inilah yang membuatnya lebih percaya diri dan lebih punya
rasa harga diri. Orang yang berharta selalu perlu menjaga
hubungan baik dengan semua orang, untuk melindungi dan
memperbesar kekayaannya. Orang yang dalam usaha perdagangan,
keberhasilannya bergantung pada kelihaian serta menguasai
segala seluk beluknya. Tetapi orang yang haus ilmu dan ingin
menambah pengetahuannya, harta kekayaan tak banyak mendapat
perhatian, sebab orang yang sudah keranjingan harta
cenderung tidak memperhatikan ilmu dan lebih banyak
menggantungkan diri pada masalah-masalah dunia dan tunduk
pada yang lebih menguasainya. Tetapi orang yang memandang
dunia dan harta itu rendah dan memburu ilmu dan pengetahuan
lebih membanggakan diri, sampai-sampai ia mau menjauhi
orang, maka ia tidak akan tertarik pada segala yang ada di
tangan mereka karena ia sudah lebih tinggi dari semua
mereka. Tingkat ini yang belum dicapai Umar di masa mudanya.
Rasa bangga dan percaya diri yang luar biasa itu, itulah
yang benar-benar dihayatinya.
Usaha Umar dalam memburu pengetahuan membuatnya sejak
mudanya ia memikirkan nasib masyarakatnya dan usaha apa yang
akan dapat memperbaiki keadaan mereka. Ini juga kemudian
yang membuatnya bangga, bersikeras dan menjadi fanatik
dengan pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin
dicapainya itu. Ia tidak mau dibantah atau berdebat. Karena
sikap keras dan ketegarannya itu sehingga dengan fanatiknya
ia berlaku begitu sewenang-wenang. Ia akan mempertahankan
pendapatnya dengan tangan besi dan dengan ketajaman
lidahnya. Tetapi yang demikian ini bukan tidak mungkin akan
mengubah pendapat orang lain yang dihadapinya untuk menjadi
bukti kuat dalam pembelaannya dan untuk mematahkan alasan
lawan.
Pandangan orang mengenai masalah-masalah ekonomi dan
sosial di Mekah dan di negeri-negeri Arab lainnya tidak
banyak berbeda. Sudah biasa beraneka ragam pendapat mereka
mengenai masalah-masalah tersebut, yang memang sudah mereka
warisi dari nenek moyang, dan sudah menjadi pegangan hidup
mereka. Dengan begitu mereka sudah cukup puas. Tetapi
pertentangan yang masih timbul mengenai agama dan
peribadatannya. Soalnya, orang-orang Nasrani dan Yahudi yang
tinggal bersama mereka tidak mengakui penyembahan berhala
demikian, yang mereka anggap sebagai perbuatan batil. Setiap
orang yang berpikiran sehat harus menjauhinya. Orang-orang
Arab yang dalam perjalanan musim panas ke daerah Rumawi
menganggap peradaban orang-orang Nasrani dan Yahudi itu
lebih maju dari peradaban orang Arab, dan mereka
menghubungkan kemajuan itu dengan agama mereka. Di samping
itu, para penginjil Nasrani waktu itu sangat giat sekali
dalam menyebarkan misi dan mengajak orang menganut agama
mereka, sama dengan kegiatan mereka sekarang. Oleh karena
itu beberapa orang Arab yang mempunyai pengetahuan tidak
mengakui penyembahan berhala.
Sebagai orang yang sudah pandai baca-tulis, adakah juga
Umar mau mengikuti mereka dan meninggalkan kepercayaan
masyarakatnya?
Tidak! Malah dengan sengitnya ia menyerang mereka. Ia
berpendapat orang yang meninggalkan kepercayaan
masyarakatnya telah merusak sendi-sendi pergaulan masyarakat
Arab. Ia menganggap perlu memerangi dan menghancurkan mereka
supaya tidak berakar dan berkembang. Dalam hal ini
fanatiknya terhadap penyembahan berhala barangkali tidak
seberat fanatiknya terhadap masyarakatnya itu, ingin
bertahan dengan sistem yang sekarang ada dengan segala
keutuhan dan ketahanannya terhadap golongan lain.
|