|
Terorisme Timur Tengah dan Sistem Ideologi
Amerika (3/3)
Pembajakan bukanlah satu-satunya bentuk terorisme yang
lolos dari kategori ini jika ia dilakukan oleh kawan-kawan
AS. Dubes AS di PBB, Jeane Kirkpatrick, menjelaskan bahwa
peledakan kapal protes antinuklir kelompok Greenpeace,
Rainbow Warrior, oleh agen-agen Perancis dengan
menewaskan satu orang bukanlah terorisme: "Saya ingin
mengatakan bahwa Perancis jelas tak berniat untuk menyerang
warga sipil dan orang-orang tak berdosa dan melakukan
penganiayaan atau pembunuhan" --sebuah seruan bahwa
teroris-teroris lain dapat melakukan semua ini dengan
tenang. Dalam editorial utamanya, berjudul "Mitterand's
Finest Hour" ("Saat Terbaik Mitterand"), Asian Wall St.
Journal menulis, "Kampanye Greenpeace itu teramat keras
dan berbahaya ... Bahwa pemerintah Perancis telah siap untuk
menggunakan kekerasan terhadap Rainbow Warrior ...
mencerminkan bahwa pemerintah memiliki prioritas-prioritas
yang jelas". Dalam New York Times, David
Housego mengulas sebuah buku tentang peristiwa ini,
mengkritik Perancis karena melakukan "kekeliruan-kekeliruan"
dan "sebuah kesalahan yang buruk"; "tidak ada perlunya
meledakkan kapal itu, dan Perancis dapat "mencapai tujuan
serupa dengan publisitas yang jauh kurang jelek". Tidak ada
isyarat bahwa sejumlah kata yang lebih keras patut
dilontarkan. Berdasarkan "kekeliruan-kekeliruan" ini,
Housego menyimpulkan bahwa "sukarlah untuk membenarkan tanpa
memberatkan (Menteri Pertahanan) Mr. Hernu, dan sulit untuk
menyalahkan orang-orang Selandia Baru untuk penyekapan
mereka atas para perwira Perancis
itu."82 Housego
membandingkannya dengan Watergate, sambil melupakan
kesamaan besarnya: dalam kasus itu juga terdapat kegaduhan
besar tentang "kekeliruan-kekeliruan" dan kejahatan. kecil,
serta banyak pujian-diri di pihak media, sementara Kongres
maupun media menyepelekan kejahatan-kejahatan besar yang
dilakukan Pemerintah Nixon karena menganggapnya tak
relevan.83 Sang
Kaisar terbebas dari dakwaan melakukan terorisme ataupun
kejahatan-kejahatan lain, dan sekutu-sekutunya sering
menikmati keistimewaan serupa. Kesalahan terburuk mereka
hanyalah melakukan "kekeliruan-kekeliruan".
George Shultz patut nian diberi penghargaan atas
kemunafikan dalam hal ini. Seraya memberikan dorongan
"aktif" terhadap terorisme, ia melukiskan pernyataan bahwa
"seorang teroris adalah seorang pejuang kemerdekaan dalam
bentuk lain" sebagai "akal bulus":
Pejuang kemerdekaan atau kaum revolusioner
tidak meledakkan bus-bus yang tak berisi tentara musuh.
Para teroris pembunuh melakukan hal itu. Pejuang
kemerdekaan tidak membunuh pengusaha tak berdosa atau
membajak pria, wanita, dan anak-anak tak berdosa. Para
teroris pembunuh melakukan hal itu ... Para pejuang
perlawanan di Afghanistan tidak menghancurkan desa-desa
atau membunuh orang-orang tak berdaya. Kelompok Contra di
Nikaragua tidak meledakkan bus-bus sekolah atau melakukan
eksekusi-eksekusi massal atas penduduk sipil.
Kenyataannya, para teroris yang dikomandoi Shultz di
Nikaragua, seperti ia ketahui, justru amat mahir dalam
serangan-serangan maut atas warga sipil, dengan menganiaya,
memperkosa, dan memotong-motong anggota badan. Catatan teror
mereka yang menjijikkan terdokumentasi rapi, meski tak
dihiraukan dan dengan cepat dilupakan, bahkan disangkal oleh
para pembela teroris (lihat catatan
kaki nomor 17). Pejuang-pejuang perlawanan di
Afghanistan juga melakukan bentuk tertentu penganiayaan
brutal yang akan mengobarkan kecaman-kecaman keras di Barat,
seandainya pasukan-pasukan yang diserang (yang kemudian akan
disebut "pembebas" yang bertindak "mempertahankan diri")
adalah orang Amerika atau Israel. Hanya beberapa bulan
sebelum Shultz bicara, kawan-kawannya dari kelompok UNITA di
Angola berbangga karena telah menembak jatuh pesawat sipil
dengan menewaskan 266 orang dan membebaskan 26 sandera yang
telah mereka sekap selama sembilan bulan, termasuk 21 orang
Portugis, dan misionaris-misionaris Spanyol dan Amerika
Latin. Mereka juga, menurut laporan Associated Press,
mengumumkan "suatu kampanye baru teror-kota", melakukan
pemboman di Luanda dengan menewaskan 30 orang dan mencederai
lebih dari 70 orang, ketika sebuah jip penuh dinamit meledak
di kota itu. Mereka juga menangkapi guru, dokter-dokter
Eropa, dan lain-lain --jumlahnya sekitar 140 orang asing
menurut laporan pers-- termasuk 16 orang teknisi Inggris
yang, tandas Jonas Savimbi, "dijadikan sandera" dan tidak
akan "dibebaskan sampai Perdana Menteri Thatcher memberi
organisasinya semacam pengakuan". Aksi-aksi semacam ini
terus saja berlangsung, misalnya peledakan sebuah hotel pada
April 1986, yang menewaskan 17 warga sipil dan melukai
banyak lainnya. Savimbi "adalah salah seorang diantara
segelintir pahlawan sejati di zaman kita", kumandang Jeane
Kirkpatrick dalam sebuah konvensi Aksi Politik Konservatif.
Disinilah Savimbi "menerima tepukan meriah sesudah bersumpah
akan menyerang instalasi-instalasi minyak Amerika di
negaranya, sebuah rencana untuk membunuh warga Amerika yang
tidak mendorong AS untuk melancarkan doktrin "pembelaan-diri
terhadap serangan di masa depan" seperti diterapkan untuk
menjustifikasi pemboman atas "si anjing gila" Qaddafi.
Demikian pula tak ada pemboman atas Johannesburg ketika
para serdadu bayaran Afrika Selatan tertangkap pada Mei 1985
di Angola Utara dalam sebuah misi untuk menghancurkan
fasilitas-fasilitas serupa dan membunuh para warga Amerika.
Sebuah negara teroris harus menerapkan penilaian-penilaian
yang sangat seksama.84
Dalam dunia nyata, Savimbi memenuhi syarat-syarat sebagai
seorang pejuang kemerdekaan bagi Shultz, Kirkpatrick, dan
para komandan serta penasihat teroris terkemuka lainnya,
terutama lantaran "UNITA merupakan grup paling kuat di
antara kelompok-kelompok klien dukungan Afrika Selatan, yang
digunakan untuk menggoyahkan negara-negara
tetangga."85
Sebagaimana serdadu-serdadu Contra Shultz, tugas utama
mereka, seperti sudah disebut, adalah menjadikan seluruh
penduduk Nikaragua sebagai sandera di bawah ancaman teror
sadistis, untuk memaksa pemerintah menanggalkan setiap
komitmen terhadap kebutuhan-kebutuhan mayoritas yang miskin,
dan menggariskan kebijakan "moderat" dan "demokratis" demi
kepentingan-kepentingan pokok bisnis AS beserta
rekanan-rekanan lokalnya, sebagaimana layaknya negara manis
yang berada di bawah pengayoman Amerika.
Tetapi, dalam iklim kultural yang bejat dan korup, tempat
suburnya komandan dan para pembela teroris, pernyataan
Shultz dan pernyataan-pernyataan lain yang serupa, berlalu
dengan nyaris tanpa menaikkan alia mata.
Menyekap sandera jelas termasuk dalam rubrik terorisme.
Oleh karena itu, jelas bahwa Israel bersalah untuk sebuah
aksi besar terorisme internasional ketika ia menggelandang
sekitar 1.200 tawanan, kebanyakan kelompok Syi'ah Lebanon,
ke Israel dengan melanggar hukum internasional dalam
perjalanan mundurnya dari Lebanon. Untuk tindakannya ini,
Israel menjelaskan bahwa mereka akan dilepaskan "pada jadwal
tak tertentu, bergantung pada situasi keamanan di Lebanon
Selatan." jadi, teranglah bahwa mereka dijadikan sandera,
sambil menantikan munculnya "perilaku baik" di pihak
penduduk lokal yang dijaga ketat oleh pasukan Israel bersama
serdadu-serdadu bayaran mereka di "wilayah keamanan",
Lebanon Selatan dan daerah-daerah sekitarnya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Mary McGrory, dengan penyempalan langka
dari konformitas umum, para tawanan itu adalah
"sandera-sandera di penjara Israel"; "Mereka bukan penjahat;
mereka dijaring untuk dijadikan tameng terhadap serangan,
ketika orang-orang Israel akhirnya meninggalkan Lebanon."
Sesungguhnya, tak ada niat untuk meninggalkan Lebanon,
tempat Israel mempertahankan "wilayah keamanan"-nya, dan
sebenarnya pengunduran parsial ini merupakan prestasi aksi
perlawanan rakyat Lebanon. Sebanyak 140 tawanan diam-diam
dibawa ke Israel pada November 1983, dengan melanggar
perjanjian dengan Palang Merah untuk membebaskan mereka
dalam sebuah pertukaran tawanan, setelah penutupan (hanya
untuk sementara, sebagaimana kemudian terbukti) kamp tawanan
Ansar, pentas penganiayaan-penganiayaan brutal yang sering
dilukiskan sebagai "kamp konsentrasi" oleh orang-orang
Israel yang bekerja di sana atau yang mengunjunginya, dan
yang merasa jijik melihat perilaku buas para penawan.
Tawanan-tawanan itu bahkan tak boleh dikunjungi oleh Palang
Merah sampai Juli 1984. Juru bicara Departemen Pertahanan
Israel, Nachman Shai, menyatakan, 400 dari 766 orang yang
masih disekap pada Juni 1985 ditangkap karena
"kegiatan-kegiatan teroris" --artinya, mengadakan perlawanan
terhadap pendudukan militer Israel, sedangkan "sisanya
ditahan karena melakukan bentuk-bentuk aktivitas-aktivitas
politik yang kurang keras atau mengorganisasikan
kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk mengusir Tentara
Israel dari Lebanon, kata Mr. Shai".86
Israel sudah berjanji untuk membebaskari 340 sandera pada
10 Juni, "tapi menunda pembebasan itu pada saat terakhir
karena alasan-alasan keamanan yang tak pernah dijelaskan
sepenuhnya".87
Empat hari kemudian, kelompok Syi'ah Lebanon --yang menurut
laporan merupakan sahabat dan kerabat para sandera yang
disekap Israel88--
membajak TWA flight 847, menawan sejumlah sandera
dalam upaya untuk membebaskan para sandera yang ditawan
Israel. Pembajakan ini mengobarkan histeris yang terancang
rapi dan seratus persen hipokrit di Amerika Serikat, dengan
munculnya nada-nada rasis yang gamblang dan maraknya
serangan kepada media yang memberi para pembajak kesempatan
langka untuk menjelaskan sikap mereka. Karena itu, ini
mengusik disiplin totalitarian yang telah mapan dalam sistem
propaganda. Para penculik Israel tak membutuhkan akses
khusus ke media AS, yang dengan senang hati menyampaikan
pesan-pesan mereka untuk kepentingan mereka, sering sebagai
"berita".
Media acap dikecam sebagai "mendukung terorisme" dengan
memberi peluang kepada para teroris untuk menyatakan sikap
mereka. Rujukannya bukan kepada tindakan reguler Ronald
Reagan, George Shultz, Elliot Abrams, dan teroris-teroris
ulung lainnya, yang menyajikan pesan-pesan mereka tanpa ada
sedikit pun bantahan atau komentar, menyediakan kerangka
buat konsep dan asumsi-asumsi untuk apa yang disebut
"pelaporan berita".
Pers menyunat pernyataan-pernyataan para pembajak yang
bernada meminta pembebasan sandera-sandera yang disekap
Israel yang, tentu saja, bukan sandera menurut adat Amerika,
sebab mereka ditawan oleh "pihak kita".
Keganjilan pretensi kelompok Syi'ah dipaparkan gamblang.
Flora Lewis menyatakan bahwa "bukanlah watak kaum militan
Syi'ah, yang menjunjung kesyahidan dan memperlihatkan
sedikit keengganan dalam mencabut nyawa orang, untuk terlalu
peduli dengan waktu pengembalian para tawanan" --versi lain
dari konsep mujarab bahwa peringkat-peringkat lebih rendah
daripada penawanan tak dirasa menyakitkan. Editor
Times menyajikan argumen muram bahwa "Israel sudah
merencanakan untuk menenteramkan kelompok Syi'ah yang berang
itu pekan lalu (yaitu, beberapa hari sebelum pembajakan
TWA), tapi tertunda oleh penculikan sejumlah serdadu
Finlandia PBB di Lebanon". Dalam berita 90-kata,
Times mencatat tuduhan Finlandia bahwa selama
peristiwa yang sama sekali tak ada kaitannya ini, "Para
perwira Israel menyaksikan kelompok milisi Lebanon mempermak
serdadu-serdadu Finlandia yang diculik saat sedang bertugas
sebagai pasukan PBB di Lebanon, tapi tak berbuat apa-apa
guna menolong mereka", sementara mereka "dipukuli dengan
batang besi, pipa karet, dan popor senapan oleh
anggota-anggota Tentara Pembebasan Lebanon". "Ada banyak
sekali kejahatan di sini", sergah Times, lalu
mengutuk para pembajak TWA, penguasa Yunani (untuk kelalaian
mereka), dan bahkan Amerika Serikat karena "tak menghukum
Iran yang melindungi para pembunuh dua warga Amerika dalam
sebuah pembajakan tahun lalu" (lihat catatan
kaki nomor 77). Tapi, penyanderaan yang dilakukan Israel
tak termasuk dalam kejahatan-kejahatan
ini.89
Sejarawan Princeton, ahli Timur Tengah, Bernard Lewis,
yang reputasi keilmuannya selayaknya menyumbangkan bukti
atau menyangkal bukti-tandingan eksplisit yang tak
semestinya, dengan lantang menandaskan bahwa "para pembajak
atau pihak-pihak yang mengirim mereka harus betul-betul
mengetahui. bahwa Israel sudah berencana untuk membebaskan
orang-orang Syi'ah dan tawanan-tawanan Lebanon lainnya, dan
bahwa tantangan terbuka semacam ini hanya akan menunda
pembebasan mereka, bukan mempercepatnya". Lebih jauh, mereka
"menantang Amerika, menistakan warga Amerika", sebab mereka
tahu bahwa media yang selalu haus-berita akan "memberi
mereka publisitas tak terbatas dan mungkin malah semacam
advokasi". Ingat bahwa ini adalah suara seorang cendekiawan
terpandang dalam sebuah jurnal terpandang --suatu kenyataan
yang sekali lagi membuat kita makin paham tentang
kesintingan aneh yang berlaku dalam kehidupan
intelektual.
Editor New Republic mencibir tuntutan kelompok
Syi'ah bagi pembebasan sandera-sandera tawanan Israel
sebagai "sampah belaka"; "Pembajakan, penculikan,
pembunuhan, dan pembantaian adalah cara kelompok Syi'ah dan
faksi-faksi lainnya di Lebanon dalam menjalankan bisnis
politik mereka", dan "semua orang tahu" bahwa
tawanan-tawanan yang disekap Israel sudah dijadwalkan untuk
dibebaskan --kalau Israel sedang waras dan siap. Presiden
Reagan semakin memompa histeris dengan menjelaskan bahwa
"tujuan nyata" para teroris itu, tidak kurang, adalah
"menyingkirkan Amerika dari dunia". Sementara Norman
Podhoretz, seraya mengingatkan bahwa penggunaan kekerasan
mungkin sekali akan menyebabkan kematian warga Amerika yang
disandera, mengecam Reagan karena tidak "mempertaruhkan jiwa
(yakni jiwa orang-orang lain) guna membela kehormatan
bangsa". Walikota New York, Edward Koch, menyerukan pemboman
Lebanon dan Iran, dan para tukang bikin ulah
lainnya.90
Sementara itu, pembaca yang cermat dapat menemukan berita
kecil di antara timbunan laporan-laporan tentang krisis
penyanderaan ini bahwa dua ribu orang Syi'ah Lebanon
--termasuk tujuh ratus anak-anak-- mengungsi dari
rumah-rumah mereka di bawah berondongan Tentara Lebanon
Selatan Israel, yang juga menembaki jip-jip pasukan penjaga
perdamaian PBB. Sementara itu, "hari ini suatu pasukan
gabungan serdadu-serdadu Israel dan kelompok milisi Kristen
mengobrak-abrik sebuah desa di Lebanon Selatan dan menangkap
sembilan belas orang Syi'ah, kata seorang juru bicara
PBB".91
Setelah pembajakan, Israel mulai melepaskan
sandera-sanderanya sesuai dengan jadwalnya sendiri, sangat
mungkin dipercepat lantaran pembajakan TWA ini telah menarik
perhatian internasional atas pembajakan itu sendiri, jauh
lebih besar dibandingkan dengan operasi penculikan yang
lebih penting itu. Ketika tiga ratus orang dibebaskan pada 3
Juli, AP melaporkan kesaksian mereka bahwa mereka
disiksa dan kelaparan, sementara Thomas Friedman dari
Times hanya mendengar bahwa "kami telah diperlakukan
dengan baik oleh orang Israel ..." Dan akhirnya, Reagan
menulis surat kepada Shimon Peres, "mengatakan bahwa krisis
penyanderaan Beirut telah mempererat hubungan antara
negara-negara mereka"; tak disebut-sebut tentang "krisis
penyanderaan" yang lain, yang tak menjadi bagian dari
sejarah resmi.92
Berdasarkan standar-standar Newspeak Barat pun,
aksi-aksi Israel tersebut dapat dinyatakan sebagai
penyekapan sandera. Akan tetapi, sebagai klien dari sang
Kaisar yang mengacau dunia, Israel lolos dari dakwaan ini.
Namun, penting ditandaskan lagi batas-batas konsep Orwellian
dalam diskursus politik kontemporer, yang di dalamnya
istilah-istilah seperti "terorisme" dan "sandera" dirumuskan
sedemikian rupa sehingga mengecualikan contoh-contoh paling
ekstrem --seperti kasus di Nikaragua atau Lebanon Selatan--
yakni. seluruh penduduk dijadikan sandera guna menjamin
kepatuhan kepada sang majikan asing. Penggunaan istilah
semacam ini wajib hukumnya, mengingat watak sejati terorisme
internasional besar-besaran itu dan kebutuhan nyata untuk
mencegah setiap pemahaman yang benar tentangnya.
Sepanjang hanya menyangkut Timur Tengah, kita harus
mengakui bahwa pada tingkat tertentu soal ini dipahami
dengan baik oleh para pengelola terorisme
internasional. Alasan bagi serangan buas atas Lebanon
Selatan sepanjang 1970-an dijelaskan oleh Abba Eban,
diplomat Israel yang dianggap tokoh lunak terkemuka: "ada
suatu kemungkinan rasional, yang akhirnya pasti terjadi,
bahwa penduduk yang terkena akan menggunakan tekanan untuk
mendesakkan gencatan permusuhan". Diterjemahkan ke dalam
bahasa gamblang: penduduk Lebanon Selatan dijadikan sandera,
untuk menahan mereka agar memaksa bangsa Palestina menerima
status yang telah ditetapkan bagi mereka oleh pemerintahan
Partai Buruh yang diwakili oleh Eban, yang telah menegaskan
bahwa bangsa Palestina "tak punya peranan untuk dimainkan"
dalam setiap pemecahan secara damai.93
Kepala Staf AB Mordechai Gur menjelaskan pada 1978 bahwa
"selama 30 tahun, ... kita terus bertempur melawan
sekelompok penduduk yang tinggal di desa dan kota-kota",
lalu ia menyebut peristiwa-peristiwa seperti pemboman Kota
Irbid, Yordania, dan terusirnya puluhan ribu penduduk Lembah
Yordan dan satu setengah juta warga sipil dari Terusan Suez
akibat pemboman-masih banyak contoh lain. Semua ini
merupakan bagian dari program penyanderaan penduduk sipil
guna mencegah perlawanan terhadap pemecahan politik yang
dipaksakan dengan kekerasan oleh Israel, dan selanjutnya
melestarikannya seraya menolak kemungkinan pemecahan
politik, seperti yang ditawarkan Sadat tentang perjanjian
perdamaian-penuh berdasarkan perbatasan-perbatasan yang
diakui secara internasional pada 1971. praktek "pembalasan"
rutin Israel terhadap sasaran-sasaran sipil tak berdaya yang
tak ada kaitannya dengan sumber-sumber aksi-aksi teroris
(aksi-aksi ini sendiri sering merupakan pembalasan bagi
terorisme Israel sebelumnya, dan seterusnya), juga
mencerminkan konsepsi serupa yang menyempal, pada awal
1950-an, dari diktum terdahulu Ben Gurion bahwa "reaksi
tidaklah efisien", kecuali kalau ditujukan secara tepat:
"Kalau kita tahu keluarganya --(kita harus) menggebuknya
tanpa ampun, termasuk wanita dan
anak-anak."94
Pemahaman Gur tentang perang-perang Israel dianut luas di
kalangan para komandan militer. Selama operasi-operasi Tinju
Besi di awal 1985, Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin
memperingatkan bahwa jika diperlukan, Israel akan
melancarkan "sebuah kebijakan pembumihangusan seperti yang
terjadi di Lembah Yordan selama perang pengurasan tenaga
musuh" dengan Mesir. "Lebanon sekarang merupakan sumber
teror yang lebih serius dibandingkan pada 1982", tambahnya,
dengan munculnya teroris-teroris Syi'ah yang mencekam Eropa
Barat (mereka tak berbuat demikian sebelum invasi Israel
1982, karena alasan-alasan yang tak kunjung jelas), sehingga
Israel harus mempertahankan sebuah wilayah di selatan,
tempat "kita dapat membendungnya". Veteran komandan
pasukan-payung, Dubik Tamari, yang mengeluarkan perintah
penggempuran kamp Ain el-Hilweh dengan bombardemen udara dan
artileri untuk "menyelamatkan jiwa" serdaru-serdadu di bawah
komandonya (ini adalah penerapan lain dari bualan "kesucian
tangan"). Dia menjustifikasi tindakan ini dengan komentar
bahwa "Negara Israel sudah membunuhi warga sipil sejak
1947", dan "pembunuhan penduduk sipil dengan sengaja"
merupakan "salah satu tujuan utama."95
Tamari menyebut serangan atas Qibya
pada 1953 sebagai contoh, ketika Unit 101 Ariel Sharon
membunuh tujuh puluh warga desa Arab di rumah-rumah mereka,
agaknya sebagai pembalasan atas sebuah serangan teroris yang
sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka. Ben-Gurion
berdalih di radio Israel bahwa orang-orang yang dibunuh oleh
warga sipil Israel itu dihabisi oleh teroris Arab, mereka
"umumnya pengungsi, rakyat dari negara-negara Arab dan
orang-orang yang selamat dari kamp-kamp konsentrasi Nazi".
Ben-Gurion juga membantah "tuduhan ngawur" bahwa
pasukan militer Israel terlibat sebuah dusta tak tahu malu
yang, selanjutnya, menempatkan permukiman-permukiman Israel
di bawah ancaman pembalasan atas pembantaian-pembantaian
darah-dingin ini. Yang kurang diketahui adalah fakta bahwa
sebulan sebelum pembantaian Qibya, Moshe Dayan mengirim Unit
101 untuk menggiring empat ribu orang Badui dari suku
Azzazma dan Tarbin menyeberangi perbatasan Mesir, sebuah
langkah lain dalam pengusiran-pengusiran yang sudah dimulai
sejak 1950, tak lama setelah gencatan-gencatan senjata. Pada
Maret 1950, sebelas orang Israel tewas dalam sebuah
peledakan bus di Negev Timur oleh orang-orang Azzazma
("terorisme yang tak beralasan"), memicu penggempuran Israel
atas desa Nahaleen Yordania yang sama sekali tak ada
kaitannya, menewaskan sembilan orang ("pembalasan"). Pada
Agustus 1953, Unit 101 Sharon membunuh dua puluh orang, dua
pertiganya di jalur Gaza, dalam "pembalasan" atas
infiltrasi.96
Siklus "pembalasan" (oleh Yahudi) dan "teror" (oleh
Palestina) setapak demi setapak dapat dilacak sampai
berpuluh tahun ke belakang --suatu pelacakan yang akan
segera menunjukkan bahwa terminologi ini adalah khazanah
propaganda, bukan deskripsi faktual.
Lagi-lagi di sini kita dapat melihat betapa efektifnya
sejarah direkonstruksi dalam bentuk yang lebih bersifat
mengabdi ideologi. Maka, Thomas Friedman, ketika mengulas
strategi "kontra-terorisme Israel", menulis bahwa "periode
pertama, dari 1948 hingga 1956, dapat dilukiskan dengan
paling baik sebagai era kontra terorisme-melalui-pembalasan,
atau umpan-balik negatif", meskipun "setidaknya satu di
antara pembalasan-pembalasan ini menjadi amat kontroversial,
menimbulkan korban-korban sipil" --agaknya ini menunjuk
pembantaian Qibya. Catatan para akademisi tentang hal ini
acapkali hampir tidak berbeda.97
Operasi-operasi Tinju Besi tentara Israel di Lebanon
Selatan pada awal 1985 juga berpedoman pada logika yang
dikerangkakan Eban, seperti sudah dibahas. Penduduk sipil
dijadikan sandera di bawah ancaman teror untuk menjamin
bahwa mereka menerima kesepakatan-kesepakatan politik yang
didiktekan oleh Israel di Lebanon Selatan dan daerah-daerah
pendudukan. Peringatan-peringatan masih dikumandangkan.
Penduduk masih dijadikan sandera, tanpa menimbulkan
keprihatinan dari negara adidaya yang membiayai
operasi-operasi ini, dan tanpa ada usaha untuk mencapai
pemecahan politik yang sungguh-sungguh.
Sementara terorisme skala-besar --termasuk penawanan
sandera-- lolos dari tudingan dalam Newspeak Barat
kalau dilakukan oleh pihak kawan, hal serupa berlaku bagi
operasi-operasi skala lebih kecil, seperti sudah
digambarkan. Untuk menyebut sejumlah kecil kasus khas
lainnya, pada November-Desember 1983 Israel "menetapkan
bahwa ia tak akan membiarkan pasukan Arafat keluar dari kota
itu (Tripoli, di Lebanon Utara, tempat mereka digempur oleh
pasukan dukungan Syria) selama nasib para tawanan Israel
belum jelas". Karena itu, Israel membom apa yang mereka
sebut "posisi-posisi gerilyawan", merintangi keberangkatan
kapal-kapal Yunani yang mau mengangkut keluar
kelompok-kelompok yang setia kepada Arafat. Para jubir Druze
melaporkan bahwa sebuah rumah sakit terkena bom selama
pemboman dan pemberondongan "tempat-tempat yang mereka sebut
sebagai basis Palestina" di Beirut Timur; sementara di
Tripoli, "sebuah kapal kargo yang sudah remuk, terkena
hantaman langsung dan tenggelam", dan "sebuah kapal
penumpang habis terbakar ketika
dibom".98
Lagi-lagi penduduk, juga kapal asing, dijadikan sandera
untuk menjamin pembebasan tawanan-tawanan Israel yang
tertangkap dalam perjalanan agresi Israel di Lebanon. Tak
ada komentar tentang kekejian lanjutan ini di Amerika,
seperti biasa.
Di Lebanon dan Laut Mediterania, Israel melancarkan
serangan-serangan dengan bebas dan sama sekali tanpa sanksi.
Pada tengah Juli 1985, pesawat-pesawat tempur Israel membom
dan memberondong kamp-kamp Palestina di dekat Tripoli
menewaskan sedikitnya dua puluh orang, kebanyakan warga
sipil, termasuk enam anak-anak di bawah usia dua belas
tahun. "Gumpalan-gumpalan asap dan debu
menyelimuti,kamp-kamp pengungsi Tripoli yang dihuni lebih
dari 25.000 orang Palestina selama berjam-jam sejak serangan
pukul 2:55 sore itu", yang diduga sebagai "pembalasan" atas
dua serangan bom mobil beberapa hari sebelumnya di "zona
keamanan" Israel di Lebanon Selatan, oleh sebuah kelompok
yang punya hubungan dengan Syria. Dua pekan kemudian,
kapal-kapal tempur Israel menyerang sebuah kapal kargo
berbendera Honduras, satu mil dari pelabuhan Sidon, yang
menurut kapten Yunaninya sedang menurunkan semen, merusak
tubuh kapal dengan tiga puluh lubang; tak lama kemudian
kelompok milisi itu kembali menembaki dan membom dari arah
pantai, mencederai sejumlah warga sipil. Pers aliran-utama
bahkan tak mau melaporkan bahwa keesokan harinya kapal-kapal
tempur Israel menenggelamkan sebuah perahu nelayan dan
merusak tiga lainnya, sementara seorang anggota Parlemen
dari Sidon meminta PBB agar mengakhiri "pembajakan" Israel
yang didukung Amerika. Pers melaporkan apa yang disebut
Israel suatu operasi "pembedahan" terhadap
"instalasi-instalasi teroris" dekat Baalbek di Lembah Bekaa
pada Januari 1984, menewaskan sekitar seratus orang
--kebanyakan sipil-- dan melukai empat ratus lainnya,
termasuk seratus lima puluh anak-anak dalam sebuah pemboman
besar atas sebuah gedung sekolah. "Instalasi-instalasi
teroris" itu termasuk sebuah masjid, satu hotel, sebuah
restoran, sejumlah toko dan gedung lain di tiga desa Lebanon
dan kamp pengungsi Palestina yang diserang, sementara warta
Beirut melaporkan bahwa sebuah pasar ternak dan sebuah
kompleks industri juga dibom dan banyak bangunan pun rusak.
Seorang wartawan Reuters di desa-desa yang dibom mengatakan
bahwa babak kedua pemboman dimulai dua puluh menit sesudah
yang pertama, "menambah jumlah orang yang tewas atau
cedera", karena penduduk pria dan wanita keluar dari tempat
perlindungan untuk mulai menarik orang yang mati atau cedera
dari reruntuhan gedung-gedung. Ia melihat "banyak sekali
anak-anak" di rumah-rumah sakit, sementara para saksi mata
melaporkan banyaknya pria dan wanita yang berhamburan ke
sekolah-sekolah dan dengan panik mencari anak-anak mereka.
Pemimpin kelompok Syi'ah Lebanon yang mengutuk "kebiadaban
Israel", melukiskan serangan-serangan terhadap "warga sipil
tak berdosa, rumah-rumah sakit dan tempat-tempat ibadat" itu
sebagai upaya "untuk meneror penduduk Lebanon". Tetapi,
peristiwa ini berlalu tanpa komentar di Amerika, malah
Israel dipuji sebagai "negeri yang menghargai kehidupan
manusia" (Washington Post). Maka, kita dapat
menyimpulkan sekali lagi bahwa korban-korban pemboman
pembedahan itu hanya setengah-manusia dalam konsensus Barat
yang rasis.99
Sekali lagi, orang dapat membayangkan bagaimana reaksi
yang akan muncul di Barat, termasuk media "pro-Arab",
seandainya PLO atau Syria yang melakukan "serangan
pembedahan terhadap "instalasi-instalasi teroris" di dekat
Tel Aviv, menewaskan seratus orang sipil dan melukai empat
ratus lainnya, termasuk seratus lima puluh anak-anak dalam
pemboman besar atas sebuah gedung sekolah beserta
sasaran-sasaran sipil lainnya.
Versi standar di Amerika ialah bahwa kekerasan Israel
--biarpun sangat eksesif-- merupakan "pembalasan" atas
kekejaman-kekejaman Arab. Seperti Amerika Serikat, Israel
mengklaim hak-hak yang jauh lebih luas: hak untuk melakukan
serangan-serangan teroris guna mencegah aksi-aksi potensial
menentangnya, sebagaimana dalam justifikasi bagi perang
Lebanon oleh anggota lunak Knesset, Ammon Rubinstein,
seperti telah dikutip. Serdadu-serdadu melancarkan apa yang
mereka sebut "tembakan preventif" saat berpatroli di
Lebanon, menyapu kawasan ini dengan berondongan senapan
mesin, rnenyebabkan pasukan pemelihara perdamaian Irlandia
memblokade jalan sebagai protes. Teramat sering,
serangan-serangan Israel di Lebanon dinyatakan sebagai
"preventif, bukan penghukuman", misalnya pemboman dan
pemberondongan kamp-kamp pengungsi Palestina dan desa-desa
sekitarnya oleh 30 jet Israel pada 2 Desember 1976,
menewaskan 57 orang, yang tampaknya sebagai pembalasan atas
keputusan Dewan Keamanan PBB untuk membahas sebuah usulan
perdamaian Arab yang ditolak keras oleh Israel dan karena
itu ditanggalkan dari sejarah.100
Tatkala pasukan-pasukan udara dan amfibi Israel menyerang
Tripoli ini Lebanon Utara pada Februan 1973 yang menewaskan
31 orang (umumnya sipil) menurut penguasa Lebanon, dan
merusak sekolahan, klinik, dan gedung-gedung lainnya
--Israel menjustifikasi gempuran-gempuran ini sebagai
"dimaksudkan untuk mencegah sejumlah serangan teroris yang
sudah direncanakan terhadap orang-orang Israel di luar
negeri".101
Polanya tetap, dan justifikasi-justifikasi itu diterima di
Amerika sebagai sah belaka --lagi-lagi mencerminkan status
Israel sebagai sebuah negara klien yang bermanfaat dan
status setengah-manusia korban-korbannya.
Kasus yang disebut terakhir itu terjadi bersamaan dengan
hari ketika Israel menembak jatuh sebuah pesawat komersial
Libya yang kemudian tertelan badai pasir, dua menit
menjelang mendarat di Kairo, dengan menewaskan 110 orang. AS
secara resmi menyatakan simpatinya terhadap
keluarga-keluarga para korban, tetapi juru bicara persnya
"tak mau berbicara kepada wartawan tentang perasaan
Pemerintah mengenai insiden ini". Israel menyalahkan sang
pilot Perancis; Times dengan taat kontan
menggarisbawahi penyalahan ini dengan menerima penegasan
Israel bahwa pilot itu tahu bahwa dia telah diperintahkan
untuk mendarat, tetapi malah mengelak dengan tindakan yang
"sangat mencurigakan'" --seperti justifikasi Uni Soviet
untuk penembakannya atas KAL 007 102--
sehingga tindakan Israel ini "paling buruk ... hanya dapat
disebut tindakan sewenang-wenang yang tak setara dengan
kebuasan aksi-aksi Arab sebelumnya yang toh dimaafkan".
Reaksi resmi Israel dikemukakan oleh Perdana Menteri
Golda Meir, "Pemerintah Israel menyatakan kesedihan mendalam
atas hilangnya jiwa manusia dan penyesalan bahwa pilot
Libya. (sic) tersebut tidak menghiraukan
peringatan-peringatan yang diberikan kepadanya, sesuai
dengan kelaziman internasional", sementara Shimon Peres
menambahkan bahwa "Israel bertindak sesuai dengan hukum
internasional". Israel menyatakan dengan bohong bahwa pilot
itu tak berwenang menerbangkan pesawat jet.
"Pers dilarang memuat gambar-gambar pesawat yang hancur,
korban yang tewas dan yang cedera", ungkap Amiram Cohen
dalam sebuah ulasan terperinci tentang reaksi Israel
(ditulis sesudah perontokan KAL 007), dan "para wartawan tak
diizinkan mendatangi rumah sakit di Beersheba dan
mewawancarai penumpang-penumpang yang selamat --semuanya
merupakan bagian dari usaha "penyumbatan informasi". Reaksi
internasional dicibir oleh pers Israel sebagai senapas
dengan "anti-Semitisme yang subur" di Eropa, dan ungkapan
ini --juga di Amerika-- akan langsung dilontarkan terhadap
siapa pun yang berani menyinggung atau mengkritik kekejian
Israel. Pers Israel bersikeras bahwa "Israel tidak bersalah"
dan bahwa "orang harus menyalahkan si pilot (Perancis)". Itu
merupakan "suatu mobilisasi pers," kata Cohen, guna
mendukung pembenaran aksi-aksi Israel. Sesudah melontarkan
sekeranjang dusta, Israel menegaskan bahwa terjadi suatu
"kekeliruan penilaian", dan bersedia memberi sejumlah ganti
rugi kepada keluarga-keluarga para korban "untuk menghormati
pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan", seraya menyangkal
bahwa Israel "bersalah" atau bertanggung jawab atas
kejatuhan pesawat itu.103
Peristiwa ini berlalu dengan cepat di Amerika Serikat,
dengan hanya sedikit kritik terhadap para pelaku kejahatan
ini. PM Golda Meir datang ke Amerika empat hari kemudian; ia
jengkel dengan beberapa pertanyaan tajam dari pers, dan
pulang dengan membawa hadiah baru berupa sejumlah pesawat
militer. Seperti sudah disebutkan, reaksinya sangat berbeda
dengan ketika Rusia menembak jatuh KAL 007 pada September
1983,104
tetapi sama dengan ketika kawan-kawan UNITA AS menyatakan
telah merontokkan dua pesawat sipil pada saat yang sama.
Tidaklah sulit untuk melihat kriteria bagi "terorisme
internasional".
Catatan tentang terorisme Israel dapat disusun sejak awal
berdirinya negara ini --bahkan sebelumnya-- termasuk
pembantaian 250 warga sipil dan pengusiran keji atas 70.000
orang lainnya dari Lydda dan Ramle pada Juli 1948;
pembantaian beratus-ratus orang di desa Doueimah di dekat
Hebron pada Oktober 1948 dalam salah satu dari sejumlah
besar "operasi pembersihan tanah" yang digencarkan seraya
aparat propaganda internasionalnya mengumumkan bahwa
warga-warga Arab itu meninggalkan kediaman mereka, seperti
juga sekarang, atas imbauan para pemimpin mereka; pembunuhan
ratusan orang Palestina oleh IDF setelah penjarahan Jalur
Gaza pada 1956; pembantaian di Qibya, Kafi Kassem, dan
banyak lagi desa lainnya; pengusiran beribu-ribu orang Badui
dari daerah-daerah bebas-militer tak lama setelah perang
1948 dan beribu-ribu lagi dari timur laut Sinai pada
awal 1970-an, lalu desa-desa mereka dihancurkan untuk
membuka kawasan bagi permukimam Yahudi, dan seterusnya.
Korban-korban itu, per definisi, adalah "partisan-partisan
PLO", dan karena itu teroris, Maka, editor terpandang dari
Ha'aretz, Gershom Schocken, dapat menulis bahwa Ariel
Sharon "mengibarkan namanya sejak awal 1950-an sebagai
seorang pejuang buas terhadap para partisan PLO", menunjuk
pada pembantaian-pembantaian yang dipimpinnya di Qibya pada
1953 (jauh sebelum PLO ada). Dan korban-korban di Lebanon
dan tempat-tempat lain, sudah tentu, adalah "teroris"
--kalau bukan, tentu mereka tidak akan dibunuh oleh sebuah
negara yang sedemikian mengagungkan "kesucian tangan", dan
yang dinyatakan dijalankan menurut "hukum yang luhur" oleh
pers Amerika yang "pro-Arab".
Para komandan teroris itu berkedudukan terhormat. Ketika
sang teroris ulung AS kontemporer menduduki jabatan presiden
pada 1981, kedua komandan teroris Israel yang kondang
jahatnya menduduki jabatan perdana menteri dan menteri luar
negeri; sementara jabatan tertinggi di negeri Yahudi itu
dipegang oleh orang yang telah membunuh puluhan warga sipil
yang disanderanya di masjid sebuah kota Lebanon pada operasi
pembersihan tanah yang lain pada 1948, yang dengan segera
memperoleh pengampunan --semua jejak kejahatan ini dihapus
dari sejarah, dan jaminan sebuah lisensi penegak hukum atas
dasar "tak bercacat" dapat diberikan atas
tindakannya.105
Bahkan terorisme terhadap warga
Amerika sepenuhnya dapat ditoleransi. Serangan-serangan
teroris Israel atas instalasi-instalasi AS (juga
tempat-tempat umum) di Mesir pada 1954 --dalam rangka
merusak hubungan AS-Mesir dan menggoyahkan
perundingan-perundingan perdamaian rahasia yang waktu itu
sudah berjalan-- dimaafkan belaka ketika itu, dan
selanjutnya hampir tak lagi diingat. Demikian pula upaya
penenggelaman kapal intelijen AS Liberty di perairan
internasional pada 1967 oleh torpedo dan bomber-bomber
Israel, yang bahkan memberondong sekoci-sekoci yang masih
berada di atas kapal, guna menjamin bahwa tak akan ada yang
bakal selamat; sebanyak 34 awak tewas dan 171 luka-luka.
peristiwa ini merupakan bencana laut AS di masa damai yang
terburuk di abad ini, tetapi dianggap sebagai "kekeliruan"
--sebuah keganjilan yang mencolok-- dan nyaris tak
diketahui.106
Demikian juga halnya dengan penganiayaan para warga Amerika
oleh tentara Israel di Tepi Barat dan Lebanon Selatan, yang
hampir tak diberitakan oleh media; sorotan dan verifikasi
dubes AS di Israel, yang disangkal oleh Israel, juga tak
dihiraukan.107
Fakta bahwa korbannya adalah para warga Amerika keturunan
Arab jelas berperan sebagai justifikasi bagi pemberangusan
beritanya, sesuai dengan standar-standar media.
Apa yang mencengangkan mengenai catatan ini --yang
mencakup cukup banyak terorisme terhadap kaum Yahudi sendiri
pada masa yang paling dini-- adalah bahwa ia sama sekali tak
menodai reputasi Israel di Amerika, untuk standar-standar
moralnya yang tak ada bandingnya dalam sejarah. Setiap aksi
baru terorisme, kalaupun dicatat, segera dibenamkan dan
dilupakan, atau dilukiskan sebagai suatu penyimpangan
insidental dari kesempurnaan; dijelaskan dengan bertolak
dari watak garang sang musuh, yang memaksa Israel untuk
menyimpang --biarpun hanya sesaat-- dari jalan luhurnya.
Sementara itu, media acapkali dikecam untuk "moral ganda"
mereka yang mengabaikan kejahatan-kejahatan Arab seraya
mendesak Israel agar memenuhi standar-standar kebajikan yang
mustahil; dan para cendekiawan terpandang --yang reputasinya
toh tak ternoda oleh absurditas-absurditas semacam ini--
dengan enteng memberi tahu kita bahwa "sejumlah besar tokoh
masyarakat terkemuka di Barat, bahkan- beberapa pemerintah
Barat" (biasa, semuanya tak disebut namanya) telah menyokong
PLO untuk menghancurkan Israel.108
Di jajaran spektrum politik Amerika Serikat dan di kalangan
kelas-kelas terpelajar --dengan keseragaman yang amat besar
dan perkecualian yang teramat kecil-- bercokol doktrin kukuh
bahwa terorisme Palestina beserta sekutu-sekutu Arabnyalah,
dengan dukungan Kremlin, serta komitmen membara mereka untuk
membunuhi kaum Yahudi dan menghancurkan Israel, dan
penolakan mereka untuk mempertimbangkan setiap pemecahan
politik, yang menjadi akar penyebab konflik abadi Arab
Israel yang di dalamnya Israel merupakan korban yang
memilukan. Sebagaimana Amerika Serikat, ia tak berdaya di
hadapan "momok bengis terorisme", yang bergentayangan dari
Amerika Serikat sampai Lebanon dan tempat-tempat lain.
Gerakan nasional Yahudi beserta negara yang tumbuh
darinya, tidaklah mencemari tanah barunya dengan catatan
berlimpah tentang kekejian-kekejian terorisnya, terlepas
dari kekebalan yang mereka nikmati dalam opini terkemuka
Barat. Bagi warga Amerika, cukuplah mengingat "bahwa Adolf
Hitler memilih untuk memuji Amerika Serikat ... karena
"mengatasi masalah' penduduk asli",109
sebagaimana dilakukan oleh sebagian dari mereka yang hidup
dengan kode Hitler di Amerika Tengah dewasa ini, dengan
dukungan AS. Tetapi, komentar-komentar mutakhir tentang
"terorisme" di "negara-negara beradab" penuh kemunafikan
busuk, dan hanya akan jadi objek cemoohan di kalangan
masyarakat beradab.[]
Catatan kaki:
82 NYT, 27
September 1985, sebuah keterangan foto tanpa berita;
AWSJ, 22 Agustus, dikutip oleh Alexander Cockburn,
Nation, 2 September 1985; Housego, NYT Book
Review, 20 Juli 1986. Di Perancis-yang juga negara
teroris-sama sekali tak ada protes terhadap kekejaman atau
aksi-aksi penghukuman yang dilakukan oleh Perancis atas
Selandia Baru, dalam "pembalasan" bagi peradilan terhadap
para teroris yang tertangkap. Malah, sebagaimana diungkap
oleh sebuah laporan setelah perundingan dengan Selandia
Baru, "tindakan ini tidak membangkitkan kritik diri, tetapi
patriotisme. Dalam pandangan Perancis, Selandia Baru beserta
perdana menterinya, David Lange, kontan menjadi bajingan
karena menangkap dua orang agen-yang menurut khalayak
Perancis ditahan secara sewenang-wenang-untuk kejahatan
berupa pengabdian kepada kepentingan nasional. Di Perancis,
kematian awak Greenpeace kurang diberitakan oleh pers,
demikian pula fakta bahwa kedaulatan Selandia Baru telah
dilanggar." Meskipun pemerintah Sosialis mengumbar janji
untuk mengambil "tindakan hukum" jika muncul "aksi-aksi
kriminal", "satu-satunya tindakan hukum yang diambil
hanyalah terhadap beberapa pegawai pemerintah Perancis yang
membeberkan informasi kepada pers" dan "tidak dilakukan
penyelidikan terbuka" (NYT, 30 Juli 1986). Sebuah
demonstrasi digelar di Perancis sesudah tenggelamnya sebuah
kapal bersama 151 penumpangnya, termasuk seorang intelektual
terkemuka, Rene Dumont. Walaupun demonstrasi ini disaksikan
sendiri oleh Para wartawan, ia tak diliput oleh TV dan pers,
termasuk pers Sosialis, Liberation Le Monde baru
menurunkan berita empat-barisnya setelah demonstrasi
berakhir. Kelompok Hijau dan kelompok-kelompok perdamaian
Perancis "gentar untuk menantang chauvinisme massa yang
marak di Perancis gara-gara peristiwa Greenpeace", sementara
Kongres Partai Sosialis memberikan suatu sambutan
kepahlawanan kepada Menteri Hernu, yang bertanggung jawab
resmi atas kekejaman ini (Diana Johnstone dan Elizabeth
Schilling, In These Times 23 Oktober 1985).
Terorisme Perancis terhadap Greenpeace bermula dengan
protesnya atas percobaan nuklir Perancis di koloni-koloni
Pasifiknya pada 1972, ketika sebuah ranjau Perancis
menghajar dan nyaris menenggelamkan yacht-nya, dan
pasukan komando "ramai-ramai" menaikinya, dengan ganas
memukuli dan hampir membutakan (Direktur Greenpeace) David
McTaggart dan seorang awak lain dengan pentungan karet"
(James Ridgeway, Village Voice, 8 Oktober 1985, yang
juga menyebut tentang perlakuan buruk Soviet terhadap
Greenpeace).
83 Lihat
artikel-artikel saya "Watergate: A Skeptical View",
New York Review, 20 September 1973; editorial,
More, Desember 1975; dan pengantar untuk N.
Blackstock (ed.), COINTELPRO (Vintage, 1976).
84 Shultz, BG,
23 Juni 1984; NYT 25 Juni 1984, 30 Desember 1983;
AP, BG, 23 April 1984, NYT 1 April
1986; Colin Nikerson, BG, 3 Februari 1986, tentang
konvensi ini; Afticasia, Juli 1985, untuk perincian
mengenai pasukan komando Afrika Selatan yang tertangkap,
suatu peristiwa yang kurang dihiraukan di AS. Tentang
pesawat-pesawat sipil ini, lihat BG, NYT, WT, 11
November 1983; BG 21 Februari 1984. Insiden-insiden
yang nyaris tak diberitakan ini terjadi di tengah-tengah
histeris massa atas penembakan KAL 007 oleh Uni Soviet, yang
menelan tujuh halaman penuh indeks Times yang dicetak
padat, dalam September 1983 saja.
85 Barry Munslow dan
Phil O'Keefe, Third World Quarterly, Januari
1984.
86 Dan Fisher,
LAT, 21 Juni; McGrory, BG, 21 Juni; David
Adams, New Stateman, 19 April ; NYT, 21 Juni
1985. Tentang Ansar, lihat FT, 231 dst.; wawancara,
Hotam, "The Detention of Palestinians and Lebanese in
the military prison of Atlit" (di Israel), 18 April
1984-tentang tawanan Palestina dan Lebanon yang dipindahkan
dari Lebanon Selatan dan dikucilkan tanpa alat-alat
komunikasi dengan keluarga atau Palang Merah, dan penolakan
pengacara atau bukti apa pun menyangkut penahanan mereka dan
pemindahan mereka ke Israel, dengan melanggar hukum
internasional.
87 LAT, 1 Juli
1985.
88 David Ignatius,
Wall St. Journal, 18 Juni 1985.
89 NYT, 21 Juni,
18 Juni, 1 Juli 1985.
90 Bernard Lewis, NY
Review, 15 Agustus; New Republic, 8 Juli; Reagan,
Pidato di Asosiasi Pengacara Amerika, 8 Juli (BG, 9
Juli); Podhoretz, LAT 26 Juni; NYT; 2 Juli
1985.
91 Thomas Friedman,
NYT, 23 Juni; NYT, 19 Juni 1985.
92 AP,
BG, 4 Juli; Friedman, NYT, 4 Juli; BG,
4 April 1985.
93 John Cooley,
Green March, Black September (Frank Cass,
London, 1973), 197; lihat FT dan Beilin,
op.cit, untuk sejumlah pernyataan serupa.
94 FT,181-2.
95 Rabin, berbicara di
Knesset, Hadashot, 27 Maret 1985; Tamari wawancara,
Monitin, Oktober 1985. Tentang persepsi para serdadu,
lihat ringkasan-ringkasan dari terjemahan pers Israel dalam
FT, yang berbeda dari bahan yang diajukan dalam
kegiatan-kegiatan habsara di AS (lihat Bab
Pendahuluan, catatan kaki no. 12). Atau komentar-komentar
serdadu-payung Ari Shavit mengenai invasi atas Lebanon pada
1978, dimuat dalam Koteret Rashit (13 Mei 1986)
sebagai pembanding bagi sebuah diskusi tentang operasi
komando militer ini, mengenang "sejenis ekstase" yang
memenuhi unit-unit tentara saat memuntahkan peluru ke
desa-desa atau ke mana saja setelah "menjadi jelas bahwa di
sini tidak jadi perang", hanya ada "semacam olahraga
jalan-kaki". Tak diragukan bahwa begitu pulalah tentunya
kelakuan tentara negara-negara lain, tapi mereka tidak
mengumbar dongeng tentang "kesucian tentara".
96 Rokach,
op.cit; Uri Milshtein, Al-Hamishmar, 21
September 1983; Kennett Love, Suez (McGraw-Hill,
1969),10 dst, 61-2.
97 NYT, 4
Desember 1984. Tentang pendapat cendekiawan, lihat,
misalnya, TNCW, 331, yang membahas Nadau Safran,
Israel: the Embattled Ally (Harvard, 1978).
98 LAT 24
November; BG,19 Desember; NYT, 20 Desember;
BG, 20 Desember 1983.
99 Globe &
Mail (Toronto), 11 Juli;BG,24 Juli;NYT, 24
Juli;Boston Herald, 25 Juli 1985; NYT, 5, 6
Januari; BG, 5, 6 Januari 1984.
100 James Markham,
NYT, 3 Desember 1975, yang mengemukakan perkiraan
jumlah korban dari sumber-sumber Lebanon dan Palestina.
NYT, 23 Maret 1985; NYT, 3, 4 Desember
1975.
101 Time, 5
Maret 1973; NYT, 22 Februari 1973, menyatakan ada
lima belas orang yang tewas.
102 Tidak ada bukti
pendukung dalam kasus jet Libya ini, tetapi dugaan Soviet
barangkali benar, walaupun ia jelas tak memberi justifikasi
bagi kekejaman ini; lihat R.W Johnson, Shoot-Down
(Viking, 1986), sebuah studi menarik terutama karena
penelanjangannya atas kebohongan pemerintah AS.
Resensi-resensi minor atas buku ini menyadarkan kita. Joel
Brinkley menulis bahwa buku ini "nyaris menghina"
tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Reagan, dan berbohong
bahwa itu banyak didasarkan atas laporan pers Amerika
(NYT Book Review, 20 Juli 1986). Douglas
Feaver menyatakan bahwa Johnson "menyerang tesisnya dengan
informasi salah tentang hal-hal yang dengan mudah dapat
dicek", menyebut bahwa di halaman 2 ia mengutip hanya
sebagian laporan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional
(Book World, WP Weekly, 7Juli 1986). "Dengan mudah
dicek" pula bahwa Johnson mengutip kalimat yang disebut
Feaver secara lengkap di halaman 234-yang memang relevan;
kutipan untuk halaman 2 itu hanya sebagian, karena hanya
sekianlah yang relevan di sana.
103 NYT, 22,
23 Februari; editorial, 23 Februari; 25, 26 Februari 1973.
Amiram Cohen, Hotam, 10 Februari 1984. Insiden ini
hanya diingat sekilas selama Peristiwa KAL 007, yang
menyulut pernyataan-pernyataan bohong Para pembela kekejian
Israel bahwa Israel "langsung mengakui tanggung jawab" dan
"membayar kerugian"; Michael Curtis, surat pembaca,
NYT 2 Oktober; Martin Peretz, New Republic, 24
Oktober 1983.
104 Lihat catatan
kaki no.85. Untuk perbandingan tentang reaksi atas kedua
peristiwa ini, lihat Robert Scheer, Manchester Guardian
Weekly, 25 September 1983; untuk pembahasan insiden
serupa lainnya, yang pelaku kekejiannya juga sama sekali tak
dikritik di sini, lihat tulisan saya, "1984: Orwell's and
Ours", Thoreau Quarterly, Musim Dingin/Semi 1984, don
"Notes on Orwell Problem" dalam Knowledge of Language
(Praeger 1986).
105 Tentang
pengusiran-pengusiran Lydda-Ramle, lihat Benny Morris,
Middle East Journal, Musim Dingin 1986;
tentang kasus-kasus lain, Iihat FT, TTT, dan
sumber-sumber yang dikutip; Schocken, Foreign Afairs,
Musim Qugur 1984. Mengenai upaya-upaya untuk membunuh' para
pemimpin politik Palestina pada 1984, yang diorganisasikan
oleh Moshe Dayan, lihat Uri Milshtein, Al-Hamishmar,
21 September 1983;Hadashot 11 Januari 1985. Sebuah
laporan intelijen Israel bertanggal 30 Juni 1984 yang
terungkap baru-baru ini menyimpulkan bahwa dari 391.000
pengungsi Arab (152.000 dari luar daerah yang ditetapkan
bagi Israel oleh rekomendasi Partisi PBB), setidaknya 70
persen mengungsi karena operasi-operasi militer
kelompokYahudi (terutama Haganah/IDF) termasuk pengusiran
langsung; perkiraan ini, menurut Benny Morris dalam
analisisnya, terlalu rendah. Laporan ini juga mencatat bahwa
ini terjadi di tengah upaya-upaya keras para pemimpin Arab
untuk menahan arus pengungsian. Morris juga menyebut bahwa
"keadaan dalam paro kedua eksodus ini", dari Juli hingga
Oktober, " merupakan sebuah kisah yang lain"; "sesudah Juni
1948, ada banyak lagi pengusiran terencana" (Middle
Eastern Studies [London], Januari 1986;
wawancara dengan Haim Bar'am, Kol Ha'ir, 9 Mei
1986).
106 Beragamnya versi
Israel mengenai peristiwa ini menarik untuk dibaca. Untuk
ulasan tentang beberapa di antaranya (termasuk satu-satunya
berita yang muncul di sebuah jurnal besar AS, suatu
penyingkapan yang memalukan oleh Ze'ev Schiff don Hirsh
Goodman dalam Atlamic Monthly), lihat James Ennes,
"The USS Liberty: Back in The News". American-Arab
Affairs, Musim Dingin 1985-6. Mungkin yang paling
mencengangkan adalah yang dikemukakan oleh Yitzhak Rabin,
waktu itu Kepala Staf AB, yang melukiskan serangan atas
kapal ini sebagai "perkembangan yang paling membahayakan
dalam seluruh kampanye ini", yang selama itu ia mengalami
"teror berat". la kemudian menempatkannya dengan sangat
cermat pada 7 Juni (sebenarnya 8 Juni), suatu kesalahan yang
gampang dilihat, yang hanya dapat dipahami sebagai suatu
usaha untuk mengaburkan alasan yang jelas bagi serangan ini:
untuk menyembunyikan dari AS rencana invasi atas Syria
setelah gencatan-senjata. Rabin, Memoirs, 108
dst.
107 Tentang Kasus
Lebanon Selatan, lihat Mark Bruzonsky, MEI, 16 Mei
1986; juga BG, 15 April; David Shipler, NYT,
16 April 1986. Lihat Houston Chronicle (AP), 18 Mei
1986 (UPI), 21 Mei 1934, tentang kasus pengusaha New Mexico,
Mike Mansour, yang disekap selama 22 hari dan, menurut
pengakuannya, disiksa dan dipaksa menandatangani sebuah
pengakuan, yang ia sangkal.
108 Robert Tucker,
Commentary, Oktober 1982.
109 Dario
Fernandez-Morera, History of European European Ideas,
jil. 6, no. 4, 1985.
(bagian
pertama, kedua, ketiga)
|