II. PELANTIKAN1 ABU BAKR (2/3)
Muhammad Husain Haekal
Pertemuan Saqifah dan bahaya yang
mengancam
Tatkala ketiga orang itu tiba, pihak Ansar masih
berdiskusi, belum mengangkat Sa'd, juga belum mengambil
suatu keputusan mengenai kekuasaan itu. Seperti menyesali
keadaan, orang-orang Ansar itu terkejut melihat kedatangan
mereka bertiga. Orang-orang Ansar berhenti bicara. Di
tengah-tengah mereka ada seorang laki-laki berselimut, yang
oleh Umar bin Khattab ditanya siapa orang itu.
"Ini Sa'd bin Ubadah, sedang sakit," jawab mereka.
Abu Bakr dan kedua kawannya itu juga duduk di
tengah-tengah mereka dengan pikiran masing-masing sudah
ditimbuni oleh pelbagai pertanyaan, apa yang akan dihasilkan
oleh pertemuan itu.
Sebenarnya pertemuan ini sangat penting dalam sejarah
Islam yang baru tumbuh itu. Dalam pertemuan serupa ini,
kalau Abu Bakr tidak memperlihatkan sikap tegas dan kemauan
yang keras - seperti juga di kawasan Arab yang lain - justru
di kandang sendiri hampir saja agama baru ini menimbulkan
perselisihan, sementara jenazah pembawa risalah itu masih
berada di dalam rumah, belum lagi dikebumikan.
Andaikata pihak Ansar tetap bersikeras akan memegang
tampuk pimpinan sesuai dengan seruan Sa'd bin Ubadah, sedang
pihak Kuraisy sebaliknya tidak mau menyerahkannya kepada
pihak lain, maka dapat kita bayangkan, betapa jadinya
Medinah Rasulullah ini akibat tragedi pemberontakan itu
kelak! Betapa hebatnya ledakan pemberontakan bersenjata itu
sementara pasukan Usamah masih berada di tengah-tengah
mereka, terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, masing-masing
sudah bersenjata lengkap, sudah dengan baju besi dan sudah
sama-sama siap tempur!
Andaikata kaum Muhajirin yang hadir di Saqifah itu bukan
Abu Bakr, bukan Umar dan bukan Abu Ubaidah, melainkan
orang-orang yang belum punya tempat dalam hati segenap kaum
Muslimin seperti pada ke dua wazir (pendamping)
Rasulullah dan orang-orang kepercayaan umat ini, niscaya
timbul perselisihan hebat antara mereka dengan Ansar,
niscaya berkecamuk pertentangan antara kaum Muslimin dengan
segala akibatnya - yang sampai sekarang belum terpikirkan
oleh para sejarawan - dan niscaya sebagian besar yang hadir
dalam pertemuan Saqifah itu tak akan berhenti hanya pada
peristiwa dan pertukarpikiran yang berakhir dengan
dilantiknya Abu Bakr itu saja. Tetapi mereka yang dapat
menilai peristiwa itu sebagaimana mestinya akan melihat
pengaruh pertemuan bersejarah itu dalam sejarah Islam,
seperti pada waktu Ikrar Aqabah dan pada hijrah Rasulullah
dari Mekah ke Medinah.
Orang akan melihat bahwa sikap Abu Bakr menghadapi
situasi itu adalah sikap seorang politikus, bahkan seorang
negarawan yang punya pandangan jauh, yang dapat
memperhitungkan hasil-hasil dan segala kemungkinannya,
dengan terus mengarahkan segala usahanya dengan tujuan
hendak mencapai yang baik dan mencegah bahaya dan segala
yang buruk.
Abu Bakr mulai dengan serangan
damainya
Dalam kehidupan kita dewasa ini kita sudah biasa mengenal
istilah istilah yang dilakukan oleh kaum politisi
untuk menggambarkan situasi dan tindakan-tindakan yang
mereka anggap baru dan belum pernah dilakukan orang
sebelumnya. Yang mudah biasa kita dengar masa kita sekarang
ini ialah istilah "serangan damai." Pada masa-masa dahulu
serangan damai demikian ini sudah tidak asing lagi. Malah
cara inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakr dan juga
dilaksanakan oleh kedua sahabatnya dalam pertemuan
bersejarah yang sangat penting itu.
Setelah ketiga Muhajirin itu merasa puas dengan pertemuan
tersebut, pihak Ansar tidak lagi berani meneruskan dan
mereka sadar. Tetapi pihakpihak yang masih keras ingin
memegang pimpinan setelah Rasulullah tak dapat menahan
diri.
"Aku sudah menyusun kata-kata yang akan kusampaikan
kepada mereka," kata Umar, "tetapi waktu akan mulai
berbicara, Abu Bakr berkata kepadaku: Sabarlah, aku yang
akan bicara. Sesudah itu boleh kau bicara sesukamu."
Pidato Abu Bakr yang pertama kepada
Ansar
Yang dikhawatirkan Abu Bakr sikap Umar yang terlalu keras
bila berbicara, sedang situasinya tidak mengizinkan
cara-cara kekerasan. Yang diperlukan ialah taktik yang bijak
dan pengantar yang baik. Waktu itu Abu Bakr berdiri. Setelah
mengucapkan syukur kepada Allah dan mengingatkan mereka
kepada Rasulullah serta risalah tauhid yang dibawanya, ia
berkata:
"...Orang-orang Arab itu berat sekali untuk meninggalkan
agama nenek moyang mereka. Kaum Muhajirin yang mula-mula
dari masyarakat Nabi sendiri telah mendapat karunia Allah,
mereka percaya kepadanya, beriman kepadanya, senasib
seperjuangan dengan menanggung segala macam penderitaan,
yang datangnya justru dari masyarakat mereka sendiri. Mereka
didustakan, ditolak dan dimusuhi. Mereka tak merasa gentar,
meskipun jumlah mereka kecil, menghadapi kebencian dan
permusuhan lawan yang begitu besar. Mereka itulah yang telah
lebih dulu menyembah Allah di muka bumi, beriman kepada
Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka itu termasuk
sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Sepeninggal Nabi,
merekalah orang-orang yang paling berhak memegang pimpinan
ini. Tak ada orang yang akan menentang kecuali orang yang
zalim.
"Dan kalian, Saudara-saudara Ansar! Siapa yang akan
membantah jasa kalian dalam agama serta sambutanmu yang
mula-mula, yang begitu besar artinya dalam Islam. Allah
telah memilih kamu sebagai pembela (ansar) agama dan
Rasul-Nya. Ke tempat kalian inilah ia hijrah dan dari
kalangan kalian ini pula sebagian besar istri-istri dan
sahabat-sahabatnya. Posisi itu hanya ada pada kamu sekalian
setelah kami. Karena itu, maka kamilah para
amir3 dan Tuan-tuan para wazir. Kami tak
akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah dan tak akan
memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan"
Kami para amir dan Tuan-tuan para wazir. Kami tidak akan
meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah, dan kami takkan
memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan. Kata-kata ini mirip
sekali dengan pendapat Ansar yang mengatakan: dari kami
seorang amir dan dari Muhajirin seorang amir. Kata-kata yang
lebih teratur ini dan akan membawa segala persoalan ke arah
yang lebih baik dan membangun. Barangkali ini pula tujuan
Abu Bakr - tujuan yang sangat bijaksana dengan pandangan
yang jauh. Barangkali pihak Aus pun yang tadinya masih
bersaing dengan Khazraj, sekarang sudah puas menerima Abu
Bakr. Dari kalangan Khazraj sendiri barangkali banyak yang
tidak keberatan terhadapnya.
Abu Bakr tidak menginginkan pihak Muhajirin akan memegang
kekuasaan tanpa mengajak orang lain seperti yang dilakukan
oleh Sa'd bin Ubadah. Malah dimintanya Ansar sebagai para
wazir, bekerja sama tanpa menyertakan yang lain, meskipun
yang lain itu di beberapa bagian Semenanjung ada yang lebih
kuat dan lebih banyak jumlahnya. Ia mengajak Ansar atas
dasar pimpinan berada di tangan Muhajirin karena kedudukan
mereka yang sudah lebih dulu dalam membela dan mendukung
Rasulullah.
Sudah tentu, dengan kata-kata itu mereka semua akan
merasa puas, karena ini memang sudah sangat adil, dengan
dasar demi kebenaran semata.
Jawaban Ansar kepada Abu Bakr
Orang-orang yang masih diliputi semangat mempertahankan
Ansar merasakan pengaruh kata-kata Abu Bakr itu dalam hati
kalangan Saqifah. Mereka khawatir kesepakatan yang semula
sudah ada akan buyar. Keadaan itu dipaksakan oleh pihak
Muhajirin dan kekuasaan akan dipegang mereka sendiri. Maka
salah seorang dari Ansar berdiri dan berkata:
"Kemudian daripada itu. Kami adalah Ansarullah dan
pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin sekelompok
kecil dari kami, datang ke mari mewakili golongan Tuan-tuan.
Tetapi ternyata sekarang Tuan-tuan mau mengambil hak kami
secara paksa."
Dalam kedudukannya itu, apa yang didengarnya tentu tidak
menyenangkan Abu Bakr. Sekali lagi ia menunjukkan
kata-katanya kepada Ansar, seraya katanya:
"Saudara-saudara! Kami dari Muhajirin orang yang pertama
menerima Islam. Keturunan kami orang baik-baik, keluarga
kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab
kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat
sayang kepada Rasulullah. Kami sudah memeluk Islam sebelum
Tuan-tuan, di dalam Qur'an juga kami didahulukan dari
Tuan-tuan, seperti dalam firman Allah:
"Pelopor-pelopor pertama dari Muhajirin dan Ansar, dan
yang mengikuti mereka dalam segala perbuatan yang baik
(Qur'an, 9. 100). Jadi kami Muhajirin dan Tuan-tuan adalah
Ansar, Saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi
rampasan perang dan penolong-penolong kami dalam menghadapi
musuh. Apa yang telah Tuan-tuan katakan, bahwa segala
kebaikan ada pada Tuan-tuan itu sudah pada tempatnya. Dari
segenap penghuni bumi ini Tuan-tuanlah yang patut dipuji.
Tetapi dalam hal ini orang-orang Arab itu hanya mengenal
lingkungan Kuraisy. Jadi dari pihak kami para amir dan dari
pihak Tuan-tuan para wazir."
Memasuki situasi yang serba sulit
Oleh Abu Bakr kata-kata terakhir itu diulang-ulang, yang
sekaligus ketika pertama kali disampaikan telah memberi
kesan dalam hati orang orang Ansar yang keras, yang
merasa khawatir sekali dengan situasi demikian. Maka ketika
itu al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh berdiri:
"Saudara-saudara Ansar!" katanya. "Hendaklah kita
pertahankan hak kita. Orang-orang akan berada di belakang
kita. Tak akan ada yang berani menentang kita dan orang tak
akan menjalankan suatu keputusan tanpa meminta pendapat
kita. Kekayaan dan kehormatan ada pada kita, begitu juga
jumlah orang. Kita punya pertahanan dan pengalaman, kekuatan
dan kesiagaan. Orang hanya akan melihat apa yang kamu
perbuat. Janganlah kamu berselisih, agar pendapat kita tidak
terpecah belah, kekuasaan kita tidak pula goyah. Kemauan
mereka hanya seperti yang sudah kalian dengar. Sekarang
Saudara-saudara, dari kami seorang amir dan dari Tuan
tuan seorang amir."
Begitu Hubab berhenti bicara Umar bin Khattab segera
berdiri - yang sejak tadi hanya menahan diri tidak bicara,
sebab mematuhi perintah Abu Bakr - seraya katanya :
"Bah! Jangan ada dua kemudi dalam satu perahu.
Orang-orang Arab tidak akan mau mengangkat kamu sedang
nabinya bukan dari kalangan kamu. Tetapi mereka tidak akan
keberatan mengangkat seorang pemimpin selama kenabian itu
dari kalangan mereka. Alasan dan kewenangan kami sudah jelas
buat mereka yang masih menolak semua itu. Siapakah yang mau
membantah kewenangan dan kepemimpinan Muhammad sedang kami
adalah kawan dan kerabat dekatnya - kecuali buat orang yang
memang cenderung hendak berbuat batil, berbuat dosa dan
gemar mencari-cari malapetaka!"
Ucapan Umar itu dibalas oleh Hubab:
"Saudara-saudara Ansar! Tetaplah kalian bertahan dan
jangan mendengar kata-kata orang ini dan
kawan-kawannya, kalian akan kehilangan hak kalian.
Kalau mereka menolak tuntutan kita, kita keluarkan mereka
dari negeri ini, dan kekuasaan kita ambil dari mereka. Dalam
hal ini kalian lebih berhak daripada mereka. Dengan pedang
kalianlah orang yang tadinya tak beragama itu telah menerima
agama ini. Saya tongkat lagi senjata4. Demi
Allah, kalau perlu biar kita yang memulai peperangan."
Mendengar ancaman itu Umar membalas: "Mudah-mudahan Allah
memerangi kamu."
"Bahkan kaulah yang akan diperangi," kata Hubab lagi.
Kata-kata terakhir ini sudah merupakan ancaman yang
sangat berbahaya. Jika di pihak Hubab kaum Ansar cukup
banyak jumlahnya tentu akan mudah sekali timbul huru-hara
dan mereka cepat-cepat membantunya dan mendukung
pengangkatan Sa'd bin Ubadah. Sesudah itu terserah apa yang
akan dilakukan oleh pihak Muhajirin. Atau bisa jadi
masing-masing pihak ada yang sudah bermain mata atau yang
serupa itu sebagai reaksi atas dialog yang begitu keras
antara Umar dengan Hubab.
Abu Ubaidah turun tangan
At-Tabari malah menyebutkan bahwa sambil berbicara itu
Hubab menghunus pedang, tapi tangannya ditepis oleh Umar dan
pedang itu jatuh. Diambilnya pedang itu oleh Umar dan ia
melompat ke arah Sad ibn Ubadah. Tetapi dalam menghadapi
persoalan ini Abu Ubaidah bin Jarrah segera turun tangan.
Selama ini ia memang berdiam diri. Sambil ditujukan kepada
penduduk Medinah itu ia berkata:
"Saudara-saudara Ansar! Kalian adalah orang yang pertama
memberikan bantuan dan dukungan, janganlah sekarang jadi
orang yang pertama pula mengadakan perubahan dan
perombakan."
Suara Basyir bin Sa'd
Dalam kesempatan ini Basyir bin Sa'd Abu an-Nu'man bin
Basyir, salah seorang pemimpin Khazraj, berdiri menyambut
ucapan Abu Ubaidah yang bijaksana itu:
"Kalau kita sudah mendapat tempat pertama dalam perang
melawan kaum musyrik dan juga yang mula-mula menyambut agama
ini, yang kita tuju hanya rida Allah serta kepatuhan kita
kepada Nabi kita yang sudah bekerja keras untuk kita. Maka
tidaklah pada tempatnya kita akan. menyombongkan diri kepada
orang lain, juga bukan tujuan kita ganjaran duniawi ini
sebagai balasan buat kita. Tuhanlah yang akan memberikan
ganjaran kepada kita untuk itu semua. Ya, Muhammad saw. dari
Kuraisy, maka kabilah inilah yang lebih berhak atas semua
itu. Demi Allah aku bersumpah, janganlah sekali-kali kita
disaksikan Allah dalam keadaan bersengketa mengenai hal ini.
Takutlah kalian kepada Allah, dan janganlah menentang dan
bertengkar dengan mereka."
Abu Bakr mengitarkan pandangannya kepada Ansar, ingin
melihat kesan apa yang timbul dari kata-kata Basyir itu.
Dilihatnya Aus seolah mereka saling berbisik dan banyak pula
dari pihak Khazraj yang tampaknya merasa puas dengan
kata-kata Basyir itu. Ia yakin, bahwa keadaannya sekarang
sudah reda dan sudah tiba pula saatnya mengambil keputusan.
Kesempatan ini tak boleh dibiarkan. Oleh karena waktu itu ia
sedang duduk di tengah-tengah, antara Umar dan Abu Ubaidah,
maka dipegangnya tangan mereka itu masing-masing dan katanya
seraya mengajak Ansar menjaga persatuan dan menghindari
perpecahan:
"Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, berikanlah ikrar Tuan-tuan
kepada yang mana saja yang Tuan-tuan sukai."
Ketika itu timbul pula kegaduhan dan perselisihan pun
mulai merebak lagi. Umarkah yang akan dibaiat dengan
sikapnya yang begitu keras, tetapi dalam pada itu ia
pendamping (wazir) Nabi dan ayah Hafsah Ummulmukminin?! Atau
Abu Ubaidah yang akan dilantik, yang sampai saat itu wibawa
dan kedudukannya belum seperti Umar dalam hati kaum
Muslimin?!
Umar dan Abu Ubaidah melantik Abu
Bakr
Tetapi Umar tidak membiarkan perselisihan itu jadi
perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang
lantang ia berkata: "Abu Bakr, bentangkan tanganmu."
Abu Bakr membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan
seraya katanya:
"Abu Bakr, bukanlah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin
bersembahyang? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami
akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah
di antara kita semua ini."
Menyusul Abu Ubaidah memberikan ikrar.
"Engkaulah dari kalangan Muhajirin yang paling mulia,"
katanya, "dan yang kedua dari dua orang dalam gua,
menggantikan Rasulullah dalam salat, sesuatu yang paling
mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang lebih
pantas dari engkau untuk ditampilkan dan memegang pimpinan
ini!"
Sementara Umar dan Abu Ubaidah membaiat, cepat-cepat
datang pula Basyir bin Sa'd memberikan ikrarnya. Ketika itu
juga Hubab bin alMunzir berseru:
"Basyir bin Sa'd! Engkau tidak patuh. Apa gunanya kau
berbuat begitu. Engkau telah menyaingi kepemimpinan itu
dengan sepupumu sendiri (maksudnya Sa'd bin Ubadah)."
"Tidak," kata Basyir, "saya tidak mau menentang hak suatu
golongan yang sudah ditentukan Allah."
Baiat Saqifah oleh Aus dan Khazraj
Usaid bin Hudair, pemimpin Aus, sambil menoleh kepada
kaumnya yang juga sedang memperhatikan apa yang dilakukan
oleh Basyir bin Sa 'd, berkata:
"Kalau sekali Khazraj memerintah kita, maka akan tetap
mereka mempunyai kelebihan atas kita dan dengan mereka sama
sekali kita tidak akan mendapat hak apa-apa. Maka marilah
sekarang kita baiat Abu Bakr." Ketika itu Aus segera
bertindak memberikan ikrar kepada Abu Bakr, kemudian disusul
oleh Khazraj yang sudah merasa puas dengan kata-kata Basyir
itu; mereka juga cepat-cepat membaiat, sehingga tempat di
Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang yang
datang memberi ikrar hampir-hampir saja Sa'd bin Ubadah
terinjak-injak. "Hati-hati, Sa'd jangan diinjak," suara
orang-orang yang pro Sa'd.
"Bunuh saja dia," kata Umar. "Dia berbahaya!" dilanjutkan
dengan kata-kata keras yang ditujukan kepada Sa 'd.
"Hati-hatilah, Umar," kata Abu Bakr mengingatkan Umar.
"Dalam suasana begini perlu lebih bijaksana."
Sekarang oleh kawan-kawannya Sa'd dibawa masuk ke
rumahnya. Selama beberapa hari ia tinggal di rumah. Kemudian
ia diminta agar juga membaiat:
"Datanglah dan baiat dia. Orang semua sudah membaiat,
juga golonganmu."
Sa'd menolak
Tetapi Sa'd tetap tidak mau. "Tidak. Daripada aku
membaiat, biarlah kulepaskan anak-anak panah dalam tabungku
ini kepada kalian, biar kepala tombakku berlumuran darah dan
pedang yang ada di tanganku kupukulkan kepadamu. Aku akan
memerangi kalian bersama keluargaku, bersama peng
ikut-pengikutku yang masih setia."
Setelah ucapan demikian itu sampai kepada Abu Bakr, Umar
berkata kepadanya: "Jangan biarkan dia sebelum ikut memberi
ikrar!"
Tetapi Basyir menolak pendapat Umar itu dengan
mengatakan:
"Dia keras kepala dan sudah menolak. Dia tidak akan
memberi ikrar sebelum dia sendiri, anaknya, keluarganya dan
kerabatnya semua terbunuh. Biarkan sajalah. Kalaupun
dibiarkan dia tidak akan membahayakan kita. Dia hanya
seorang diri."
Abu Bakr yang mendengar pendapat Basyir itu membenarkan.
Oleh mereka Sa'd ditinggalkan. Ia tidak ikut salat berjamaah
dengan yang lain, tidak ikut berhaji dan bertolak dari
Arafah bersama yang lain. Ia tetap bertahan dengan caranya
itu sampai Abu Bakr wafat.
Sesudah baiat Saqifah
Ketika pelantikan Abu Bakr selesai sudah di Saqifah,
jenazah Nabi di rumah masih dikelilingi keluarga: Ali bin
Abi Talib, Abbas bin Abdul Muttalib bersama beberapa orang
yang turut menyelenggarakan. Tidak jauh dari mereka, di
dalam mesjid ada juga beberapa orang dari kalangan
Muhajirin.
Seperti kita lihat, baiat ini selesai dalam keadaan yang
membuat beberapa sumber menghubungkan kata-kata ini pada
Umar: "Peristiwa sangat tiba-tiba5 sekali."
Tetapi sumber-sumber lain berpendapat, bahwa Abu Bakr,
Umar dan Abu Ubaidah sudah sepakat, bahwa pimpinan memang
akan berada di tangan Abu Bakr. Apa pun yang akan dikatakan
kedua sumber itu, yang tak jelas ialah, bahwa keputusan
Saqifah ini telah menyelamatkan Islam yang baru tumbuh itu
dari malapetaka, yang hanya Allah saja yang tahu akan segala
akibatnya.
Abu Bakr telah meratakan jalan untuk menghilangkan segala
perselisihan di kalangan Muslimin. Ia juga telah meratakan
jalan menuju politik yang polanya sudah diletakkan oleh
Rasulullah untuk mencapai keberhasilan sehingga membuka pula
jalan ke arah kedaulatan Islam kemudian hari. Dengan karunia
Tuhan juga, akhirnya agama ini tersebar ke segenap penjuru
dunia.
Sejak kejadian Saqifah itu pihak Ansar sudah tidak lagi
berambisi untuk memegang pimpinan Muslimin. Baik pada waktu
pelantikan Umar bin Khattab, pelantikan Usman bin Affan
sampai pada waktu terjadinya pertentangan antara Ali dengan
Muawiyah hak Ansar tidak berbeda dengan apa yang sudah
diperoleh oleh kalangan Arab lainnya, seolah mereka sudah
yakin benar apa yang pernah dikatakan oleh Abu Bakr, bahwa
dalam hal ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan
Kuraisy. Bahkan sesudah itu mereka merasa cukup senang hidup
di samping Muhajirin. Mereka pun puas sekali dengan wasiat
Rasulullah dalam sakitnya yang terakhir tatkala berkata:
"Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Ansar itu
baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang
Ansar akan seperti itu juga keadaannya, tidak bertambah.
Mereka orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang
telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat
baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah6
kesalahan mereka."
Tak lama setelah selesai pelantikan itu Abu Bakr dan
mereka yang hadir di Saqifah kembali ke mesjid. Waktu itu
sudah sore. Kaum Muslimin sedang mengikuti berita-berita
dari rumah Aisyah mengenai penyelenggaraan pemakaman
Rasulullah.
Keesokan harinya ketika Abu Bakr sedang duduk di mesjid,
Umar datang meminta maaf atas peristiwa kemarin tatkala ia
berkata kepada kaum Muslimin, bahwa Nabi tidak mati.
"Kepada Saudara-saudara kemarin saya mengucapkan
kata-kata yang tidak terdapat dalam Kitabullah, juga bukan
suatu pesan yang diberikan Rasulullah kepada saya. Ketika
itu saya berpendapat, bahwa Rasulullah yang akan mengurus
soal kita, sebagai orang terakhir yang tinggal bersama-sama
kita. Tetapi Allah telah memberikan Qur'an untuk selamanya
kepada kita, yang juga menjadi penuntun Rasul-Nya. Kalau
kita ber pegang teguh pada Qur'an, Allah akan
membimbing kita yang juga telah membimbing Rasulullah.
Sekarang Allah telah menyatukan segala persoalan kita di
tangan sahabat Rasulullah - saw. - orang yang terbaik di
antara kita dan dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua7. Maka marilah kita
baiat dia, kita ikrarkan."
|