|
Kutipan dari buku Islam dalam Lintasan Sejarah
Oleh Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb
Penerbit Bhratara Karya Aksara - Jakarta 1983
BAB 2 MUHAMMAD SAW. (3/3)
Sementara itu, pergerakan Islam bertambah menjadi pusat
perasaan Arab. Masih menjadi pertanyaan apakah perkembangan
itu terjadi karena dengan sengaja disalurkan oleh Muhammad
s.a.w. ke arah tersebut, ataupun karena permainan yang tidak
disadari dari kekuatan-kekuatan yang telah menyeret beliau
dalam arusnya. Dalam tahun-tahun yang terakhir,
sedikit-dikitnya, Muhammad saw. mengetahui kecenderungan
ini. Boleh jadi kecondongan itu menyebabkan (dan
diperkuatkan oleh) tindakan-tindakannya terhadap suku
Yahudi. Terpisah dari benar tidaknya ceritera bahwa beliau
mengirimkan tuntutan kepada Kaisar Roma, Raja Diraja Persia,
dan Pangeran kerajaan lain, beliau berniat menjalankan suatu
tindakan terhadap kekuasaan Bizantium di Utara sebelum
wafatnya tahun 632 M. Penyerbuan pertama terhadap Siria yang
dilancarkan segera setelah beliau mangkat oleh pengganti
beliau, Abubakar ra. hampir tidak dapat diberikan penjelasan
lain. Mungkin juga perubahan sikap Muhammad saw. kemudian
terhadap agama Kristen mencerminkan perasaan permusuhan yang
bertambah besar terhadap orang Yunani dan sekutu-kutunya
antara orang Arab Kristen dari golongan ortodoks dan
monofisit.
Apabila kita memindahkan perhatian dari kehidupan resmi
Muhammad saw. pada kepribadian dan pengaruh moral dan sosial
beliau, tidak selalu mudah untuk mengambil jalan lurus
antara odium theologicum (kebencian agama) dari kebanyakan
pembahas Barat dari zaman dulu dan pembelaan yang tidak
meyakinkan dari pengarang muslimin modern. Penyelidikan
tentang sumber-sumber belum cukup penuh untuk memungkinkan
kita menentukan dengan pasti hadis yang tulen dan hadis
tambahan. Harus diakui bahwa gambaran manusia Muhammad saw.
telah menderita banyak menurut generasi-generasi kemudian
dari penganutnya adalah asli. Akan tetapi, dari kumpulan
besar detail-detail yang agaknya keterlaluan bersifat
kemanusiaan, bersinarlah suatu kebesaran kemanusiaan - yang
tidak dapat disangsikan lagi - belas kasihan terhadap yang
lemah, keramahtamahan yang jarang berubah jadi kemurkaan,
kecuali apabila dilancarkan penghinaan terhadap Allah,
malahan suatu sifat kemalu-maluan dalam pergaulan sesama
manusia dan kejenakan; anehnya, semua bertentangan dengan
tabiat dan semangat yang lazim pada zamannya dan dari
penganutnya, yang tentunya tidak lain merupakan bayangan
dari orangnya sejati. Diriwayatkan bahwa pada waktu
menunaikan ibadat haji, Abubakar ra. memukuli seorang yang
telah bersalah menyesatkan seekor unta. Muhammad saw.
tersenyum dan bersabda: "Hai lihatlah apa vang dikerjakan
oleh jemaah haji ini!" Sebuah ceritera yang kurang penting,
akan tetapi tidak ada ceritera lain yang dapat menggambarkan
lebih tepat gelombang yang berada antara Muhammad saw. dan
bahan manusia yang harus beliau hadapi daripada fakta yang
ditambahkan oleh yang punya ceritera: "tetapi, beliau
sebenarnya tidak melarangnya."
Pada dasarnya, ketidakpahaman semacam ini yang
menyebabkan para pembahas menaruh kepercayaan pada Quran
dalam mempertimbangkan Muhammad saw. Tidak boleh
disangsikan, Quran mencerminkan sikap keagamaan yang asasi
kepribadian penyiaran; kesalahan penelaah-penelaah tersebut
terletak dalam mempersamakan penyiarannya dengan orangnya.
Muhammad saw. rupanya telah menginsafi perbedaan antara
perundang-undangan pada satu pihak, dan ajaran serta teladan
pribadi pada lain pihak. Dalam mengeluarkan peraturan hukum,
beliau memperhitungkan watak konservatif dan sifat penolakan
masyarakat Arab, serta mengetahui pula sampai mana beliau
dapat menunaikan perubahan-perubahan adat-istiadat dengan
titah. Oleh karena itu, Quran meresmikan dengan peraturan
dan jaminan hukum adat kebiasaan, seperti balas-membalas,
tetapi jarang lupa membubuhi dalam pernyataan yang sama,
anjuran-anjuran untuk melunakkan kekerasan keadilan dengan
belas kasihan dan kemurahan hati yang keluar dari
pelaksanaan kebutuhan orang akan permohonan ampun.
Contoh yang sangat menyolok mata terdapat dalam
perundang-undangan tentang perceraian dan kehidupan
keluarga. Telah diakui umum bahwa perubahan yang beliau
jalankan telah menaikkan kedudukan wanita umumnya,
berlawanan dengan kekacaubalauan pada zaman pra-Islam di
Arabia. Namun, Quran dengan jelas mempertahankan hak yang
lebih besar dari sang suami dan sang bapak, dan mensahkan
perkawinan sampai batas empat orang istri, dan talak dengan
syarat-syarat tertentu. Ternyata Muhammad saw. tidak dapat
berusaha lebih dari itu dengan cara perundang-undangan.
Bahkan dalam waktu yang tidak lama, sebagian besar hak-hak
yang diberikan kepada kaum wanita dan pembatasan yang
diwajibkan kepada walinya dapat dipotong oleh kecerdikan
para ahli fanulfuru.
Adapun hadis pada pihak lain, sepakat menegaskan Muhammad
saw. pribadi tidak dapat membenarkan talak sebagai suatu
barang "yang dibenci oleh Allah." Kehidupan kekeluargaan
beliau di Madinah dan perkawinan beliau berkali-kali telah
menjadi pokok sindiran pada satu pihak, dan pembelaan yang
berkobar-kobar dan kurang cerdik pada pihak yang lain.
Hadis-hadis tidak merahasiakan cintanya terhadap kaum wanita
atau tentang fakta bahwa sifatnya tadi selaras dengan
perhatiannya yang saksama akan kesusilaan. Para penelaah
condong melupakan kesabaran hati beliau yang tidak
putus-putus, biarpun dalam keadaan yang merangsang dan
keramahtamahan beliau pada waktu memeriksa penderitaan para
wanita dari aneka warna golongan, serta memberikan hiburan
dan penglipur hati bahkan kadang-kadang mengubah
perundang-undangannya.
Tidak perlu dijelaskan di sini, bahwa pegangan yang telah
beliau peroleh atas tekad dan kasih sayang
sahabat-sahabatnya disebabkan oleh pengaruh kepribadiannya.
Tanpa keluhuran itu, mereka tidak akan menghiraukan tuntutan
Nabi Muhammad s aw. Penduduk Madinah telah minta
pertolongannva karena keutamaan akhlaknva, bukan karena
ajaran agamanya. Akhirnya, tidak boleh disangsikan, juga
bagi para sahabat, dua aspek kehidupannya tadi tidak dapat
dibedakan yang satu dari yang lain, sebagaimana kemudian
berlangsung bagi seluruh umat Islam.
Setelah kepribadian yang kuat tersebut lenyap,
penghormatan terhadap Nabi Muhammad saw. mendatangkan
pemulukan riwayat hidupnya karena pertumbuhan dari dalam dan
unsur-unsur yang dimaksudkan dari luar. Setelah paham sosial
dan kesusilaan kaum muslimin menjadi halus karena pengaruh
aliran kesusasteraan dan filsafat baru, gambaran Nabi
Muhammad saw. terus menerus disesuaikan dengan angan-angan
dan cita-cita baru. Dalam bab lain, akan dilihat bagaimana
para ahli Sufi telah menyelaraskan Muhammad saw. dalam ilmu
kosmologi mistik dan sistem pemujaan orang suci. Pada waktu
itu, penggambaran secara idam-idaman dari Nabi Muhammad saw.
telah beralih dari lapangan kesusilaan ke suatu lapangan
yang boleh disebutkan kebutuhan kehidupan rohani. Sampai
mana pun cita-cita tadi melayang, hati para muslim tidak
pernah melepaskan hubungan dengan Muhammad bin Abdullah
saw., tokoh Mekkah.
About Gibb, The
Articles: Muhammad: Part 1,
Part 2, Part 3
(sebelum,
sesudah)
|