|
PENDAHULUAN (2/2)
Kemunafikan-membuta yang digambarkan oleh kasus-kasus ini
dan segudang peristiwa lainnya, sebagian di antaranya akan
dibahas nanti, tidaklah terbatas hanya dalam soal terorisme
internasional. Untuk menyebut sebuah kasus yang lain,
lihatlah perjanjian-perjanjian Perang Dunia II yang
menyerahkan kontrol atas bagian-bagian Eropa dan Asia kepada
kekuatan-kekuatan Sekutu, dan menetapkan penarikan pasukan
mereka pada waktu yang sudah ditentukan. Muncullah kemarahan
besar (betul-betul murka) atas tindakan-tindakan Soviet di
Eropa Timur yang polanya sama dengan apa yang telah
dilakukan oleh AS di daerah-daerah masa-perang. (Italia,
Yunani, Korea Selatan, dan lain-lain); dan atas
keterlambatan penarikan pasukan Soviet dari Iran Utara,
sementara AS melanggar perjanjian-perjanjian masa-perangnya
untuk mundur dari Portugal, Islandia, Irlandia, dan
lain-lain, dengan alasan bahwa "pertimbangan-pertimbangan
militer" membuat pengunduran itu "tak bijaksana", tandas
Kepala Staf Gabungan dengan persetujuan Departemen Luar
Negeri. Sampai hari ini tak ada yang marah atas kenyataan
bahwa operasi-operasi spionase Jerman Barat, yang dibidikkan
ke Uni Soviet, ditempatkan di bawah kontrol Reinhard Gehlen,
yang merancang operasi-operasi serupa untuk Nazi di Eropa
Timur, atau bahwa CIA telah mengirim agen-agen dan
perlengkapan untuk membantu tentara dukungan Hitler yang
sedang bertempur di Eropa Timur dan Ukraina sejak awal
1950-an, sebagai bagian dari "strategi melingkar" yang
disusun resmi dalam (Dewan Keamanan Nasional) NSC-68 (April
1950).13
Sokongan Soviet kepada tentara dukungan Hitler yang
sedang bertempur di Rocky pada 1952 sangat mungkin
menimbulkan reaksi lain.
Contohnya banyak sekali. Mungkin yang paling kelewatan
adalah contoh yang sering digunakan sebagai bukti-kukuh
bahwa kaum Komunis memang tidak dapat dipercaya untuk
mentaati perjanjian: Perjanjian Perdamaian Paris 1973
mengenai Vietnam dan apa yang terjadi sesudahnya. Padahal,
AS-lah yang saat itu juga mengumumkan bahwa ia akan menolak
setiap butir dari secarik kertas yang telah terpaksa ia
tandatangani, dan terus bersikap ogah-ogahan, sementara
media massa --seraya memperlihatkan pembudakan yang melampui
norma-- menerima versi AS. tentang perjanjian itu (yang
melanggar semua unsur pokoknya) sebagai teks yang berlaku
sehingga pelanggaran-pelanggaran AS itu "sesuai" dengan
Perjanjian, sementara reaksi Komunis terhadap
pelanggaran-pelanggaran ini membuktikan watak-dasar
pengkhianat mereka. Contoh ini sekarang sering dikemukakan
sebagai pembenaran bagi penolakan AS untuk merundingkan
penanganan politik di Amerika Tengah --menunjukkan
kemujaraban sebuah sistem propaganda yang berjalan
baik.14
Seperti sudah disebutkan, "terorisme internasional"
(dalam pengertian khas Barat) ditempatkan dalam fokus
sentral perhatian oleh Pemerintahan Reagan begitu ia
menjabat pada 1981.15
Alasana-lasannya tak sukar untuk dillhat, walaupun itu tetap
tak terkatakan dalam sistem doktrinalnya.
Pemerintahan Reagan memancang tiga kebijakan saling
terkait, yang semuanya tercapai dengan sangat berhasil (1)
mengalihkan sumber-sumber daya dari kelompok miskin ke
golongan kaya; (2) peningkatan masif dalam sektor ekonomi
negara dengan cara tradisional Amerika, melalui sistem
Pentagon, yaitu menyiasati agar rakyat membiayai industri
teknologi tinggi dengan cara memberikan jaminan negara bagi
pemasaran produk teknologi tinggi yang boros dan dengan
demikian menunjang program subsidi rakyat, dan menguntungkan
swasta, yang disebut "perdagangan bebas"; dan (3)
peningkatan substansial dalam intervensi AS, subversi, dan
terorisme internasional (dalam pengertian sejati ungkapan
ini). Kebijakan-kebijakan semacam ini tak dapat disajikan
kepada publik dalam keadaan yang memang memperlihatkan
dengan jelas tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Kebijakan-kebijakan ini dapat ditetapkan hanya jika
khalayak umum merasa cukup tertekan oleh monster-monster
yang terhadap mereka kita harus mempertahankan diri.
Siasat standarnya adalah imbauan tentang bahaya yang
disebut oleh Presiden sebagai "persekongkolan zalim dan
monolitis yang mau menaklukkan dunia --dalam hal ini
Presiden Kennedy pernah melancarkan program yang agak
mirip16 dengan
ide "Kerajaan Setan"-nya Reagan. Tetapi, berseteru dengan
Kerajaan Setan bisa gawat. Jauh lebih amanlah bertempur
dengan musuh-musuh lemah yang didudukkan sebagai wakil-wakil
Kerajaan Setan, sebuah pilihan yang cocok benar dengan butir
ketiga dalam agenda Reagan, yang diupayakan dengan
alasan-alasan yang sama sekali tak bersangkut-paut: untuk
menjamin "stabilitas" dan "ketertiban" di lingkungan global
kita. "Terorisme" oleh para pembajak yang dipilih dengan
seksama, atau oleh musuh-musuh seperti para petani Nikaragua
atau San Salvador yang berani mempertahankan diri dari
serangan teroris kita, merupakan sasaran yang empuk; dan
dengan sistem propaganda yang berjalan sangat baik, ia dapat
dimanfaatkan untuk menanamkan rasa takut yang pas dan
semangat mobilisasi di kalangan penduduk dalam negeri.
Dalam konteks inilah "terorisme internasional" itu
menggantikan hak-hak asasi sebagai "ruh kebijakan luar
negeri kita" pada 1980-an; hak-hak asasi yang telah mencapai
kedudukan mulia ini kini menjadi bagian dari kampanye untuk
membalik perbaikan hebat dalam iklim moral dan intelektual
selama 1960-an yang disebut "sindrom Vietnam", dan untuk
menanggulangi "krisis demokrasi" menakutkan yang muncul
dalam konteks sama, berupa aktifnya bagian-bagian besar
penduduk awam berorganisasi untuk melakukan aksi politik,
yang berarti mengancam sistem pengambilan keputusan elitis
dan menuntut lebih besar partisipasi rakyat, yang disebut
"demokrasi" dalam Newspeak*
Barat.17
Dalam ulasan-ulasan berikut, saya akan membahas terorisme
internasional di dunia nyata, dengan memusatkan perhatian
terutama pada kawasan Mediterania (Laut Tengah). "Terorisme
Timur Tengah/Mediterania" dipilih sebagai berita utama oleh
para redaktur dan penyiar --khususnya di Amerika-- menurut
pengumpulan pendapat yang dilakukan oleh Associated
Press; poll ini dilakukan sebelum terjadinya
serangan-serangan teroris di Roma dan Wina pada bulan
Desember, yang agaknya telah mengikis keraguan-keraguan yang
masih tersisa.18
Pada bulan-bulan pertama 1986, keprihatinan terhadap
terorisme Timur Tengah/Mediterania mencapai puncaknya, yang
berkulminasi dengan pemboman Amerika atas Libya pada April.
Berita resmi menyatakan bahwa aksi penghukuman tanpa ampun
yang ditujukan kepada pelaku utama terorisme internasional
ini berhasil mencapai sasarannya. Qaddafi dan
penjahat-penjahat besar lainnya sekarang tersuruk di bunker
mereka, mengalah demi pembelaan mulia atas hak asasi dan
martabat. Namun, di tengah kemenangan besar atas
pasukan-pasukan gelap ini, isu terorisme memancar dari Dunia
Islam, dan tanggapan yang selayaknya diberikan demi
negara-negara demokrasi yang membela nila-nilai luhur tetap
menjadi topik keprihatinan dan perdebatan utama, seperti
tercermin dalam sejumlah besar buku, konferensi, artikel dan
editorial, komentar televisi, dan sebagainya. Sejauh
khalayak umum ataupun elite yang dapat dijangkau,
pembahasannya semata-mata menyangkut prinsip-prinsip yang
telah dikemukakan: perhatian hanya dibatasi pada terorisme
yang dilakukan si maling, bukan sang Kaisar dan para anak
buahnya; pada Mereka, bukan Kita. Maka, saya tak akan
mengulas adat yang sudah lumrah ini.
Bab Pertama disediakan bagi kerangka
konseptual yang didalamnya masalah-masalah ini dan
isu-isu-terkait terdapat dalam sistem doktrinal yang sedang
berlaku. Bab Kedua menyajikan sebuah contoh
--hanya sebuah contoh tentang terorisme Timur Tengah di
dunia nyata, bersama dengan pembicaraan mengenai gaya
apologetik yang dipakai untuk menjamin bahwa ia melaju tanpa
hambatan.
Dalam Bab Ketiga, saya akan menoleh ke
peranan yang dimainkan oleh Libya dalam sistem doktrinal
ini.
Bagian-bagian yang termuat di Bab Pertama
sudah terbit dalam Utne Reader, edisi Februari-Maret
1986, Index on Censorship (London, Juli 1986), dan
Il Manifesto (Roma, 30 Januari 1986).
Ikhtisar-ikhtisar dari Bab Kedua terbit dalam Race &
Class (London, Musim Panas, 1986), dan versi lainnya akan
dimuat dalam Michael Sprinker (editor), Negations:
Spurious Scholarship and the Palestinian Question
(London, Verso, 1987). Bab Ketiga merupakan penyempurnaan
dan perluasan sebuah artikel yang terbit dengan judul sama
dalam Covert Action Information Bulletin, edisi Musim
Panas 1986. Versi pendahuluan artikel-artikel ini dimuat
dalam New Statesman (London), ENDpapers
(Nottingham), El Pais (Madrid), dan diterbitkan juga
di Italia, Meksiko, Uruguay, dan negara-negara lain.
Bagian-bagian dari Bab Kedua dan Ketiga juga termuat dalam
makalah saya, "International Terrorism: Image and Reality",
yang pernah disajikan di Konferensi Frankfurt tentang
Terorisme Internasional, pada April 1986, dan akan
diterbitkan dalam laporan konferensi, Heinz Dietrich
(editor), Penerbit Zed Press, London.[]
Catatan kaki:
*
Ungkapan ini berasal dari Newspeak, yang
terjemahan-bebasnya, kira-kira, "omongan gaya baru", adalah
istilah yang digunakan oleh George Orwell dalam buku
masyhurnya, 1984, untuk menunjuk pada manipulasi terhadap
pengertian yang lazim atas suatu kata/istilah oleh
pemerintahan totaliter, guna menyesatkan kesadaran rakyat
akan kenyataan yang dimaksud oleh kata/istilah tersebut.
Lebih daripada sekadar eufimisme, Newspeak dapat
menjungkirbalikkan pemahaman lazim masyarakat atas kenyataan
yang ditunjuk oleh kata/istilah tersebut. --penerj.
13 Mengenai dunia nyata
(the real world), lihat Gabriel Kolko, Politics of
War (Random House, 1968), sebuah buku klasik dan masih
belum tertandingi, walaupun banyak karya bagus yang terbit
setelahnya; TNCW; dan karya saya, Turning the
Tide (South End, 1985; selanjutnya disebut TTT),
dan sumber-sumber yang dikutip; dan Melvyn Leffler,
Adherence to Agreements: Yalta and the Experiences of the
Early Cold War," International Security, Musim Panas
1986. Leffler menyimpulkan bahwa, "Sesungguhnya pola
ketaatan Soviet (pada Perjanjian Yalta, Postdown, dan
perjanjian masa perang lainnya) tidak berbeda kualitasnya
dengan pola Amerika". Haruslah dicatat bahwa di Yunani dan
Korea Selatan, pada 1940-an, AS melancarkan operasi-operasi
pembantaian massal sebagai bagian dari program besar-besaran
penghancuran pertahanan anti-fasis, kerap ditujukan kepada
para kolaborator Nazi dan Jepang; lihat TTT, Bab
4.4.
14 Lihat TNCW,
Bab 3, dan Pengantar saya untuk Morris Morley dan James
Petras, The Reagan Adrniniatration and Nicaragua
(Pamphlet Series, Institute for Media Analysis, New York),
akan terbit.
15 Landasannya sudah
diletakkan di Amerika Serikat dan dalam serangkaian
konferensi untuk para ahli terorologi masa depan yang
diselenggarakan oleh Israel, yang berminat sangat besar
dengan operasi propaganda ini. Berkomentar mengenai
konferensi kedua tentang terorisme yang diselenggarakan oleh
Israel di Washington, Wolf Blitzer mencatat bahwa pemusatan
perhatian terhadap terorisme Arab dan antusiasme yang
diperlihatkan oleh sejumlah pembicara ternama untuk agresi
dan terorisme Israel (khususnya, untuk invasinya ke Lebanon,
pada 1982), memberikan "suatu sokongan yang amat besar
kepada kampanye Hasbara Israel sendiri di Amerika
Serikat, seperti diakui oleh semua orang yang terlibat"
(Wolf Blitzer, Jerusalem Post, 29 Juni 1984); kata
"hasbara", yang arti harfiahnya "penjelasan",
merupakan istilah standar bagi propaganda Israel,
mengungkapkan asumsi bahwa karena posisi Israel sudah pasti
benar tentang semua masalah, ia hanya perlu "menjelaskan",
tak perlu membuat apapun yang tingkatannya sekasar
propaganda. Untuk pembicaraan lebih jauh tentang
penilaian-penilaian yang dikemukakan dalam konferensi ini,
lihat Bab Ketiga, catatan kaki nomor
20.
16 Program Kennedy
hanya menyangkut butir kedua dan ketiga dalam agenda Reagan;
butir pertama, yang dijalankan dengan dukungan para anggota
Kongres dari Partai Demokrat dengan melanggar langsung
kehendak rakyat, mencerminkan kemerosotan dalam kekuasaan
relatif pada tahun-tahun penyelangnya. Kini tak lagi perlu
untuk mcngupayakan, dalam kata-kata penasehat Kennedy,
Walter Heller, "masyarakat-masyarakat hebat di dalam negeri
dan tujuan-tujuan besar di luar negeri", maka rancangan
lama ini harus dihapus. Mengenai sikap-sikap publik, lihat
TTT, Bab 5, dan Thomas Ferguson dan Joel Rogers,
Atlantic Monthly, Mei 1986. Tentang hubungan program
Reagan dengan rancangan di masa-masa akhir pemerintahan
Carter, yang diperluas di masa Reagan, lihat TNCW,
Bab 7, dan TTT, Bab 4, 5. Lihat juga Joshua Cohen dan
Joel Rogers, Inequity and Intervention (South End,
1986).
17 Tentang
masalah-masalah ini, lihat TNCW, terutama Bab 1, 2.
Program hak-hak asasi manusia, yang banyak diprakarsai oleh
Kongres dan mencerminkan perubahan dalam kesadaran rakyat,
bukan tanpa manfaat walaupun banyak dieksploitasi untuk
tujuan-tujuan propaganda dan diterapkan secara hipokrit,
yang secara konsisten mengabaikan kejahatan oleh
negara-negara klien. Ini jelas berlawanan dengan garis
standar. Untuk fakta-fakta dalam masalah ini, lihat Chomsky
dan Edward S. Herman, Political Economy of Human
Rights (South End, 1979), khususnya jilid I.
18 World Press
Review, Februari 1986.
(bagian
pertama)
|