Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XVII. PEMERINTAHAN ABU BAKR (3/3)

Sebabnya membiarkan pemerintahan tanpa beraturan pada masa Abu Bakr

Abu Bakr tak punya waktu yang cukup untuk membuat suatu sistem pemerintahan atas prinsip-prinsip tersebut di negeri-negeri yang sudah dibebaskan oleh Muslimin pada masa pemerintahannya itu. Kota-kota yang sudah dibebaskan oleh Khalid bin Walid diserahkan kepada penduduk setempat mengurus administrasinya, sementara pihak Muslimin masih menjaga keutuhan politik negara dan mengatur segala kepentingan umum. Dan ini tak dapat disebut organisasi pemerintahan, melainkan suatu keadaan darurat yang berjalan menurut strategi perang pada waktu peperangan sedang berkecamuk antara pihak Muslimin dengan Persia. Keadaannya masih berada di bawah komando militer.

Begitu juga di Syam ketika dibebaskan keadaannya sama dengan di Irak. Buat kalangan daerah-daerah yang dibebaskan oleh Muslimin pemerintahan atas dasar musyawarah terasa baru sekali. Begitu juga Islam terasa baru di tengah-tengah agama-agama yang ada di sekeliling Semenanjung itu. Pada waktu itu yang ada adalah kekuasaan otoriter, kekuasaan mutlak di tangan pribadi. Kalangan pendeta dan biarawan serta pemukapemuka agama yang lain mendukung kekuasaan otoriter itu. Mereka pula yang memberikan kepada penguasa demikian itu kedudukan suci yang sungguh mengerikan, yang karena hebatnya membuat jantung bergetarun, membuat semua orang tunduk dan sujud di hadapannya.

Itu pula sebabnya, ketika orang melihat hukum yang baru ditegakkan atas dasar persamaan dan keadilan - sejalan dengan kehendak rakyat dalam batas-batas sesuai dengan perintah dan larangan Allah - mereka bersemangat menyambutnya. Sambutan mereka itu pulalah yang menyebabkan kemenangan yang dianugerahkan Allah kepada kaum Muslimin. Dalam waktu beberapa tahun saja kedaulatan besar itu berkembang menggantikan imperium Rumawi dan Persia, dan yang kemudian melangkah melampaui perbatasan mereka sampai ke India di timur dan ke Afrika Utara di barat. Bendera Islam akan berkibar menyertai bendera kebenaran, keadilan dan keimanan yang sesungguhnya, ke mana pun perginya, menanamkan prinsip-prinsip kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan dalam bentuknya yang paling layak bagi umat manusia, manusia yang memang merindukan kesempurnaan.

Abu Bakr tak punya waktu yang cukup untuk membuat suatu sistem pemerintahan di negeri-negeri yang baru dibebaskan oleh Muslimin pada masa pemerintahannya itu. Juga untuk menyusun suatu sistem yang tetap untuk pemerintahan di negeri Arab sendiri waktunya tak cukup buat Abu Bakr. Semua yang sudah kita baca dalam buku ini, dari pidatopidato Khalifah pertama itu, dan kebijakannya menempatkan Umar bin Khattab dalam bidang kehakiman, Usman bin Affan dan Zaid bin Sabit dalam sekretariat negara, membuktikan bahwa konsep Islam mengenai sistem pemerintahan sampai waktu itu masih dalam tahap yang belum jelas. Dasar-dasarnya dalam Qur'an dan sunah Rasulullah memang sudah jelas, tetapi penjabarannya masih kabur. Mengenai ini tak banyak yang dikatakan seperti orang berkata tentang pemerintahan Islam masa Banu Umayyah dan Banu Abbas, bahkan pada masa pemerintahan Umar dan masa Usman.

Hal ini wajar saja dalam suatu pemerintah yang sudah ditakdirkan menjadi pemerintah transisi dari waktu ke waktu, yang sangat berbeda dengan pendahulunya - dari segi peradaban, keyakinan, cara berpikir dan dalam segala hal yang berkaitan dengan seluk-beluk kehidupan.

Masih dalam pengaruh keadaan perang

Juga wajar sekali dalam masa perjuangan dan peperangan pemerintahnya lebih menyerupai pemerintah militer daripada pemerintah sipil. Peraturan-peraturan sipil di waktu perang itu makin beringsut dan hampirhampir habis ditelan oleh peraturan-peraturan militer. Ini terjadi di negeri yang peraturan-peraturan sipilnya sudah lama berlangsung dari generasi ke generasi. Apalagi dibandingkan dengan negeri Arab, yang sebelum Islam tak pernah mengalami suatu peraturan sipil dan persatuan yang mantap! Tidak heran dalam hal ini segala peraturan perang dan perjuangan menguasai semua peraturan yang ada, dan kehidupan sipil sangat terpengaruh oleh kejadian-kejadian perang.

Kalau kita katakan bahwa perang ini pada tahun pertama pemerintahan Abu Bakr adalah perang saudara, dan perang itu terjadi untuk menegakkan pemerintahan dengan segala peraturannya, kemudian kita katakan bahwa ketika mulai menghadapi Persia di Irak perang saudara itu sudah berkecamuk, dan ketika menghadapi Rumawi di Syam perang Irak juga sedang panas-panasnya, yakinlah kita bahwa pemikiran untuk menyusun pemerintahan yang stabil dan jelas terinci bukanlah hal yang mudah. Dengan menghadapi dua singa raksasa, Persia dan Rumawi, Abu Bakr sudah terlalu sibuk untuk mengurus yang lain selain untuk menggalang dan menyatukan perjuangan kaum Muslimin dan untuk mencapai kemenangan dalam menghadapi musuh.

Sistem pemerintahan militer ini lebih mirip dengan cara-cara badui yang memang menguasai negeri Arab berikut kabilah-kabilahnya sejak sebelum Islam. Tak ada pasukan militer yang teratur, malah setiap orang Arab bisa jadi prajurit atas dasar kepahlawanan atau keksatriaan. Kalau genderang perang sudah ditabuh dan orang sudah berseru untuk perang, kabilah-kabilah dan penduduk desa keluar beramai-ramai masing-masing dipimpin oleh seorang kepala suku dan kepada desa. Sudah kita lihat bagaimana orang-orang Arab pedalaman penduduk selatan itu keluar tatkala mendengar seruan untuic memerangi pihak Rumawi di Syam dengan membawa istri dan anak-anak mereka, membawa perbekalan dan barangbarang simpanan mereka, tanpa ada paksaan dari pemerintah pusat, dan penghasilan mereka pun bergantung pada barang-barang rampasan perang itu.

Mereka dulu mendapat empat perlima hasil rampasan perang, dan seperlima dikirimkan kepada Khalifah untuk baitulmal dan untuk mengatur segala kepentingan umum yang tak seberapa banyak yang dikelola langsung. Yang paling diutamakan oleh Khalifah dari seperlima ini pengeluaran untuk kaum fakir miskin penduduk Medinah dan orang-orang yang datang ke kota itu. Abu Bakr ingin menjaga pembagian rampasan perang itu kepada mereka dan kepada setiap orang yang berhak menerimanya dari baitulmal. Oleh karena itu baitulmal ini berada di rumahnya di Sunh. Sesudah ia pindah ke Medinah baitulmal itu juga dipindahkan ke Medinah. Dalam hal ini ada yang mengusulkan kepadanya supaya diadakan penjagaan. Tetapi dia menolak sebab apa yang disimpan di dalamnya memang tidak memerlukan penjagaan, juga tidak menyimpan barang yang perlu dikhawatirkan akan dijarah orang.

Berkembangnya pemerintahan Islam demikan di masa Abu Bakr

Bentuk pemerintahan Abu Bakr membuktikan bahwa memang lebih dekat pada kesederhanaan orang-orang Arab badui dan menurut tradisi Arab semata-mata, yang samasekali tak terpengaruh oleh sistem-sistem lain yang ada ketika itu, di Rumawi atau di Persia. Kendati dalam kesederhanaannya itu ia merupakan mata rantai yang kuat menyambung masa pemerintahan di zaman Rasulullah dengan masa kedaulatan besar itu. Eratnya hubungan dari segi duniawi ini lebih mirip dengan masa Rasulullah. Ia tak pernah mengerjakan sesuatu yang tidak dikerjakan oleh Nabi, dan tidak pula meninggalkan apa pun yang dikerjakan oleh Nabi. Tetapi dia tak sampai menjadi orang jumud, yang hanya bertaklid. Bahkan kesedihannya ditinggalkan Rasulullah membuka pintu ijtihad lebar-lebar baginya dalam bidang politik kaum Muslimin. Karena ijtihadnya jugalah maka Allah memberikan kemenangan kepadanya dalam membebaskan Irak dan Syam. Kemudian setelah itu ia merintis jalan untuk sebuah pemerintah kesatuan di negeri Arab atas dasar permusyawaratan dalam batas-batas perintah dan larangan Allah. Dalam menghadapi suatu masalah ia tak pernah bersikap fanatik secara berlebihan, tetapi ia menempuh jalan di bawah cahaya Allah, demi kepentingan hamba-hamba Allah juga. Yang sering mengantarkan imannya ke jalan yang lurus ialah karena pertanggungjawabannya kepada Allah, juga pertanggungjawabannya kepada hamba-Nya. Allah keras sekali dalam membuat perhitungan.

Perkembangannya selama berabad-abad kemudian

Sesudah Abu Bakr pemerintahan Islam berkembang dalam berbagai bentuknya. Umar bin Khattab di masa pemerintahannya membentuk dewan, dengan mengambil contoh sistem pemerintahan di Persia dan Rumawi dengan tetap berpegang pada Kitabullah dan batas-batas hukumnya. Kemudian pada pemerintahan Usman sudah mulai mendekati pemerintahan otoriter yang tak sesuai dengan tradisi Arab. Inilah yang menjadi pencetus pemberontakan, yang berakhir dengan terbunuhnya Usman sendiri. Kepemimpinan pemerintahan pada masa Banu Umayyah telah pula berubah menjadi kerajaan tirani, diwariskan turun-temurun kepada keluarga. Begitu juga halnya dengan pemerintahan Banu Abbas. Di tengah-tengah kondisi semacam ini tangan-tangan asing dari Persia dan Rumawi pun mulai pula tampak pengaruhnya. Barangkali tadinya di masa Umar dan Usman masih tersembunyi. Kemudian mulai tampak jelas sedikit demi sedikit di masa Banu Umayyah, untuk kemudian muncul terang-terangan di masa Banu Abbas.

Pengaruh orang-orang asing dalam menyusun pemerintahan di dunia Islam

Dalam pada itu ulama-ulama Islam - sebagian besar orang-orang asing - menyusun dasar-dasar dan penjabarannya untuk pemerintahan dengan mengacu kepada Qur'an dan sunah Rasulullah. Antara para ulama itu terjadi perbedaan pendapat sekitar sistem ini. Itulah penyebab terjadinya pemberontakan-pemberontakan, yang kadang berkesudahan dengan penguasa itu yang terjungkir, kadang pemberontakan itu yang ditumpas dengan tangan besi dan keadaan kembali di tangan penguasa. Alangkah besarnya perbedaan antara pemerintah Abu Bakr dengan tradisi Arab yang serba sederhana itu, yang masih terpengaruh oleh kehidupan orang-orang pedalaman sahara, dengan pemerintah-pemerintah Banu Umayyah dan Banu Abbas, dengan para ulama dan fukahanya yang telah menyusunkan beberapa sistem yang cukup terinci serta dasar-dasar yang begitu luas.

Keimanan Abu Bakr bahwa dia bertanggung jawab kepada Allah dan kepada manusia itulah yang memberi petunjuk jalan kepadanya. Karena rasa tanggung jawab itulah pula, maka setiap tindakan yang akan dilakukannya ia musyawarahkan terlebih dulu dan beristikharah kepada Allah. Jika Allah sudah memberikan pilihan kepadanya maka barulah ia bertindak. Kalau sudah mengambil suatu keputusan ia tak pernah ragu. Setiap masalah yang dikemukakannya kepada kaum Muslimin telah dipertimbangkannya matang-matang.

Kita sudah melihat dulu apa yang telah dilakukannya, kemudian kita lihat juga bagaimana ketika ia dalam keadaan sakit mendengarkan laporan Musanna asy-Syaibani yang baru kembali dari Irak dengan mengusulkan agar memakai tenaga orang-orang yang pernah murtad dan sudah kembali kepada Islam untuk menghadapi Persia, dan bagaimana pula ia berpesan kepada Umar agar memberikan bantuan kepada Musanna dengan menyertakan mereka bersamanya berangkat ke medan perang. Selama dalam sakitnya itu Abu Bakr begitu banyak memikirkan masalah-masalah kaum Muslimin, lebih-lebih mengenai persatuan mereka. Yang sangat dikhawatirkannya jika sampai terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat. Oleh karena itu ia berwasiat, dan wasiatnya ini merupakan pekerjaannya yang terakhir mengenai pemerintahan, demi kebaikan Islam dan kaum Muslimin.

Catatan kaki:

  1. Saya tidak mengklaim bahwa kata "pemerintah keagamaan" persis berarti pemerintah "teokrasi." Demikian juga mengenai kata-kata "pemerintah kebangsawanan" dan "pemerintah kerakyatan" persis sama dengan "aristokrasi" dan "demokrasi." Ketidaktepatan arti itu tampak lebih jelas lagi untuk waktu sekarang setelah pelbagai macam sistem pemerintahan negara makin berkembang. Pemerintahan yang tak berdasarkan agama dewasa ini berlaku untuk setiap pemerintah yang tidak mengakui kelas para pendeta atau pemuka agama dan tak ada agama resmi tertentu untuk negara. Tetapi di luar pemerintahan yang tak berdasarkan agama ini mengakui adanya kelas-kelas ini dan menentukan suatu agama resmi untuk negara, kendati ia menganut sistem sekuler sepenuhnya, dengan menetapkan kebebasan menganut kepercayaan dalam arti yang seluas-luasnya. Pemerintahan demikian ini samasekali tak ada hubungannya dengan pemerintahan teokrasi. Penguasa pemerintahan teokrasi memperoleh kekuasaan dan sekaligus perlindungan dari Tuhan. Contohnya terlihat dalam kekuasaan Firaun dan yang semacamnya, dan pada raja-raja di Eropa sampai abad ke-15, seperti yang sudah kita sebutkan pada awal bab ini. Sistem demikian ini dalam dunia kita sekarang sudah tak ada lagi. Sedang sistem aristokrasi dipegang oleh kelompok kaum ningrat atau bangsawan, atau katakanlah seperti kelompok kepala-kepala kabilah dan suku yang suka berperang dan menjarah. Kelompok ini selama sekian waktu dipegang oleh kalangan bangsawan itu, kemudian timbul persaingan oleh kalangan ningrat dan bangsawan yang lain. Setelah itu orang lalu bicara tentang aristokrasi modal dan kaum kapitalis, tentang aristokrasi intelektual, dan kata ini sekarang sudah pula kehilangan maknanya yang lama. Tinggal lagi pengertian demokrasi, yang kemudian berkembang dalam berbagai bentuknya sejak zaman Atena lama yang terus berkuasa sampai masa kita sekarang ini. Dan dunia dewasa ini sedang melangkah ke suatu krisis, yang pangkalnya adalah sistem pemerintahan. Paham demokrasi tetap mempertahankan keberadaannya, dan sistem yang lain berusaha hendak menggantikannya.
    Dalam pemerintahan Abu Bakr yang kita lukiskan itu barangkali pembaca dapat melihat - dari segi penerapannya dengan salah satu bentuk ini, atau mirip tidaknya - yang akan membawa arti seperti yang kita maksud serta bentuk yang sudah kita coba melukiskannya itu.
  2. Lihat Catatan pada Prakata halaman xix (A).

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team